Senin, 26 September 2022, cahaya hangat merambat masuk melalui celah jendela membawa berbagai nyanyian burung-burung di taman, handphone yang sedari tadi tergeletak dimeja mulai mengeluarkan bunyi nyaring membangunkan pria yang masih terlelap diatas kasurnya.
Brak!!!!
Pria itu terduduk diatas kasur, diusapnya kepalanya yang tak terasa pusing sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Jam berapa sekarang? Apa yang sedang kulakukan? Ah... Ya, aku bermimpi sesuatu.
Beberapa hari ini Arga terus memimpikan hal yang sama, Ayahnya yang dipenggal di depan mata kepalanya, ibunya yang menangis dengan putus asa mencoba menyambung kepala ayahnya, dan dirinya yang tergeletak di lantai bersimbah darah.
Ya, itu bukanlah mimpi biasa, melainkan ingatan masa lalu yang terus terulang tidak peduli berapa kali pria itu mencoba untuk melupakannya.
🥀🥀🥀
Sebuah mobil Mercedes-Benz memasuki gerbang sekolah menuju parkiran, beberapa detik setelahnya seorang pria lengkap dengan seragam sekolahnya keluar dari mobil itu.
Argalixint Triader Deaniol, hari ini adalah hari pertamanya di sekolah barunya, ia dipindahkan karena pekerjaan ibunya, dan ini adalah ketiga kalinya ia pindah sekolah, namun kali ini ia tidak sendiri, karena keempat sahabatnya akan mengikutinya beberapa hari lagi.
Arga berjalan menyusuri koridor-koridor di bangunan seluas puluhan hektare itu, harusnya pihak sekolah membuat denah yang menunjukkan dimana ruangan penting. Pikir pria itu setelah lelah berkeliaran mencari ruang kepala sekolah.
Akan mudah bila bertanya kepada seseorang, namun tidak ada seorangpun yang terlihat di Koridor itu dikarenakan bel telah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu.
Tap-Tap-Tap
Terdengar derapan kaki kecil berjalan mendekati Arga, pria itu menoleh, dan tampaklah sosok wanita berambut pirang dengan sebuah kertas ditangannya memandang pria itu dengan tatapan bingung.
"Lo, ngapain disini?" Tanya gadis itu memiringkan kepalanya, Arga tersentak, ia tidak mengerti apa yang harus dikatakannya, bukankah harga dirinya agak tercoreng jika ketahuan dengan bodohnya tersesat di hari pertamanya? Ditambah lagi ia tidak dapat beralasan dengan menjelekkan sekolah yang tidak membuat denah sedangkan kertas yang dipegang gadis itu adalah denah sekolah.
Dimana sih tu cewek dapet denah, perasaan tadi gue gak liat!.
"Oh, ini tadi gue dikasi sama satpam diluar, kalo lo langsung ke parkiran lo gak bakal dapet, karena gak ketemu sama satpamnya," Ucap gadis itu saat melihat pria didepannya terus menatap tajam kearah denah yang dipegangnya.
"Lo, murid baru juga?" Tanya gadis itu berjalan mendekati Arga, isyarat agar mereka melanjutkan mencari ruang kepala sekolah bersama.
"Juga?" Arga mengangkat alisnya, gadis itu tersenyum sembari mengeluarkan kartu pelajar dari sakunya dan menunjukkannya pada Arga.
"Iya, gue juga anak baru, harusnya sih udah masuk dari minggu lalu, tapi ada masalah dikit, makanya baru masuk hari ini,"
"Nama gue Eiza Maximiliant, salken ya!" Ucap gadis itu berjalan satu langkah di depan Arga lalu menjulurkan tangannya "Argalixint Triader Deaniol, santai aja, ini bukan tempat kerja yang harus pegangan tangan sebagai sapaannya," Jawab pria itu kaku, namun masih berjabat tangan dangan gadis didepannya.
Eiza tersenyum, ia merasa bahagia karena sepertinya telah menemukan pria yang baik sebagai teman pertamanya disekolah. Namun, apakah hubungan mereka hanya akan menjadi sebatas teman?.
🥀🥀🥀
Bel pergantian pelajaran berbunyi, dan seorang wanita paruh baya memasuki kelas XI IPA 1 dengan dua murid pindahan dibelakangnya.
Suasana di kelas mendadak ramai saat melihat sepasang pelajar baru masuk bersamaan, topik pernikahan dimasa sekolah adalah trending topik di minggu ini, dan para siswa-siswi itu mulai hanyut dalam khayalannya terhadap murid baru yang bahkan belum mereka kenali namanya itu.
"Baik semuanya tolong tenang!" Titah bu guru membuat kelas kembali senyap, wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya dan Eiza pun memulai perkenalan dirinya.
"Assalamu'alaikum, perkenalkan nama saya Eiza Maximiliant, saya pindahan dari Beijing, salam kenal semuanya" Ucap gadis itu ramah dan disambut senyuman hangat siswa-siswi di kelas itu.
Namun, di detik berikutnya suasana kembali sepi, tidak ada seorangpun yang berbicara, semua orang di kelas itu menunggu seseorang berbicara, sedangkan orang yang dimaksud tidak sadar bahwa sekarang adalah gilirannya.
"Giliran lo," Bisik Eiza menarik ujung kemeja pria disampingnya. "Argalixint Triader Deaniol, salken" Ucap pria itu dengan nada malas dan langsung berjalan ke meja kosong di paling belakang.
Eiza membulatkan matanya tak percaya, ini bukanlah novel dimana seorang pemeran utama yang seorang Bad boy dapat melakukan apa yang diinginkannya, ini adalah dunia nyata, dimana seorang murid harus menghormati gurunya, jika tidak maka hanya satu endingnya, di-ke-lu-ar-kan.
Suasana kelas hening, tidak ada seorang pun yang berani berbicara, bahkan guru yang sedang duduk di mejanya seakan tidak melihat ketidak sopanan murid barunya itu.
Apa yang terjadi disini? Gadis itu seakan baru saja memasuki dunia yang sangat berbeda dengan dunianya, mungkin dapat dikatakan rasanya seperti bereinkarnasi dan masuk kedalam dunia novel?
"Heh, lo sebenarnya siapa? Kok bu guru tadi gak negur lo? Padahal lo gak sopan banget," Tanya gadis itu setengah berbisik kepada Arga yang duduk disebelahnya.
"Mana gue tau, tanya aja sama gurunya" Jawab pria itu asal, Eiza menaikkan alisnya tidak percaya, bagaimana mungkin sesuatu seperti 'tanya aja sama gurunya' Dapat menjelaskan fenomena seaneh itu.
Brak!
"Bu! Arga katanya mau bolos!" Seru Eiza menggebrak meja bangkit dari duduknya, namun sunyi, tidak ada seorangpun yang menjawab perkataannya seakan semua orang di kelas itu tidak mendengar suaranya. Apa yang terjadi disini? Apa aku bermimpi?.
Eiza terduduk di kursinya, antara bingung dan takut, gadis itu terduduk diam tidak berani bersuara, "kenapa?" Tanya Arga saat melihat gadis yang tadinya begitu semangat kini terduduk lemas di kursinya.
"Gak, gapapa, cuma lagi mencoba mencerna situasi sekarang," Jawab gadis itu dengan senyum yang dipaksakan.
"Pftt"
Semua orang di kelas itu mengalihkan pandangannya kearah Arga, pria itu tertawa, seorang Argalixint yang tidak pernah tertawa selain bersama keempat sahabatnya dapat tertawa hanya dengan melihat senyum kecut seorang wanita?.
"Apaan tuh? Muka lo... Kok, kok bisa kayak pantat kuda gitu? Hhhhhh" Kekeh pria itu menyematkan poni yang menutupi wajah gadis didepannya ke telinga.
"A-apaan sih... Pantat kuda mana yang semulus muka gue," Jawab gadis itu memalingkan wajahnya yang mulai memerah.
Apa yang terjadi dengan pangeran dibarisan belakang itu? Bukankah rumor mengatakan bahwa penerus pemilik saham terbesar sekolah ini adalah perwujudan pangeran es di dunia nyata?. Batin para siswa-siswi yang bergelut dengan pikirannya masing-masing.
"Kebahagian itu sederhana, namun merupakan hal termewah yang tidak dapat dicapai semua orang"
~Argalixint Triader Deaniol
Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa-siswi SMA Garuda berhamburan keberbagai penjuru sekolah, kecuali Arga dan Eiza yang masih merapikan bukunya di kelas.
"Gak ke kantin?" Tanya Eiza pada pria di sampingnya. Senyap, tidak ada sepatah katapun sebagai jawaban dari pertanyaan gadis itu, dan dengan santainya pria itu melipat tangannya sebagai bantalan tidur di meja.
"Hah? Apa? Sumpil gue gak denger lo ngejawab pertanyaan gue deh, apa kuping gue budeg ya? Engga deh, kayaknya lo yang bisu!" Ucap gadis itu mencoba memancing emosi Arga, namun pria disampingnya itu tetap tidak bergeming.
Brak!
Eiza menggebrak meja bangkit dari duduknya, ia tampak dengan serius memikirkan sesuatu, dan beberapa detik setelahnya, gadis itu Mengelus-elus dagunya dengan senyum aneh yang muncul diwajahnya.
Entah apa yang direncanakannya didalam otak kecilnya itu, namun tampaknya ia sangat percaya diri dengan idenya itu, lihat saja senyum aneh diwajahnya, bukankah ia tampak cukup bahagia dan menikmatinya.
Gadis berambut pirang itu mulai mengatur nafasnya beberapa, dan disaat terakhir mengambil nafas panjang dan mendekatkan wajahnya ke Arga, apa yang ingin dilakukannya?.
"Apa jangan-jangan, LO GAK TAU KANTIN DI MANA YA?!!!!!!" Pekik gadis itu tepat di telinga Arga.
Brakkk!!!!
Arga menggebrak meja bangkit dari duduknya dan langsung mengejar Eiza yang hendak kabur darinya, yang benar saja suara nyaring nan cempreng itu seakan membuat gendang telinganya pecah dan berdenging. rasanya pria itu dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi tuli selama beberapa detik.
Drap-Drap-Drap
Derapan kaki Arga dan Eiza menggema diseluruh penjuru koridor bangunan kelas XI IPA. Eiza yang kalang kabut berlari berusaha kabur dari Arga, dan Arga yang dapat dengan mudah mengejarnya menarik perhatian semua orang yang melihat mereka.
"Sini lo anj*ng!!!!" Seru Arga menjulurkan tangannya berusaha mencengkram kemeja Eiza.
"Gak mau!!! Ntar gue pasti lo hajar!!!" Tolak gadis itu berlari semakin kencang, dan pada akhirnya berakhir sebuah kecelakaan.
Bruk!!!
Gadis itu terjatuh tersandung kakinya sendiri sedangkan kepalanya terbentur keras ke lantai. "Hiks, hiks, Huaaaaaa!!!!" Tangis gadis itu pecah saat bangkit dan melihat noda darah di lantai tempatnya terjatuh.
"Cewek kok cengeng" Cibir Arga berdiri tepat di depan gadis itu tanpa sedikitpun niat untuk membantunya.
"Hikss, hiks, heuuuu, Huaaaaaaa!!!!" Tangis gadis itu semakin menjadi-jadi, Arga tersentak, padahal menurutnya ia tidak melakukan kesalahan apapun, namun mengapa tangis gadis di depannya itu semakin menjadi-jadi?.
"Tck! Udah-udah, Udah gede gak boleh nangis! Sini! Mana hidungnya yang berdarah" Ucap Arga berjongkok lalu menyumpal hidung Eiza yang mimisan dengan tisu.
"Pfttt"
Kekeh pria itu berusaha menahan tawanya saat melihat wajah menangis Eiza lengkap dengan benjolan besar di kepalanya dan tisu yang menyumpal kedua lubang hidungnya.
"Euuuu, hiks, yang berdarah cuma hidung sebelah kanan!!!!! Hiks!" Rengek gadis itu kesal, membuat Arga semakin tidak tahan untuk menjahili nya.
"Jadi hidungnya ada dua ya? Kanan satu kiri satu?" ucap pria itu melepaskan salah satu tisu di hidung Eiza.
"Bisa jalan gak?" Tanya Arga setelah membersihkan noda darah dilantai, gadis itu mengangguk dan bangkit dari duduknya, ia dapat berjalan, namun terlihat sulit dan menyakitkan dikarenakan luka di kedua lututnya.
Arga menghela nafas, lalu berjongkok di depan gadis itu "naik," Titahnya membuat Eiza tertegun. "Lo yakin??? Gue bisa jalan kok" Ucap gadis itu memastikan.
Untuk kedua kalinya Arga menghela nafasnya, pria itu berdiri dan dengan sigap menggendong Eiza ala princess style.
Dan untuk kedua kalinya gadis itu tertegun, terdiam dan bungkam. Ini adalah pengalaman romantisme anak SMA yang tidak akan datang dua kali, namun luka di lututnya secara tidak sengaja disentuh oleh Arga. Tahan,Tahan Za! Sumpil demi apapun, gue harus tahan! Ini tuh pengalaman langka, tapi, sakit banget any*ng bodoh amatlah, sakit banget!!!!.
"Sakit!!!!!! Sakit woi!!! Sakit!!!! Gendong belakang aja! Belakang aja!!!!" Tolak gadis itu meronta-ronta dengan suara nyarinya.
"Iya, iya, iya!!!! Akh, kuping gue," Ucap Arga menurunkan Eiza dan berjongkok di depannya. Sumpil demi apa, gue kok gini banget. batin gadis itu menyadari betapa ia telah merepotkan pria yang baru dikenalnya itu.
"Kita mau kemana? Arah kelas kan gak kesini" Tanya Eiza baru sadar dari pikiran singkatnya.
"UKS, kaki lo luka 'kan? Kepala juga benjol besar banget, mimisan lagi, memangnya lo mau langsung balik ke kelas? Kalo geger otak terus jadi tambah bodoh gimana?" Jawab Arga panjang lebar untuk pertama kalinya.
"Eh, tunggu, pertama-tama makasih banget, Pengertiannya, tapi gue agak aneh nih! Lo khawatir, apa ngehina??? Kalo khawatir, khawatir aja Ga! Gak perlu ngehina juga, gue jadi bingung mau bilang makasih apa ngebantai lo" Cicit Eiza tidak terima.
Arga terkekeh, entah mengapa saat bersama gadis itu dunianya terasa sedikit lebih ringan, bahkan ia dapat tertawa dan bercanda tanpa beban seperti saat bersama keempat sahabatnya. Apa beneran sama? Kayaknya rasanya agak beda dibanding sama temen yang lain. Batin pria itu bertanya pada dirinya sendiri.
🥀🥀🥀
"Gimana? Udah enakan? Udah bisa jalan sendiri 'kan?" Tanya Arga pada Eiza yang baru saja selesai diobati.
Eiza melipat tangannya kesal, ia tidak percaya pria di depannya itu akan menanyakan hal sejalan itu. Bukankah adalah hal yang wajar bila seorang pria tidak tega melihat gadis yang terluka berjalan sendirian.
"Ha??? Sumpil lo nanya gituan??? Cowo mana yang tega liat cewe cantik yang lagi sakit jalan sendiri?!" Ucap gadis itu menggembungkan pipinya kesal.
"Gak," Jawab Arga singkat yang dibalas anggukan gadis itu.
"Gak 'kan? Makanya lo gendong gue lagi!" Titah gadis itu penuh percaya diri, namun Arga malah membalasnya dengan tatapan aneh.
Pria berambut hitam itu melipat tangannya bersedekap dada, tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis didepannya.
"Siapa yang bilang lo cantik?" Tanya pria itu singkat, padat, dan jelas, namun menusuk tepat ke jantung hati gadis di depannya.
Itu adalah serangan double kill yang membuat Eiza membatu dan dihancurkan dengan hantaman realita yang bagitu tepat sasaran ke relung hati terdalam seorang Eiza Maximiliant.
"L-lo! Lo,hiks! Kata mama gue cantik!!!!! Mama gue gak mungkin bohong!!!! Hiks! Lo yang bohong!!!! Arga bohong!!! Arga toge!!!!!" Ucap gadis itu memukul-mukul dada Arga.
"Iya, iya, lo, cantik," Ucap pria itu mengalah dengan gadis di depannya. ih apaan sih, kok jantung gue dag dig dug gini? Apa sakit jantung ya? Ntar periksa ke rumah sakit deh. Batin pria itu mencengkram erat dadanya yang terasa tidak nyaman.
"Ya-yaudah sini aku gendong, belum sanggup jalan 'kan?" Ucap Arga gelagapan membuat Eiza menatapnya aneh.
"Kok lo ngomongnya jadi lembut gitu?" Tanya Eiza memiringkan kepalanya, Arga tersentak, pria itu juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, namun ia dapat menjawab dengan yakin bahwa sepertinya ia menderita penyakit kronis sehingga mempengaruhi detak jantung dan gaya bicaranya.
"Kok lo ngomongnya jadi lembut gitu?" Tanya Eiza memiringkan kepalanya, Arga tersentak, pria itu juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, namun ia dapat menjawab dengan yakin bahwa sepertinya ia menderita penyakit kronis sehingga mempengaruhi detak jantung dan gaya bicaranya.
...********...
"maksud lo?" Tanya pria itu berpura-pura tidak mengerti maksud dari pertanyaan gadis didepannya.
"ya, tadi lo ngomongnya beda, lo ngomong nya 'Aku' bukan 'gue' kayak biasanya," Ucap gadis itu berusaha menjelaskan, namun Arga hanya diam tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
🥀🥀🥀
Hari mulai gelap, jam telah menunjukkan pukul 17:00 dan siswa-siswi SMA Garuda mulai berhamburan pulang ke rumah dan asramanya masing-masing.
"lo ngapain di sini?" Tanya Arga menurunkan kaca mobilnya saat melihat Eiza yang duduk diam di kursi taman depan sekolah.
"ngitung pasir! ya nunggu jemputan lah!" Jawab gadis itu sedikit meninggikan suaranya kesal.
"siapa yang jemput?" Tanya pria itu lagi, seakan sedang menginterogasi gadis didepannya.
Eiza terdiam, gadis berambut pirang itu tidak tahu bagaimana caranya mengatakan bahwa tidak akan ada seorangpun dari keluarganya yang menjemput.
Berbagai hal telah terjadi di dalam keluarganya yang memaksa gadis itu kabur dari rumah dengan memalsukan seluruh data dirinya, kecuali nama depannya.
Dan disinilah ia sekarang, sendirian, namun setidaknya ia sedikit lebih bahagia daripada di saat ia masih tinggal bersama keluarganya.
"Ini gue mau pesan taksi online" Ucap gadis itu menunjukkan aplikasi taksi online di handphonenya.
Arga, pria berambut hitam itu keluar dari mobilnya, dan tanpa aba-aba mengelus lembut pucuk kepala gadis didepannya. "mau mampir?" Tanya pria itu tersenyum lembut kepada Eiza.
Tidak tau mengapa, namun pria itu merasa bahwa ia harus melakukannya, bahkan ia terus merasa berkewajiban melakukan hal yang lebih untuk membahagiakan gadis di depannya itu di masa depan.
🥀🥀🥀
"Assalamu'alaikum"
Arga membuka pintu rumahnya, rumah yang tidak terlalu mewah, namun juga bukan rumah yang dapat dikatakan sederhana.
Rumah dengan nuansa Putih itu benar-benar membuat hatinya nyaman, tidak terlalu luas, namun juga tidak kecil, rumah itu memiliki ukuran yang pas untuk ditinggali sebuah keluarga kecil dengan sepasang suami-istri dan beberapa orang anak mereka.
Gadis berambut pirang itu mulai tenggelam dalam pikirannya yang merindukan sosok orang tua, bagaimana tidak?. Beberapa tahun yang lalu gadis itu masih lah seorang gadis manja yang menjadi putri kesayangan orang tuanya, sampai beberapa masalah muncul dan memaksa gadis itu merelakan masa kecilnya untuk menjadi dewasa dan mandiri.
"Ma? kok udah pulang?" Tanya Arga, membuat Eiza keluar dari lamunannya.
"oh, hari ini kan hari pertama kamu sekolah, takutnya ada yang mau kamu curhat-in ke mama, sekolahnya gak enak, gak punya temen, atau apa gitu?" Jawab Ana, ibu Arga, mengelus pucuk kepala anaknya dan tersenyum hangat.
Ana, wanita itu adalah wanita yang hangat, ia cukup lembut, penyayang dan penuh cinta. Dan itulah penyebab Depresinya, hingga hampir melakukan bunuh diri saat melihat suami yang begitu ia cintai menjadi korban tuduhan palsu, dan terpaksa pergi meninggalkannya dengan cara yang begitu kejam.
"eh? kamu bawa siapa? kok gak dikenalin ke mama?" Tanya Ana yang baru menyadari ada seorang wanita di belakang putra semata wayangnya itu.
Arga tersenyum, entah mengapa ia cukup bangga saat diminta ibunya untuk memperkenalkan gadis yang ia bawa pulang ke rumah. Seakan ia telah menemukan kotak harta karun di sekolahnya, dan diminta untuk memberitahu perhiasan apa saja yang ada didalam kotak itu.
"Ini Eiza, temen pertama Arga di sekolah" Ucap pria itu menarik tangan Eiza untuk berdiri di sampingnya.
"Eiza tante, maaf ngerepotin karena mampir Sore-sore gini tan" Ucap Eiza mencium punggung tangan wanita yang diketahui sebagai ibu dari pria disampingnya itu.
"eh? kok tante? gak panggil Mama aja? biar sama kayak Arga?" Tanya Ana yang langsung To The Point untuk segera menggaet Eiza sebagai menantunya.
"Eh, Ma? ini bau apa? woah, mama nanak nasi lupa dimatiin ya? ini udah bau gosong Ma!" Ucap Arga mengalihkan topik sembari mendorong ibunya kembali ke dapur.
"Eh??? ta-tapi mama masak pake Rice cooker kok" Tolak Ana tidak ingin kembali ke dapur, namun Arga terus mendorongnya.
huh!
pria itu menghela nafas lega, walau sebenarnya ia cukup malu dengan alasannya yang menjadikan nasi gosong sebagai alasan, sedangkan ibunya memasak nasi dengan Rice cooker, namun alasan rendahan itu berhasil membuat ibunya kembali kedapur dan mencegah gadis di sampingnya merasa tidak nyaman dengan pertanyaan tidak masuk akal dari ibunya.
Namun, tunggu, kenapa gue harus peduli si Eiza nyaman apa engga di rumah gue?.Batin pria itu merasa ada yang aneh dengan dirinya.
"Lo pasti capek 'kan? itu disebelah kanan ada kamar kosong, pakek aja sesuka lo, baju gantinya nanti gue minta tolong mama anterin" Jelas pria itu melipat tangannya dan menunjuk ke arah kamar kosong di lantai dua dengan mulutnya.
Pftt
Gadis berambut pirang itu terkekeh melihat tingkah Arga yang baru dilihatnya, padahal saat pertama kali bertemu gadis itu merasa bahwa Arga adalah pria yang dingin, namun saat ia berada lebih dekat dengannya, semua pemikiran itu sirna, Arga adalah pria hangat dengan berjuta tingkah lucu yang masih belum ia ketahui. kita memang tidak dapat menilai buku dari sampulnya.
Akan seberuntung apa wanita yang dapat memilikinya dimasa depan?. Pikir gadis itu membayangkan betapa bahagianya wanita yang dapat bersama dengan pria di sampingnya itu.
🥀🥀🥀
Cek lek
pintu kamar mandi dibuka dan menampilkan sosok gadis berkulit putih dengan rambut pirang yang disanggul kebelakang berjalan keluar hanya dengan sehelai handuk yang menutupi tubuhnya.
"Arghhh!!!! mata gue!!!!" Sergah Arga yang mengantar pakaian Eiza menutup matanya mengerang tanpa rasa sakit.
"Apa??? kenapa mata lo?" Tanya Eiza mendekati pria itu dengan wajah panik.
"Tutup dulu pantat kedua lo tol*l!!! keliatan tuh belahan dunianya!!!!" Ucap pria itu lagi, semakin meninggikan suaranya.
"Pantat kedua apaan?! pantat gue cuma satu Toge!!! mana mata lo? kenapa matanya, sini gue liatin!!!" Bentak gadis berambut pirang itu tidak mengerti apa yang dimaksud Arga dan malah semakin mendekat ke pria itu, bermaksud memeriksa matanya.
"Aaaaaa!!!! jangan deket-deket! jangan!!!!deket-deket!!!!! Tet*k lo!!!! lo tutup dulu anj*ng!!!!!!!" Pekik pria itu mendorong Eiza menjauh, dan sekuat tenaga berlari keluar dari kamar itu dengan mata tertutup.
Eiza, gadis itu membatu tidak percaya dengan apa yang telah terjadi kepadanya.Bagaimana bisa seorang pria berteriak begitu histeris saat melihat belahan dada seorang wanita? ditambah itu bukanlah wanita biasa, melainkan seorang wanita cantik dengan kulit seputih salju dan rambut pirang yang menjadi pelengkapnya.
Pftt
Kekeh Ana yang sedari tadi mendengar dengan jelas perdebatan konyol putranya dari dapur, ia semakin tidak sabar untuk segera menyatukan putranya dengan gadis itu, akan seramai apa rumah sepi ini bila ia berhasil menggaet Eiza sebagai menantunya?.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!