Sebuah mobil silver berhenti di sebuah pekarangan yang masih cukup luas . Muncul seorang gadis , dengan sedikit berlari sambil memanggil nama seseorang.
"Lian...!!!" teriaknya sembari menghampiri sahabatnya itu.
"Tika...!" sahut gadis yang di panggil Lian tadi menghentikan aktivitasnya menyapu halaman rumahnya yang di penuhi daun kering yang berguguran.
"Lian ,selamat . Kamu berhasil" ujar Kartika.
"Selamat untuk apa Tika?" tanya Berlian bingung.
Kartika tersenyum penuh rahasia mempermainkan rasa ingin tahu juga rasa penasaran dalam diri sahabatnya.
"Ka , jangan cuma senyum-senyum aja . Bikin aku deg degan aja " protes Berlian .
"Kasih tahu enggak, ya ?"
"Tika..." seru Berlian penasaran.
"OK!!"
Perlahan Kartika , gadis berambut sebahu itu memperlihatkan sesuatu yang dari tadi dia sembunyikan di balik punggungnya.
"Tadaaaaaaa" teriaknya lagi memberi kejutan pada sahabatnya.
"Ini..." Berlian tak percaya dengan apa yang di perlihatkan Kartika untuknya.
"Benar!. Ini novel hasil karangan mu yang sudah di bukukan . Sesuai kontrak yang sudah di sepakati , penerbit buku mu bersedia merahasiakan identitas asli kamu" jelas Kartika antusias.
"Kamu pasti bohong" Berlian masih belum percaya.
"Ya ampun , Lian !. Kapan aku pernah bohong sama kamu ? . Kamu lihat dan baca baik-baik buku ini" jelas Kartika.
Berlian membuka lembar demi lembar buku bersampul gambar bunga mawar merah yang indah.
"Tika, kamu coba cubit pipi aku . Ini pasti mimpi kan " gumam gadis berambut panjang itu diam terpaku memegang buku novel karangan nya itu.
"Awwww" teriak Berlian sejurus kemudian sambil memegangi pipinya yang di cubit oleh Kartika.
"Bagaimana ? .Masih belum percaya?"
Berlian diam sebentar , lalu tersenyum.
"aaaaaa..." Berlian dan Kartika berteriak bersamaan , melonjak kegirangan.
"Ssssttttt" Berlian dengan cepat mengontrol rasa bahagianya dan membekap mulut sahabatnya.
"Ada apaan, sih?" Kartika coba menurunkan tangan Lian dari bekapan sahabatnya itu .
"Kita ngobrolnya di sana aja . Aku takut kakek dan nenek aku sampai tahu soal ini" Lian menekan nada suaranya sambil melihat kearah pintu rumah sederhana di mana dia tinggal selama ini.
"Ayo.."
Kartika menurut saja saat Berlian mengajaknya duduk di bawah batang pohon rambutan yang rindang di sudut pekarangan rumah sahabatnya yang hijau dan asri.
"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan semua ini dari kakek juga nenek kamu? . Sudah saatnya mereka sadar kalau bakat cucunya itu bisa di banggakan dan bisa di andalkan untuk menopang masa depan kamu" ocehan Kartika dongkol mengingat bagaimana buruknya pendapat kakek dan nenek sahabatnya tentang cita-cita cucunya yang ingin jadi penulis.
"Entahlah" Berlian menarik nafas berat dengan tatapan mata kosong melihat kelopak bunga mawar kesayangannya yang mulai berjatuhan satu persatu.
"Bagi kakek dan nenek aku , jadi penulis hanya menghabiskan waktu . Tulisan yang aku buat pun di anggap hanya sebuah coretan yang tidak penting . Mereka lebih suka melihat aku jadi seorang pekerja kantoran agar aku bisa di terima kerja di pabrik teh milik keluarga Pratama dengan posisi yang sangat strategis untuk menunjang masa depan kami . Bagi kakek dan nenek bekerja dengan keluarga Pratama seperti sebuah kewajiban yang harus di turuti turun temurun oleh keturunannya." jelas Berlian lesu .
"Apa karena itu kakak kamu memilih pergi dari rumah dan sampai sekarang kamu masih mencari keberadaannya?" ujar Kartika ikut merasakan kegetiran yang di rasakan sahabatnya.
"Iya.." jawab Berlian lemah.
"Kenapa kamu tidak pergi saja dari rumah seperti kakak kamu?" cetus Kartika tiba-tiba.
"Aku pernah berpikiran yang sama dengan mu. Tapi , aku tidak mungkin tega meninggalkan kakek juga nenek . Mereka yang sudah merawat dan membesarkan aku dari kecil sejak ayah ibu ku meninggal . Kakek sekarang juga mulai sakit-sakitan. Aku tak mungkin tega membiarkan nenek merawat kakek sendirian . Mereka sudah tua ,Ka . Sekarang , aku hanya ingin menemani mereka melewati masa tuanya dengan membahagiakan mereka" ujar Berlian tegar dan ikhlas , membuat Kartika bersimpatik.
"Lian , kamu yang sabar . Aku yakin suatu hari nanti kakek dan nenek kamu pasti akan sadar dan mendukung cita-cita mu. Mereka pasti akan bangga karna memiliki cucu yang mempunyai bakat luar biasa di bidang menulis " ujar Kartika sambil menggenggam tangan sahabatnya.
"Terima kasih , Tika . Selama ini kamu selalu ada buat mendengarkan curhatan aku . Kamu juga sudah begitu sering membantu aku , sampai kamu begitu keras memperjuangkan agar novel ku bisa di terbitkan" Berlian balas menggenggam tangan sahabatnya.
"Lian , kita sudah bersahabat sejak lama . Sudah selayaknya kita saling membantu . Selama ini kamu juga sering menolong aku jika kesusahan"
Kedua gadis cantik itu sama-sama tersenyum saling menguatkan dan berpelukan sebentar.
"Lian , bagaimana dengan Rangga ?. Apa dia sudah tahu tentang membukukan karya mu ?" tanya kartika penasaran soal pendapat kekasih sahabatnya.
"Cukup kita berdua yang tahu soal ini . Baik kakek , nenek , atau pun Rangga tidak perlu tahu soal ini"
"Kok gitu?" kening Kartika mengkerut tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya.
"Rangga itu pacar kamu . Sudah seharusnya dia tahu tentang ini" lanjutnya.
"Ka , Rangga tidak suka dengan namanya penulis novel . Aku tidak mau Rangga meninggalkan aku hanya karena aku juga seorang penulis" ungkap gadis berhidung mancung itu kalut.
"Kalau Rangga memang tulus mencintai kamu , harusnya dia mendukung apa yg menjadi hobi kamu. Tidak ada alasan bagi Rangga meninggalkan kamu" ucap Kartika sedikit tersulut emosinya.
"Tika, aku mohon , janji sama aku kalau kamu akan merahasiakan tentang nama pena ku ?" pinta Berlian memelas.
"Baiklah" sahut Kartika berat.
"Terima kasih, Tika . Kamu memang sahabat aku paling baik" Berlian tersenyum lebar dan memeluk sahabatnya lagi.
"Lian ,sudah sore. Aku pulang dulu" ujar Kartika ketika melepaskan pelukan sahabatnya . Berlian dengan terpaksa membiarkan sahabatnya pergi melaju bersama mobilnya berwarna silver.
"Goresan Pelangi" gumam Berlian membaca nama penulis yang tertera di bagian sampul depan buku yang dia pegang.
####
"Maafkan Bintang , Ma. Kali ini Bintang tidak bisa memenuhi permintaan mama untuk menerima perjodohan dengan gadis yang tidak bintang kenal, apa lagi cinta " Pemuda berkepribadian dingin , menentang keras perjodohan yang di gagas ibu kandungnya.
"Apa karena perempuan bernama Bella yang membuat kamu berani menolak perjodohan ini?" wanita paruh baya itu menatap tajam putra satu-satunya itu.
"Bintang mencintai Bella , Ma. Aku mohon, hentikan perjodohan ini. Aku berhak menentukan masa depan ku sendiri" timpal pemuda bernama Bintang itu tegas pada pendiriannya.
Perdebatan panjang pun tak terelakkan antara ibu dan anak tersebut. Namanya seorang ibu yang menyayangi buah hatinya , Farida ibu kandung dari bintang luluh dengan permintaan putranya.
"Mama akan coba menuruti kemauan kamu. Bawa Bella menghadap sama mama . Mama tidak mau kamu memilih perempuan yang salah untuk jadi pendamping hidup kamu"
"Baik ma . Bintang yakin mama pasti setuju dengan wanita pilihan ku" ujar Bintang lega dan senang bukan main.
"Tapi, jika dugaan mama benar. Kamu harus menikah dengan gadis pilihan mama"
"Pilihan bintang tak pernah salah . Mama pasti akan sangat menyayangi Bella jika sudah mengenalnya dengan baik" Bintang tak bisa di tekan apa lagi di kalahkan oleh rencana mamanya.
"Semoga , nak " ibu Farida tersenyum hambar membalas keyakinan putranya.
NB :
Hai man teman , perkenalkan karya baru ku...."Kilau Berlian" ....sebelum lanjut jangan lupa like sama di love dulu ya . Terimakasih sebelumnya, semoga kalian semua sehat selalu (。•̀ᴗ-)✧
Dengan menggunakan sepeda tua kakek nya, Berlian melewati jalanan bergelombang di antara perkebunan teh yang membentang luas . Senyum gadis manis itu pun selalu merekah menyapa para penduduk yang berpapasan dengannya.
Berlian makin mempercepat mengayuh sepedanya . Gadis berambut panjang lurus itu sudah tak sabar menemui kekasihnya yang menunggunya di tempat biasa.
Dari arah belakang , pemuda bertampang angkuh melajukan mobil merahnya dengan ugal-ugalan tanpa mempedulikan orang-orang yang melintas dan berlalu lalang menggunakan jalan yang sama . Bagi pemuda itu , dia lah penguasanya . Penduduk yang melihatnya hanya bisa pasrah dan mengalah karena mereka tak mau berurusan dengan si pengendara mobil itu , putra tunggal pemilik perkebunan sekaligus pabrik teh yang di kelola oleh warga sekitar.
Bintang berpacu dengan waktu . Pemuda beralis tebal itu sudah ingin secepatnya menjemput gadis impiannya dan memperkenalkannya dengan mama nya . Laju mobilnya makin di percepat dan memotong jalan di depannya.
Berlian yang tengah asyik mengayuh sepedanya di buat kaget dan tidak bisa menyeimbangkan diri saat sebuah mobil merah menyalip dari belakang.
"Aaaaahhhh...." Berlian terjatuh di jalan yang berkerikil tajam, berteriak kesakitan.
Bintang juga ikut kaget dan menghentikan laju kendaraannya dan turun melihat apa yang sudah dia perbuat.
"Kamu tidak apa-apa ?" tanyanya biasa saja tanpa berniat membantu gadis yang di tabrak nya untuk berdiri.
"Eh...Kamu buta, ya?. Kamu enggak lihat bagaimana keadaan ku?" sengit Berlian menahan sakit saat mau berdiri.
"Oh oke aku ngerti , maksud kamu ini kan?" Bintang merogoh kantong celananya mengeluarkan dompet berwarna hitam . Sementara Berlian sibuk memperbaiki letak sepedanya dan membersihkan kerikil yang menempel di lututnya sampai terluka dan mengeluarkan darah.
"Kamu ambil ini . Aku rasa itu sudah cukup untuk biaya pengobatan luka di kaki kamu juga untuk biaya memperbaiki sepeda kamu yang rusak"
"Apa maksud kamu?" sengit Berlian tak mau menerima uang lembaran ratusan yang di sodorkan laki-laki angkuh di hadapannya.
"Kenapa? . Masih kurang?" Bintang kembali membuka dompet dan mengeluarkan seluruh uang tunai yang dia miliki.
"Ini sudah lebih dari cukup" dengan angkuh Bintang menyerahkan langsung uang itu ke tangan wanita yang baru dia temui.
"Kita impas" ujarnya santai dan berbalik hendak menaiki mobil miliknya.
"Tunggu" teriak Berlian menghentikan langkah pemuda paling angkuh yang dia temui .
"Ada apa lagi? . Apa yang aku berikan itu sudah lebih dari cukup" ujar Bintang menantang tajamnya sorot mata gadis yang tertatih mendekatinya.
"Bawa kembali uang mu . aku ngga butuh uang sebanyak apa pun yang bisa kamu beri untukku . Aku hanya mau kamu meminta maaf karena sudah membuatku celaka " ujar Berlian sambil menyerahkan kembali uang itu pada yang punya dengan kasar.
"Minta maaf?" Bintang tersenyum sinis.
"Uang ku lebih berharga untuk mu dari pada sekedar kata maaf. Tidak akan ada kata-kata itu yang meluncur dari mulut ku" balas Bintang tak bergeming dengan kesalahannya.
"Begitu ya?" Berlian tersenyum sinis dan kembali mengambil uang yang ada di tangan Bintang.
"Uang ini tidak ada harganya buatku"
Rahan Bintang mengeras , matanya memerah menahan marah , jari-jarinya mengepal keras mau memukul sesuatu saat Berlian melempari mukanya dengan uang pemberiannya tadi.
"Lebih baik lukaku membusuk dari pada aku menerima uangmu " ucap Berlian lalu kembali mengayuh sepedanya.
"Siapa pun kamu , kamu pasti menyesal sudah pernah bertindak kasar dengan Bintang Pratama" teriak pemuda itu memperingati gadis yang sudah berani menghinanya dengan sombong.
"Cepat atau lambat, aku pastikan kamu sudah keluar dari daerah ini" gertaknya bernada dendam memandang jengah si gadis yang terus mengayuh sepedanya tanpa menghiraukan peringatan keras darinya.
Bintang belum puas melampiaskan sakit hatinya . Kalau saja hari ini dia tidak ada urusan yang sangat penting . Bisa di pastikan , gadis itu sudah keluar hari ini juga dari daerah perkebunan milik keluarganya itu.
Langkah Bintang sempat terhenti saat matanya tertumpu pada sebuah buku yg tergeletak tepat di mana gadis yang di tabrak nya itu terjatuh. Sebenarnya dia tak ambil pusing. Namun Bintang penasaran, siapa tahu itu milik gadis tadi yang bisa di manfaatkan untuk balas dendam.
"Goresan Pelangi "gumamnya membaca sampul depan buku bergambar bunga mawar merah .
####
Tepian sebuah telaga kecil yang di kelilingi pepohonan pinus yang tinggi, seorang pria berdiri gelisah sambil melempar kerikil ketengah telaga berkali-kali.
"Lian kemana,sih?. Jam segini belum juga datang" oceh pemuda berperawakan tampan dan berpostur tegap.
"Rangga!"
Senyum pemuda tersebut langsung merekah mendengar suara yang sangat di kenali nya memanggil namanya.
"Lian.." seru pemuda itu dengan sorot mata berbinar-binar menyambut kedatangan sang pujaan.
"Lian ,kamu kenapa?" senyum di raut wajah Rangga berubah panik ketika memperhatikan kekasihnya yang jalan terpincang-pincang sambil menuntun sepedanya.
"Waktu aku menuju kesini, sepeda aku keserempet mobil. Aku jatuh, jadinya lutut aku luka. Engga parah, sih" jelas Berlian.
"Lain kali kamu hati-hati dong, Lian . Untung cuma lutut kamu saja yang luka" Omel Rangga.
"Sini, biar aku obati luka kamu , nanti infeksi lagi..." lanjut Rangga menunjukan perhatiannya.
Rangga memapah kekasihnya duduk di sebuah batu besar yang terdapat di pinggir telaga yang terlindung oleh sebuah pohon pinus yang tinggi dan sepeda milik Berlian di sandarkan pada sebuah pohon lainnya.
Rangga segera berjongkok di hadapan Berlian sambil mengeluarkan sapu tangan dari kantong celananya . Sapu tangan berwarna abu muda itu sebelumnya di basahi bagian ujungnya dengan air telaga lalu di olesi ke bagian lutut Berlian yang luka dan berdarah itu.
"Awwwww" Berlian meringis menahan sakit.
"Sakit ya ?" Rangga menengadah memastikan jawaban Berlian.
"Iya" Berlian menjawab.
"Kamu tahan, sakitnya ngga akan lama" kata Rangga , dia pun kembali membersihkan bekas darah yang mulai membeku dan menutupi luka di lutut gadis pujaannya . Berlian memperhatikan dengan haru perhatian yang di tunjukkan Rangga untuknya. Berlian begitu merasa beruntung memilki kekasih seperti Rangga . Rangga pemuda yang baik dan mencintai dia tulus biarpun ada perbedaan derajat diantara mereka .
"Sudah" seru Rangga membuyarkan lamunan nya. Dan, Berlian baru sadar lututnya sudah di balut dengan sapu tangan milik Rangga tadi.
"Ngga , sapu tangan kamu bagaimana?. Kok, di balut di lutut aku sih ?" tanya nya.
"Kamu simpan saja" jawab Rangga sambil bangkit dan duduk di sebelah Berlian . Berlian langsung tersenyum dan menyandarkan kepalanya pada bahu kekasihnya itu.
Sesaat pasangan kekasih itu memilih diam menikmati sinar matahari sore yang memantul indah pada permukaan air telaga yang tenang.
"Lian, apa kamu bersedia menjadi istri ku?" kata itu tiba-tiba meluncur dari mulut Rangga tanpa ragu.
"Apa?" Berlian bangkit terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"apa?" Berlian bangkit terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Apa kamu bersedia menjadi istriku?" ulang Rangga.
"Kamu pasti becanda?"
"Aku serius, Berlian . Aku ingin kamu menjadi pendamping hidupku selamanya" Rangga kembali berjongkok di hadapan Berlian.
"Lian , sudah hampir 3 tahun kita menjalin cinta . Aku sudah bosan harus main kucing-kucingan berpacaran dengan kamu . Aku ingin semua orang tahu kamu itu milik ku. Sudah waktunya kakek juga nenek kamu tahu tentang hubungan kita . Aku sangat ingin membawa hubungan kita ke jenjang yang lebih serius . Apa kamu bersedia menjadi istri ku" Rangga melanjutkan perkataannya dengan sungguh-sungguh.
Mata Lian berkaca-kaca , hatinya tersentuh dengan niat baik yang di lontarkan Rangga . Inilah hal yang paling dia tunggu-tunggu dari Rangga . Hubungan diam-diam mereka selama 2 tahun lebih harus di ketahui oleh semua orang , termasuk kakek dan neneknya.
"Berlian Oktaviani , apa kamu bersedia menjadi istri dari Rangga Pratama?" ulang Rangga tanpa bosan dan terus berlutut di hadapan kekasihnya.
"Aku bersedia" jawab Berlian dengan senyum kebahagian.
"Sungguh?" tanya Rangga berbinar-binar.
Berlian mengangguk pasti. Bagi Rangga itu sudah cukup. Rangga pun berdiri . Keduanya lalu berpelukan meluapkan kebahagian yang mereka rasakan.
"Sayang, aku punya sesuatu untuk mu" Rangga melepaskan pelukannya , kemudian kembali merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah cincin yang indah.
"Ini cincin sebagai tanda aku serius dengan perkataan ku. Kamu tidak keberatan kalau cincin ini aku pasangkan di jari manis mu?"
Berlian kehilangan kata-kata untuk menjawab , dia hanya mengangguk meng iya kan dan membiarkan Rangga memasangkan cincin itu di jari manisnya.
"Di cincin ini terukir nama kita berdua . Jangan pernah melepaskan cincin ini, karena cincin ini adalah simbol kekuatan cinta kita" ucap Rangga.
"Aku janji, Rangga . Aku tidak akan pernah melepaskan cincin ini, dan aku akan menjaganya dengan baik "ujar Berlian menangis haru.
Rangga tersenyum bahagia dan kembali memeluk sang pujaan.
"Rangga , aku juga punya sesuatu buat kamu" seru berlian melepaskan pelukan nya.
"Apa itu?" Rangga bertanya dengan raut wajah penasaran.
"Hadiah dari aku mungkin tidak senilai dengan cincin yang kamu berikan. Tapi, apa yang aku berikan adalah sebuah buku sederhana dan buku itu sangat berharga buat aku"
"Buku !!. Buku apa?" kening Rangga mengkerut.
"Kamu tunggu sebentar" Berlian berjalan tertatih menuju sepedanya . Di keranjang sepeda yang dibawa nya ada sebuah buku yang akan di berikan khusus untuk kekasih hatinya .
Buku itu adalah buku novel terbitan pertama miliknya . Berlian mau, terbitan pertama hasil karyanya di berikan pada orang yang sangat special. Siapa lagi, kalau bukan Rangga.
"Loh Bukunya mana ya?" Berlian kebingungan mencari buku goresan pelangi yang tidak ada dalam keranjang sepeda itu .
"Lian ,ada apa?" Rangga mendekat dan ikutan bingung melihat Berlian yang menengok kanan kiri mencari sesuatu.
"Itu,,,, buku yang mau aku kasih ke kamu tiba-tiba hilang , padahal aku menyimpannya di keranjang sepeda ini " jawabnya.
"Memangnya buku apaan sih?. Sepertinya penting sekali"
"Buku itu,buku..."
"Jangan bilang kalau kamu tetap nekat jadi penulis dan kamu mau menerbitkan hasil karangan kamu?" potong Rangga dengan sorot mata berubah tidak senang dengan apa yang ada di pikirannya saat ini.
Berlian diam terpaku. Dia tak mungkin jujur mengatakan yang sebenarnya. Rangga tidak boleh tahu tentang kesibukannya saat ini . Rangga juga tidak boleh tahu kalau dia memang sudah menerbitkan hasil karyanya dalam sebuah buku . Berlian tidak ingin kehilangan lelaki yang dia cintai sebab Rangga tidak pernah menyukai dunia tulis menulis. Entah apa alasannya.
"Itu hanya buku bisnis yang aku pesan pada Kartika buat kamu pelajari karena aku tahu saat ini kamu sedang sibuk membantu sepupu kamu membangun kerajaan bisnisnya" Berlian terpaksa berbohong.
"Buku itu banyak di pasaran . Kamu bisa cari ganti yang lain" sahut Rangga ringan yang di balas senyuman hambar dari Berlian.
"Rangga , apa yang akan kamu lakukan jika tahu jiwaku adalah jiwa seorang penulis?. Apa kamu akan meninggalkan aku?. Aku benar-benar ngga bisa membayangkan itu" gumam berlian dalam hati sendiri.
#####
"Pengkhianat" maki Bintang menggebu .
Jantung pemuda bertubuh tinggi itu serasa mau meledak melihat pemandangan memalukan dalam sebuah kamar rumah yang di belikan khusus buat kekasih hatinya.
"Bi...Bintang" gadis manis itu tersentak kaget dan segera merapikan pakaiannya yang berantakan.
"Bella , siapa laki-laki itu ?" tanya seorang pemuda yang berada satu ranjang dengan perempuan yang bernama Bella .
"Arya , sebaiknya kamu keluar dari kamar aku, sekarang .Di...dia, Bintang" jelas Bella .
Mata pemuda itu melotot kaget , Arya langsung melompat dari tempat tidur dan bermaksud keluar dari jendela.
"Tunggu" teriak Bintang sambil berlari dan berhasil mengait leher pemuda itu dengan lengannya.
"Lepasin..." Arya memberontak dan melawan.
"aku akan lepasin kamu, tapi setelah kamu mati di tanganku" Bintang yang emosi , mencekik kuat leher lelaki yang tertangkap basah bermesraan dengan kekasihnya menggunakan pergelangan tangan juga sikunya.
"Bin, lepaskan dia" Bella coba melerai dan memukul tangan Bintang agar terlepas dari lehernya Arya.
"Bella , tolongin aku, aakkk" pinta Arya terbata-bata menahan sesak dan sakit di lehernya.
Gadis berambut pendek se bahu itu tak tahu harus berbuat apa. Bintang bagaikan penjahat yang mau menghabisi nyawa lawannya. Namun, Bella tak punya pilihan lain saat matanya tertuju pada sebuah vas bunga yang terdapat pada meja riasnya.
"Bin , maafin aku"
"Buukk" suara Hantaman vas bunga mengenai kepala bintang.
"Aaaaahhhh" Bintang berteriak kesakitan memegang kepalanya . Arya terbebas dan segera kabur lewat jendela.
"Bella... kamu?" ujar Bintang tak percaya sambil menatap tangannya yang berdarah dan tangan Bella yang masih memegang sisa pecahan vas bunga.
"Bin , maafin aku" sesal Bella.
"Maaf?" dengus Bintang dengan sorot mata sangar dan mendendam amarah.
"Dasar perempuan murahan" maki Bintang meluapkan emosinya.
"Jadi ini kerjaan kamu, menjual diri pada laki-laki hidung belang ? huh?" lanjutnya.
"Bintang , berhenti menghina aku" sela Bella tak bisa menahan rasa ke tersinggungan nya.
"Kamu memang layak di hina, karena kamu hanya seorang perempuan yang tidak tahu diri. Kamu perempuan yang tidak pantas mendapatkan cinta aku . Sekarang aku tahu , Kamu hanya memanfaatkan kekayaan ku aja kan ?!"
"Cinta?" sengit Bella tersenyum sinis.
"Hebat!. Dalam sejarah hubungan kita, baru kali ini kamu berkata cinta. Apa aku tidak salah dengar?. Tuan Bintang Pratama yang angkuh dan dingin ternyata memiliki rasa cinta" ejek Bella menyinggung perasaan Bintang.
"Kamu sama sekali tidak mengerti dengan yang namanya cinta , tuan Bintang . Dalam hidup mu, yang kamu kenal hanyalah kekuasan dan kesombongan . Selama ini kamu hanya memperhatikan aku dengan uang kamu, kekayaan kamu. Tapi tidak dengan cinta kamu. Aku yakin, tidak akan ada satu pun wanita di dunia ini yang mau menyerahkan cintanya dengan tulus untuk kamu . Mereka tidak akan bisa tahan memahami kesombongan juga keangkuhan mu. Kamu lelaki yang tidak mempunyai cinta dan kamu juga tidak akan pernah mendapatkan cinta yang sebenar-benarnya cinta" sengit Bella berkobar-kobar.
"Kamu.." rahang Bintang mengeras menahan geram dan amarahnya di lontarkan kata-kata sedemikian rupa oleh wanita yang di cintai nya.
#Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!