NovelToon NovelToon

Marriage With(Out) Love

Bab 1 - Perjuangan dan Penolakan

Kalau boleh jujur, Elnara sungguh malas harus datang ke kantor Genta, Papinya. Banyak karyawan kantor Genta yang mencari muka membuat Elnara malas harus berhadapan dengan mereka. Sayangnya, Genta selalu punya cara untuk membuat Elnara bersedia datang ke kantor.

“Elnara!” Elnara menoleh ketika seseorang memanggil namanya dengan suara keras.

Gadis itu menekuk wajahnya mendapati Okta, sepupunya yang tengil itu tengah melambai dengan semangat. Okta memang bekerja sebagai Manager di perusahaan Genta, inilah salah satu alasan Elanara males ke kantor Papinya.

“Bisa nggak sih, kamu nggak usah teriak-teriak begitu?” Elnara hanya bisa menatap kesal Okta.

“Mas! Bukan kamu, yang sopan kamu bocah!” Tegur Okta membuat Elnara semakin kesal saja. Jarak umur mereka 7 tahun karena itulah Okta selalu bersikap senior.

“Terserah, Mas deh. Aku mau ke ruangan Papi,” ucap Elnara sambil lalu.

Okta segera menahan langkah gadis itu, masih ada yang ingin dia bicarakan.

“Tunggu dulu ... nih, Mas mau kenalin kamu sama sohib Mas.” Okta menarik paksa Elnara hingga berdiri tepat di depan seorang pria asing yang tidak pernah Elnara lihat.

Elnara terpaku menatap wajah pria itu, begitu tampan dan mempesona. Untuk pertama kalinya Elnara merasa debaran aneh itu. Sebuah rasa yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, mungkinkah Elnara jatuh cinta pada pandangan pertama?

“Woi, El! Malah melamun nih bocah. Kenalin nih Zayan, sohib Mas. Dia baru diangkat jadi Manager dan masih perlu bimbingan dari Mas. Kebetulan karena perusahaan kita kerja sama jadi Mas mau bimbingan Zayan selama tiga bulan ini ” Okta terus berceloteh tanpa menyadari Elnara yang tampak malu-malu menatap wajah tampan Zayan.

“Elnara,” Elnara mengulurkan tangannya disertai senyuman manisnya.

“Zayan,” Zayan membalas singkat uluran tangan Elnara.

“Kenapa nih bocah senyum-senyum begitu? Kesambet kamu?” Ledek Okta yang baru melihat wajah tersipu malu milik Elnara.

“Apaan sih, Mas?” Elnara merajuk, sedikit malu karena ketahuan oleh Okta. Okta itu rajanya gosip, pasti setelah ini Okta akan menyebarkan gosip di grup keluarga besar mereka.

“Sudah sana , Papi Genta nungguin kamu dari tadi.” Dengan kejamnya Okta menyeret Elnara hingga ke depan lift tidak memedulikan perlawanan dari Elnara.

Zayan yang memperhatikan keduanya hanya bisa menggeleng tidak percaya. Sepertinya Zayan akan semakin disibukkan bukan karena tugas kantor, tapi karena Elnara, adik sepupu Okta.

*

 

Elnara tidak bisa melupakan wajah tampan Zayan yang terlihat begitu dingin dan misterius. Wajah itu seolah memiliki daya tarik tersendiri dan mampu menyusun Elnara hingga tidak bisa melupakannya.

Ini sudah dua bulan sejak perkenalan mereka hari itu dan Elnara diam-diam selalu mencuri pandang pada Zayan. Suatu kebetulan Zayan belakangan ini berada di kantor Genta dengan alasan mendapat pelajaran dari Okta.

Seperti saat ini, Elnara tengah mencuri pandang pada Zayan yang tampak sering menatap layar monitornya.

"Mas Zayan, sudah makan siang?" tanya Elnara berbasa basi.

"Belum waktunya makan siang," Zayan menjawab dengan dingin bahkan tanpa mau menatap wajah cantik Elnara.

"Ini ... El memasaknya sendiri, semoga Mas Zayan suka." Dengan semangat Elnara mengulurkan sebuah tas bekal yang berisi masakannya.

Zayan hanya melirik sekilas, tidak berniat mengambil bekal yang diulurkan oleh Elnara. Ini bukan pertama kali Elnara memasak untuknya, selama dua bulan gadis itu selalu melakukan hal ini.

"El? Wah, cantik banget adek Mas Okta satu ini." Puji Okta yang baru saja masuk ke dalam ruangan Zayan.

Elnara hanya mendelik kesal, gadis itu sedang berusaha menjaga sikap di hadapan Zayan.

"Ini bekal buat siapa?" tanya Okta melihat tas bekal yang masih dipegang oleh Elnara.

"Buat Mas Zayan, ini El masak sendiri loh." Elnara menjawab dengan antusias, berusaha memamerkan bakatnya.

"Buat Mas Okta mana? Kok Zayan doang sih, Mas kan juga mau ngerasain masakanmu." Protes Okta yang tidak dihiraukan oleh Elnara.

"Mas Zayan makan ya, El mau pamit ke ruangan Papi dulu." Dengan cepat Elnara menarik bekalnya di meja kerja Zayan dan pergi begitu saja tanpa mau menatap Okta.

"Enak banget lo dapat bekal gratis, gue dengar-dengar El sudah sering bawain lo bekal. Gue bahkan belum pernah ngerasain masakan El," Okta terus berceloteh tanpa memedulikan ekspresi wajah Zayan yang terganggu.

"Buat lo aja, gue bisa beli makan di luar." Ucap Zayan seraya mengulurkan bekal tersebut pada Okta yang masih sibuk berceloteh.

"Kok gue sih, itu khusus buat lo. Sudah lo makan tuh bekal, gue mau cabut dulu makan siang di luar." Okta berlalu begitu saja meninggalkan  Zayan yang hanya bisa menghela napas lelah.

Sudah dua bulan ini Elnara terus mengganggunya, mulai dari teror chat yang tidak pernah dia balas hingga bekal makan siang yang selalu Elnara buat untuknya. Zayan jelas tahu ada maksud tersendiri dari semua sikap Elnara, akan tetapi Zayan tidak pernah tergoda untuk membalas perasaan Elnara.

 

*

 

"Mas Zayan, boleh minta waktunya sebentar?" Elnara berdiri tepat di depan Zayan bermaksud menghalangi langkah Zayan yang ingin segera pulang.

"Ada apa?" tanya Zayan dingin.

"Mas Zayan ... sebenarnya El suka sama Mas. El jatuh cinta saat pertama kali melihat Mas." Elnara mengucapkan kalimat itu sembari menunduk, menyembunyikan wajah meronanya.

Zayan tidak terkejut, seolah sudah menebak akan hal ini. Semua sikap Elnara sudah menunjukkan perasaan gadis itu. Selama ini Zayan berusaha untuk bersikap baik karena Elnara adalah adik sepupu Okta, sahabatnya sendiri.

"Maaf, tapi saya nggak memiliki rasa yang sama." Balas Zayan menatap dingin pada Elnara yang terlihat begitu kecewa.

"Kenapa, Mas? Apa El kurang cantik atau bukan tipe gadis yang Mas suka?" tanya Elnara berusaha menyembunyikan kekecewaannya.

"Karna kamu mengganggu saya. Semua sikap kamu selama ini mengganggu ketenangan saya, jadi tolong berhenti mengganggu saya dan lupakan perasaan kamu itu." Ucap Zayan dingin, bahkan pria itu segera berlalu meninggalkan Elnara begitu saja.

Elnara menahan tangisnya, ini kali kedua Zayan menolaknya. Saat pertama kali menolak, Zayan hanya mengatakan tidak tertarik menjalin hubungan asmara.

Hari ini Zayan kembali menolaknya, bahkan dengan kata-kata yang sungguh menyakitkan. Elnara mengganggu Zayan, mengganggu ketenangan pria itu. Zayan menyuruhnya melupakan perasaan ini, tapi bagaimana bisa Elnara melakukan hal itu.

Ini pertama kalinya Elnara jatuh cinta dan sayangnya dia harus ditolak dengan kejam oleh cinta pertamanya.

Elnara merasa semua usahanya berakhir sia-sia dan memalukan. Padahal selama dua bulan ini Elnara benar-benar berubah. Dia belajar berdandan cantik, memakai dress dan bahkan melakukan hobi yang sama dengan Zayan.

Sayangnya, perasaan tidak bisa dipaksa. Elnara tidak bisa memaksa Zayan saat pria itu bahkan menolaknya dengan kejam. Hari ini Elnara belajar akan satu hal, bahwa tidak semua hal bisa dia dapatkan dengan mudah.

To Be Continue ~~>

Bab 2 – Sebuah Tawaran

Elnara baru tahu ternyata patah hati terasa sangat menyakitkan seperti ini. Dia bahkan tidak mau makan dan tidak mau berinteraksi dengan siapapun. Yang Elnara lakukan setelah penolakan dari Zayan adalah mengurung diri di kamar sembari meratapi kemalangan nasib cintanya.

Sikap Elnara ini tentu saja mengundang banyak tanda tanya dan kekhawatiran dari Genta serta Almira selaku orang tua Elnara. Seperti saat ini Genta tengah mengetuk pintu kamar Elnara, memastikan keadaan putrinya itu.

“El, kata Bi Inah kamu nggak mau makan? Kenapa sayang? El sakit?” Tanya Genta sembari mengetuk pintu kamar Elnara.

Tidak ada jawaban dari Elnara karena gadis itu tengah sibuk menangis meratapi sakit hatinya. Perkataan Zayan malam itu terasa menghantui Elnara, dia merasa tidak pantas dicintai karena dianggap menggangu.

“El, kalau kamu nggak mau buka pintu terpaksa Papi harus dobrak pintu kamar kamu. Kamu dengar, Nak? Please jangan bikin Papi khawatir.” Genta terus mengetuk pintu kamar Elnara menunggu putrinya mau membuka pintu kamar.

Di dalam kamar Elnara hanya menghela napas berat. Dengan terpaksa Elnara membuka pintu kamarnya, dia tidak mau Genta benar-benar mendobrak pintu kamarnya.

Genta terpaku menatap keadaan putri sematawayangnya. Anak gadisnya yang cantik tampak mengenaskan dengan rambut yang acak-acakan dan bekas air mata yang mengering dipipinya. Tidak ada lagi keceriaan disana, tidak ada lagi rona menggemaskan yang biasa Elnara tampilkan.

Keadaan Elnara saat ini benar-benar wujud dari seorang gadis biasa yang patah hati karena ditolak oleh cinta pertamanya.

“El, ada apa sayang?” Genta menarik Elnara masuk ke dalam kamar, memeluk sang putri dengan erat.

Genta menyayangi Elnara lebih dari nyawanya sendiri. Dia bahkan rela melakukan apapun demi kebahagiaan Elnara, meski melalu cara yang salah.

“Papi, kenapa jatuh cinta sesakit ini?” tanya Elnara lemah.

Genta tertegun, tidak menyangka mendapat pertanyaan seperti ini. Dia pikir Elnara tidak akan pernah merasa jatuh cinta dan patah hati karena kehidupan Elnara hanya seputar dirinya dan sang istri. Genta salah perhitungan, dia benar-benar kecolongan. Entah pria mana yang berhasil membuat Elnara jatuh cinta dan patah hati seperti ini.

"Siapa yang buat El patah hati? Bilang sama Papi, biar Papi kasih dia pelajaran." Ucap Genta yang dengan lembut menghapus air mata Elnara.

Elnara menggeleng pelan, dia tidak ingin Genta bertindak karena akibatnya Zayan pasti akan  semakin membenci dirinya.

“El cinta sama dia, Papi. El mau menikah sama dia ... El cuma mau sama dia, tapi dia nolak El. Apa El nggak pantas untuk dicintai?” Elnara menangis tersedu-sedu, merasa bahwa sangat tidak adil dia tidak bisa menikah dengan pria yang dia cintai.

“El benar-benar cinta sama pria itu?” tanya Genta lembut.

“El cinta sama dia ... apa Papi bisa mewujudkan keinginan El sekali lagi?”

Genta terdiam sejenak, memikirkan cara untuk mewujudkan keinginan Elnara. Sejujurnya, Elnara tidak ingin berbuat sejauh ini. Namun, dia tidak bisa melupakan Zayan begitu saja.

...****************...

Genta tidak bisa diam saja membiarkan putrinya menangis dan memohon untuk bisa bersama pria yang dia cintai. Meski Elnara tidak juga membuka mulut mengenai siapa nama pria yang dicintai, Genta tetap akan melakukan rencananya sendiri.

Genta akan membuat pria itu membayar harga yang mahal karena menolak Elnara, putrinya yang begitu cantik dan lemah lembut. Di depan Elnara, Genta akan berpura-pura menjadi Papi yang baik. Sedangkan, di belakang putrinya itu tentu saja Genta diam-diam mencari tahu siapa pria yang menyakiti hari Elnara dan membalas pria itu.

Saat ini Genta tengah mengintrogasi Okta, keponakan yang sudah dia anggap sebagai anak kandungnya sendiri.

"Jadi Okta, kamu nggak mau buka mulut?" tanya Genta setelah cukup berbasa-basi mengenai pekerjaan.

"Maksud Papi apa?" Okta balik bertanya tidak mengerti.

"El, kamu nggak tahu dia patah hati? Seharian kemarin dia nggak mau makan dan ngurung diri di kamar. Kamu Masnya masa nggak tahu adeknya lagi patah hati."

Okta terlihat terkejut mendengar informasi yang disampaikan oleh Genta. Dia kira Elnara hanya sakit biasa karena tidak terlihat di kantor, ternyata ada hal yang lebih serius.

"Maaf, Pi. Okta nggak tahu apa-apa, Okta pikir El Cuma lagi sakit biasa," Okta menjawab dengan santai, berusaha untuk tidak berkata jujur pada Genta mengenai Zayan.

Bisa habis Zayan jika sampai Genta tahu informasi mengenai pria itu. Genta terkenal kejam dan tidak main-main jika menyangkut keluarganya. Sebagai sahabat tentu saja Okta berusaha melindungi.

"Oke kalau kamu nggak tahu apa-apa. Jangan sampai Papi cari tahu sendiri dan ternyata kamu terlibat. Papi nggak akan segan-segan buang kamu ke Australia." Ancam Genta yang segera pergi begitu saja meninggalkan Okta seorang diri.

Okta cukup takut mendengar ancaman Genta. Australia adalah Negara yang paling dia benci karena Ayah kandungnya tinggal di sana. Okta tidak akan sudi menginjakkan kakinya di Negara tersebut.

"Tenang Okta ... tenang. Kamu nggak terlibat apapun, urusan Zayan dan El itu urusan mereka berdua." Okta bergumam sendirian sembari mondar mandir berusaha menenangkan dirinya.

Okta tentu tidak bisa menenangkan dirinya. Pria itu segera pergi menuju rumah Zayan. Dia harus memastikan apa yang dilakukan Zayan hingga membuat Elnara patah hati seperti itu.

 

...****************...

Genta hanya butuh waktu 1 hari untuk mendapatkan informasi mengenai Zayan. Ternyata pria muda itu adalah putra sulung dari Doni, rekan bisnis yang memiliki utang budi pada Genta.

Fakta itu tentu membuat Genta semakin merasa berkuasa. Mudah bagi Genta memberi Zayan pelajaran, terlebih Zayan masih berada di perusahaannya untuk dididik sebagai Manager.

Di sinilah Genta berada, restoran mewah tempat yang dia pilih untuk bertemu Zayan. Setelah pembicaraan serius dengan Elnara semalam, ada satu hal yang akan dilakukan oleh Genta.

"Selama siang, Pak. Maaf saya terlambat," ucap Zayan begitu sopan yang membuat Genta memberi nilai positif.

"Duduklah, ada hal yang ingin saya bicarakan. Saya tidak suka basa-basi, jadi langsung saja." Genta menyesap minumannya dengan santai, seolah tidak ada pembicaraan serius yang akan mereka lakukan.

"Ada apa, Pak?" tanya Zayan.

"Elnara, pasti kamu kenal dengan nama itukan? Dia adalah putri saya ... putri sematawayang saya. Saya bahkan menyayangi dia melebihi nyawa saya sendiri dan saya tidak suka melihatnya menangis, terlebih karena ditolak oleh seorang pria."

Zayan tahu kemana arah pembicaraan ini. Sejujurnya, dia tahu siapa Elnara dan seperti apa keluarga gadis itu. Namun, bukan berarti latar belakangnya mampu membuat Zayan menerima cinta Elnara.

"Saya marah, kamu terlalu kecil untuk bersikap sombong. Menolak putri saya artinya kamu menolak saya dan kamu tahu bukan perusahaan Ayahmu ada ditangan saya. Mudah bagi saya menghancurkan kamu dan keluargamu itu hanya dalam satu hari."

"Jangan libatkan keluarga saya, Pak. Bapak boleh menghancurkan saya, tapi tolong lepaskan keluarga saya karena mereka tidak tahu apa-apa." Zayan tidak takut untuk jatuh, tapi tentu dia tidak ingin membawa perusahaan Ayahnya ikut jatuh.

"Saya tidak akan menyentuh perusahaan dan keluargamu, asalkan kamu menerima putri saya. Terima cintanya dan saya akan menjamin kejayaan perusahaan serta keluargamu. Mudah bukan, Zayan?"

Zayan terdiam, harga dirinya dipermaikan karena seorang gadis yang berasa dari keluarga kaya raya. Zayan tahu dia tidak memiliki kesempatan untuk memilih karena nasib perusahaan serta keluarga berada ditangannya.  Tanpa pikir panjang Zayan menyetujui tawaran dari Genta.

Genta sendiri tersenyum puas karena berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Bagi Genta, apa yang diinginkan oleh Elnara harus dia kabulkan tidak peduli jika itu menyangkut kehidupan orang lain. Elnara harus bahagia, bagaimanapun caranya.

To Be Continue ~~>

Bab 3 – Kehidupan Pernikahan

1 tahun kemudian.

Hari ini ulang tahun pernikahan Elnara dan Zayan yang pertama. Sayangnya, tidak ada yang spesial. Semua terasa seperti hati biasa di mana Zayan tidak pernah menganggap Elnara sebagai istrinya.

Zayan seolah menganggap Elnara hanyalah istri di atas kertas. Tidak pernah ada kehangatan dalam rumah tangga mereka karena Zayan begitu membenci Elnara.

Namun, tentu saja Elnara tidak akan menyerah begitu saja. Bagi Elnara, Zayan yang tiba-tiba mau menikah dengannya sudah pasti memiliki rasa yang sama.

"Mas Zayan, happy anniversary ....” Elnara menyambut Zayan yang baru saja keluar dari kamar. Gadis itu tersenyum lembut berharap Zayan membalas ucapannya.

Sayangnya, Zayan hanya menatap dingin pada Elnara yang segera menunduk kecewa. Zayan selalu bersikap dingin seperti ini, bahkan mereka tidak pernah tidur sekamar.

Sejak mereka menikah hanya terhitung beberapa kali Zayan mau berbicara padanya. Kalimat yang selalu Zayan ucapkan selalu berhasil membuat Elnara sakit hati.

"Ayo, El sudah masak sarapan." Elnara segera berlalu menuju dapur demi menyembunyikan kekecewaannya.

Zayan mengikuti langkah Elnara menuju dapur. Setidaknya Zayan selalu memakan masakan Elnara, hal itu sudah cukup membuat Elnara merasa bahagia.

"Mas Zayan, Papi ngundang kita makan malam." Ucap Elnara membuka percakapan seraya menyiapkan makanan untuk Zayan.

"Kamu lupa apa yang pernah saya bilang?" tanya Zayan tanpa mau menatap Elnara.

"Nanti El bilang Mas lagi sibuk di kantor," ucap Elnara lesu.

Dia tidak mungkin memaksa Zayan karena tidak ingin membuat suaminya itu semakin membencinya.

Sedari awal mereka menikah, Zayan memang sudah membuat peraturan untuk tidak menginjakkan kaki ke rumah orang tua mereka, kecuali ada hal yang benar-benar penting.

 

*

"El, gimana kabarmu?" tanya Okta begitu melihat Elnara yang sedang berbelanja di Mall seorang diri.

"Mas Okta? El baik, gimana kabar Mas?" tanya balik Elnara.

"Mas juga baik. Kamu sendirian? Kata Papi, kalian diundang makan malan akhir pekan ini."

"El sendirian, Mas Zayan lagi sibuk akhir-akhir ini. El jug sudah kabarin Papi ... mungkin nanti El izin sama Mas Zayan untuk datang sendiri." Elnara terpaksa berbohong, bagaimanapun tidak ada yang boleh tahu keadaan rumah tangganya.

"Oke, Mas ngerti. Kebetulan Mas lagi sendiri jadi, temanin kamu ya. Sekalian Mas mau ngobrol banyak sama kamu."

Elnara mengangguk, setidaknya dia tidak merasa kesiapan karena ada Okta yang suka rela menemaninya berbelanja.

Setelah berbelanja keduanya memutuskan untuk makan malam bersama. Zayan memang tidak pernah makan malam bersama dengan Elnara karena pria itu selalu pulang jam 9 malam. Saat Elnara protes, Zayan hanya menjawab pria itu lebih memilih lembu dari pada menghabiskan banyak waktu di rumah.

 

*

 

Elnara tiba lebih dulu dari Zayan. Gadis itu segera membereskan berjalan dan masuk ke dalam kamar. Rumah ini begitu sepi dan sunyi karena mereka hanya tinggal berdua. Zayan mempekerjakan tukang bersih-bersih yang datang saat pagi dan pulang sore hari.

Elnara duduk temenung di atas tempat tidur. Dia mengingat kembali pembicaraannya dengan Okta. Entah sampai kapan dia harus berbohong pada keluarganya mengenai kehidupan pernikahan yang tidak baik-baik saja.

“Gimana pernikahan kamu?” tanya Okta tiba-tiba.

“Baik, kenapa Mas nanya begitu?” tanya balik Elnara yang merasa aneh dengan pertanyaan Okta.

“Nggak, Mas cuma merasa aneh aja. Kenapa kalian jarang kumpul keluarga ... seperti menghindari sesuatu,” ujar Okta dengan tebakan yang tepat.

Elnara terdiam sejenak, berusaha mencari alasan yang tepat. Dia tahu suatu saat akan ada salah satu anggota keluarganya yang bertanya seperti ini. Namun, Elnara tetapi tidak siap menerima pertanyaan yang dia sendiri tidak tahu jawabannya.

“Mas Zayan sibuk, El nggak mungkin maksa atau pergi sendirian. Mas Okta nggak usah khawatir, kami baik-baik saja kok.”

Sesaat Okta menatap manik mata Elnara untuk memastikan bahwa tidak ada kebohongan di sana. Sayangnya, Elnara justru berpura-pura sibuk dengan ponselnya, hal itu membuat Okta yakin ada sesuatu yang sedang disembunyikan Elnara.

Untuk kesekian kalinya Elnara menghela napas lelah, lagi-lagi dia berbohong pada orang-orang tentang rumah tangganya yang jauh dari kata baik.

Lamunan Elnara terhenti saat mendengar suara mobil Zayan yang memasuki pekarangan rumah. Seperti biasa, Elnara akan menyambut Zayan yang baru pulang kerja. Kebiasaan Elnara ini dia tiru dari kedua orang tuanya, berharap suatu saat Zayan akan bersikap hangat seperti sang Papi.

"Assalamu’alaikum," ucap Zayan memberi salam.

"Waalaikumsalam. Mas sudah makan? Mau El siapkan makan malam?" tanya Elnara yang sudah tahu jawaban pasti Zayan.

"Nggak perlu," jawab Zayan dingin.

Elnara masih mengikuti langkah kaki Zayan yang menuju kamarnya. Ada sesuatu yang ingin dia sampa,jikan pada Zayan.

"Ada apa?" tanya Zayan saat menyadari Elnara mengikutinya.

"Mas, El boleh minta sesuatu? Tadi, El ketemu Mas Okta dan sepertinya Mas Okta mulai curiga sama pernikahan kita. Mas Okta nanya gimana pernikahan kita. El pikir seharusnya kita datang untuk makan malam di rumah orang tua El. Setidaknya, biar Mas Okta nggak curiga kalau pernikahan kita nggak baik-baik saja Mas."

Zayan berbalik, menatap sinis pada Elnara yang memilih menunduk demi menghindari tatapan Zayan.

"Nyatanya pernikahan kita nggak baik-baik saja," ucap Zayan sinis.

"Mas-" belum sempat Elnara membantah, Zayan sudah menyela ucapannya lebih dulu.

"Saya nggak mau bergabung dengan keluarga dan berpura-pura bahwa kita bahagia. Sudah cukup saya berbohong selama satu tahun ini, saya nggak mau menambah kebohongan lagi."

Usai mengatakan kalimat menyakitkan itu Zayan segera masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Elnara yang hanya bisa menatap nanar pintu kamar Zayan.

"Kenapa kita nggak bisa seperti suami istri yang sebenarnya?" tanya Elnara lirih yang tentu saja tidak didengar oleh Zayan.

Elnara tidak tahu mengapa Zayan bersikap dingin seperti itu. Pria itu yang datang melamarnya secara tiba-tiba dan setelah mereka menikah Zayan justru bersikap seolah pernikahan ini adalah sebuah paksaan.

Zayan terlihat begitu membenci Elnara, hanya menganggap gadis itu seperti istri yang tidak dianggap. Ketika Elnara menanyakan alasan dari sikap Zayan, pria itu hanya menjawab bahwa seharusnya Elnara berkaca mengapa Zayan membencinya.

"Kenapa Mas menikahi El kalau nyatanya Mas terlihat begitu membenci El? Apa salah El sebenarnya?"

Elnara kembali menangis menatap kosong pada pintu kamar yang tertutup rapat itu. Seperti malam-malam sebelumnya, Elnara tidak akan mendapat jawaban atas pertanyaannya.

Sesungguhnya, Elnara mulai lelah dan ingin berhenti. Namun, Elnara sangat mencintai Zayan dan tidak ingin melepaskan pria itu. Elnara yakin suatu saat nanti Zayan akan bersikap baik dan mencintainya dengan tulus, meski Elnara sendiri tidak yakin kapan hari itu datang.

To Be Continue ~~>

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!