NovelToon NovelToon

Ivanya Basudewi (Belenggu Kehidupan)

Cuap Cuap Dulu Yukk...

Hai wakkk.. Ketemu lagi sama sensi..

Kali ini, sensi mau bikin cerita yang mungkin relate banget sama kehidupan kita.

Di karya sensi yang sekarang ini, sensi mau ngasih gambaran soal kehidupan yang sedikit dark. Bisa jadi karya sensi ini bakalan banyak kisah sedihnya, kisah yang penuh penderitaan, penuh keputus asaan, penuh perjuangan, juga penuh sama harapan yang entah itu akan terwujud atau engga.

Sensi juga bakal nyeritain tentang gimana kelamnya masa-masa kehidupan remaja korban broken home. Ya meskipun ga semua korban broken home itu kehidupannya buruk ya wakk.. Cuma sensi di sini emang nge fokusin ke kehidupan anak dari korban broken home yang dark banget.

Nanti juga sensi pasti ngasih bumbu-bumbu percintaan, bumbu-bumbu keromantisan, bumbu-bumbu pelakoran, bumbu-bumbu perselingkuhan, bumbu-bumbu dapur juga bisa.. Wkwk.. ok garing.. skip..

Kisahnya juga mungkin akan sedikit monoton, alur ceritanya juga pasti berjalan lambat. Karena sensi emang bakalan nyeritain tentang kehidupan si tokoh utama sejak dia kecil. Pokoknya nanti kalian tetep bakalan dapet ******* yang ok banget lah, asalkan kalian baca dari awal bab, biar tau jalan ceritanya kyk gimana.

Tapi, sensi usahakan sebisa mungkin biar ga monoton banget ya wakk.. Ya moga aja ceritanya engga absurd.. Dan jika ada kesamaan tempat, nama, atau pun alur dengan cerita yang lain. Itu murni hasil dari ketidak sengajaan..

Jadi buat kalian yang suka sama cerita-cerita sedih, silahkan di baca karya sensi yang satu ini..

Tanpa banyak cuap-cuap lagi, takutnya nanti kalian bosen..

So, let's kuy.. Silahkan scroll ke bab pertama..

Happy reading pokoknya..

Salam sayang dari sensi 💕

Bye bye...

Ivanya Basudewi

...Happy reading 💕...

...Hope you enjoyed.....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Seandainya aku bisa memilih.. Aku akan memilih untuk tidak di lahirkan ke dunia ini"

^^^Ivanya Basudewi^^^

*****

Hujan turun dengan sangat deras mengguyur kota Bandung, disertai angin dan juga petir yang terus saja menyambar. Menciptakan hawa dingin yang begitu menusuk hingga ke dalam tulang. Membuat siapa saja yang merasakannya memilih untuk bersembunyi di bawah selimut untuk mendapatkan kehangatan.

Namun, tidak dengan seorang perempuan yang sedang berjuang antara kehidupan atau kematian. Dia terbaring di sebuah brankar, peluh membasahi sekujur tubuhnya, berjuang untuk melahirkan satu nyawa yang akan menjalani kerasnya kehidupan.

"Iya buk, terus bu, terusss.. Tarik nafas, buang.. Tarik nafas buang."

Ucap sang Bidan yang terus memberikan arahan pada perempuan itu.

"Hah, hah, hah, eeeeeeenghhhhh...."

"Oeeeeeeeeekkkk.."

"Selamat bu, anak keduanya sudah lahir jam 23.50. Perempuan, semuanya lengkap ya buk, mukanya juga cantik."

Tapi sayang, bukan senyum bahagia yang wanita itu pancarakan, melainkan tangis pilu yang terdengar sangat menyakitkan.

*****

8 tahun kemudian...

Bandung, 25 September 2005...

"Vanya, udah belum? Itu orang-orang udah pada nungguin"

Nenek Indah berteriak pada Vanya yang masih setia berdiam diri di kamarnya.

"Iya nek, Vanya udah selesai."

Balas Vanya, lalu keluar dari dalam kamarnya.

"Kamu kok cemberut gitu, senyum dong.. Kan mamah kamu mau nikah, masa kamu cemberut."

Nenek Indah berusaha membujuk Vanya agar tersenyum. Namun, alih-alih tersenyum, Vanya justru semakin menekuk wajahnya.

"Abisnya sih, gara-gara mamah nikah lagi, Vanya di ejek terus sama temen-temen Vanya."

Nenek Indah sedikit terkejut dengan perkataan Vanya.

"Di ejek gimana?"

Vanya enggan menjawab pertanyaan sang nenek. Gadis kecil berusia 8 tahun itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Udah ah, katanya udah pada nungguin."

Vanya pun melenggang pergi meninggalkan sang nenek yang masih diam mematung, memikirkan perkataan yang dilontarkan oleh cucunya.

Sejauh ini, tidak pernah sekalipun nenek Indah mendengar keluhan dari sang cucu. Sampai pada hari ini, nenek Indah sedikit terkejut mendengar penuturan dari cucunya.

Memang, selama beberapa minggu ini Vanya sedikit menunjukkan perubahan sikap. Vanya mulai sering mengurung dirinya di kamar, dia juga mulai sedikit enggan untuk bermain dengan teman-temannya.

Nenek indah sempat beberapa kali bertanya kepada Vanya tentang dia yang selalu mengurung diri di kamarnya. Namun, Vanya selalu menjawab kalau dia hanya sedang asik dengan kegiatan menggambarnya.

Oleh sebab itu, nenek Indah pun hanya membiarkan Vanya tanpa bertanya lebih banyak lagi. Karena nenek Indah pun tahu jika Vanya memang sangatlah hobi menggambar.

Namun untuk kali ini, sepertinya nenek Indah harus sedikit memaksa Vanya agar mau bercerita tentang apa yang sebenarnya dia sembunyikan.

"Nenek, kok malah ngelamun di situ sih. Ayo, cepetan."

Nenek Indah segera menyudahi pemikirannya saat Vanya memanggilnya dari ujung pintu. Dia bergegas beranjak dari sana untuk menghadiri pernikahan anaknya, untuk yang ketiga kalinya.

"Iya sebentar, ini nenek tadi lagi coba inget-inget, siapa tau ada yang ketinggalan."

Vanya pun menghampiri sang nenek untuk menggandeng tangannya dengan sedikit ocehan yang keluar dari bibir mungilnya.

"Nenek mah gitu, sukanya ngeburu-buruin Vanya. Tapi coba lihat, nenek sendiri kan yang jadinya lama."

Nenek Indah hanya bisa tersenyum gemas ketika mendengan ocehan sang cucu.

"Hussss.. Ga boleh gitu sama nenek, nanti nenek kutuk kamu jadi bola bekel."

"Jangan, nanti kalo Vanya jadi bola bekel, nenek ga punya temen main lagi.. Nenek kan udah mulai pelupa, hehe"

Balas Vanya seraya tersenyum manis ke arah sang nenek.

"Ish dasar kamu nih, nyaut aja sukanya" jawab nenek Indah seraya mencubit gemas pipi sang cucu.

Mereka pun segera memasuki mobil yang memang sudah menunggu sejak tadi.

*****

Itulah dia, Vanya Basudewi. Anak kedua dari pasangan Dewi Retnosari dan Bagas Pramudya. Anak perempuan yang ceria dan pintar, anak yang berbakat dalam berbagai hal, juga anak tidak yang pernah menuntut untuk segala sesuatunya.

Namun, di balik keceriaannya itu, tersimpan banyak kesedihan yang mendalam. Tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua, tidak tau apa itu arti bermanja dengan orang tua.

Tapi, di balik rasa sedihnya itu, dia juga beruntung. Masih ada sang nenek yang sangat mencintainya, mengasihinya, menyayanginya, juga mengajarkannya tentang hal apa yang baik dan hal apa yang buruk.

Baginya, selama sang nenek masih ada untuknya, masih bisa tersenyum untuknya, dia akan berusaha semampu mungkin untuk melupakan kesedihannya.

Begitulah Ivanya Basudewi, gadis kecil yang akan melalukan segala cara agar membuat sang nenek tetap tersenyum dan bahagia.

Hingga 2 tahun setelah pernikahan mamanya, tepat saat dia mulai memasuki bangku kelas 5 sekolah dasar. Vanya yang berniat akan mengambil minum di dapur, tidak sengaja mendengarkan adu mulut antara Neneknya dan mamanya

"Tapi Dew, engga baik kalo anak kamu di terlantar kaya gini. Masa depannya masih panjang, dia masih harus sekolah. Dia masih punya cita-cita yang tinggi Dew. Belum lagi anak itu sering dapet ejekan dari teman-temannya gara-gara kamu yang ga pernah nemenin dia ke acara sekolah. Apa kamu ga kasian sama anak yang ga berdosa itu??"

"Kok mamah malah nyalahin Dewi si sih!!! Itu salah mamah sendiri, coba aja dulu mamah ga kekeh nyuruh Dewi buat mempertahankan anak itu, kejadiannya ga bakal kaya gini mah!!"

"Dewi!!! Dia itu juga darah daging kamu"

"Tapi Dewi ga mengharapkan anak itu lahir mah, udah bagus Dewi dulu mau gugurin anak itu. Sekarang kalo kaya gini mau gimana mah? Mamah aja udah mulai sakit-sakitan. Dewi sampe mati pun ga sudi buat ngurusin anak itu pembawa sial itu!!!"

Deg.... Jantung Vanya seketika berdetak dengan aangat kencang saat mendengar apa yang di katakan mamanya. Dia segera memundurkan langkahnya untuk kembali ke kamar. Gadis kecil berusia 10 tahun itu tidak sanggup lagi mendengarkan semuanya.

Vanya mengunci pintu kamar lalu berjalan ke arah kasurnya dengan lunglai. Gadis kecil itu menghembusakan nafasnya dengan sangat berat, lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Jadi bener ya apa kata temen-temen Vanya. Vanya cuma anak pembawa sial. Mereka juga bener, mamah ga pernah sayang sama Vanya. Mamah cuma sayang sama kakak." gadis kecil itu berbicara dengan air mata yang mulai mengalir.

Vanya memiringkan tubuhnya seraya memeluk boneka pemberian sang nenek dengan sangat erat.

"Maafin Vanya mah.. Coba kalo Vanya bisa milih, Vanya pasti milih buat ga dilhirin aja.. Biar Vanya ga jadi anak pembawa sial buat mamah" Vanya kembali berkata dengan isak tangis yang mulai keluar dari mulutnya.

Namun Vanya tetaplah Vanya, gadis kecil yang akan memendam semuanya agar tidak membuat sang nenek khawatir. Gadis kecil itu berusaha menahan isakannya agar tidak terdengar hingga luar.

Sampai ketika sang nenek mengetuk pintu kamarnya, dia bergegas masuk ke kamar mandi guna menyembunyikan semuanya.

"Vanya.. kamu lagi ngapain sayang??" nenek Indah bertanya seraya kembali mengetuk pintu.

Vanya yang sudah berada di kamar mandi pun berusaha menormalkan nafasnya yang masih terisak.

"Vanya??" nenek Indah kembali bertanya dengan nada yang sedikit khawatir.

"Iya nek, Vanya lagi mandi, sebentar lagi selesai" akhirnya gadis itu bisa menjawab dengan suara yang terlihat tenang.

"Heh.. Ngapain anak gadis malem-malem mandi. Cepet udahan, Nenek tungguin di meja makan." Sahut nenek Indah.

"Iya-iya neeeeeeek.."

...-TBC-...

Thanks for reading..

Jangan lupa kritik dan saran..

Salam sayang dari sensi 💕

Bye bye..

Kesedihan Vanya

...Happy reading 💕...

...Hope you enjoyed.....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Bukan aku tak mau mengadu.. Aku hanya tak ingin kehilangan senyumanmu.."

^^^Ivanya Basudewi^^^

*****

Setelah Vanya dan Nenek Indah selesai makan malam, mereka memutuskan untuk menonton film televisi.

"Vanya?"

Vanya menoleh pada sang nenek yang sedang duduk di pojok sofa.

"Iya nek?"

"Sini" Ucap nenek Indah seraya menepuk-nepuk pahanya, meminta Vanya agar tidur di pangkuannya.

Gadis kecil itu pun segera beringsut lalu merebahkan kepalanya di pangkuan sang nenek.

"Kamu kok kaya murung gitu? Mikirin apa?" Nenek indah bertanya seraya mengelus kepala Vanya dengan lembut.

Vanya menggelengkan kepalanya lalu berkata "Ga papa nek, Vanya cuma mikirin soal PR matematika yang Vanya ga bisa jawab. Susah banget soalnya, padahal kan cuma tinggal 2 pertanyaan lagi. Mana besok harus udah di kumpulin."

"Nenek kira kamu mikirin apa. Kamu ga mau nanya sama nenek?"

"Hishhh.. Emangnya nenek bisa?"

"Loh.. Kamu ngeremehin nenek? Gini-gini nenek tu masih pinter tau."

"Iya-iya, percaya yang mantan guru"

Nenek Indah menyentil hidung Vanya pelan

"Husss.. Bukan mantan, tapi pensiunan."

Vanya mencebikkan bibirnya

"Yaudah sih nek, sama aja kan.. sama-sama udah ga ngajar lagi"

Nenek Indah pun seketika tertawa renyah.

"Jadi gimana? Mau nenek ajarin ga?"

"Ga usah nek, biar besok Vanya tanya sama bu guru aja" Ucap Vanya seraya sedikit meremat tangannya karena sudah berbohong pada sang nenek.

"Maafin Vanya udah bohong sama nenek" ucap Vanya dalam hati.

Ya, karena sejatinya, semua PR miliknya sudah selesai dia kerjakan. Dia terpaksa berbohong karena tidak ingin neneknya mengetahu perihal dia yang memikirkan hal yang tadi dia dengar.

"Yaudah klo gitu tdur sana, udah jam 9. Besok kamu sekolah"

Vanya melirik jam dinding sekilas, lalu segera beranjak dari tidurnya.

"Yaudah, Vanya tidur duluan.. Selamat malam nenek" Ucap Vanya lalu mencium pipi nenek Indah dan segera beralalu menuju kamarnya.

"Selamat malam sayang" balas nenek Indah sedikit berteriak.

Seperginya Vanya, nenek Indah menatap televisi dengan tatapan kosongnya. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya, hingga dia pun bernjak dari duduknya menuju kamar.

Setelah masuk ke dalam kamar, dia meraih foto Vanya yang terpajang di atas nakas. Dia mengelus foto itu dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Hah... Malang sekali nasib mu nak.. Maafin nenek ga bisa jagain kamu sampe kamu sukses.. Maafin nenek karna nenek udah mempertahankan kamu buat hidup di dunia ini. Maafin nenek"

Puas dengan pemikirannya, Nenek Indah segera mengusap air matanya dan segera membaringkan tubuhnya di atas kasur. Menunggu hari esok yang akan tiba..

*****

Ke esokan paginya..

Terlihat Vanya yang memakai sepatunya dengan tergesa-gesa. Dia lalu menghampiri neneknya yang sedang mengoleskan selai pada roti yang di pegangnya di meja makan.

"Nek, Vanya berangkat dulu ya. Udah telat ini, sebentar lagi upacara" ucap Vanya lalu mencium pipi nenek Indah sekilas dan segera berlalu dengan tergesa-gesa.

"Eh, eh, eh.. Ini, bawa rotinya" teriak nenek Indah.

Vanya pun kembali menghampiri nenek Indah dan meraih roti itu dengan cepat lalu kembali berlari untuk berangkat sekolah.

"Dadah nenek" ucap Vanya yang sudah mengeluarkan sepedanya.

"Hati-hati, jangan ngebut-ngebut" balas Nenek Indah berteriak.

"Siap ratuuuuuuuuu" teriak Vanya seraya mulai mengayuh sepedanya.

Nenek Indah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena gemas dengan kelakukan cucu kesayangannya itu.

"Dasar, anak itu selalu ada aja tingkahnya"

*****

Saat Vanya akan memasuki kawasan sekolah, dia menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.

"Semangat Vanya, kamu bisa" Ucapnya seraya mulai memasuki kawasan sekolah.

Gadis kecil itu pun memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda yang memang sudah di sediakan oleh pihak sekolah. Dia segera berlari menuju kelasnya agar tidak terlambat.

Saat memasuki kelas, dia sedikit menghela nafas lega lalu mulai mendekati mejanya untuk menyimpan tas yang dia bawa.

Namun, baru saja dia merasa lega, dia kembali

"Hey anak pembawa sial, mana PR kamu. sini aku mau liat"Saat Vanya akan memasuki kawasan sekolah, dia menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.

Itu adalah Dea, teman sekelasnya yang sering membullynya.

Vanya pun menoleh, dia melihat Dea yang datang bersama Aca dan Sisi. Mereka adalah teman satu gengnya Dea.

“mana bukunya?” Dea bertanya sekali lagi.

Vanya pun mau tidak mau mengeluarkan buku PR nya dan menyerahkannya kepada Dea.

“Gitu dong dari tadi” ucap Dea seraya mengambil buku itu dengan kasar.

“Udah sana lo pergi upacara, kalo di tanyain sama guru, bilang aja kita bertiga lagi sakit” ucap sisi.

Vanya pun hanya bisa mengangguk pasrah lalu bergegas untuk mengikuti upacara.

Ya, begitulah kehidupan Vanya di sekolah. Masa-masa senangnya berakhir ketika Dea pindah ke sekolahnya saat memasuki bangku kelas 4 sekolah dasar.

Vanya yang notabene nya adalah anak pintar, sering menjadi bahan sasaran Dea untuk memberikan contekan kepadanya. Bukannya tidak bisa melawan, hanya saja Vanya tidak ingin terlibat masalah yang bisa saja suatu saat nanti menyangkut pautkan sang nenek. Oleh sebab itu Vanya hanya bisa mengalah dan pasrah.

Tidak hanya di sekolah. Sejak dia masih berusia 8 tahun pun, Vanya sering menjadi bahan olokan teman-temannya karena mamanya yang tidak pernah ada untuknya.

Namun sekali lagi, Vanya tetap lah vanya. Gadis kecil yang akan menyembunyikan semuanya agar sang nenek tidak terlibat dalam hal itu. Sehingga membuat gadis itu terpuruk hingga berfikir jauh dari semestinya. Belum lagi ketika dia mendengar apa yang di katakan oleh mamanya, membuat gadis itu menjadi terpuruk semakin dalam.

Setelah melewati hari beratnya di sekolah, Vanya kembali ke rumah dengan senyum yang berusaha dia sematkan di bibirnya.

“Selamat siang kanjeng Ratuuuuu” ucap Vanya seraya memasuki rumahnya.

"Selamat siang kesayangannya nenek.." balas nenek Indah seraya memeluk Vanya dengan erat.

"Sana cepet mandi, terus makan sama nenek. Nenek udah masakin makanan kesukaan kamu" ucap nenek Indah lagi.

"Nenek memang yang terbaik" ucap Vanya lalu bergegas untuk membersihkan diri.

Setelah selesai membersihkan diri, Vanya bergegas menghampiri neneknya yang sudah menunggu di meja makan.

"Nih makan yang banyak" ucap nenek Indah seraya menyerahkan piring yang sudah berisi nasi juga lauk pauknya.

Vanya pun menerima piring yang diberikan oleh neneknya.

Dia menatap sang nenek sejenak lalu tersenyum tulus

"Makasih nenek" ucap Vanya.

Nenek Indah pun membalas senyuman Vanya

"Sama-sama sayang.. Udah cepet makan" ucap Nenek Indah.

Vanya segera melahap makanannya dengan khidmat.

Namun berbeda dengan nenek Indah, dia melahap makanannya dengan berat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi dia berusaha menutupi hal itu, dia tidak ingin cucunya melihat apa yang sedang dia rasakan sekarang.

...-TBC-...

Thanks for reading..

Jangan lupa kritik dan saran..

Salam sayang dari sensi 💕

Bye bye..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!