Aruna baru saja keluar dari mobil yang menjemputnya dikampus. Ia memasuki rumah, melihat kedua orangtuanya membawa koper besar seperti bersiap akan pergi keluar kota.
"Baby Girl kau sudah pulang?" David, Papa tampan nya itu langsung mendekat dan mengelus rambutnya.
"Bukankah Papa baru pulang kemarin, kemana lagi Papa akan pergi?" Tanya Aruna sedikit kesal karena kedua orangtuanya jarang berada dirumah.
"Apa kau lupa tanggal berapa sekarang sayang?" Anneta sang Mama ikut mendekat.
Aruna tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya, "Anniversary Papa dan Mama?" Tebak Aruna yang langsung di angguki kedua orangtuanya.
"Yes dan kami berniat bulan madu."
"Apa tidak ada pesta kali ini?" Tanya Aruna karena setiap anniversary pernikahan David dan Anneta selalu mengadakan pesta sebelum honeymoon.
"Tidak sayang karena kami akan pergi honeymoon keluar negeri."
Aruna terlihat lesu, "Baiklah, bawalah pulang adik untuk ku agar aku tidak kesepian."
David dan Anneta sontak tertawa, "Mama sudah terlalu tua untuk melahirkan seorang bayi sayang."
"Tetap saja aku ingin memiliki adik." Kata Aruna.
Anneta tersenyum, "jika kau menikah nanti, kau akan memiliki adik."
Aruna melotot tak percaya, "Mama, aku masih sangat muda untuk menikah." Protes Anneta membuat kedua orangtuanya tertawa.
Aruna membantu Papa dan Mama nya mengeluarkan koper, mereka bersiap untuk berangkat siang ini.
Anneta memeluk Aruna, "Jaga dirimu baik baik baby girl."
"Jangan lupakan oleh olehku." Pinta Aruna.
"Tentu saja kami tidak lupa, baby kecil?" Tanya David yang langsung diangguki Aruna sementara Anneta sudah melotot ke arah David, tidak setuju.
Mobil melaju meninggalkan istana mewah tempat tinggal David dan keluarganya.
Aruna memasuki rumah, Ia menghela nafas panjang, mulai merasa kesepian lagi.
Selalu seperti ini setiap hari, Papa nya sibuk selalu berada di luar kota begitu juga Mama nya seorang desainer yang juga tak kalah sibuk dan sebenarnya masih ada satu lagi, Fabian Regata, Kakak laki lakinya yang kini sedang kuliah di luar negeri.
"Lebih baik aku sendiri dari pada harus bersama Bian." Gumam Aruna mengingat kakak laki lakinya itu tidak pernah menyukainya dan saat mereka masih kecil, Aruna ingat Bian selalu nakal padanya. Mendorongnya, memukil bahkan tak segan merusak mainananya.
Sungguh Aruna ingin kakaknya tinggal diluar negeri selamanya, Ia tidak ingin bertemu lagi.
Aruna baru saja selesai mandi, Ia bergegas turun untuk makan siang.
"Siang Non Runa cantik." Sapa Mbok Inem asisten rumah tangga dirumah David.
"Masak apa Mbok hari ini?"
"Masak sayur favorit Non Runa, sayur lodeh."
Senyum Runa langsung saja mengembang, "wah bakal makan banyak nih." Ucap Runa tampak semangat mengambil piring yang diisi nasi lalu diguyur sayur lodeh.
"Pelan pelan Non." Kata Mbok Inem saat melihat Runa makan sedikit buru buru.
"Nggak bisa pelan Mbok, kesempatan mumpung Mama nggak ada." Balas Aruna mengingat jika ada Anneta, Aruna tidak bisa makan dengan porsi banyak karena Anneta tidak ingin Aruna kelebihan berat badan.
Selesai makan Aruna belajar di kamarnya, hanya belajar kegiatan yang sering di lakukan Aruna saat kesepian dirumah.
Aruna ingin selalu mendapatkan nilai bagus untuk memuaskan kedua orangtuanya meskipun orangtuanya tidak pernah mempermasalahkan nilai Aruna.
Ponsel Aruna berdering, Aruna melihat nama Nysa sahabatnya yang menelepon dirinya.
"Kesini sekarang deh."
"Nggak, gue lagi belajar." Balas Aruna cuek.
"Lo bakal kecewa kalau nggak kesini."
"Ada apaan sih?" Aruna mulai penasaran.
"Bang Adam lagi kegiatan dipanti asuhan deket rumah Gue, nyesel loh nggak kesini sekarang."
Seketika Aruna mengambil jaket rajut miliknya, Ia kuncir rambutnya asal dan segera berlari turun kebawah.
"Woy, denger nggak sih."
Aruna lupa jika Ia belum mengakhiri panggilannya.
"Gue otewe." Kata Aruna langsung mengakhiri panggilan.
"Anterin ke rumah Nysa pak." Pinta Aruna pada Pak Torik sopir pribadi Aruna.
"Sekarang Non?"
"Iya dong Pak, masa tahun depan." Kata Aruna yang langsung membuat Pak Torik tertawa.
"Siap Non, cuss meluncur."
Mobil melaju menujur rumah Nysa yang jaraknya tidak terlalu jauh. Sampai dirumah Nysa, Aruna segera ke atas, balkon kamar Nysa dimana Ia bisa melihat kegiatan para kakak tingkatnya yang sedang mengadakan acara di panti asuhan dekat rumah Nysa.
"Lama banget sih, keburu selesai." Kata Nysa saat Aruna baru saja sampai Ia langsung bisa melihat keberadaan Kak Adam, kakak tingkatnya di kampus.
"Gila, ganteng amat kak Adam." Puji Aruna saat melihat Adam menggunakan teleskop milik Nysa.
"Udah sini gantian," Nysa hendak merebut teleskopnya namun sayang Aruna memegang teleskop Nysa sangat kencang.
"Nggak usah pelit deh, Lo mah enak bisa ngeliat Kak Adam setiap saat." Kata Aruna mengingat Adam adalah sepupu Nysa.
"Salah sendiri dicomblangin nggak mau!"
Aruna tersenyum, "Biar kak Adam nemuin aku sendiri tanpa bantuan orang lain Sa."
"Susah Run, tau sendiri kan yang deketin Kak Adam itu banyak."
Aruna kembali tersenyum, "Ya kan sapa tau nyantolnya sama aku."
Nysa memutar bola matanya malas, "Ya deh ya deh serah Lo."
Aruna masih saja memandangi gerak gerik Adam melalui teleskop, sesekali Ia tersenyum melihat pria pujaan nya itu.
"Loh, kok pergi sih. Mau kemana kak Adam." Gumam Aruna saat melihat Adam menjauh dari perkumpulan temannya.
"Lo mendingan turun kebawah deh."
"Ngapain?"
"Udah nurut aja, kedapur ambil minum kek." Kata Nysa yang akhirnya di turuti oleh Aruna.
Aruna kebawah untuk mengambil minuman karena dirinya juga haus. Saat Ia membuka kulkas bertepatan dengan Adam yang memasuki dapur. Seketika Aruna gugup, jantungnya berdegup kencang dan tangannya sedikit gemetar.
"Eh ada temen nya Nysa." Sapa Adam membuat Aruna semakin tak karuan.
"Kakak mau...
"Mau ambil minum." Balas Adam.
Aruna mengangguk dan langsung menundukan kepalanya.
Aruna merasa Adam masih berdiri didepan nya membuat Aruna mendongak,
"Mau ambil minuman di kulkas nggak bisa kalau kamu masih berdiri disini." Kata Adam yang langsung membuat Aruna sadar jika Ia sedang berdiri didepan pintu kulkas.
"Ma maaf kak." Aruna menyingkir dari depan kulkas, Ia merasa malu hingga membuat wajahnya merah seperti kepiting rebus.
Adam mengambil satu kaleng minuman soda lalu meminum tepat didepan Aruna.
"Gila, damage banget sih nih cowok." Batin Aruna.
"Lagi belajar bareng Nysa?" Tanya Adam membuat Aruna terkejut dan mengalihkan pandangan.
"Iya kak."
"Btw nama Lo siapa?" Tanya Adam.
"Aruna kak."
"Oke, gue balik ke panti dulu." Kata Adam langsung pergi meninggalkan Aruna yang saat ini merasa senang kegirangan.
"Kak Adam nanyain nama gue Sa." Kata Aruna saat kembali ke kamar Nysa.
"Ck, cuma ditanyain nama doang seneng amat." Cibir Nysa.
"Makanya Lo jatuh cinta biar tahu senengnya pas ditanyain nama sama Doi." Ejek Aruna yang langsung membuat Nysa mendengus sebal.
Aruna kembali melihat kegiatan Kak Adam mengunakan teleskop Nysa hingga Ia merasa ponselnya kembali berbunyi.
Kali ini Mama yang meneleponnya,
"Mama lupa mau bilang, kakak kamu pulang sore ini. Tolong jemput di bandara ya sayang."
"Ap apa Ma? Kak Bian pulang?" Aruna sangat terkejut.
"Iya sayang, tolong jemput di bandara ya." Kata Mama dan langsung mengakhiri panggilan.
Aruna tertunduk lesu, baru saja Ia merasa bahagia dan sekarang kebahagiaan nya hilang karena kepulangan Sang Kakak.
BERSAMBUNG...
SELAMAT DATANG DI NOVEL BARU AUTHOR, SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN CERITANYA.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK, LIKE VOTE DAN KOMEN YAA
Aruna bergegas pulang kerumah untuk mengambil mobil yang akan dia gunakan menjemput Bian.
Bian, ya Bian kakaknya yang paling menyebalkan pulang hari ini setelah hampir sepuluh tahun berada diluar negeri.
Selama ini Aruna hanya mendengar cerita dari Mama tentang Bian saat berada di luar negeri.
Dan sekarang, Aruna harus menjemput Bian padahal sudah lama Aruna tidak melihat foto Bian. Terakhir Aruna melihat foto Bian dua tahun yang lalu dan setelah itu memang Aruna enggan melihat foto Bian mengingat saat kecil Bian selalu membuatnya menangis.
MENJEMPUT BIAN
Aruna membawa tulisan itu agar saat Bian melihat langsung menghampirinya namun hingga satu jam lamanya dan semua penumpang yang ada dibandara habis, Tidak ada orang yang mendekat ke arahnya.
"Ck, harusnya jam lima dan sekarang sudah jam enam, kenapa dia masih belum datang." Gerutu Aruna merasa lelah berdiri dan membawa tulisan itu.
Aruna melihat ke sekelilingnya, Ia mencoba mengingat wajah kakaknya itu hingga Ia melihat seorang pria dengan penampilan sangat keren, mengenakan kaca mata hitam sedang duduk dan menatap ke arahnya.
Aruna kembali menatap pria itu, sepertinya tidak asing untuknya.
"Dia mirip kak Bian." Gumam Aruna.
Pria itu tidak melepaskan pandangan ke arah Aruna.
Dengan penuh percaya diri akhirnya Aruna menghampiri pria itu.
"Kau Bian kan?" Tanya Aruna yang langsung di angguki pria itu.
Bian membuka kaca mata hitamnya, "kenapa lama sekali, aku menunggumu sedari tadi."
Aruna melotot tak percaya, "Kak Bian, aku sedari tadi disana menunggumu apa kau tidak lihat?"
"Tentu saja aku melihatmu." Balas Bian santai.
"Dan kakak tidak menghampiri ku?" Aruna mulai kesal.
"Untuk apa? Toh akhirnya kau juga yang menghampiri ku." Balas Bian masih terlihat santai.
Aruna ingin marah saat ini juga namun Ia tahan.
"Sabar Aruna, sabar."
"Dimana mobilnya?" Tanya Bian tanpa perasaan bersalah, berdiri melihat ke arah luar.
"Tentu saja di tempat parkir, apa aku juga harus membawanya kesini!" Ketus Aruna berjalan meninggalkan Bian.
Bian tersenyum geli dan mengikuti langkah Aruna.
"Kakak yang menyetir." Pinta Aruna saat keduanya sudah didepan mobil.
"Tidak mau, kau saja."
Aruna mendecak kesal, hari ini Ia benar benar sial karena harus bertemu lagi dengan Bian.
"Hati hati saat berbelok, kau bisa menabrak pohon jika seperti itu." Kritik Bian.
"Itu lebih bagus kak, kita bisa mati bersama!"
"Jika kau ingin mati sendiri saja, jangan mengajak ku. Aku masih ingin hidup." Balas Bian santai.
Aruna menatap Bian tajam,
"Jangan menatap ku seperti itu, kau bisa menyukai wajah tampan ku ini."
Aruna melotot tak percaya, "kau benar benar gila kak!"
Bian tertawa, Ia keluar dari mobil saat sudah sampai.
"Bawakan koperku."
"Aku tidak mau!"
"Kau harus mau!"
"Tidak mau." Aruna yang kini sudah berada diluar mobil.
Bian mendekat ke arah Aruna, sangat dekat membuat Aruna terhimpit mobil.
Bian tersenyum nakal berbeda dengan Aruna yang menunduk takut.
"Tuan muda sudah pulang." Suara Torik terdengar membuat Bian berbalik menjauh dari Aruna.
"Ya, tapi sayang Papa dan Mama malah pergi." Balas Bian.
"Mang Torik tolong bantu bawakan koper kak Bian, aku harus masuk sekarang." Kata Aruna berlari memasuki rumah.
"Permisi Tuan biar saya bawa masuk kopernya." Kata Torik melewati Bian yang masih berdiri di tempatnya.
Bian memasuki rumah dan langsung disambut oleh Mbok Inem.
"Aden tambah ganteng aja." Puji Mbok Inem.
"Mbok juga tambah cantik, awet muda."
Mbok Inem tertawa, "Meskipun di rayu sama Aden, mbok tetap milih suami Mbok lah."
Giliran Bian yang tertawa.
"Syukur sekarang Aden sudah pulang jadi Non Runa ada temennya, kasihan Non Runa tiap hari kesepian karena Tuan dan Nyonya pergi setiap hari."
Bian terdiam,
"Ya sudah, sebaiknya Aden mandi dulu, Mbok siapin makan malamnya." Kata Mbok Inem yang langsung di angguki Bian.
Bian naik ke atas, ke kamarnya yang sama sekali tidak berubah. Dekorasi dan semua tataan kamarnya masih sama tidak ada yang di rubah.
"Nyaman sekali." Gumam Bian berbaring di ranjang yang sudah sepuluh tahun Ia tinggal itu.
Bian menatap ke arah jam dinding dimana disamping jam dinding itu terdapat bingkai foto keluarga tanpa dirinya. Papa, Mama dan Aruna.
"Dia lebih cantik aslinya dari pada di foto." Gumam Bian menatap lama bingkai foto itu.
Selesai mandi, Bian bergegas turun kebawah untuk makan malam dan Ia melihat Aruna sudah lebih dulu disana.
"Aden udah turun, nih Mbok masakin masakan spesial buat malam ini." Kata Mbok Inem menyodorkan sepiring steak untuk Bian.
"Bisa masak western juga nih Mbok." Puji Bian.
"Bisa dong, selamat makan malam Aden dan Nona." Kata Mbok Inem lalu meninggalkan meja makan, membiarkan Bian dan Aruna makan berdua.
Bian melihat dipiringnya menu steak sementara di piring Aruna hanya nasi dan sayur saja.
"Kok menunya beda?" Tanya Bian pada Aruna yang sedari tadi hanya diam dan sibuk makan.
"Ya kan buat yang baru pulang jadi spesial." Balas Aruna acuh.
Bian menukarkan makanannya dengan makanan Aruna,
"Ck, apa sih kak!"
"Mau nyicip makan sama sayur."
"Tapi aku nggak mau makan steak!" Balas Aruna kesal ingin kembali menukarkan makanan namun tangan Bian lebih kuat menahan.
"Aku nggak suka daging kak, jangan ngeselin deh!"
"Kenapa nggak suka?"
"Kepo banget, udah sini makanan aku!" Ketus Aruna.
Bukannya mengembalikan, Bian malah memakan nasi sayur yang ada di piring Aruna.
"Kak Bian, ngeselin!"
"Ada apa non?" Tanya Mbok Inem saat mendengar suara Aruna.
"Itu kak Bian ambil makanan aku, mbok tahu kan aku nggak suka daging." Adu Aruna.
Mbok Inem tersenyum melihat keusilan Bian, "Biar mbok ambilkan lagi ya."
Tak berapa lama Mbok Inem datang membawa sepiring nasi dan sayur lodeh.
Aruna langsung menjulurkan lidahnya, "Makan tuh sisa orang."
Tak terima dengan ejekan Aruna, Bian kembali menukarkan makanannya dengan yang baru.
"Kak Bian!"
"Udah Non, Aden... biar Mbok ambilkan lagi."
Mbok Inem kembali membawa makanan yang sama.
"Buang buang makanan aja sih kak!" Kesal Aruna meskipun sudah mendapatkan yang baru.
"Ya udah habisin aja kalau nggak mau kebuang."
"Males!"
Bian tersenyum kemenangan, Ia melanjutkan makan dengan santai tanpa merasa bersalah berbeda dengan Aruna yang mood makan nya hilang karena keusilan Bian.
Selesai makan, Aruna duduk didepan televisi sambil memainkan ponselnya.
Asyik bertukar pesan dengan Nysa tiba tiba ponselnya direbut seseorang, siapa lagi jika bukan Bian pelakunya.
"Belajar, jangan main ponsel terus!"
"Aku udah belajar, mana kembaliin ponsel aku kak!" Aruna kembali dibuat kesal apalagi postur Bian lebih tinggi dan besar dari Aruna membuat Aruna kewalahan saat mengambil ponselnya.
"Nggak, sebelum aku lihat kamu belajar!"
Aruna memanyunkan bibirnya, "Harusnya kakak nggak perlu pulang, diluar negeri aja selamanya. Ngeselin!" Ucap Aruna lalu pergi meninggalkan Bian dan ponselnya.
Melihat Aruna menjauh, Bian mengecek ponsel Aruna yang tidak dikunci.
Sesaat Bian tersenyum melihat kontak nomer di ponsel Aruna bersih tanpa ada nomor pria satupun.
Bersambung....
Aruna memasuki kamar dengan membanting pintu sekeras mungkin, Ia benar benar sudah dibuat kesal oleh Bian setengah hari ini.
"Baru juga sehari pulang udah bikin emosi gini, gimana kalau selamanya? Oh God, semoga di segera nikah dan pergi dari rumah ini agar aku bisa bebas lagi."
Aruna mengacak rambutnya frustasi, Ia akhirnya duduk di meja belajarnya. Dari pada pusing memikirkan keusilan Bian lebih baik Ia belajar saja.
Pintu kamarnya terbuka, Aruna tahu jika itu Bian namun Aruna tidak ingin menanggapi kedatangan Bian. Ia masih sibuk membaca bukunya.
Bian meletakan ponselnya dimeja, Ia berdiri disamping Aruna, melihat Aruna sedang belajar.
Karena tidak di gubris oleh Aruna, Bian akhirnya duduk di pinggir ranjang Aruna sambil melihat lihat kamar Aruna. Bian kembali berdiri untuk melihat foto foto Aruna bersama teman temannya yang tertempel di dinding. Ada banyak foto Aruna disana. Dari Aruna Smp hingga Kuliah.
Jika dilihat lihat wajah Aruna berubah setiap tahunnya, dari wajah imut hingga secantik ini.
Aruna masih tidak mengubris meskipun Bian berada disana cukup lama, hingga akhirnya Bian keluar kamar dengan sendirinya.
"Dasar nyebelin, gaje banget sih." Gerutu Aruna saat Bian sudah keluar.
Selesai belajar, Aruna kembali turun untuk membuat susu hangat. Memang sejak kecil kebiasaan Aruna selalu minum susu sebelum tidur.
Saat ini Aruna sudah berganti pakaian, mengenakan setelah piyama pendek, sangat pendek hingga terkesan seksi saat di pakai Aruna.
Aruna sedang membuat susu, bersamaan dengan Bian yang juga ingin mengambil air minum.
"Nggak ada baju lain heh?" Tanya Bian saat melihat Aruna.
Aruna tidak menjawab, Ia malah minum susu didepan Bian membuat Bian menelan ludahnya.
"Gadis ini bener bener!" Batin Bian.
Bian merebut susu Aruna yang baru di minum setengah dan langsung Ia teguk semua hingga habis.
"Kakak!"
"Ganti baju! Jangan pakai baju seperti ini!" Kata Bian galak.
"Nggak mau! Ngapain sih kak orang dirumah juga!" Balas Aruna kesal karena Bian mempermasalahkan apa yang Ia pakai.
Bian yang kesal, mendekati Aruna hingga Aruna terhimpit tidak bisa bergerak.
"Kak..." Aruna menahan dada Bian mengunakan tangannya.
"Ganti baju nggak?"
Aruna menunduk takut, "Iya iya ganti abis ini."
Bian akhirnya melepaskan Aruna dan segera Aruna berlari ke kamarnya.
"Ck, sial!" Desis Bian.
Bian melihat ada seseorang di balik pintu dapur yang belum ditutup namun saat Bian menghampiri pintu itu sudah tidak ada siapapun disana.
Bian segera menutup pintunya.
Sebelum kembali ke kamarnya, Bian memasuki kamar Aruna yang tidak dikunci.
"Mau ngapain lagi kak!" Ketus Aruna yang kini sudah berganti pakaian, mengenakan piyama panjang.
"Mulai sekarang jangan pakai baju seksi dirumah." Kata Bian memperingatkan.
"Apa sih kak, cuma dirumah masih aja nggak boleh. Papa sama Mama aja juga biasa nggak pernah mempermasalahin."
"Aku sama mereka itu beda, udah nurut aja nggak usah bawel!"
Aruna hanya mendecak kesal, sibuk membereskan meja belajarnya.
Bian mendekati Aruan, "Kalau tidur pintunya dikunci, jendelanya di tutup." Kata Bian lagi.
"Biasanya gini juga nggak apa apa, lagian siapa lagi yang berani masuk orang diluar ada mang Torik sama mang asep." Balas Aruna santai.
Bian kembali memojokan Aruna, menatap Aruna tajam yang lagi lagi membuat Aruna menunduk takut.
"Kalau di bilangin nggak usah bantah bisa nggak!"
Karena takut akhirnya Aruna berlari untuk menutup pintu balkon kamar juga jedelanya.
"Sekarang kakak keluar biar aku kunci pintunya." Pinta Aruna sedikit salah tingkah.
Bian kembali mendekati Aruna dan tiba tiba Bian melepaskan kunciran Aruna, "Rambutnya nggak usah di kuncir kalau aku dirumah." Kata Bian lalu meninggalkan Aruna keluar kamar Aruna.
"Ck, ngeselin banget sih, banyak banget aturannya dan bodohnya gue juga nurut!" Omel Aruna yang masih bisa didengar oleh Bian.
"Kunci pintunya." Teriak Bian dari luar dan setelah itu Bian mendengar suara pintu Aruna terkunci.
Bian tersenyum, Ia ingin kembali ke kamarnya namun melihat seseorang dibawah membuat Bian curiga dan akhirnya turun kebawah.
"Ngapain mang?" Tanya Bian saat melihat Mang Torik seperti baru dari tangga.
"Ng nggak Den mau bikin kopi." Kata Mang Torik terlihat gugup lalu pergi ke dapur.
Bian mengikuti langkah mang Torik, "Mang yang bawa kunci cadangan dirumah ini siapa?" Tanya Bian.
"Saya Den."
"Mau minta kunci cadangan kamar Runa sama kamar saya."
Mang Torik terlihat terkejut, "Mau buat apa Den?"
"Udah kasih aja sekarang, aku tunggu disini." Kata Bian yang akhirnya di angguki Mang Torik.
Tak berapa lama Mang Torik kembali membawa dua kunci cadangan.
"Udah nggak ada yang lain kan mang?"
"Enggak ada Den, cuma itu."
"Oke, makasih ya Mang." Kata Bian lalu naik ke atas kembali ke kamarnya.
Pagi ini berbeda dari pagi biasanya, jika biasanya Aruna sarapan sendiri namun pagi ini Aruna sarapan bersama Bian.
Aruna cuek dengan keberadaan Bian dan sibuk memakan roti selai coklat kesukaannya hingga Bian melihat ada selai coklat yang menempel di pinggir bibir Aruna membuat Bian panas dingin mengingat jika dulu saat berada diluar negeri, Ia pasti akan ******* habis bibir kekasihnya yang terkena coklat namun sekarang yang ada didepannya itu adiknya, tidak mungkin Bian melakukan itu meskipun sebenarnya Bian bisa melakukannya.
Bian mengulurkan tangannya, tadinya Ia ingin membersihkan coklat yang menempel di bawah bibir Aruna namun berganti menyeret coklat itu hingga mengotori pipi Aruna.
"Kakak!" Kesal Aruna saat pagi ini sudah mendapatkan usilan dari Bian.
"Salah sendiri makan belepotan." Kata Bian lalu pergi meninggalkan meja makan.
Bian tampak keluar rumah, Ia menjambak rambutnya sendiri, "Bisa gila gue lama lama." Umpat Bian.
Bian melihat mang Asep, satpam dirumahnya sedang berbicara dengan seorang pria muda didepan yang mengendarai motor.
Bian akhirnya berjalan mendekat,
"Ada apa ini?" Tanya Bian.
"Ini Den, katanya mau jemput Non Runa." Jelas Mang Asep.
"Siapa lo?" Tanya Bian dengan nada tak suka.
"Gue Randi calon pacarnya Runa, nah lo siapa?" Tanya pria bernama Randi dengan nada tidak sopan.
Randi melihat Bian tampak asing.
Mang Asep baru mau menjawab namun tidak jadi karena mendapatkan tatapan tajan dari Bian, akhirnya Mang Asep pergi meninggalkan Randi dan Bian berdua.
"Gue suaminya, berani banget Lo jemput bini gue!"
Randi menatap Bian tak percaya, "nggak mungkin!"
Bian tersenyum sinis, Ia akhirnya memperlihatkan jari manisnya dimana terdapat cincin melingkar disana.
"Anjir, sial banget gue." Umpat Randi menyalakan motornya lalu pergi meninggalkan rumah.
"Kok bisa Aden bikin cowok itu pergi? Biasanya dia nggak mau pergi sebelum Non Aruna naik ke motornya." Kata Mang Asep saat melihat Randi melajukan motornya.
Bian tersenyum, "mulai sekarang kalau ada cowok yang datang nyari Aruna langsung bilang ke saya." Kata Bian.
"Siap Den."
Bian tersenyum puas.
Bersambung...
Jangan lupa like vote dan komen yahh
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!