"Wah tas ini bagus sekali," ucap Rosalina ketika melihat tas di counter brand ternama.
"Silahkan Kak, ini tas limited edition keluaran terbaru. Sekarang hanya tersisa dua saja Kak. Apa mau diambil sekarang?" tanya penjaga toko tersebut.
"Tapi saya lagi gak bawa uang Kak. Apa bisa disimpankan dulu barangnya?" tanya Rosalina pada penjaga toko tersebut.
Penjaga toko tersebut diam dan terlihat sedang berpikir. Beberapa detik kemudian dia berkata,
"Maaf Kak, karena ini barang limited edition, jadi kami tidak bisa menyimpan barang karena pasti banyak yang ingin membelinya. Jika Kakak berkenan, segera dibeli saja Kak," tutur penjaga toko tersebut.
Dengan berat hati Rosalina meninggalkan toko tersebut. Tatapan matanya masih enggan berpaling dari tas berharga ratusan juta itu. Dan langkah kakinya sangat berat meninggalkan tas yang sangat ingin dia miliki.
"Aku harus memilikinya. Secara itu limited edition. Gak bakalan banyak yang memiliki. Aku harus mendapatkan uang bagaimanapun caranya," Rosalina bermonolog lirih dengan pandangan matanya masih menatap ke arah tas terbaru dari brand ternama yang limited edition itu.
Dengan tekatnya yang bulat itu, dia mulai mencari pekerjaan ke sana kemari agar bisa membeli tas yang diinginkannya itu.
Dari sekian banyak dia berkeliling untuk mencari pekerjaan, tidak ada satupun yang bisa menerimanya dengan gaji yang besar.
"Gaji cuma segitu mana bisa buat beli tas tadi? Butuh berapa tahun baru bisa beli? Sedangkan tas tadi kan limited edition, pasti udah gak ada lagi," ucap Rosalina lemas sambil berjalan gontai.
Langkah kakinya masih menyusuri tiap lorong toko dan jalan yang mempunyai usaha. Semua toko dan usaha yang dia datangi menolak persyaratan yang dia berikan.
Hufffttt...
"Tak ada seorang pun yang bisa menolongku," gumam Rosalina lirih.
Tiba-tiba dari pintu butik ternama dia melihat Santi, temannya yang sedang berjalan dengan seorang pria dengan perut buncit yang lebih tua darinya. Tangan Santi bergelayut manja pada lengan pria tersebut, dan tangan pria tersebut membawa banyak goody bag dari butik yang mereka baru kunjungi.
"Ah ternyata benar apa yang dikatakan oleh teman-teman. Santi mempunyai sugar daddy. Hidupnya sangat mewah dan tidak kekurangan. Apa aku harus jadi sugar baby seperti Santi agar bisa membeli tas branded limited edition itu? Tapi... prinsip aku kan harus menikah dengan orang yang aku cintai, dan tentunya orang itu harus perjaka."
Rosalina bermonolog dengan memandang Santi dan pria tersebut, kemudian dia berpikir sejenak.
"Ah enggak... enggak... aku gak akan mengkhianati prinsipku. Aku akan tetap mencari cinta sejatiku, seorang perjaka yang bisa menjaga cintanya untukku," ucap Rosalina dengan membayangkan seorang laki-laki yang wajahnya buram sedang bergandeng tangan dengannya.
Beberapa detik kemudian dia tersadar dari khayalannya. Kemudian dia berkata,
"Terus, tasnya gimana dong? Aku harus kerja apa agar bisa membeli tas itu? Aaah... pusiiiiing...," ucap Rosalina sambil mengacak-acak rambutnya dan duduk di emperan toko.
Dia melamun memikirkan beberapa pekerjaan yang mungkin bisa dia kerjakan, serta menghitung pendapatan yang akan dia terima jika mengerjakan pekerjaan itu sekaligus.
Pikirannya menerawang membayangkan dirinya sedang memakai tas branded limited edition yang menjadi incarannya sejak melihatnya di counter brand ternama waktu itu.
Sangat senang membayangkan dirinya memakai tas tersebut dan banyak pasang mata yang memandang takjub melihatnya.
Bibir Rosalina melengkung ke atas, matanya terpejam dan wajahnya memperlihatkan kebahagiaan dengan senyum lebarnya.
"Kasihan ya masih muda udah cengar-cengir gitu," ucap orang yang lewat di depan Rosalina.
"Dia orang gila baru kali. Tuh lihat, rambutnya acak-acakan. Padahal dia cantik. Kasihan ya, kasih aja uang buat makan," ucap orang yang bersama dengan orang yang lewat tadi.
Uang selembar lima puluh ribu diletakkan orang lewat tersebut dalam genggaman Rosalina.
"Ini ya Mbak, buat beli makanan," ucap orang tersebut sebelum meninggalkan Rosalina.
Mata Rosalina terbuka dan dia melihat apa yang diberikan oleh orang tersebut. Seketika dia kaget melihat apa yang ada di genggaman tangannya.
"Hah, uang? Lima puluh ribu? Lumayan nih. Eh tapi kenapa aku diberi uang sama orang itu?" tukas Rosalina dengan memperlihatkan wajah bingungnya.
"Eh tunggu, apa jangan-jangan aku dikira... pengemis?"
Rosalina kembali mengacak-acak rambutnya dan dia menggelengkan kepalanya tidak mau membayangkan dirinya menjadi pengemis.
"Tapi... lumayan sih satu orang ngasihnya lima puluh ribu. Gimana kalau ada banyak orang? Pasti cepat terkumpul uangnya," ucap Rosalina dengan senyumnya yang terlihat di bibirnya.
"Eh tapi malu ih, masa' seorang Rosalina Berlianda ngemis? Gak level ah. Apa kata dunia?" Rosalina bermonolog kembali.
Dimasukkannya selembar uang lima puluh ribuan itu ke dalam saku celananya. Kemudian dia bangkit dari duduknya dan berjalan kembali menyusuri pertokoan.
Tiba-tiba dia berhenti di sebuah toko yang dikelilingi oleh kaca. Dia terkejut melihat penampilannya sendiri.
"Ck, pantas saja aku dikira pengemis, ternyata penampilanku sangat memprihatinkan," gerutu Rosalina sambil membenarkan rambut dan penampilannya.
"Ah, kenapa aku tidak mencari di koran dan media sosial saja ya. Ck, bodohnya aku," ucap Rosalina seraya mengambil ponselnya dari celananya.
Dia kembali duduk di emper toko dan mengutak-atik ponselnya untuk mencari informasi pekerjaan yang sekiranya bisa dia kerjakan.
Huffft...
Dia menghela nafasnya ketika melihat semua lowongan pekerjaan yang ada di media sosial rata-rata dengan syarat yang sama dan tidak bisa dia lakukan karena kuliahnya saja belum lulus.
Namun keinginan kuat Rosalina membuatnya tidak akan putus asa. Hampir satu jam dia mencari lowongan pekerjaan untuk dirinya melalui media sosial. Dan matanya melotot ketika dia melihat ada satu lowongan pekerjaan yang memberikan gaji sangat besar, di atas rata-rata.
"Dibutuhkan seorang baby sitter untuk bayi dengan gaji lima kali lipat dengan syarat mengasuhnya selama dua puluh empat jam," ucap Rosalina ketika membaca lowongan pekerjaan pada layar ponselnya.
"Ini dia yang aku butuhkan. Tidak ada syarat pendidikan dan yang terpenting gajinya lima kali lipat."
Bibir Rosalina tersenyum bahagia telah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan tersebut.
Memang dia seorang gadis penyuka anak-anak. Dia sudah terbiasa merawat bayi dan anak-anak karena dia memiliki dua adik yang lahirnya hanya berbeda satu tahun.
Dialah yang membantu ibunya untuk mengasuh adiknya mulai dari bayi hingga tumbuh besar menjadi anak-anak yang sekarang sudah bersekolah di bangku SMP.
"Aku akan mendatanginya. Dan aku akan pastikan akan mendapatkan pekerjaan ini, apapun yang terjadi," ucap Rosalina meyakinkan dirinya sendiri.
"Lalu kuliahku bagaimana? Masa' iya bayinya aku bawa ke kampus? Apa aku harus cuti demi mengasuh bayi ini?"
Gila, cakep banget nih orang. Apa dia Papanya bayi yang akan aku asuh? Sayang banget, seandainya dia masih perjaka, pasti akan aku perjuangkan dia, Rosalina berkata dalam hatinya.
"Cari siapa?" tanya Kenzo pada gadis yang ada di hadapannya.
Kenzo menatap gadis yang ada di hadapannya itu dari atas hingga bawah. Penampilan gadis itu tidak seperti perempuan yang biasanya melamar jadi baby sitter di rumahnya.
"Perkenalkan Om, saya Rosalina dan saya ke sini ingin melamar menjadi baby sitter," jawab Rosalina ramah dan mengembangkan senyumnya.
"Baby sitter? Apa kamu punya pengalaman dalam mengurus bayi?" tanya Kenzo tidak percaya.
"Saya sudah biasa mengurus dua adik saya mulai dari bayi Om. Tenang saja Om, saya pasti akan menjaga anak Om dengan sangat baik," jawab Rosalina meyakinkan Kenzo.
"Apa kamu yakin bisa menjaganya selama dua puluh empat jam?" tanya Kenzo kembali.
"Bisa Om," jawab Rosalina dengan yakin.
Kenzo menatap kembali gadis di hadapannya itu, dia masih ragu pada gadis tersebut.
"Rumah kamu di mana? Kamu harus berada di dekat bayi ini selama dua puluh empat jam, apa keluarga kamu mengijinkannya?" tanya Kenzo kembali.
"Mereka mengijinkannya Om. Semua ini kan demi membantu perekonomian mereka," jawab Rosalina dengan senyum lebarnya.
"Baiklah kami bisa mencobanya. Bisakah saya melihat Kartu identitasmu?" tanya Kenzo sambil menengadahkan tangannya meminta KTP milik Rosalina.
Tanpa pikir panjang, Rosalina pun memberikan KTP yang dia ambil dari dompetnya pada Kenzo.
Kenzo pun menerima KTP milik Rosalina itu dan melihatnya.
Mahasiswa? Jadi dia mahasiswa, pantas saja penampilannya tidak seperti baby sitter baby sitter lain yang bekerja selama ini. Apa aku harus menerimanya? Lalu bagaimana dengan kuliahnya? Kenzo berkata dalam hatinya.
Tiba-tiba saja terdengar suara bayi menangis dari dalam kamar bayi. Kenzo segera berlari diikuti oleh Rosalina yang ingin melihat bayi tersebut.
Kenzo menggendong-gendong menenangkan sang bayi, namun tangisannya semakin keras hingga membuat Kenzo frustasi.
"Maaf Om, biar saya saja yang gendong," ucap Rosalina sambil meminta bayi tersebut dari tangan Kenzo.
Rosalina mulai melihat popoknya yang ternyata sudah penuh, kemudian mengeringkan bagian bawah tubuh bayi tersebut menggunakan tisu basah dan memberikan bedak tabur dibagian depan dan belakang bagian bawah tubuhnya, setelah itu dia menutup kembali menggunakan popok yang baru.
Dengan telatennya Rosalina menggendong bayi tersebut hingga membuat Kenzo kagum akan dirinya.
Chintya, bayi mungil itu tidur nyenyak dalam gendongan Rosalina. Bibir Rosalina melengkung ke atas melihat wajah menenangkan dari bayi yang ada dalam gendongannya.
Untuk pertama kalinya, Kenzo merasakan tertarik ketika melihat senyum Rosalina itu. Hatinya yang beku kini sepertinya sudah tersinari oleh seberkas cahaya yang mampu sedikit mencairkan hatinya.
"Kamu saya terima. Mulai sekarang kamu jaga Chintya," ucap Kenzo sebelum berjalan meninggalkan kamar tersebut.
"Gaji saya Om? Gaji saya bagaimana? Apa benar gaji saya lima kali lipat?" tanya Rosalina menghentikan langkah kaki Kenzo.
Kenzo benar-benar menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan dari Rosalina. Dia memutar kembali tubuhnya kebelakang untuk menghadap Rosalina.
"Benar. Dan jika kerja kamu bagus tanpa masalah, saya akan memberikan bonus untukmu," jawab Kenzo yang kembali disuguhi senyum kebahagiaan dari wajah Rosalina.
"Baik Om, saya akan bekerja dengan baik," ucap Rosalina dengan antusias.
Tanpa sadar Kenzo tersenyum melihat tingkah Rosalina.
"Tapi Om, gajinya diberikan kapan ya Om?" tanya Rosalina kembali.
Seketika senyum Kenzo memudar, kini dia memasang kembali wajah datarnya.
"Kamu ini, baru aja kerja baru tanya gaji. Kerja dulu baru minta gaji," jawab Kenzo dengan tegas, kemudian dia berjalan keluar dari kamar tersebut.
"Masalahnya tasnya limited edition Om, takut kehabisan," ucap Rosalina lirih.
Setelah Baby Chintya tertidur pulas, Rosalina segera mengembalikan pada box bayinya. Kemudian dia keluar kamar tersebut untuk mencari Kenzo.
Rosalina terpanah melihat Kenzo yang sedang bermain basket. Sangat tampan dan mempesona dengan badan yang atletis dan keringat yang mengalir pada wajah dan tubuhnya.
"Wow... apa aku harus mengelap keringatnya?" ucap Rosalina lirih sambil membuka mulutnya melihat Kenzo sedang bermain basket.
Merasa seperti ada yang memperhatikannya, Kenzo menoleh dan mendapati Rosalina yang sedang bengong menatap ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Kenzo dari tempatnya berada saat ini.
"Eh itu Om, apa saya boleh pulang untuk mengambil pakaian saya?" tanya Rosalina yang merasa malu karena ketahuan melihat Kenzo.
Kenzo diam, dia berpikir sebentar, kemudian dia berkata,
"Lebih baik nanti saja pada saat Chintya bangun. Saya antarkan kamu pulang," jawab Kenzo.
"Tapi Om-"
Rosalina tidak bisa meneruskan ucapannya karena Kenzo sudah bergerak kembali memainkan bola basketnya.
Berarti nanti aku pulang diantarkan sama dia dengan membawa Chintya? Hah, gimana tanggapan orang tuaku nanti jika melihat mereka? Gawat, aku harus cari alasan yang pas, Rosalina berkata dalam hatinya.
"Sekarang aku harus ngapain? Lapar nih, ada makanan gak ya?" Rosalina bermonolog seiring langkah kakinya menuju dapur.
"Loh Mbak ini siapa?" tanya Bik Narmi pada Rosalina.
"Saya baby sitter yang baru. Mbak ini...."
"Kenalkan, saya Bik Narmi, pembantu di sini. Tapi saya hanya datang pagi dan pulang setelah pekerjaan saya selesai," ucap bik Narmi menyela perkataan Rosalina sambil mengulurkan tangannya.
"Saya Rosalina," ucap Rosalina sambil menjabat tangan bik Narmi.
"Semoga betah ya, sebelumnya sudah banyak baby sitter yang mengurus Chintya, tapi mereka tidak ada yang betah karena Chintya sangat rewel sekali. Ditambah lagi mereka harus standby dua puluh empat jam di sini. Dan mereka harus menghadapi Tuan Kenzo yang dingin, cuek dan suka cerewet jika menyangkut tentang Chintya," tutur bik Narmi sambil memotong sayuran yang ada di hadapannya.
Seketika Rosalina menjadi ketakutan mendengar apa yang dikatakan oleh bik Narmi. Dia menelan ludahnya sendiri, merasa ngeri mendengar ucapan bik Narmi. Dia tidak tahu bagaimana nantinya nasibnya sebagai baby sitter Chintya.
Tapi aku sangat membutuhkan uang itu. Tidak peduli bagaimana nantinya, pokoknya aku harus mendapatkan uang itu untuk membeli tas impianku, Rosalina kembali berkata dalam hatinya.
"Saya bantu Bik, kebetulan Chintya sedang tidur," ucap Rosalina sambil mencuci sayuran yang sudah dipotong oleh bik Narmi.
Bik Narmi mengangguk dan tersenyum, dia senang dengan kehadiran Rosalina yang menurutnya tidak seperti baby sitter yang lainnya. Mereka hanya mau melakukan tugasnya saja tanpa mau membantu bik Narmi meskipun mereka sedang bersantai.
Kenzo yang baru saja masuk ke dalam rumah melihat Rosalina sedang berada di dapur bersama dengan bik Narmi.
"Rosa, kamu ngapain di situ? Tugasmu hanya menjaga Chintya. Biarkan Bik Narmi yang mengerjakan."
Tiba-tiba suara Kenzo mengalihkan perhatian Rosalina dan bik Narmi.
"Om, eh itu Chintya masih tidur. Saya lapar, jadi saya membantu bik Narmi agar masaknya cepat selesai," jawab Rosalina sambil tersenyum lebar.
"Ya sudah, tolong buatkan saya minuman dingin," perintah Kenzo pada Rosalina.
Dengan cekatan Rosalina membuatkan Kenzo orange jus seperti petunjuk dari bik Narmi.
"Ini Om, silahkan," ucap Rosalina sambil meletakkan segelas orange jus di meja.
Kenzo meraih gelas tersebut dan menenggaknya sekaligus.
Jakun Kenzo yang naik turun ketika meminum orange jus tersebut membuat Rosalina ikut menelan ludahnya.
Buset dah, kalau begini lama-lama aku bisa jatuh cinta sama dia. Tunggu, gak boleh Rosalina, kamu harus dapat perjaka. Ingat itu, batin Rosalina yang masih betah memandang Kenzo.
Baby Chintya menangis dengan nyaringnya membuat Rosalina tersedak ketika makan bersama bik Narmi.
"Rosa, itu Chintya nangis. Buruan sana!"
Kenzo berteriak dari depan kamarnya menyuruh Rosalina agar cepat menenangkan baby Chintya.
Rosalina tergesa-gesa mencuci tangannya dan segera berlari menuju kamar baby Chintya.
Dengan cekatannya Rosalina bisa menenangkan baby Chintya. Tidak perlu waktu yang lama, hanya dalam hitungan menit saja baby Chintya sudah tenang kembali.
Kenzo kaget mendengar tangisan baby Chintya yang sangat cepat berhenti. Dia seolah tak percaya. Belum juga dia masuk kembali ke dalam kamarnya, tapi suara tangisan baby Chintya tak lagi di dengarnya.
Kenzo menoleh ke arah bik Narmi dan bik Narmi pun memasang wajah kaget sama seperti Kenzo. Mereka tidak menyangka jika Rosalina bisa menenangkan tangisan baby Chintya yang biasanya sangat lama.
Bahkan beberapa baby sitter yang pernah bekerja di sana menyerah karena kewalahan dan lelah dengan baby Chintya yang selalu rewel sehingga menyusahkan mereka.
Namun, kini semua berbeda. Baby Chintya tidak lagi rewel dan menangis seperti sebelumnya. Bahkan dia cenderung jadi bayi yang sangat manis di dalam gendongan Rosalina.
"Kok bisa Bik?" tanya Kenzo pada bik Narmi.
"Bibik juga tidak tau Tuan. Tapi anak kecil apalagi bayi itu pasti bisa merasakan apa yang dirasakan oleh yang mengasuhnya," jawab bik Narmi.
Kenzo mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tersenyum tipis karena merasa lega bisa menemukan orang yang tepat untuk merawat baby Chintya.
Kemudian Kenzo melangkahkan kakinya menuju kamar baby Chintya. Dia melihat Rosalina menggendong baby Chintya dengan lembut dan telaten. Senyum Rosalina pun terukir di bibirnya ketika melihat wajah cantik baby Chintya dan hal itu membuat Kenzo menyunggingkan senyumnya seolah dia tertular oleh senyuman Rosalina ketika melihatnya.
Gak percuma aku gaji dia mahal-mahal. Oke juga untuk permulaan. Semoga saja dia memang cocok untuk Chintya, Kenzo berkata dalam hatinya.
Setelah beberapa saat, baby Chintya sudah tidak mau tertidur. Dia terbangun namun tidak pernah menangis di dalam gendongan Rosalina.
"Rosa, kita berangkat sekarang saja ke rumahmu," ucap Kenzo ketika melihat Rosalina bermain bersama baby Chintya.
Gelak tawa baby Chintya membuat Kenzo menjadi senang. Baru kali ini dia melihat baby Chintya tertawa. Bahkan bik Narmi pun tidak bisa mengatasi baby Chintya jika dia sudah menangis dengan sangat kerasnya.
"Sekarang?" tanya Rosalina ragu.
"Iya, bukannya kamu ingin pulang ke rumah untuk mengambil pakaian kamu?" tanya Kenzo.
"Iya, tapi...."
"Kenapa? Apa ada yang salah? Tadi bukannya kamu sendiri kan yang minta pulang ke rumah untuk mengambil pakaian kamu?" tanya Kenzo kembali.
"Iya sih Om, tapi apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanya Rosalina ragu.
Kenzo mengerutkan dahinya, dia tidak mengerti apa yang akan ditanyakan oleh Rosalina.
"Ada apa?" tanya Kenzo dengan tatapan penuh tanya.
"Emmm... apa tidak ada fasilitas untuk membelikan baju bagi baby sitter?" tanya Rosalina dengan ragu dan tersenyum lebar.
"Maksud kamu?"
"Saya pikir-pikir nih ya Om, daripada kita jauh-jauh datang ke rumah saya, mending kita beli baju aja Om, jelek gapapa deh Om, yang penting saya pakai baju. Daripada nanti saya gak pakai baju, Om juga yang repot kan?" tutur Rosalina merayu Kenzo.
"Halah ngomong aja kalau kamu pengen beli baju baru, pakai ngomong rumah kamu jauh lagi. Padahal kan rumah kamu dekat, cuma beda kelurahan saja," ucap Kenzo menanggapi ucapan Rosalina.
Sontak saja mata Rosalina terbelalak mendengar perkataan dari Kenzo. Dia tidak menyangka jika Kenzo tahu tentang kebohongannya.
Tunggu, dari mana dia bisa tau jika rumahku di kelurahan lain? Apa dia menyelidikiku? Rosalina bertanya-tanya dalam hatinya.
Eh, bodohnya aku... bukannya KTP ku masih berada di tangan dia? Sudah pastilah dia tau alamat rumahku. Matilah aku..., Rosalina kembali berkata dalam hatinya.
"Ayo kita berangkat," ucap Kenzo setelah selesai mengutak-atik ponselnya.
"Chintya diajak Om?" tanya Rosalina dengan wajah polosnya.
"Ya iya. Dia sekarang menjadi tanggung jawab kamu. Ya kamu harus membawanya ke mana pun kamu pergi. Dan juga, jika dia tidak ikut dengan kita, yang ada malah kita dikira pasangan," jawab Kenzo sambil berdiri dari duduknya.
Seketika Rosalina segera menggendong baby Chintya dan menyiapkan apa saja yang perlu dia bawa untuk keperluan baby Chintya.
Kenzo sudah menunggunya di depan rumah. Dia masih berada di luar mobil untuk menunggu Rosalina dan juga baby Chintya.
Terlihat Rosalina kesusahan menggendong baby Chintya dengan membawa beberapa keperluan baby Chintya dalam sebuah tas perlengkapan bayi.
Dengan segera Kenzo membantu Rosalina membawakan tas perlengkapan bayi milik baby Chintya dan membukakan pintu mobil untuk Rosalina di depan, di kursi sebelah kemudi yang akan dia tempati.
"Kita akan beli baju di mana?" tanya Kenzo ketika sudah mengeluarkan mobilnya dari rumahnya.
"Terserah Om saja deh," jawab Rosalina pasrah.
Kenzo sedikit berpikir karena dia tidak pernah berbelanja dengan wanita. Selama ini dia tidak pernah sama sekali mengantarkan seorang wanita untuk berbelanja. Tak terkecuali mamanya. Dia tidak pernah sama sekali mengantarkan mamanya berbelanja.
Akhirnya Kenzo menghentikan mobilnya di salah satu Mal yang tidak jauh dari rumah Kenzo.
Rosalina berhenti di depan salah satu butik ternama. Dia melihat dress yang sangat menawan hingga dia lupa tujuannya saat ini.
"Mari Mbak silahkan dilihat-lihat dulu," ujar si penjaga toko tersebut.
Rosalina terhenyak, dia sadar jika kondisinya saat ini sangat membutuhkan banyak uang untuk menunjang penampilannya.
"Kamu mau beli di situ?" tanya Kenzo yang ada di sampingnya.
"Eh enggak Om. Kita beli di tempat lain aja Om," jawab Rosalina sambil berbalik untuk menjauhi butik tersebut.
"Lalu kita akan beli di mana? Awas saja kalau kamu tidak bisa menentukannya sekarang," gerutu Kenzo seiring langkah kakinya.
Rosalina tidak menoleh kembali ke butik tersebut, dia mencoba mengalihkan perhatiannya agar dia tidak kembali menginginkan sesuatu di sana yang tentunya harganya sangat tinggi.
Kenzo menyusul langkah kaki Rosalina yang sedang berjalan dengan cepatnya dan berusaha untuk mensejajarinya.
"Beli di mana sih? Ribet banget. Dasar wanita, mau beli baju aja bingung," ucap Kenzo sambil terus mengiringi langkah kaki Rosalina.
Mereka harus turun ke lantai bawah karena sekarang ini Rosalina bisa menemukan apa yang dia cari.
Baju, celana dan sebagainya telah Rosalina dapatkan. Dia sangat senang sekali mendapatkan baju sesuai dengan style nya. Namun, dia sangat ingin mencobanya.
"Om, gantian dong gendongnya," ucap Rosalina pada Kenzo.
"Kok aku sih? Udah kamu aja," tukas Kenzo sambil memalingkan wajahnya dari Rosalina dan juga baby Chintya.
Jujur saja, sebenarnya Kenzo tidak suka dengan bayi yang diberi nama Chintya oleh mendiang istrinya. Dan itu mengingatkan akan dirinya, mantan istrinya.
Bibir Rosalina mengerucut mendapati Kenzo tidak mau bergantian menggendong baby Chintya.
"Ya udah gak usah dicoba," ucap Rosalina kesal.
Kenzo cuek, dia diam saja tidak mau berkomentar.
"Wah Mbak, Mas, kalian cocok sekali. Pasti sangat bahagia mempunyai bayi yang cantik, mirip Mbak sama Mas nya," celetuk salah satu kasir di meja kasir tersebut.
"Punya anak? Nikah? salah lihat tuh mbak-mbak," ucap Rosalina yang masih saja kesal meskipun sudah berada di dalam mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!