NovelToon NovelToon

Forbidden Desire

Bab 1: Awal

Fiona Treasure, wanita berusia 22 tahun dengan rambut panjang dan tubuh ramping itu sedang mengemas barang-barangnya untuk kembali ke apartemennya. Fiona tinggal sendiri. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia masih berusia 10 tahun. Dan setelah itu, Shopie bibinya yang bertanggung jawab atas dirinya untuk membiayai keperluannya. Fiona sebenarnya bukanlah anak kandung dari kedua orang tuanya. Fiona berusia 2 tahu dibawa dari panti asuhan. Meskipun dia bukan anak kandung kedua orang tuanya, tapi Fiona sangat disayangi oleh sepasang suami istri yang menjadi orangtuanya.

Shopie merupakan kerabat jauh dari ibunya. Kehidupan Shopie dan kedua orang tua Fiona memang jauh berbeda. Keluarga Shopie merupakan golongan kelas atas. Sejak ia lulus SMA dan keluar dari asrama 4 tahun yang lalu, Fiona memilih mandiri dan membiayai semua kebutuhannya. Ia tidak lagi bergantung pada Shopie. Lagi pula Fiona tidak ingin merepotkan bibinya. Shopie juga ingin membiayai kuliah Fiona, hanya saja wanita itu menolak dengan mengatakan jika dirinya tidak ingin kuliah dan ingin langsung bekerja, meskipun sebenarnya ia ingin sekali kuliah. Namun Fiona hanya tidak enak hati merepotkan bibinya.

Fiona sebenarnya jarang bertemu dengan bibinya. Hubungan mereka tidak terlalu dekat. Selain karena jarak mereka yang jauh, bibinya itu juga pasti sibuk dengan pekerjaan di dunia modeling dan rumah tangganya. Bahkan saat acara pernikahan bibinya 5 tahun yang lalu, Fiona juga tidak datang kerena ia sedang ujian sekolah pada saat itu. Ia hanya memberi ucapan selamat melalui panggilan telepon.

Saat ini Fiona bekerja di salah satu Cafe cukup terkenal di kotanya. Sebuah kota kecil di Alaska. Alaska merupakan salah satu negara bagian Amerika Serikat.

"Hei.. aku kira kamu sudah pulang tadi," ucap Joyce teman dekatnya yang juga bekerja di cafe tersebut. Keduanya juga tinggal di gedung apartemen yang sama. Fiona dan Joyce berteman sejak Fiona bekerja di cafe tersebut 2 tahun yang lalu.

"Aku makan malam di sini tadi. Soalnya aku malas memasak di apartemen, aku mau langsung tidur. Satu hari ini pengunjung banyak sekali. Aku lelah dan ingin istirahat," jawab Fiona mengancing tasnya. Cafe tempatnya bekerja tutup di jam 10 malam dan buka di jam 11 pagi.

"Tapi rasa lelah kita tergantikan dengan uang tip yang diberikan Mrs. Edith," tukas Joyce mengambil tasnya dari loker. Hari ini mereka menerima gaji bulanan dan mendapat uang tip dari pemilik Cafe karena pengunjung yang datang dua kali lipat dari hari biasanya.

"Kamu benar Joyce. Mrs Edith sangat baik kepada karyawannya," balas Fiona.

"Kalau begitu kita pulangnya sama saja," ucap Joyce. Fiona lalu mengangguk. Setelah selesai mengemas barang-barangnya mereka kemudian pulang. Fiona dan Joyce pulang dengan jalan kaki karena jarak tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh dari Cafe. Hanya menghabiskan waktu 5 menit saja.

Setibanya di unit apartemennya, Fiona menaruh barang-barangnya kemudian bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Unit apartemen miliknya tidak terlalu besar, hanya cukup untuk satu orang saja. Ia tidak punya uang banyak untuk menyewa kamar yang lebih besar. Lagi pula Fiona ingin menabung untuk membuka usahanya di kemudian hari.

Lima belas menit berlalu, Fiona sudah selesai dengan ritual mandinya. Wanita itu berjalan menuju meja rias untuk mengeringkan rambutnya.

Fiona menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah mengejek dirinya sendiri.

"Fio... Fio... bagaimana bisa kamu selalu di kamar malam minggu seperti ini, di saat anak-anak muda sedang keluar bersama pasangannya," gumam Fiona sembari mengeringkan rambut panjangnya dengan alat pengering rambut. Fiona memang selalu menghabiskan akhir pekannya di kamar. Sesekali ia akan keluar dengan Joyce jika temannya itu tidak ada acara dengan kekasihnya. Entah mengapa ia tidak bisa mencintai pria yang selalu dekat dengannya selama beberapa tahun ini. Fiona biasanya dekat dengan pria namun tidak sampai pada tahap hubungan spesial.

"Ah sudah lah... lagi pula aku masih muda. Nanti juga bakalan bertemu," ucap Fiona mematikan alat pengering rambutnya.

Fiona melihat isi kulkasnya yang kosong. Wanita itu lalu mengambil outernya dan dompetnya. Ia berencana untuk membeli bahan-bahan makanan ke supermarket terdekat. Fiona berjalan keluar dari unitnya. Saat melewati kamar Joyce, Fiona mengurungkan niatnya untuk mengajak wanita itu. Ia yakin saat ini Joyce sedang pergi berkencan dengan kekasihnya.

Bab 2: Aku Suka Ukurannya

Fiona keluar dari supermarket membawa barang belanjaannya. Saat ingin menyebrang, ia tidak melihat sebuah mobil melaju kencang dari sisi kanannya hingga mobil hitam itu menyerempetnya dan membuat barang belanjaannya terjatuh. Untung saja Fiona tidak mengalami luka serius. Hanya lengannya yang sedikit sakit. Fiona memungut semua barang-barangnya. Mengabaikan pria yang menurunkan kaca mobilnya dengan wajah marah.

"Apa kamu tidak bisa berjalan dengan baik," bentak pria itu menatap tajam ke arah Fiona. Wanita itu kemudian mendongak, menatap wajah pria yang sudah membentaknya. Tatapan kedua bertemu dalam beberapa saat. Ah, kenapa rasanya tidak asing dengan wajah pria itu. Seketika Fiona tersadar.

"Sa.. saya minta maaf tuan, ini kesalahan saya. Saya tidak berhati-hati," ucap Fiona menundukkan kepalanya meminta maaf. Pria itu lalu pergi begitu saja tanpa membalas permintaan maaf Fiona.

Fiona kembali memasukkan barang belanjaannya ke dalam tas kanvasnya.

"Dasar arogan.." gumam Fiona.

"Apa semua orang kaya memang seperti itu," ucap Fiona lalu pergi dengan wajah kesalnya.

Keesokan harinya Fiona kembali bekerja seperti biasanya. Pengunjung hari ini cukup banyak yang datang. Pesanan untuk meja no 10 tepatnya di pojok ruangan sudah siap. Fiona lalu mengantarnya. Ia berjalan melewati beberapa meja sebelum tiba di meja 10.

"Selamat siang tuan," ucap Fiona menaruh pesanan pria berkacamata hitam itu di atas meja. Pria itu tampak sibuk dengan ponselnya.

"Silahkan dinikmati tuan," ucap Fiona lalu pergi.

"Tunggu.." ucap pria itu dengan suara baritonnya. Fiona memutar tubuhnya dan kembali mendekat ke meja 10.

"Air mineralnya dimana?" tanya pria itu dengan wajah dinginnya menatap Fiona lalu melepas kacamata hitamnya. Fiona tampak membelalakkan matanya. Ia mengingat wajah pria itu. Pria yang menabraknya saat hendak menyebrang tadi malam. Fiona mencoba menetralkan wajahnya. Ia pura-pura tidak mengenal pria itu. Lagi pula ekspresi wajah pria itu tampak biasa saja. Kemungkinan pria itu tidak mengingatnya. Tapi tunggu dulu, kenapa sekarang pria itu menatapnya dari atas hingga ke bawah? apa ada yang salah dengan penampilannya? Fiona pikir tidak ada yang salah. Karena sebelum bekerja ia akan melihat penampilannya di kaca terlebih dahulu.

"Maaf tuan, saya akan mengambilnya. Sepertinya saya tidak melihat dengan jelas daftar pesanan anda," ucap Fiona sedikit salah tingkah. Ia lalu meninggalkan pria itu dengan buru-buru.

Tak lama kemudian Fiona mengantar air mineral pesanan pria itu. Ia lalu menaruh air mineral di atas meja.

"Silahkan dinikmati tuan..." ucap Fiona lalu pergi.

"Aku suka ukurannya," ujar pria itu datar sembari memotong beef steak di piringnya. Fiona terpaku ditempatnya. Ia tampak mengerutkan kedua alisnya. Ukuran apa yang pria itu maksud. Entah kenapa Fiona menoleh ke bawah, melihat dadanya. Otaknya mengatakan jika pria itu sedang mengatai dadanya.

"Maaf tuan, anda barusan mengatakan apa?" ucap Fiona memperjelas perkataan pria itu.

"Saya suka dengan ukuran potongan steak ini. Pas sekali. Memangnya kamu berpikir apa?" tanya pria itu menatap Fiona dengan wajah datarnya. Fiona tampak menelan ludahnya. Ia jadi malu sendiri. Ah, seharusnya tadi dia tidak bertanya. Fiona menjadi salah tingkah, mengusap hidungnya yang tidak gatal.

"Ah iya, terimakasih untuk pujian anda atas kinerja Chef di Cafe ini. Saya permisi dulu," tukas Fiona memutar tubuhnya lalu pergi.

"Ah.. sial.. apa pria itu memang sengaja," gumam Fiona kembali ke dapur Cafe.

Bab 3: Meja no 10

"Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Joyce melihat wajah kesal Fiona.

"Ini semua karena pengunjung di meja no 10 itu. Menyebalkan sekali.." ucap Fiona menaruh nampan di atas meja. Ia lalu membantu Joyce menyusun peralatan makan dari mesin pengering.

"Memangnya apa yang sudah dilakukan pada mu?" tanya Joyce.

"Ah.. sudahlah. Lupakan saja," jawab Fiona mengerucutkan bibirnya. Joyce kemudian terkekeh dan menggeleng-geleng kan kepalanya.

"Sepertinya beberapa meja sudah kosong. Tolong kamu bersihkan," ucap supervisior cafe.

"Baik Bu," balas Fiona menganggukkan kepalanya.

Fiona keluar dari dapur membawa kain lap dan cairan pembersih. Sebenarnya ia bertugas menjadi waitress, hanya saja jika pengunjung sedang ramai pekerjaan mereka akan merangkap.

Fiona membersihkan meja yang baru saja ditinggalkan oleh beberapa pengunjung. Tak sengaja matanya tertuju pada meja no 10. Ia terkejut saat tatapannya bertemu dengan netra pria yang duduk di meja 10. Refleks Fiona membuang muka, mengalihkan pandangannya.

"Apa pria itu sedang melihat ku? Tapi tidak mungkin. Bisa saja dia sedang melihat sesuatu yang memang satu arah dengan ku," batin Fiona menyemprotkan cairan pembersih ke meja dan mengelapnya.

Fiona semakin dekat dengan meja no 10 itu. Entah mengapa ia sedikit gugup, sebenarnya sejak tadi, diam-diam ia melirik pria itu. Dan menyadari jika pria itu sepertinya memang menatapnya. Ah sial, Fiona menjadi salah tingkah walau ia sedikit takut melihat tatapan pria itu yang sangat sulit diartikan.

"Sial, kenapa dia seperti psikopat," gumam Fiona tetap membersihkan meja. Ia tak ingin berlama-lama di sana.

"Anda terlihat tidak baik-baik saja," ujar pria itu dengan nada dinginnya. Fiona mendongak saat mendengar suara pria itu. Mendengar suara pria itu membuatnya merasakan desiran aneh dalam dirinya. Entah mengapa suara pria itu terdengar sexy di telinganya. Fiona akui, jika wajah pria itu memang tampan dan matang. Benar-benar tipenya. Jika ia taksir, usia pria itu mungkin 30 atau lebih sedikit.

"Anda berbicara pada saya," ucap Fiona menunjuk dirinya. Ia melihat pria itu tampak mengerutkan kedua alisnya.

"Saya tau jika kamu sadar tidak ada orang di sekitar meja ini selain anda dan saya," ucapnya telak membuat Fiona menelan ludahnya. Ah.. bodoh, seharusnya Fiona tidak mengatakan itu. Ia jadi malu sendiri. Untung saja pekerjaannya sudah selesai, jadi dia bisa pergi dari sana.

"Saya akan kembali ke dapur dulu, jika anda menginginkan sesuatu, anda bisa memanggil waiter atau waitress yang lain," ucap Fiona lalu pergi.

Satu jam kemudian Fiona melihat meja 10 sudah kosong, artinya pria itu sudah pergi.

"Fiona.." panggil Samantha. Salah satu kasir yang ada di Cafe tempatnya bekerja. Fiona berjalan mendekati kasir.

"Ada apa Samantha," tukas Fiona.

"Pengunjung di meja 10 memberikan mu uang tip," ucap Samantha memberikan uang 100 dollar sebanyak 5 lembar.

"Apa kamu sedang bercanda? bagaimana pria itu memberikan tip 500 dollar. Lagi pula jarang-jarang pengunjung memberi kita uang tip," ucap Fiona memegang uang yang diberikan Samantha. Bahkan dengan menambahi sedikit lagi, ia bisa membayar sewa apartemennya untuk bulan ini.

"Kamu beruntung sekali. Dia pasti kaya. Pria itu sangat baik," tukas Samantha. Sebenarnya Fiona ingin menolak. Kalau saja tadi pria itu langsung memberinya di depannya langsung. Ia mungkin akan menolak. Rasanya sangat aneh jika pria itu memberinya uang tip sebanyak itu. Biasanya pengunjung memberinya 5-10 dolar saja. Tapi mau bagaimana lagi, Ia juga butuh uang untuk biaya hidupnya.

"Kalau begitu terima kasih Samantha. Aku akan memberi mu satu lembar," ucap Fiona memberi Samantha US$100.

"Wah.. terima kasih Fiona. Kamu yang terbaik," ucap Samantha senang.

"Baiklah aku kembali bekerja dulu," tukas Fiona kemudian pergi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!