"Aku sudah transfer uangnya ke rekening kamu. Bos sangat puas dengan hasil kerja kamu."
"Baiklah. Kalau sudah tidak ada yang perlu dibahas lagi, aku pergi sekarang juga."
"Come on, Ken! Nikmatilah hidupmu sebentar saja. Kita minum-minum dulu di sini."
Pria yang dipanggil Ken itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Kemudian ia segera keluar dari ruangan VVIP salah satu restauran terkenal itu.
Ken berjalan sambil sesekali melihat jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul delapan malam. Sepertinya masih ada waktu untuknya singgah sebentar ke sebuah minimarket buat belanja kebutuhan sehari-harinya.
Brukkk
Tiba-tiba saja tanpa sengaja Ken bertabrakan dengan seorang perempuan yang sedang berjalan sama arah dengannya. Mungkin keduanya sama-sama tidak fokus, jadilah tubuh mereka bersenggolan.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Ken segera membantu perempuan yang terjatuh di sampingnya itu. Karena memang tubuhnya lebih besar dari si perempuan, makanya perempuan itu sampai jatuh.
Saat Ken menarik tangan perempuan itu, mata mereka saling beradu pandang. Satu detik, dua detik, tiga detik. Setelah itu Ken segera membuang muka saat menyadari penampilan perempuan itu sangat seksii. Bahkan kedua asetnya sangat menantang.
"Apa anda baik-baik saja?" Tanya Ken setelah berhasil membantu perempuan itu berdiri.
"Oh, aku.. Aku-"
"Chel, ayo buruan!" Tiba-tiba ada seorang pria paruh baya memanggilnya.
Perempuan itu segera melangkah menuju si pria yang memanggilnya tadi. Meninggalkan Ken yang masih diam mematung di tempatnya berpijak.
Perempuan itu berjalan sambil sesekali melihat Ken. Namun Ken sama sekali tidak peduli, dan segera pergi dari restauran itu.
"Dasar perempuan jaman sekarang. Sudah dapatnya sugar daddy, matanya masih jelalatan." gumam Ken sambil berjalan menyusuri trotoar.
Setelah beberapa menit kemudian, Ken sampai di sebuah minimarket kecil tidak jauh dari rumah kontrakannya.
Pria berusia tiga puluh dua tahun itu berbelanja kebutuhan pribadinya. Termasuk bahan makanan dan beberapa makanan dan minuman instan.
Mengingat dirinya yang sudah lama hidup sebatang kara, hal seperti ini sudah menjadi lumrah baginya.
Kebetulan di dalam minimarket itu ada beberapa orang yang juga sedang berbelanja. Khususnya kaum hawa. Namun mereka tampak biasa saja melihat seorang pria berbelanja kebutuhannya.
Apa mungkin karena wajah Ken yang biasa saja dengan kulit sawo matang, apalagi penampilannya yang sangat sederhana, hingga membuat kaum hawa sama sekali tidak tertarik padanya.
Tapi memang kenyataannya Ken sama sekali tidak berniat untuk menarik siapapun. Dan tidak ingin tebar pesona pada kaum hawa yang melihatnya.
Usai berbelanja, Ken segera pulang. Karena tiba-tiba saja angin malam itu berhembus kencang seperti akan turun hujan.
***
Sementara itu tampak seorang perempuan sedang berada dalam mobil. Perempuan itu memainkan ponselnya namun isi kepalanya masih terbayang oleh pria yang tak sengaja ditemuinya tadi saat di restauran.
"Chel, lain kali kalau Papa ajak meeting jangan memakai pakaian seperti itu. Beruntung tadi klien Papa wanita. Bagaimana kalau laki-laki?" gerutu pria paruh baya yang sedag duduk di balik kemudinya.
"Ya biarin saja, Pa. Mereka punya mata untuk melihat. Lagian baju ini tuh style terbaru anak muda jaman sekarang."
Xander hanya menghembuskan nafasnya pelan melihat sifat pembangkang putri sulungnya itu. Benar-benar sangat susah diatur. Sebagai orang tua Xander sudah sering mengingatkan cara berpakaian Michele yang sangat berbeda jauh dengan Celine sang adik. Tapi kalau Xander memarahi Michele hanya karena pakaian, anaknya itu pasti akan ngambek dan tidak mau lagi bekerja di perusahaannya.
Michele kembali memainkan ponselnya saat tak lagi mendengar ucapan Papanya. Dan lagi-lagi ia masih memikirkan pria tadi.
Michele sepertinya menyesal karena belum sempat mengucapkan terima kasih pada pria tadi. Lalu bagaimana caranya agar bisa bertemu lagi dengannya.
Tanpa sadar, mobil yang dikendarai Papa Michele sudah sampai halaman rumah. Sebelum perempuan itu keluar dari mobil, tiba-tiba Papanya mencegahnya.
"Besok jangan berangkat kesiangan lagi. Karena ada meeting penting dengan karyawan Papa."
"Ah, Papa saja yang meeting. Michele besok mau bangun siang,-"
"Michele!! Bisakah kamu bekerja dengan serius? Ingat, tidak selamanya Papa kamu ini sehat. Bagaiamana kalau Papa tiba-tiba pergi untuk selamanya meniggalkan kalian semua?" Ucap Xander dengan suara tegas. Dan sepertinya itu adalah kalimat keramat yang membuat Michele menurut.
"Maaf, Pa!" jawab Michele dengan mata berkaca-kaca. Setelah itu ia keluar dari mobil, masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah, tampak Mama Michele yang sudah menyambut kedatangannya.
"Sayang, bagaimana meeting perdananya tadi?" tanya Silvia dengan antusias. Pasalnya ini adalah pertama kalinya Michele dilibatkan oleh Papanya untuk meeting dengan kliennya.
"Biasa saja, Ma. Michele naik dulu, Ma. Capek. Mau tidur." Jawab Michele lalu mengecup kedua pipi Mamanya secara bergantian.
Silvia tampak heran dengan sikap anak sulungnya itu. Tak lama kemudian suaminya masuk.
"Kamu apakan anakku? Aku yakin kamu pasti habis memarahi Michele kan?" Todong Silvia pada sang suami.
"Dia juga anakku, Silvia! Aku sebagai Papanya juga berhak menegurnya jika dia bersalah. Tapi apa, Michele sangat keras kepala." jawab Xander.
"Keras kepala juga nurun dari Papanya." Gerutu Silvia lalu meninggalkan sang suami begitu saja.
.
.
.
*TBC
Happy Reading‼️
Pagi ini Ken bangun sangat pagi sekali. Kebetulan hari ini hari minggu, ia akan menyempatkan waktunya beberapa menit untuk jogging di sebuah taman yang tak jauh dari rumah kontrakannya.
Ken menempati rumah kontrakan itu baru dua bulan yang lalu. Jadi ia masih tampak asing dengan keadaan sekitarnya. Namun itu tidak menjadi masalah baginya. Selama ini juga hidupnya tak banyak berinteraksi dengan orang-orang sekelilingnya.
Pria berusia tiga puluh dua tahun itu sudah siap dengan baju santainya dan tak lupa pula dengan sepatu olahraga yang akan ia gunakan untuk jogging.
Setibanya di taman, Ken melihat suasana taman tampak beberapa orang melakukan hal yang sama seperti dirinya. Lalu ia segera berlari memutari taman itu.
Sepuluh menit kemudian Ken sudah selesai jogging. Karena lupa tadi tidak membawa minuman, ia pun membeli air mineral di kios tak jauh dari taman.
“Terima kasih, Pak!” ucap Ken setelah menerima minuman itu.
“Hei!” tiba-tiba saja ada seseorang yang memanggilnya dan mendekatinya.
Ken yang hendak minum pun akhirnya ia urungkan. Lalu menatap seseorang yang baru saja memanggilnya. Dia sama sekali tidak kenal dengan perempuan itu. Lalu kenapa perempuan itu memanggilnya. Apalagi melihat baju yang dikenakannya. Rasanya Ken selama ini tidak pernah mempunyai kenalan seorang perempuan seksii seperti itu.
“Anda kenal dengan saya?” tanya Ken sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Astaga! Apa kamu lupa denganku?” Michele sedikit kesal. Pasalnya dia selalu merasa tak seorang pria pun yang melupakan pesonanya. Meskipun hanya bertemu satu kali.
Ken juga tampak memalingkan muka. Entah dia alergi dengan perempuan atau memang sangat terganggu dengan penampilan seksii Michele yang memakai baju olahraga yang sangat ketat.
“Maaf, saya memang tidak mengenal anda.” Jawabnya lalu segera meninggalkan kios dan juga Michele.
Michele semakin kesal. Padahal sebelumnya ia sangat senang akhirnya bisa bertemu lagi dengan sosok pria yang tanpa sengaja ia temui di restaurant beberapa hari yang lalu. Niat Michele hanya ingin minta maaf sekaligus berterima kasih karena pria itu telah membantunya bangun saat mereka tak sengaja bertabrakan. Akhirnya Michele pun mengejar Ken.
“Hei, tunggu!” Michele berjalan ngos-ngosan mengejar Ken. Dan Ken pun berhenti, meski tidak menatap Michele.
“Aku yang tempo hari bertabrakan dengan kamu saat keluar dari restaurant. Apa kamu ingat?” ucap Michele.
“Oh. Memangnya ada apa?” Ken tampak bingung.
“Maaf, kemarin aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena kamu telah membantuku bangun karena Pa-“
“Lupakan saja, Nona! Lagi pula itu juga kesalahan saya yang berjalan tidak fokus. Saya juga minta maaf. Saya pergi dulu.” Ken dengan cepat memotong kalimat Michele saat dia mengingat kejadian malam itu dimana Michele bersama kekasihnya yang seorang pria paruh baya.
Ken kemudian berjalan meninggalkan Michele yang masih diam mematung di tempatnya. Dia sangat heran dan baru pertama kali ini menjumpai sosok pria seperti Ken, yang sama sekali tidak tertarik dengannya. Kemudian senyum tipis terbit dari bibir Michele sambil mentap punggung Ken yang berjalan semakin menjauh.
“Sangat menarik!” gumamnya setelah itu ia memilih kembali ke mobilnya dan hendak mengikuti kemana Ken pergi.
***
Sementara itu Ken yang sudah sampai rumahnya, ia bergegas membersihkan tubuhnya. Karena hari ini ia akan keluar untuk mencari pekerjaan.
Ken keluar dari rumah saat jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tanpa sepengetahuannya, ternyata sejak tadi ada seseorang yang terus mengawasinya dari dalam mobil.
“Kemana dia? Kenapa dia berjalan kaki? Apa dia tidak memiliki kendaraan?” gumam Michele saat melihat Ken menyebrang jalan lalu entah pergi kemana.
Michele sendiri juga heran, kenapa ia merasa sangat tertarik dengan Ken. Padahal wajah pria itu biasa-biasa saja. masih jauh lebih tampan dari para mantan kekasihnya. Setelah itu ia memutuskan untuk pulang.
***
Saat ini Ken sedang duduk di sebuah warung kopi di pinggir jalan. Ia memang sengaja nongkrong di tempat seperti itu. Dan itu yang membuatnya nyaman dibandingkan nongkrong di café mewah seperti kebanyakan orang.
Ken memesan segelas kopi sambil membaca koran yang yang tersedia di warung kopi itu. Ia membaca halaman tentang lowongan pekerjaan. Lalu ia menemukan lowongan pekerjaan sebagai Office Boy di sebuah perusahaan yang cukup terkenal di kota ini. Ken segera mencatat alamat perusahaan itu di ponselnya.
Tak lama setelah ken memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya, ia mendengar notif pesan masuk. Ken menghela nafasnya pelan saat membaca pesan itu. Hanya membaca tanpa membalas.
***
Hari ini Michele sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Seperti biasa, pakaian yang ia kenakan selalu menunjukkan lekuk tubuhnya. Mama dan Papanya yang melihatnya seperti sudah terbiasa. Karena percuma juga kalau Xander ataupun Silvia mengingatkan, ujung-ujungnya Michele mengancam tidak mau membantu Papanya di kantor.
Sejak dulu Michele ingin sekali menjadi seorang model seperti kakak sepupunya yaitu Abigail. Namun sayangnya keinginannya itu ditentang oleh kedua orang tuanya. Dan Michele dipaksa terjun ke dunia bisnis. Akhirnya Michele mau bekerja di kantor Papanya asal kedua orang tuanya tidak melarangnya untuk berpakaian sesuka hatinya.
“Ma, Pa, Michele berangkat dulu!” pamit Michele setelah menyelesaikan sarapannya.
Silvia tersenyum pada putri sulungnya lalu meninggalkan kecupan singkat di kening. Begitu juga dengan Xander.
Meskipun Michele dan Xander bekerja satu lokasi, namun Michele selalu berangkat ke kantor menggunakan mobilnya sendiri.
“Sepertinya Michele seperti kamu. Dia akan berubah kalau ada pria yang mencintainya dengan tulus dan mampu mengubah penampilannya.” Ucap Xander setelah kepergian Michele.
.
.
.
*TBC
Happy Reading‼️
“Sepertinya Michele seperti kamu. Dia akan berubah kalau ada pria yang mencintainya dengan tulus dan mampu mengubah penampilannya.” Ucap Xander setelah kepergian Michele.
Silvia tampak terdiam meresapi ucapan suaminya. dan memang benar adanya. Semasa mudanya dulu penampilan dirinya juga bisa dikatakan hampir sama dengan putri sulungnya itu. Selalu menggunakan pakaian ketat saat bekerja. Hingga akhirnya bertemu dengan sang suami. pria yang awalnya ia kira juga akan terpesona karena penampilannya, ternyata salah. Xander adalah pria yang tulus mencintainya dan mampu mengubah penampilannya itu. Ya, walau masih banyak lika-liku dalam perjalanan cintanya. Dan semua itu ada di novel author yang berjudul “Suami Kedua”.
“Semoga saja ada pria yang mampu mengubah penampilan Michele. Termasuk menghilangkan sifat pembangkangnya.” Sahut Silvia.
“Sayang, kalau sifat seseorang itu bawaan dari lahir dan tidak bisa dihilangkan. Mungkin hanya bisa diminimalisir.” Ucap Xander.
Lagi-lagi Silvia membenarkan ucapan suaminya. dan sifat pembangkang Michele itu juga kemungkinan dampak dari kedua orang tuanya sendiri yang sejak kecil selalu memanjakannya. Sifat Michele sangat berbeda dengan sang adik, Celine. Celine justru menjadi anak yang sangat mandiri dan penurut pada orang tua. Meskipun saat ini Celine sedang tinggal di luar negeri bersama Omnya dan bekerja di perusahaannya.
“Ya sudah, aku berangkat dulu. Jangan lupa nanti ke kantor untuk membawakan makan siang untuk suamimu yang tampan ini.” ucap Xander.
Silvia hanya tersenyum tipis lalu mencium tangan suaminya dengan takzim.
***
Di hari yang sama dan di tempat yang sama, saat ini Ken sedang mengantri untuk melamar pekerjaan di perusahaan milik Xander. Meskipun di perusahaan itu hanya membutuhkan seorang Office Boy, nyatanya yang melamar juga banyak. Hal itu dikarenakan gaji yang diberikan oleh perusahaan sangat menggiurkan siapapun.
Mungkin ada sekitar dua puluh orang yang ikut berdiri mengantri untuk memberikan surat lamaran itu. Karena perusahaan juga membutuhkan tenaga Office Boy dengan segera, akhirnya pihak HRD langsung menyeleksi semua pelamar dengan melakukan wawancara hari itu juga.
Satu per satu pelamar dipanggil. Dan semuanya membawa ijazah lulusan sekolah menengah atas. Sejak tadi tampaknya pihak HRD belum menemukan kandidat OB yang cocok. Hingga akhirnya nama terakhir dipanggil untuk segera masuk.
“Saudara Ian!”
Pria yang dipanggil Ian yang tak lain adalah Ken, segera masuk ke dalam ruangan itu. Namanya memang Ian. Hanya orang-orang tertentu dan yang kenal dekat dengannya saja yang memanggil Ken.
Ken menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh pihak HRD dengan tenang. Dia juga menyatakan kesanggupannya untuk bekerja di perusahaan itu dengan digaji berapapun dia mau. Tampaknya pihak HRD juga sangat puas dengan jawaban Ken dibandingkan pelamar lainnyan yang sudah masuk. Setelah cukup sesi wawancaranya, Ken diminta untuk keluar terlebih dulu, dan semua pelamar diminta untuk menunggu hasilnya.
Sesuai dengan hasil kesepakatan, akhirnya Kan lah yang diterima menjadi Office Boy di perusahaan itu. Pelamar lainnya yang menunggu tampak kecewa. Tapi mereka juga menyadari kalau untuk bisa bekerja di perusahaan itu sangatlah sulit. Walaupun hanya sebagai OB.
Sedangkan Ken terlihat biasa saja. tidak ada raut bahagia yang berlebihan karena telah diterima kerja di perusahaan itu. Karena baginya yang penting dapat pekerjaan. Kalaupun tadi tidak diterima, dia akan mencari lowongan di tempat lain.
Saat ini ken memasuki ruangan HRD. Dia berhadapan dengan orang-orang yang tadi melakukan sesi wawancara dengannya. Ken diberi seragam kerja dan besok dia sudah langsung memulai bekerja.
“Selamat, Ian! Semoga kamu betah bekerja di sini. besok pagi sebelum memulai pekerjaan kamu, datanglah ke sini dan temui saya. saya akan menjelaskan beberapa hal padamu dan di bagian mana kamu akan bekerja.” Ucap Kepala HRD.
“Baik, Pak. Terima kasih banyak. Kalau begitu saya pamit undur diri.” Ucap Ken sambil menjabat tangan pria paruh baya yang sedang duduk di hadapannya.
**
Sementara itu di lantai enam perusahaan tampak Michele sedang berkutat dengan beberapa dokumen yang baru saja diberikan oleh Papanya. Jabatan Michele adalah sebagai wakil presdir, dimana presdirnya adalah Papanya sendiri.
Michele memijit keningnya yang terasa berdenyut. Di saat siang seperti ini rasa kantuk sudah mulai menyerangnya. Namun pekerjaan sangat menumpuk. Seperti biasa, ia segera meraih gagang telepon untuk menghubungi salah satu OB yang selalu bertugas khusus melayaninya. Dan OB itu selalu standby di pantry menunggu titah dari putri sulung presdir.
“Pak Adnan, buatkan kopi seperti biasa buat saya. cepat ya, Pak!” ucap Michele melalui sambungan telepon kantor.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar sebelum akhirnya pintu itu terbuka, karena Michele mempersilakannya masuk.
“Ini Non kopinya. Seperti biasa, kopi satu sendok dan gulanya dua sendok.” Ucap pria berusia lima puluh lima tahun itu.
“Terima kasih banyak Pak Adnan.” Jawab Michele sambil mengulas senyum pada pria itu.
Michele segera menyruput kopi yang masih panas itu. Rasanya sangat plong. Bahkan kepanya yang sejak tadi pusing, perlahan reda hanya dengan mencium aroma kopi buatan Pak Adnan.
“Kenapa Pak Adnan masih di sini?” tanya Michele heran saat melihat OB itu masih berdiri dan tak kunjung keluar dari ruangannya.
“Maaf Non Michele. Ada yang ingin saya sampaikan pada Non.” Ucap Pak Adnan dengan lirih.
“Ada apa, Pak?”
“Hari ini adalah hari terakhir saya bekerja sebagai OB di perusahaan Tuan Xander. Besok saya harus segera pulang kampung karena istri saya sedang sakit keras. Maafkan say ajika selama menjadi OB khusus Nona Michele banyak membuat kesalahan.”
Michele sangat terkejut mendengarnya. Bahakan tanpa sadar ia menitikan air matanya. namun ia tidak bisa berbuat banyak. Usia Pak Adnan juga sudah tua. Dan istrinya yang di kampung pastinya menginginkan sang suami untuk pulang.
“Pak Adnan sama sekali tidak pernah melakukan kesalahan pada saya. justru saya yang selalu cerewet. Maafkan saya juga ya, Pak? Semoga istri Pak Adnan segera diberi kesembuhan. Dan ini sedikit pemberian dari saya semoga cukup untuk ongkos Pak Adnan pulang.” ucap Michele sambil memberikan amplop yang sudah ia isi dengan beberapa lembar uang ratusan ribu.
Pak Adnan sempat menolaknya, tapi Michele tetap memaksa. Akhirnya pria itu menerimanya dan mengucapkan beribu terima kasih pada putri presdir yang sangat baik hati itu.
“Saya permisi dulu, Non. Semoga OB baru yang menggantikan saya besok cocok dengan anda.” Ucap Pak Adnan sebelum keluar dari ruang kerja Michele.
.
.
.
*TBC
Happy Reading‼️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!