NovelToon NovelToon

Brondong Tawanan

Di kejar

Siang hari saat waktu menunjukkan angka satu, tampak seorang pria melajukan motor besar kesayangannya keluar gerbang sekolah.

Tampaknya seragam sekolah berwarna putih abu-abu, tak membuatnya terlihat remaja. Tubuh besar dan tinggi membuatnya sangat dewasa.

“Veric! Kemana dia?” geram seorang wanita cantik yang duduk bersilang kaki di dalam mobil mewah.

“Pak, cepat kejar dia! Benar-benar anak itu.” Indi, wanita cantik yang baru saja menghabiskan waktu jam makan siangnya di restoran merasa ada sesuatu yang akan di lakukan sang kekasih.

Mobil mewah pun melaju membelah jalanan Ibu kota yang padat siang itu. Jam istirahat yang sudah habis membuat semua para pekerja mulai menuju kembali ke tempat kerja mereka.

“Awas aja dia macam-macam lagi.” geram Indi menatap lajunya motor Veric.

Flashback on

“Veric, Nak. Tolong. Menikahlah dengan Nona Indi. Ibumu butuh baya di rumah sakit. Perusahaan Ayah bangkrut.” Suara seorang pria terdengar berat di pintu rumah saat mencegah Veric untuk pergi keluar.

Mendengar permohonan yang sangat tidak masuk akal, Veric menghentikan langkahnya marah.

“Apa Ayah bilang? Menikah? Dengan wanita tua itu? Yah, aku masih sekolah. Ini benar-benar menggelikkan. Lagi pula Ayah pengusaha hebat. Bagaimana mungkin bangkrut? Ayah pasti bersekongkol dengan wanita itu kan?” Tatapan tajam penuh amarah Veric berikan pada pria yang mengiba belas kasihan padanya.

Sang ayah hanya menggelengkan kepala menolak kebenaran. “Perusahaan Ayah bangkrut, Ver. Nona Indi menawarkan bantuan untuk tetap memepertahankan perusahaan Ayah dengan menanam saham di perusahaan dan beliau bersedia melunasi hutang Ayah di bank. Asal…” ucapan sang ayah terpotong melihat Veric mendesah kesal.

“Argh! Apa-apaan ini? Aku tidak akan mau sampai kapan pun, Yah.”

Usai mengatakan itu, Veric pergi dengan motor kesayangannya entah kemana. Yang jelas ia ingin menenangkan pikiran.

Pulang sekolah, bukannya mendapat waktu untuk istirahat, pria itu justru mendengar permintaan gila sang ayah.

Siang yang terik hingga berganti malam, sebuah dentuman musik di salah satu klub malam nyatanya tak membuat pria itu jauh lebih tenang.

Bergabung bersama teman-temannya, Veric tampak gelisah. Pikirannya terus tertuju dengan keadaan yang sedang menimpa keluarganya saat ini.

Apa benar perusahaan sang ayah kini bangkrut? Rasanya sangat mustahil, mengingat mereka keluarga yang cukup berada. Meski tak sebanding dengan kekuasaan wanita bernama Indi Maharani.

“Hah! Wanita tua itu dasar tidak sadar usia. Sukanya brondong. Kenapa harus aku sih?” umpatnya dalam hati.

“Hei melamun aja lu bro…” sapa salah satu teman Veric yang bernama Dion.

“Iya nih, ada apa sih, Ver? Perlu aku hibur yang lebih lagi nggak, Sayang?” goda gadis berwajah bule kekasih Veric dua bulan belakangan ini.

Di sekolah Veric di kenal pria yang menjadi idola para gadis. Berganti-ganti pasangan bukan hal asing bagi Veric. Ketampanan dan kesempurnaan tubuh yang atletis membuat pria itu memanfaatkan dengan menjadi seorang play boy.

“Ners, biarkan aku duduk tenang. Kepalaku lagi pusing.” ucap Veric melerai pelukan sang kekasih dan mendorong pelan pinggul Iners yang duduk memangku padanya.

“Ver, bilang sama gue. Kita bisa saling menghibur bukan?” goda wanita itu lagi yang mana membuat Veric tiba-tiba emosi.

“Gue bilang menjauh!” Teriakan Veric membuat semua teman-temannya dan juga Iners sangat terkejut.

Persetujuan

Di tengah padatnya malam, Veric melajukan motornya meninggalkan klub tempat ia berharap bisa melepaskan rasa pusing yang menjeratnya. Wajah kesalnya bahkan bertambah berkali-kali lipat.

Tangannya bergerak menambah kecepatan motor besar kesayangannya.

“Gue pikir ngumpul sama mereka bikin tenang. Ternyata malah tambah pusing saja.” gerutunya.

Kini tujuan terakhirnya adalah rumah sakit. Dimana wanita yang sangat sayang padanya terbaring lemah. Sejenak pikiran Veric teralihkan pada bayangan sang ibu yang sudah tampak kurus. Hanya satu bagian yang besar, yaitu perut.

Setelah berkendara dengan kecepatan tinggi, Veric menyandarkan motor itu pada standar motor miliknya di parkiran khusus pengunjung rumah sakit.

Langkah kaki yang lebar membawanya masuk ke sebuah ruangan rawat sang ibu.

“Ver,” sapa suara pria dengan lirih.

Tak ada wajah hangat dan ramah dari sang anak. Veric hanya berjalan dan memeluk tubuh wanita yang sangat lemah terbaring di depannya.

Ia duduk menggantikan sang ayah yang memilih duduk di sofa sudut ruangan itu.

“Dari mana kamu, Nak?” tanya wanita paruh baya yang menjelma seperti nenek-nenek. Matanya baru saja ia buka saat mendengar suara sang suami menyebut nama anak semata wayangnya.

“Tadi baru ketemu teman, Bu. Ibu istirahatlah. Veric jagain Ibu.” tuturnya penuh perhatian. Tak lupa bibir merah muda pria itu melengkung memberikan senyuman yang tak pernah di lihat siapa pun selain sang ibu. Pasalnya sejak remaja, ia selali berselisih paham dengan sang ayah.

Mendengar ucapan Veric, wanita bernama Indah Sari menganggukkan kepala dan kembali memejamkan matanya.

Tok Tok Tok

Tiba-tiba suara ketukan pintu di luar sana terdengar. Veric dan sang ayah turut menoleh bersamaan.

“Permisi, keluarga Ibu indah? Bisa kita bicara di ruangan sebentar?” Sapa seorang dokter yang baru saja datang setelah melihat hasil pemeriksaan pasien yang ia tangani saat ini.

Mata Veric dan ayahnya saling bertatapan. “Baik, Dokter.” jawab Veric cepat. Ia merasa tidak percaya dengan sang ayah yang menurutnya tidak becus menjadi suami ibunya.

***

“Paling lambat dalam tiga hari ini kita sudah harus melakukan operasi sumsum tulang belakang. Karena kondisi Ibu Indah sudah mengkhawatirkan.” Veric memejamkan mata usai Dokter memfonis sang ibu menderita leukimia.

Sungguh, hatinya terasa remuk mengetahui ini. “Dokter, apa setelah melakukan operasi itu Ibu saya bisa sembuh?” tanyanya ragu.

Leukimia sangat sering dan tak asing bagi telinga setiap orang. Penyakit yang benar-benar menakutkan, namun tak semua harus berakhir dengan penyakit tersebut. Ada sebagian pula yang mampu terbebas.

“Kita belum bisa memastikannya. Tapi kita harus optimis. Karena mohon maaf sebelumnya. Apakah Ibu Indah belum memberitahu kabar ini sebelumnya?” tanya Dokter yang ternyata sudah tak asing lagi dengan pasiennya kali ini.

Veric lantas menggelengkan kepalanya. “Ibu Indah sudah menjalani kemotherapi, tapi ternyata belum ada hasil yang signifikan sampai saat ini. Maka dari itu secepatnya kita harus operasi beliau.”

Beberapa perbincangan antar Veric dan Dokter, akhirnya pria tampan itu berjalan keluar ruangan sang dokter. Tatapan matanya sangat sendu.

Sedangkan di ruangan rawat, Lukas tampak menunduk mengingat percakapannya dengan seorang wanita bernama Indi.

“Saya sanggup, Pak. Biarkan dokter memeriksa saya. Nyawa Ibu Indah sangat penting untuk Veric. Saya mencintai anak bapak.” ucap tulus wanita cantik yang berpenampilan modis.

Usia 25 tahun, sosok Indi Maharani sudah berhasil meneruskan dan mengembangkan perusahaan sang ayah. Kedudukannya saat ini begitu tinggi dan di hormati seluruh pengusaha muda maupun senior, karena ide yang selalu ia pakai dalam membangun banyak proyek membuatnya sukses di lirih oleh perusahaan-perusahaan asing.

“Tapi, Ibu Indi. Saya sangat malu. Bagaimana mungkin anda tertarik dengan anak saya yang brandal itu. Veric tidak akan menjadi apa-apa untuk anda. Itu sangat memalukan, Ibu Indi.” ucap Lukas penuh hormat.

Indi tersenyum. “Bapak tidak mengkhawatirkan istri, Bapak? Saya akan membantu mendonorkan sum-sum tulang saya. Jika anda bersedia memberikan Veric untuk saya. Dan semua perusahaan Bapak akan kembali normal seketika. Begitu pula biaya pengobatan Ibu Indah.”

Lamunan Lukas terhenti kala Veric datang dengan menutup pintu ruangan pelan.

“Apa tagihan rumah sakit sudah Ayah bayar?” tanya Veric datar.

Lukas yang mendengar hal itu hanya mampu menggeleng pelan. Kali ini ia merasa seperti suami yang tidak pantas memiliki keluarga. Ia sangat merendah kala melihat sang istri lemah tanpa bisa membantu apa pun lagi.

“Ayah tidak mungkin meminjam di bank. Sementara semua aset Ayah sudah di sita oleh bank, Ver. Meminjam dengan koperasi pun tak ada jaminan.” ucap Lukas menunduk.

Veric yang kini merasa sekolahnya belum bisa berguna pun terduduk menatap sang ibu. Bekerja pun tidak akan cukup untuk melunasi tagihan rumah sakit. Di tambah biaya yang harus mereka persiapkan untuk operasi.

“Baiklah, Veric setuju. Tapi tolong biarkan pernikahan ini di rahasiakan. Veric masih sekolah, Ayah.” ucapnya pasrah dengan keadaan.

#Falshback off

Pengawasan

Sebuah cafe yang di isi oleh para remaja tampak sangat ramai siang itu. Live musik siang hari membuat tubuh penat seketika tenang.

Suara motor yang terdengar jelas membuat beberapa mata tertuju ke arah halaman parkir depan cafe.

Helm yang menutup wajah pria tampan kini sudah bertengger di motor besar kesayangan Veric. Dengan langkah percaya diri, ia pun berjalan memasuki cafe yang salah satu meja sudah di isi beberapa teman geng Veric.

“Hai bro…” sapa Dion datar.

“Ver, muka lo kusut amat sih? Kenapa? Belum kelar masalah kantor Ayah lu?” tanya Bara, yang juga teman Veric.

“Oh iya, gue baru mau tanya. Itu berita bener yah perusahaan Ayah lu bangkrut. Tapi kerennya sudah bisa kembali lagi.” seru Landa dengan wajah serius.

Tanpa menjawab, Veric seketika menghempaskan tubuhnya di kursi. Penat rasanya setiap di sekolah perasaannya terus di hantui dengan statusnya yang saat ini diam-diam sudah menjadi suami wanita mapan.

“Gila aja kalau sampai mereka tahu. Bisa-bisa malu seumur hidup gue.” batin Veric yang mengingat bagaiman frontalnya mulut teman-temannya.

Bara yang melihat wajah muring Veric, segera memecah keheningan. “Eh gue laper. Kita pesan sekarang aja makannya yah?” tanyanya.

Semua pun tampak setuju. Mereka mulai memesan pada pelayan cafe sesuai selera mereka masing. Tentu, di setiap kursi sebelah para pria itu ada satu wanita yang memang benar kekasih beberapa hari atau hanya sekedar menjadi pemanis hari itu.

“Masih kurang, Ver? Mau dua?” Landa bersuara mengkode Veric dengan mata yang melirik ke adah Iners di samping Veric.

“Iya kayaknya. Ners, lu pergi yah. Gue butuh yang baru. Kepala gue pusing banget.” Dengan mudahnya Veric memberikan seikat uang pada Iner.

Meski kesal, namun sebagai wanita yang memang tidak memakai perasaan. Iners setuju, ia pergi tanpa kata.

“Sialan lu, Ver. Belum juga dapat yang lebih udah bosan aja.” gerutu wanita itu beranjak keluar dari cafe.

Tak berselang lama dari waktu Veric bergabung dengan teman-temannya.

Suara merdu high heels yang bersentuh dengan lantai cafe siang itu membuat beberapa mata pria terfokus pada arah pintu masuk.

Wanita dengan rok span di atas lutut, serta blouse berkera sedikit longgar. Tak lupa rambut hitam nan panjang itu ia ikat tinggi dengan style ala thailand. Bibir yang berwarna merah, sungguh membuat jiwa para pria terbakar gairan di siang bolong.

“Silahkan, Nona.” Dua pria bertubuh tegap dan berisi mengatur sedemikian apik kursi dan meja yang akan di duduki wanita cantik yang baru saja melepas kaca mata hitam miliknya.

Tanpa suara, beberapa hidangan makan siang pun mulai berdatangan di meja wanita itu. Karena sang bodyguard sudah bergerak cepat memesankan.

“Wah gila…tuh cewek anak sultan mana yah? Itu baru namanya perempuan.” sambar Landa dengan mata yang hampir jatuh dari kelopaknya.

“Tanpa di lihat pun sudah pasti dalem-dalemnya mulus tanpa cacat. Apalagi lehernya kayak prosotan licinnya. Waw…” Bara sampai menggelengkan kepalanya merinding.

Veric yang suntuk, seketika terheran kala melihat fokus teman-temannya dan para pengunjung di cafe itu tertuju pada sosok wanita yang membuat mulutnya ikut terbuka lebar.

Bukan karena menginginkan hal yang sama, tapi ia sangat kaget melihat sang istri sudah di cafe yang sama dengannya.

“Dasar tante girang. Apa-apaan sih kesini. Nggak sadar usia yah?” umpatnya kesal dan tentunya di dengar oleh teman-temannya.

“Wah lu nggak bener nih, Ver. Ngatain tuh cewek tante girang lagi. Gue kalo di kasih ribuan kayak si Iners pun mending milih yang beginian biar cuman satu. Luar terawat sudah pasti dalam-dalamnya lebih terawat. Nggak lihat lo depannya aja nyembul kencang banget gitu. Pasti enak tuh.” Veric geram sekali mendengar temannya berfantasi liar dengan sang istri yang saat ini bahkan tak perduli jika semua mata pria di cafe itu menatap lapar padanya.

Indi hanya menikmati makan siangnya dengan tenang.

Menegur dengan mendatangi meja Indi rasanya tidak mungkin Veric lakukan. Yang ada teman-temannya pasti akan curiga.

“Argh! Apasih maunya? Bikin malu aja!” batin Veric yang kali ini tanpa sengaja bertatapan dengan manik mata indah milik Indi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!