Ini adalah novel ke empat Thor dengan genre fantasi, setelah berbagai pertimbangan akhirnya Thor memutuskan untuk mendahulukan novel ini sementara "Club Mysterious" hiatus. Mengapa? karena Thor mencoba menchalenge pada event yang sedang berlangsung.
Bagi readers yang baru membaca novel Thor, Thor ucapkan selamat datang! dan untuk readers yang sudah jadi langganan Thor ucapkan selamat datang kembali! atau lebih tepatnya Hai! kita bertemu lagi.
Awalnya Thor berniat membuat novel ini sebagai chapture ketiga dari seri "Hello Brothers" tapi setelah berbagai pertimbangan akhirnya diputuskanlah ini akan menjadi novel baru dengan mengambil tema istana sentris atau fantasi barat, yang mana latarnya merupakan dunia pedang dan sihir sesuai dengan tema event.
Sebuah tantangan besar bagi Thor sebab Thor pernah membuat novel dalam tema ini sayangnya berakhir dengan kegagalan, tapi hidup bukanlah harus berjalan? dan setiap perjalanan adalah langkah kedepan.
Maka dari itu setelah melihat jejak yang ditinggalkan Thor memutuskan untuk mengambil kenangan itu sebagai pelajaran, menempatkannya sebagai kaca agar tak melakukan kesalahan yang sama.
Dan kalianlah alasan terbesar Thor untuk terus mengembangkan bakat ini, memaksa jari yang lelah untuk terus mengetik, memutar otak untuk terus mencari inspirasi hingga akhirnya tak ada kata "Selesai" dalam sebuah kreatifitas.
Thor yang terus terjebak dalam kisah romansa kini mencoba menonjolkan petualangan epik, sementara romansa sebagai bumbunya.
Semoga Thor berhasil melakukannya, karena novel ini ingin Thor buat benar-benar lebih ke untuk readers pria. Penuh petualangan, ikatan antar sahabat, dan pengembangan diri.
Sedikit informasi tentang novel ini, akan ada beberapa kata kasar dan scene dewasa sehingga tidak pantas dibaca untuk anak di bawah umur.
Tokoh utama adalah ksatria bayaran bernama Sonu yang mencoba mendapatkan level tertinggi dalam serikat petualangan, namun misi yang ia ambil akhirnya membawanya pada gadis bernama Patricia.
Gadis yang menjadi kunci masalalunya yang kelam, pada akhirnya ini menjadi petualangan hidup demi mencari identitas diri.
Dalam sesi kata pembuka ini Thor juga ingin mengucapkan terimakasih kepada readers yang sudah berkenan membaca dan memberikan dukungannya, tentu dengan saran readers berikan juga sangat berpengaruh pada cerita ini. Jadi jangan sungkan untuk memberikan komentar! semoga Thor bisa memenuhi harapan readers.
Sebenarnya Thor juga berkeinginan untuk menempatkan sebuah gambar para tokoh, tapi sayangnya Thor tidak bisa menggambar jadi mungkin itu hanya akan jadi wacana saja.
Ah, Thor tidak tahu harus berkata apa lagi! padahal ini kesempatan Thor untuk mencurahkan isi hati, mungkin karena otak Thor sudah dipenuhi oleh hal lain jadi bingung mau bicara apa lagi.
Intinya Thor hanya ingin menyapa readers, dan mengucapkan terimakasih atas semuanya.
Oh hampir lupa! Thor juga mau mengucapkan terimakasih kepada ketiga sahabat Thor yang setia mendukung hobi Thor ini sejak SMA. Kepada Puji, Yeni dan Sopi, kisah mereka yang penuh warna telah menginspirasi beberapa novel Thor.
Dan jika readers juga ingin kisah hidupnya atau memiliki sebuah kenangan yang ingin dijadikan novel bisa hubungi Thor, bisa lewat pesan langsung ke akun Thor atau DM ke @risanurjannah81.
Ingin sombong sedikit 😁😁 Thor ini tipe orang yang suka dijadiin tempat curhat, pertama karena Thor bisa menjaga rahasia (Ini karena Thor juga memiliki privasi yang tidak ingin orang lain sentuh). Thor juga suka beri nasehat yang entah mengapa dapat di terima dan jadi solusi, padahal perasaan Thor hanya mendengarkan dan memberi dukungan saja.
Yang lucunya bahkan saat SMA Thor dikenal sebagai pembaca ramalan, sampai ada teman yang minta diramal tentang hubungan asmara mereka.
Entah rumor itu datang dari mana🤦♀️ mungkin karena Thor sering dijadikan tempat curhat dan saran yang diberikan kadang jadi kenyataan, maksudnya seperti Thor memberi saran agar putus pacaran karena salah satunya tidak benar-benar cinta dan jika terus berlanjut akan jadi boomerang. Kemudian hal itu benar terjadi, padahal kalau secara logika memang hal itu pasti terjadi kan?.
Yah pokoknya seperti itulah, mungkin sampai disini saja sapaan dari Thor. Petualangan Sonu sudah menunggu jadi, let's Go!
Trang Trang Trang
Pedang itu saling bertemu diudara, saling bergesekan dan menekan. Jika mereka sekelompok monster maka ia masih memiliki peluang untuk menyelamatkan diri, tapi mereka adalah manusia dengan kemampuan pedang yang mumpuni. Ditambah dengan kecepatan berlari yang hebat ia tak yakin akan selamat dari pertempuran ini, terlebih ia kalah jumlah.
Mau bagaimana pun setidaknya sebagai ksatria ia harus melawan, mati dengan kekalahan telak lebih baik dari menangkup kedua tangan.
Trang Jleb
"Ah!" pekiknya saat ujung pedang musuh berhasil menusuk bagian perutnya.
Sreet
"Uh.." rasanya bagai terbakar dan nyeri secara bersamaan saat bilah pedang itu meninggalkan dagingnya yang terkoyak.
Mundur beberapa langkah dengan terhuyung ia merasa inilah akhir dari petualangannya, tapi sebelum itu.
Bruuuuhhhh
Aaaaaaaaaaa
Ia menebar bubuk pada udara agar terisap dan masuk ke mata mereka, menyebabkan rasa perih hingga untuk beberapa saat mereka tak bisa melihat dengan baik. Itu memberi sedikit waktu kepadanya untuk kabur, setidaknya ia harap jasadnya di makan oleh orc dari pada ditemukan musuh.
Dengan sisa tenaga yang masih ada kepalanya mulai berdenyut dan pandangannya mulai kabur, ditengah malam buta itu tak ada yang bisa ia lihat dengan jelas.
Srek
Aaaaaaaaaaa
Buk Buk Buk
Bruk
"Uh!" erangnya setelah beberapa kali tubuhnya terbentur saat terjatuh.
Ia menatap langit, hanya ada kegelapan. Tapi dalam kegelapan itu ia bisa melihat betapa tingginya jurang itu, tubuhnya yang babak belur sudah tak dapat digerakkan lagi. Kini yang bisa ia lakukan hanya menikmati waktu.
Hhhhhhh Hhhhhhh Hhhhhh
"Sial! robekannya terlalu besar, jika begini...mungkin ini akan menjadi misi terakhir ku."
Srak Srak Srak
"Cari disana! dia terluka berat pasti tidak akan bisa lari jauh!."
Hhhhhh Hhhhh Hhhhh
"Cih! masih mencoba mencari mayatku hah? apa yang akan kalian lakukan? melemparnya ke orc...atau serigala?."
"Uh... kepalaku mulai berdenyut, mengapa... rasanya sangat ngantuk sekali?."
...----------------...
Matanya terbuka tepat saat sinar matahari masuk melalui jendela yang terbuka, pagi seperti hari-hari yang lalu tanpa semangat. Setelah cukup lama meninggalkan desa kini ia kembali dengan banyak perubahan, yang tak pernah ia sangka rupanya desa itu tak banyak berubah berbeda dengan dirinya.
"Patricia! kau sudah bangun?" teriak Benjamin dari ruang makan.
Patricia mendengus kesal, kebiasaan kakeknya berteriak sangat mengganggu ketenangan hidupnya. Ia seorang pria tua tapi tingkahnya seperti nenek-nenek, begitu cerewet, banyak mengatur dan menyebalkan.
"Aku datang!" balasnya berteriak, segera ia bangkit meninggalkan kasur kerasnya demi memenuhi panggilan itu.
Di ruang makan Benjamin masih mengenakan celemek lusuhnya dan baru menuangkan sup panas kedalam mangkuk, membuat dua porsi sarapan untuknya dan cucunya.
Setelah selesai tanpa melepas celemeknya Benjamin duduk sambil berkata, "Kakek akan pergi menemui kepala desa, ada pekerjaan yang harus kakek selesaikan hari ini juga."
"Aku akan pergi mencari kayu bakar!," balas Patricia.
"Terimakasih nak, tapi ingat jangan sampai masuk terlalu jauh kedalam hutan. Kau tahu tempat itu tidaklah aman," sahutnya.
"Aku tahu!" tegas Patricia.
Benjamin pergi setelah sarapan, begitu juga dengan Patricia. Berbekal sebilah cerulit untuk jaga-jaga ia menyusuri pinggiran hutan, mengumpulkan kayu bakar sebisanya juga jamur untuk lauk makan malam.
Hutan itu begitu lembap, air hujan yang mengguyur beberapa hari yang lalu telah meninggalkan bau apek. Jika ingin mendapatkan jamur lebih banyak ia tahu harus masuk lebih dalam lagi, meski Benjamin telah melarangnya tapi sejauh ini tak pernah ada kasus penyerang monster jadi ia yakin hutan itu aman.
Sesuai dengan harapannya, ia mendapat banyak jamur dengan ukuran yang lebih besar lagi. Itu membuatnya semakin bersemangat untuk terus mencari, sampai akhirnya ia menemukan yang paling besar.
"Hmmm, mungkin akan sedikit sulit," gumamnya menatap medan yang harus ia tempuh demi mendapatkan jamur itu.
Tempatnya berada tepat diakar pohon tepi jurang, karena tanahnya licin ia tahu satu langkah yang salah akan membawanya pada kematian.
Satu tangan berpegangan pada dahan sementara yang lain terulur mencoba meraih, cukup sulit karena tangannya kurang panjang. Semakin ia merentangkan tangannya wajahnya semakin memerah, seperti tomat rebus.
Srek
"Ah!" pekiknya saat kakinya sedikit tergelincir dan hampir jatuh, terengah-engah ia menarik diri ke tempat yang aman.
Tapi sesuatu yang ia lihat dibawah jurang itu membuat keningnya berkerut, tak ingat jelas apa yang sebenarnya telah ia lihat tadi Patricia mencoba melongok.
Butuh beberapa detik untuk mengerti warna hitam apa yang tertimbun dedaunan, dengan cepat ia segera mencari jalan untuk turun kebawah sana. Tentu bukan hal mudah karena tanah yang licin, tapi ia bisa melakukannya dengan baik hingga berhasil turun dengan aman.
Srek Srek Srek
Sedikit demi sedikit dan dengan hati-hati ia menyingkap dedaunan itu hingga sebuah wajah pucat dapat ia lihat dengan jelas, setelah memeriksa denyut nadinya ia yakin orang itu masih hidup hanya saja melihat luka robek di perutnya terlalu parah.
Tak bisa meninggalkannya begitu saja Patricia memutuskan untuk membawa orang itu ke rumah, merawatnya dan menyelamatkan nyawanya. Saat Benjamin tahu tentang hal ini ia hanya dapat berkomentar, "Lakukan yang terbaik!."
Tiga hari kemudian Benjamin mulai penasaran siapa orang yang telah diselamatkan cucunya tersebut, karena dia belum juga siuman maka dia memutuskan untuk meminta tabib untuk memeriksanya lagi setelah menjahit luka robek itu.
"Apa kau menemukan sesuatu tentang dirinya?" tanya Benjamin sebelum pergi.
"Tidak, selain pakaian yang ia kenakan hanya ada beberapa belati dan koin," jawab Patricia.
"Baiklah, terus awasi dia!" perintah Benjamin.
Ia pun pergi dan tak lama kemudian datang kembali bersama seorang tabib, setelah melakukan pemeriksaan sang tabib hanya mengatakan bahwa luka yang orang itu terima cukup berat dan butuh waktu untuk menyembuhkannya. Selama ia masih bernafas dan nadinya masih berdenyut berarti masih ada harapan, sisanya mereka hanya bisa berharap ia akan cepat sadar.
"Terimakasih," ujar Benjamin sambil mengantar tabib keluar setelah pemeriksaan.
"Tidak masalah, ini sudah menjadi tugasku. Lalu apa kau sudah tahu siapa dia?" balasnya.
"Dilihat dari pakaian yang dia kenakan dan barang-barangnya aku rasa dia seorang ksatria."
"Sungguh? tapi apa yang dilakukan ksatria disini? apalagi dalam keadaan terluka seperti itu," tanyanya penasaran.
"Itulah yang masih menjadi misteri, kita hanya bisa berharap dia cepat sadar agar kita tahu apa yang telah terjadi."
"Kau benar Benjamin, ini membuatku cukup gugup. Kau tahu desa kita adalah tempat paling damai diseluruh daratan Sylary, jarang ada monster atau perompak."
"Tenanglah, kita punya prajurit istana yang siap membantu kapan pun," ujar Benjamin menenangkan.
Tabib itu tersenyum sambil terus berjalan pulang ditemani Benjamin, sementara di rumah Patricia duduk tepat disamping pemuda itu memerhatikan wajahnya yang keras dan sedikit memainkan belati.
Ada ketertarikan tersendiri baginya pada benda tajam itu, ukirannya yang indah membuat tangannya tak bisa berhenti mengelus. Lalu mata coklatnya yang tercermin dari bilah belati yang mengilap, bagai mengajaknya memainkan sesuatu yang menantang.
Ada sesuatu yang merayap di lehernya, sesuatu yang hangat dan cukup lembut.
Gep
Hhhhhhh Hhhhhhh Hhhhhhh
Mata merahnya menatap sepasang mata coklat milik Patricia, tanganya kokoh memegang lengan Patricia yang mulai basah karena tetesan air dari handuk.
"Kau menyakiti ku," ujar Patricia masih sedikit kaget sebab Sonu tiba-tiba bangun dan meraih tangannya.
"Maafkan aku..." ucapnya melepaskan genggaman.
"Dimana ini?" tanyanya sambil mencoba mengatur nafas.
"Rumah kakek ku, aku menemukan mu di bawah tebing dengan kondisi terluka parah jadi aku membawamu kemari," jelasnya.
Uh.. Pekik Sonu saat mencoba bangkit, perban di perutnya mengetat karena otot perut yang mengencang. Rasanya cukup nyeri hingga membuatnya meringis, tapi setelah ia berhasil duduk rasa nyerinya berkurang.
"Kau masih belum stabil, aku akan membawakan mu sup itu akan membuatmu lebih baik," ujar Patricia segera keluar dari kamar itu.
Sambil mengambilkan semangkuk sup ia juga memberitahu Benjamin bahwa Sonu telah sadar, segera Benjamin pun pergi menemui Sonu untuk melihat bagaimana keadaannya.
"Aku senang kau akhirnya sadar, ada banyak pertanyaan yang harus kau jawab. Tapi untuk saat ini pulihkan dulu tenagamu dan aku harap kau tidak menghilang begitu saja," ujar Benjamin sambil berjalan menghampiri Sonu.
"Kenapa aku harus lari dari orang yang telah menyelamatkan hidupku?" tanya Sonu dengan sedikit senyum.
"Beberapa orang memiliki rahasia yang membuat mereka menghilang seperti asap."
"Aku tidak akan pergi kemana pun sampai kau mengijinkannya," janji Sonu.
"Aku senang mendengarnya," balas Benjamin.
"Kau bisa memanggilku Benjamin, anggap saja sebagai rumah mu sendiri," lanjutnya.
"Terimakasih," balas Sonu sungguh-sungguh.
Karena masih memiliki pekerjaan Benjamin pun pergi, bertepatan dengan datangnya Patricia ke kamar itu untuk memberikan semangkuk sup.
Meski Sonu mendapatkan luka berat tapi berkat ketelatenan Patricia ia bisa sembuh dengan cepat, esok harinya ia bisa bangun dari tempat tidur dan pergi jalan-jalan keluar.
Ia ikut bergabung bersama Patricia dan Benjamin yang sedang membelah kayu bakar, lalu ia pun menceritakan apa yang telah terjadi kepadanya sampai bisa berakhir di bawah jurang dengan luka berat.
Sonu adalah seorang ksatria bayaran yang selalu mengambil misi dari serikat petualangan, ia sudah terbiasa melawan monster dan menghadapi kematian. Tapi ini adalah kasus yang berbeda, ia tahu resiko dari pekerjaannya adalah marabahaya juga dendam.
Tapi seumur hidupnya yang ia bunuh hanya monster yang merugikan manusia untuk itu musuh yang ingin balas dendam padanya harusnya ras lain, tapi malam itu yang memburunya justru sekelompok manusia dengan ilmu pedang yang mumpuni.
"Aku sendiri tidak tahu siapa mereka, yang jelas mereka menginginkan nyawaku," ujar Sonu diakhir ceritanya.
"Mungkin kau hanya membunuh monster tapi seorang ksatria tidak hanya berurusan dengan monster, mungkin kau pernah menyakiti seseorang namun kau melupakannya dan dia tidak," komentar Benjamin.
Sonu hanya mengangguk-anggukan kepala, sementara Patricia terlihat begitu tertarik pada cerita Sonu.
"Yah mau bagaimana pun kini kau sudah tiba di desa kami, aku menyambut mu dengan tangan terbuka jadi silahkan nikmati apa yang bisa kami berikan," ucap Benjamin.
"Terimakasih, terimakasih atas pertolongan kalian dan telah mengijinkan ku tinggal."
"Tidak masalah," balas Benjamin yang kemudian pergi untuk menyimpan kayu bakar.
"Yah setidaknya mungkin kau bisa membantu beberapa pekerjaan ku," sahut Patricia setelah kepergian Benjamin.
"Jadi nona, apa yang bisa ku bantu?" tanya Sonu dengan senyum ramah.
"Mungkin kau bisa carikan kami makan malam, di hutan ini daging kijangnya terkenal enak."
"Sesuai dengan permintaan mu," balas Sonu sambil sedikit menundukkan kepala yang membuat Patricia tersenyum geli.
Sonu segera mengambil peralatannya seperti belati juga meminjam busur milik Benjamin, bersama Patricia mereka pergi ke dalam hutan.
Sepanjang jalan itu sambil mencari hewan buruan Patricia banyak bertanya tentang hidup Sonu, seperti bagaimana ia bekerja atau dimana keluarganya. Dengan senang hati Sonu menjawab setiap pertanyaan itu, tapi rupanya itu tidaklah cukup. Patricia terus bertanya banyak tentang kehidupan ksatria bayaran yang membuat Sonu akhirnya merasa sedikit jengkel.
"Sepertinya kau sangat tertarik padaku," ujarnya.
"Lebih tepatnya pada kehidupanmu sebagai ksatria bayaran," sahutnya.
"Kau ingin jadi ksatria?" tanya Sonu.
Dengan tegas Patricia menganggukan kepala yang artinya bahwa itu benar.
"Apa yang membuatmu tertarik? diagungkan bak pahlawan? memainkan pedang seolah itu keren? percayalah nona itu hanya cara kami menghibur diri setelah berhasil selamat dari kematian," tanya Sonu dengan senyum mengejek.
"Membunuh monster!" jawab Patricia tegas.
Untuk pertama kalinya Sonu melihat api dimata seorang gadis yang membawa bunga ditangan, saat angin berhembus mengibarkan rambut panjang Patricia ia melihat sosok ksatria yang tangguh dan pemberani. Begitu menawan hingga membuat kakinya gemetar dan siap berlutut untuk bersimpuh.
"Kalau begitu kau harus belajar memegang senjata," ujarnya pelan.
Patricia tersenyum girang saat Sonu memberikan busur itu kepadanya, dengan menempatkan satu anak panah tepat ditengahnya ia segera menarik busur itu dan mencari target.
"Kau bisa memanah apel diatas sana," ujar Sonu mengarahkan Patricia.
Memberi arahan agar Patricia meluncurkan panahnya tepat sasaran, saat hitungan ketiga dimana ia merasa siap panah itu pun melesat membelah udara dan.
Jleb
Tepat mengenai sasaran.
"Kau melihatnya? aku berhasil memanah apel itu!" sorak Patricia dengan senangnya.
Tentu karena ini adalah kali pertama Patricia memegang senjata dan berhasil menggunkannya dengan baik, bahkan Sonu juga dibuat cukup kaget karena keberhasilan itu.
"Harusnya kau panah dahannya agar apel itu jatuh dan bisa kita makan," sahut Sonu menyembunyikan kekagumannya.
"Setidaknya aku mengenai sasaran," balas Patricia kesal.
Sonu hanya tersenyum dan kembali berjalan untuk mencari hewan buruan, kali ini meski Patricia memohon untuk mencobanya Sonu tidak memberikan. Hari sudah semakin senja dan jika ia membiarkan Patricia bermain dengan busur maka mereka tidak akan berhasil mendapatkan hewan buruan sebelum waktu makan malam tiba.
Mereka berhasil membawa pulang seekor rusa berisi untuk makan malam, Benjamin cukup senang akan hasil buruan itu dan segera memasaknya untuk mereka makan.
"Apa kau bekerja sendiri?" tanya Patricia setelah mereka selesai makan malam.
"Tergantung, jika aku butuh teman maka aku pasti membawa teman."
"Apa kau terdaftar perorangan?" tanya Patricia lagi.
"Tidak, aku memiliki satu teman dan kami tergabung menjadi satu kelompok."
"Lalu bagaimana bayarannya jika kau terdaftar dalam kelompok?."
"Tentu saja aku mendapatkan bayaran sesuai hasil kerjaku, aku hanya mendaftar sebagai kelompok karena beberapa pekerjaan mengharuskan ku membawa teman dan cukup sulit mencari patner yang cocok."
"Begitu ya, dimana temanmu sekarang? apa dia juga sedang ada pekerjaan?."
"Sebaiknya kau tidak perlu tahu tentangnya," sahut Sonu yang mulai lelah dengan segala pertanyaan Patricia.
"Kenapa?" tanya Patricia heran.
"Karena dia cukup berbahaya untuk seorang gadis desa," jawab Sonu.
Patricia hendak bertanya lagi tapi Sonu keburu kabur ke dalam kamar, memutuskan untuk istirahat dari semua pertayaan yang cukup memberi tekanan pada otaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!