NovelToon NovelToon

My Arogant Wife

1. Tidak Butuh Laki-laki

"Rae, kamu pulang jam berapa nak hari ini?"

"Belum tau, ada sedikit masalah di perusahaan. Mungkin aku akan pulang terlambat."

"Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan, nak. Sudah berapa umurmu. Bahkan teman-teman mamah yang anaknya lebih muda darimu, sudah bisa memamerkan cucu-cucu mereka saat arisan. Cobalah berpikir tentang pernikahan, nak," pinta Sora pada putrinya.

Rea bergeming, tetap menikmati makanannya. Hampir setiap hari mamahnya membicarakan hal yang sama.

"Rae, kurangi pekerjaanmu dan mulailah memikirkan kehidupan pribadimu. Kamu butuh laki-laki untuk sandaran kelak."

"Pah aku tidak butuh laki-laki, aku bisa mengurus perusahaan sendiri...."

"Kau membutuhkannya agar kau bisa hamil dan melahirkan pewaris, Rae. Siapa yang akan meneruskan perusahaanmu kelak kalau kamu tidak mempunyai anak," potong William.

"Tidak untuk saat ini Pah, masih banyak waktu untuk melahirkan anak. Siapa yang akan mengurus perusahaan jika aku menikah dan punya anak."

"Sayang, suamimu kelak bisa membantumu mengurus perusahaan dan kamu bisa tenang mengurus anak," sambung Sora.

Rae meletakkan sendok dan garpunya lalu mengelap mulutnya dengan elegan.

"Tidak Mah. Bagaimana bisa aku menyerahkan perusahaan pada orang lain. Aku sudah kenyang, aku akan berangkat sekarang." Lalu dia pergi berangkat ke perusahaannya.

"Lihat dia Pah! Itu salahmu yang terlalu keras mendidiknya. Yang ada dipikirannya hanya pekerjaan, sampai tidak punya waktu untuk mengurus hidupnya sendiri," omel Sora pada suaminya. "Sudah aku bilang, dia itu perempuan. Tidak perlu terlalu keras padanya. Lihat umurnya sudah hampir tiga puluh tahun tapi belum pernah berkencan dengan pria."

William sadar kalau dia sudah mendidik putrinya terlalu keras, dia tidak membantah pernyataan istrinya. Dia pikir dulu dengan menjadikan Rae menjadi perempuan yang tangguh dan mandiri agar bisa menjalankan perusahaannya. Memang benar dia berhasil, tapi ternyata sang putri malah jauh dari kehidupan pribadinya. Dia mendedikasikan diri sepenuhnya pada perusahaan.

"Aku akan bicara padanya nanti," ujar William. setelah istrinya berhenti mengomel.

"Pokoknya aku tidak mau tau, Papah harus membuat putri kita mau menikah. Tidak peduli dengan pria manapun asalnya dia pria dan bisa membuat Rae hamil." Sora sudah tidak peduli lagi dengan status menantunya kelak. Dia sudah cukup lelah menjodohkan putrinya dengan putra teman sosialitanya. Yang ada dia malu karena Rae selalu sibuk bekerja di manapun.

William pun sama, dia sudah berusaha mencari pasangan yang cocok untuk putrinya tapi mereka menyerah karena Rae terlalu pasif dalam hubungan. Seperti tidak pernah mengirim lebih dulu, bahkan sangat jarang membalas pesan. Jika makan bersama Rae akan lebih banyak fokus pada tab nya dan tidak pernah mau jalan-jalan keluar. Setiap waktunya hanya ada pekerjaan.

...

Mirae Clovis Seorang wanita sukses diusianya yang masih muda. Dia menggantikan ayahnya memimpin perusahaan dari semenjak umurnya dua puluh tahun, saat dirinya masih tercatat sebagai mahasiswi di sebuah universitas terbaik di Seul.

Saat itu ayahnya tiba-tiba terkena serangan jantung dan sempat dirawat beberapa Minggu di rumah sakit. Mau tidak mau Rae harus menggantikan ayahnya untuk memimpin perusahaan. Untunglah sejak kecil sang ayah sudah menjejali nya dengan ilmu bisnis. Dalam waktu singkat Rae bahkan berhasil menerima penghargaan sebagai CEO termuda yang sukses.

Maka dari itu, karena kesibukannya itulah dia tidak punya waktu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Menurut Rae itu hanya buang-buang waktu, sedangkan waktunya terlalu berharga untuk hal-hal seperti itu yang bisa membuat wanita menjadi lemah. Ya, baginya melibatkan perasaan hanya akan membuat seseorang menjadi lemah.

"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya Vera. Dia adalah asisten kepercayaan Rae. Sejak tadi dia memperhatikan nonanya dari kaca spion.

"Vera, apa menurutmu aku ini terlihat seperti perawan tua? Apa itu buruk kalau seorang wanita memilih karir dari pada pernikahan," tanya Rae. Dia hanya terbuka pada asistennya itu.

"Anda bahkan masih terlihat muda Nona tapi mungkin perkataan Tuan dan nyonya ada benarnya juga. Anda butuh sosok suami," ujar Vera. Karena kalau anda tidak juga menikah maka saya juga harus menunggunya Nona.

"Laki-laki, bukankah mereka itu merepotkan. Mereka menganggap wanita itu lemah dan dijadikan alat pencetak bayi. Mereka harus tau kalau wanita bisa lebih hebat dari mereka."

Bukankah itu sudah kodrat seorang wanita, Nona. Melahirkan dan menjadi ibu, apa anda tidak ingin memiliki bayi yang lucu. Namun, Vera hanya bisa berkata dalam hati.

Sementara Rae paling tidak suka laki-laki yang menganggap wanita itu makhluk lemah dan hanya dijadikan alat pencetak bayi. Seperti laki-laki yang dikenalkan padanya, Rae sudah menyelidiki sebelumnya. Mereka hanya mengincar posisi CEO perusahaannya. Dengan iming-iming akan memiliki anak yang banyak dengannya dan ini itu. Mereka pasti ingin Rae hanya berdiam diri di rumah, dengan begitu mereka pikir bisa menggantikan posisi Rae.

Mereka sampai di perusahaan. Vera turun lebih dulu untuk membukakan pintu untuk Rae seperti biasanya.

Suasana kantor yang tadinya santai dan riuh, langsung tegang saat pemilik perusahaan itu datang. Mereka semua langsung mengerjakan pekerjaannya meski jam kerja belum berlangsung. Mereka tidak mau terlihat santai dan CEO mereka menegurnya. Semuanya menundukkan kepalanya, tidak ada yang berani menegur sang CEO yang dikenal tegas dan tidak pernah memberikan kesempatan kedua itu. Sedikit saja kesalahan maka bersiaplah keluar dari perusahaan.

Ting. Mereka sampai di lantai paling atas. Vera masih setia mengekori Rae, mengikutinya sampai masuk ke dalam ruangan.

Rae menghempaskan tubuhnya pada kursi kebanggaannya. Lalu menyalakan laptopnya.

"Vera, tolong kau panggil shumin kemari untuk membacakan agendaku hari ini."

"Maaf Nona, shumin sudah mulai cuti hari ini. Saya akan membacakan agenda anda. Nanti pukul sembilan anda ada per--"

"Tunggu! Kenapa tiba-tiba sekali Shumin cuti. Bukankah seharusnya pengajuan cuti itu dilakukan sebulan sebelumnya," potong Rae.

"Shumin sudah mengajukannya sebulan yang lalu dan Nona sendiri yang sudah menyetujuinya," terang Vera menjelaskan.

"Benarkah? Kenapa aku tidak ingat." Rae bergumam. "Memangnya mau apa dia dan cuti berapa lama?" tanya Rae. Dia benar-benar tidak ingat cuti yang diajukan sekretarisnya itu.

"Apa anda juga lupa kalau Shumin sedang mengandung. Bulan ini adalah bulan perkiraan bayinya akan lahir dan berdasarkan peraturan perusahaan, jadi shumin akan cuti tiga bulan pasca melahirkan."

"Apa anda juga lupa tentang peraturan perusahaan Nona?" batin Vera.

"Apanya tiga bulan? Bagaimana mungkin dia cuti selama itu. Bagaimana dengan pekerjaannya?!" sentak Rae.

"Sementara saya akan menghandle pekerjaan Shumin, Nona," jawab Vera.

"Tidak bisa, pekerjaanmu juga sudah cukup banyak. Carikan aku sekretaris yang baru dan besok sudah harus ada," titah Rae seperti biasanya, tidak ada bantahan.

"Lalu bagaimana dengan Shumin, apa anda akan memecatnya?"

"Pindahkan dia ke bagian lain."

"Baik Nona," jawab Vera.

"Ohh ya, aku mau sekretaris yang baru laki-laki. Ya, aku mau sekretaris laki-laki," ujar Rae membuat Vera kebingungan.

Menurut Rae, sekretaris laki-laki akan meminimalisir kejadian seperti ini terulang kembali. Setidaknya laki-laki tidak akan banyak alasan untuk cuti.

"Apa anda serius Nona?" tanya Vera memastikan.

"Apa aku terlihat sedang bercanda." Rae mengangkat kepalanya menatap Vera. Tentu saja dia serius.

Sementara di pikiran Vera justru hal lain. "Ohh, apa sekarang nona Rae sudah berpikir terbuka. Dia sudah mulai membiarkan pria ada di dekatnya. Baguslah, kalau nona punya kekasih. Artinya aku juga punya kesempatan untuk itu."

2. Menjadi Sekretaris

Pagi itu, keesokan harinya.

"Vera, kenapa lama sekali. Aku bisa terlambat meeting." Rae panik, dia ada meeting penting dengan investor dari luar negeri pagi ini.

"Saya juga tidak tau Nona, padahal jalan ini biasanya tidak pernah macet."

"Ini hampir sudah jam delapan lewat, coba kamu cek ke depan," perintah Rae.

"Baik Nona."

Vera pun mengecek apa yang terjadi di depan. Bagaimana mungkin jalanan yang biasanya lancar bisa sampai terjadi kemacetan panjang seperti ini. Dia melihat banyak orang berkerumun di depan sana. Vera pun menerobos kerumunan itu dan bertanya pada orang yang ada di sana.

"Ada apa ini?"

"Ahh itu, Nona. Laki-laki itu sedang menuntut ganti rugi pada pria itu karena sudah menabrak neneknya tapi pria itu tidak mau."

Ternyata hanya masalah kecil seperti itu yang menyebabkan kemacetan.

"Anda bisa saya laporkan ke polisi kalau tidak bertanggung jawab!" ancam pria yang sedang bersitegang dengan pria yang terduga melakukan tabrak lari.

"Dia sendiri yang berlari ke mobilku, seharusnya anda menjaga wanita gila ini dengan baik. Bukannya membiarkannya berkeliaran di jalanan."

"Jaga ucapanmu, nenek saya tidak gila!!"

"Lalu apa namanya? Semua orang juga bisa melihat kalau dia gilaa!"

"Dia tidak gilaa, itu karena penyakit alzheimer yang menyerangnya. Lihatlah sekarang, kaki nenek saya terluka gara-gara anda. Sekarang juga saya minta anda bertanggung jawab, bawa nenek saya ke rumah sakit."

"Hahaha ... modus kejahatan seperti kamu ini banyak di jalanan. Kamu pasti sengaja menjebakku menggunakan nenek gillaa itu. Biar kamu bisa minta uang ganti rugi. Benar tidak?" Orang itu mencari pembelaan dari warga. "Orang sepertinya itu seharusnya diberi pelajaran, laporkan polisi biar kapok dan tidak menggangu pengguna jalan lagi."

Laki-laki itu geram karena tampaknya semua warga pun tidak ada satupun yang mendukungnya. Dia sebenarnya malas mengemis meminta uang ganti rugi itu tapi keadaan ekonominya benar-benar tidak sedang baik-baik saja. Dia baru saja terkena dampak pengurangan karyawan. Dia tidak akan sanggup membiayai pengobatan sang nenek.

"Ada apa ini?!" Suara seorang wanita yang terdengar begitu tegas membuat semua orang terdiam.

Vera pun menjelaskan pada nonanya apa yang terjadi. Rae paham dengan mendengar sekilas, hal seperti itu saja sampai menghambat jalannya.

"Vera, berikan uang pada laki-laki itu. Kita tidak punya waktu banyak untuk melihat drama mereka."

"Baik Nona." Vera pun mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada pria menjadi korban itu.

"Hai Nona, jangan tertipu olehnya. Pria seperti dia tidak patut dikasihani. Dia hanya penipu yang melakukan apapun demi uang. Lihatlah, bahkan dia mengorbankan neneknya yang gilla untuk mencari mangsa."

Rae tidak menanggapi, yang terpenting sekarang dia bisa segera pergi dari sana.

"Vera berikan itu."

Pria itu mengepal kuat, dia tidak terima dihina dan difitnah seperti itu. Para orang kaya memang sombong, mereka merasa bisa menyelesaikan semuanya dengan mudah uang. Memang dia membutuhkannya, tapi dia juga ingin pria itu minta maaf pada neneknya.

"Maaf Nona, simpan saja uang anda." Setelah berkata seperti itu, pria itu maju dan menendang salah satu kaki pria yang menghinanya tadi.

"Awwww kau gillaa! Apa yang kau lakukan pada kakiku."

"Sekarang kita impas, kamu juga merasakan apa yang nenek saya rasakan."

"Kau!! Aku akan membuatmu menyesal! Aaaww siaaalaann!" Pria itu mengaduh kesakitan.

Sementara pria yang tadi sangat kesal berusaha menggendong neneknya dan pergi dari sana.

Rae cukup terpukau dengan keberanian laki-laki itu.

"Nona, bagaimana dengan uangnya?" tanya Vera.

"Bagaimana lagi, dia sendiri yang menolaknya. Ayo pergi, kita sudah terlambat."

...

Sammy membawa sang nenek ke klinik kecil untuk mengobati lukanya. Dia tidak sanggup membayar biaya rumah sakit.

"Bagaimana keadaan nenek saya Dok? Apa lukanya parah, tadi nenek saya tidak bisa menggerakkan kakinya."

"Tidak apa-apa, lukanya memang cukup dalam tapi masih ringan. Mungkin dia hanya syok. Nanti kalau sudah tenang pasti bisa berjalan lagi."

"Terimakasih Dok."

Mendengar penuturan dokter, Sammy menjadi tenang. Dia pun masuk ke dalam untuk melihat keadaan neneknya.

"Nenek, maafkan aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Syukurlah nenek baik-baik saja." Sammy meneteskan air mata, rasanya dunia Sammy terasa hancur saat melihat sebuah mobil menghantam tubuh sang nenek tercinta. Hanya wanita tua itu yang ia miliki, sang nenek adalah satu-satunya keluarganya.

Sammy hanya tinggal berdua dengan neneknya, sedangkan kedua orangtuanya sudah tiada. Tadi rencananya dia ingin mengajak neneknya berjalan-jalan karena sudah lama dia tidak membawa sang nenek keluar rumah. Semenjak sang nenek di vonis mengidap alzheimer, Sammy tidak mengijinkannya keluar rumah. Karena sang nenek tidak akan bisa mengingat di mana rumahnya, pada diri sendiri saja kadang dia lupa. Kadang bertingkah seperti anak kecil kadang seperti seorang gadis.

Dan kemarin Sammy yang baru saja diberhentikan dari pekerjaannya, mengajak neneknya jalan-jalan tapi dia teledor dan membiarkan sang nenek lepas dari pengawasannya. Kejadian itu pun terjadi.

Setelah sang nenek sadar dan keadaannya membaik. Sammy pun membawanya pulang.

"Apa sekarang perasaan nenek sudah lebih baik?" tanya Sammy.

"Hai kamu siapa pria tampan, apa kamu mau menggodaku ...." Membelai wajah cucunya.

Sammy tersenyum, dia senang melihat sang nenek sudah bisa tersenyum lagi.

Paginya.

Semalaman Sammy mencari lowongan kerja lewat internet dan dia pun mengirimkan surel lewat email. Dia memang tidak berniat menganggur terlalu lama karena dia harus mengumpulkan uang untuk pengobatan sang nenek. Meski kemungkinan kesembuhannya kecil, setidaknya dengan meminum obat yang benar. Kondisi neneknya tidak akan terlalu buruk. Namun, dia tidak menyangka kalau akan mendapatkan balasan secepat itu. Dengan terpaksa hari ini dia mulai meninggalkan neneknya lagi.

"Nenek, aku pergi dulu. Nenek harus baik-baik di rumah. Jangan pernah memegang apapun yang aku larang. Apa nenek mengerti?"

"Iya, aku sedang main sama boneka kesayangan aku. Namanya Bobi."

Sammy tersenyum melihat tingkah neneknya, mungkin bagi orang lain sang nenek seperti orang yang keterbelakangan mental. Namun bagi Ming, itu adalah hiburan tersendiri untuknya. Dia tidak pernah membenci wanita itu, justru dia sangat menyayangi sang nenek yang mengurusnya sedari kecil.

"Aku pergi nek."

Tak lupa Sammy mengunci pintu, neneknya sudah biasa ditinggal sendirian. Barang-barang yang berbahaya juga sudah is singkirkan sebelumnya. Kadang dia juga bertanya pada tetangga dekatnya untuk melihat sang nenek.

"Sammy, sudah mau kerja? Katanya baru berhenti?" tanya bibi sebelah rumahnya.

"Iya Bi, aku sudah mendapatkan pekerjaan baru."

"Waahh bibi senang mendengarnya, kamu tenang saja bekerja. Nanti bibi bantu melihat nenekmu. Bagaimana keadaannya, bibi dengar nenek Asha terluka kemarin. Maaf bibi belum sempat melihat.

"Tidak apa-apa, nenek sudah baik-baik saja. Terimakasih bibi Rose, aku banyak merepotkan bibi. Aku akan mentraktir bibi dan paman hot pot kalau sudah mendapatkan gaji." Sammy tersenyum tulus, dia sangat bersyukur masih ada orang yang peduli pada ia dan nenek.

"Tentu, bibi tidak akan menolak hotpot."

...

Sammy sudah sampai di perusahaan yang mengirimkan email padanya. Dia bertanya pada resepsionis dan mereka menghubungi kepala HRD.

"Anda yang bernama Sammy?"

"Iya saya."

"Bagus! Terimakasih sudah mau datang. Hari ini juga kamu akan mulai bekerja. Nanti aku akan mengantarmu ke tempatmu."

"Sekarang tanda tangan di sini," sambungnya menyodorkan surat perjanjian kontrak.

Setelah Sammy tanda tangan, kepala HRD itu menjabat tangan Sammy dengan penuh semangat. Dia seperti baru saja keluar dari jurang kematian. "Aku selamat, dengan cepat aku menemukan orangnya." Mengusap dada.

"Tuan, kalau boleh tau di bagaian mana saya bekerja?" tanya Sammy.

"Apa kau tidak membaca surat kontraknya dengan benar tadi?"

"Ah tidak, aku pikir itu surat kontrak kerja biasa."

"Kau akan menjadi sekretaris CEO kami," ungkap kepala HRD.

3. Bertemu Lagi

Sammy sangat bangga karena dia langsung dipekerjakan sebagai sekretaris CEO di perusahaan sebesar itu. Artinya gajinya di sana pasti lebih besar dari pada gaji bekerja sebagai karyawan.

"Assisten Vera, ini orangnya yang akan bekerja menggantikan Shumin."

Assisten Vera dan Sammy sama-sama terkejut, tidak menyangka akan bertemu kembali.

"Ohh iya, kau boleh kembali."

"Kamu harus bertahan lama di sini, ok," bisik kepala HRD sebelum pergi dari sana.

"Tidak disangka kita bertemu lagi, apa kau benar-benar melamar menjadi sekretaris CEO?"

"Aa i--itu, aku melihatnya di internet. Lalu aku mencoba mengirimkan surat lamaran," jawab Sammy.

"Ohh begitu, perkenalkan saya Vera."

"Sammy." Berjabat tangan.

"Mulai sekarang kita adalah rekan, mohon kerjasamanya," ujar Vera. Wanita kedua yang menyeramkan setelah CEO, tapi dia bisa tersenyum ramah pada Sammy yang baru ia kenal. "Aku akan membawamu bertemu dengan CEO kita yang akan menjadi atasanmu."

"Aa iya, terimakasih."

Vera mengetuk pintu terlebih dahulu lalu masuk dan mempersilahkan Sammy untuk masuk.

"Nona, sekretaris baru anda sudah datang," ujar Vera menyampaikan.

Rae mengangkat kepalanya melihat sang sekretaris baru. Tatapan mereka saling bertemu dan terdiam.

"Dia pria yang menolak uangku."

"Dia adalah wanita sombong waktu itu ...," ucap Rae dan Sammy dalam hati secara bersamaan.

"Eheemm, Sammy. Kau perkenalkan diri dulu," perintah Vera.

"Selamat pagi Nona, saya Sammy. Sekretaris baru anda," kata Sammy memperkenalkan diri.

"Ooh iya, kau bisa mulai bekerja sekarang. Vera akan memberitahu mejamu dan memberitahu apa yang harus aku lakukan."

"Baik, terimakasih Nona."

Sammy tidak menyangka akan bekerja dengan orang-orang yang ia lihat kemarin. Dia kira atasannya akan memakinya karena kejadian itu, bukankah pria breeengsekkk itu sudah menuduhnya penipu. Dia tidak ingin imagenya terlihat buruk, dia harus menjelaskan itu kalau ada kesempatan.

"Nah, Sammy. Ini adalah mejamu. Ingat yang aku katakan, kamu harus bekerja dengan keras. Jangan sampai membuat Nona Rae kecewa. Kamu bisa mempelajari apa yang dikerjakan sekretaris sebelumnya."

"Baik Nona."

"Panggil aku assisten Vera," ralat Vera.

"Ah iya baik." "Ohh iya, assisten Vera. Mengenai kesalahan pahaman waktu itu, saya ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya saya bukan penipu seperti yang dikatakan pria itu."

"Ohh iya, bagaimana keadaan nenekmu. Apa dia sudah dibawa berobat, kemarin aku sempat mengkhawatirkan nenekmu karena kamu menolak uang dari nona Rae."

Sammy cukup terkejut mendengarnya.

"Nenek sudah tidak apa-apa, lukanya tidak terlalu serius. Aku kira kalian ...."

"Hahaha ... kami percaya padamu. Mengenai sikap nona yang seperti itu, mohon kamu memaafkannya karena kami sedang buru-buru kemarin. Nona Rae hanya berpikir bagaimana agar cepat bisa pergi dari sana, tidak ada maksud apa-apa. Ngomong-ngomong, kamu keren saat menghajar laki-laki itu."

Sammy menggaruk kepalanya, tersipu karena pujian itu.

...

Dalam beberapa hari Sammy sudah mulai bisa beradaptasi, meski awalnya dia masih sering melakukan kesalahan dan di marahi oleh atasannya.

"Ketik lagi laporan itu sampai benar-benar rapi!" Melemparkan berkas laporan dari Sammy.

"Baik Nona."

Sammy memunguti itu dan kembali ke meja kerjanya.

Tok tok tok. Vera membuka pintu.

"Ada apa lagi?! Bukankah sudah aku bilang untuk menyelesaikannya

"Ini saya Nona," ujar Vera.

"Ternyata kau, ada apa?"

"Saya mau mengabarkan kalau ajuan kerja sama kita dengan perusahaan ZR telah disetujui. Besok malam Mr. Song mengundang anda makan malam bersama untuk membahas proyek itu."

"Kerja bagus Vera, aku pasti akan memberimu bonus. Kalau begitu tolong pesankan gaun untukku dan juga kamu."

"Itu masalahnya Nona, sepertinya saya tidak bisa menemani Nona menghadiri pertemuan itu karena aku harus mengurus sesuatu," ujar Vera.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, assisten Vera juga tidak bisa menunda pekerjaan pentingnya. Akhirnya mereka memutuskan kalau Sammy yang akan menemani Rae pergi menghadiri undangan Mr. Song.

"Baiklah sudah, aku akan pergi dengan sekretaris Sammy. Pesankan dia setelan jas yang terbaik. Kita tidak boleh membuat Mr. Song itu kecewa," kata Rae.

"Tapi anda harus berhati-hati Nona, dia terkenal dengan hobinya yang suka bermain wanita. Saya tidak mau kalau sampai terjadi sesuatu pada anda." Vera merasa cemas.

"Tidak perlu cemas, apa kau lupa kalau aku bisa bela diri. Aku akan menghajarnya kalau dia macam-macam padaku."

"Ah iya Nona, saya percaya anda bisa menjaga diri."

Malam pun tiba. Sammy sudah diberi tahu kalau dia harus menemani atasannya menemui klien. Dia sudah siap dengan jas yang dipesankan untuknya.

"Ternyata aku tampan juga," gumam Sammy melihat dirinya di depan cermin. Baru pernah ia menggunakan jas mahal seperti itu.

Dia memastikan neneknya telah tidur barulah ia pergi menggunakan mobil perusahaan untuk menjemput nonanya.

Sesampainya di rumah Rae.

Tuan dan Nyonya William menyambut Sammy dengan baik. Mereka sudah mendengar kalau sekretaris baru putri mereka adalah laki-laki tapi tidak menyangka kalau ternyata sangat tampan.

"Silahkan duduk sekretaris Sammy. Rae sedang bersiap," ujar Sora, ibu Rae.

"Terimakasih Nyonya."

"Pah, lihatlah. Sekretaris baru Rae ternyata sangat tampan," bisik Sora pada suaminya.

William hanya melihatnya sekilas lalu menggerutu dalam hati, "Masih gantengan papah."

Sementara sang istri sibuk menjamu Sammy, sang suami hanya menekuk wajahnya sejak tadi.

"Itu dia, Rae," ujar Sora melihat putrinya baru turun.

Semua orang termasuk Sammy pun melihat ke arah tangga. Semuanya hampir saja terpana dengan kecantikan Rae. Dia yang biasanya menggunakan pakaian formal kantoran, tampak sangat anggun menggunakan dress itu.

"Ya ampun sayang, kamu cantik sekali seperti Mamah saat muda dulu," puji Sora.

"Rae berangkat sekarang Mah, Pah."

"Hati-hati nak, Papah akan siapkan pengawal untuk mengawasimu dari jauh," ujar William yang mencemaskan putrinya. Dia tentu saja tau betul bagaimana circle pebisnis.

"Tenang saja Pah, ada sekretaris Sammy yang akan menjagaku," ujar Rae. Dia sudah cukup dewasa tidak perlu pengawal seperti itu lagi. "Kami pergi."

Sammy pun mengerti, dia segera berdiri dan membungkukkan tubuhnya pada tuan dan nyonya William.

"Hati-hati sayang." Sora melambaikan tangan pada putrinya yang sudah berlalu dari sana. "Sekretaris Sammy, saya titip Rae. Jaga dia baik-baik," ujar Sora pada Sammy.

"Tentu Nyonya, saya akan menjaga Nona."

Sammy segera menyusul sang atasan yang sudah lebih dulu keluar.

"Sayang, tidak perlu mencemaskan putri kita lagi. Dia sudah dewasa, pasti bisa menjaga diri." Sora tau suaminya masih cemas.

"Putri kita terlalu cantik, Papah takut itu akan membuatnya celaka."

Sora mengusap lengan suaminya. "Dia bukan wanita biasa, kau sendiri yang mengajarinya bela diri. Dan tidak mungkin dia menghadiri jamuan makan malam menggunakan pakaian biasa."

"Iya sayang, mungkin aku yang terlalu cemas."

"Ehh bagaimana sekretaris Sammy itu menurut Papah?"

" Bagaimana apanya?"

"Isshh, papah ini. Bukankah dia terlihat sangat cocok dengan putri kita," ujar Sora.

"Tidak, sama sekali tidak cocok," kesal tuan William.

"Masa sih, tadi mamah lihat mereka sangat serasi. Pasti akan sangat bagus kalau mereka jadi sepasang kekasih," ujar Sora sambil membayangkan.

...

Sementara di dalam mobil tampak sangat canggung. Sesekali Sammy melirik kaca spion. Melihat nonanya yang tampak sangat cantik sampai tidak sengaja melihat mobil di depannya berhenti.

"Sammy! lihat ke depan!" pekik Rae.

"Hahh ...." Sammy yang terkejut pun langsung menginjak remnya.

Citttt!! Dug.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!