NovelToon NovelToon

Dendam Salah Alamat

Mulai Menarik Perhatian

Kia, seorang gadis cantik yang masih memakai setelan formal kerjanya. Tampak berlari menyusuri lorong rumah sakit di mana sang kakak dirawat. Sebuah rumah sakit gangguan mental. Nafasnya tampak tersengal. Dengan raut wajah cemasnya. Setelah seorang perawat menghubunginya. Gadis itu langsung menuju ke sana.

Kia langsung menghambur masuk ke ruangan sang kakak di rawat. Dan sejurus kemudian, air mata langsung mengalir di pipinya. Melihat keadaan yang kakak. Di mana sang kakak terus meronta. Berteriak tanpa henti. Namun kemudian berubah menjadi sebuah mimik ketakutan.

"Bagaimana keadaannya?" Kia bertanya pada seorang dokter di sana.

"Dia kembali melukai dirinya sendiri. Maafkan kami. Kami sedikit teledor dengan meninggalkan bekas peralatan makan di kamarnya."

Kia menarik nafasnya pelan. Menyusut air mata yang tadi sempat mengalir di pipinya. Berjalan ke arah sang kakak yang mulai tenang. Setelah obat penenang berhasil di berikan.

"Kak...ini Kia." Panggil Kia lirih.

Menatap pada sang kakak yang diam dengan pandangan kosong. Begitulah keadaan kakak Kia jika sedang tidak kambuh. Diam, tidak mau bicara. Bergumam sesekali.

Kembali gadis itu hanya bisa menarik nafasnya dalam. Hampir setahun ini dia harus menghadapi keadaan sang kakak yang tidak menentu. Dokter yang merawatnya mengatakan ada kemungkinan kakaknya mengalami trauma akibat pelecehan seksual. Suatu hal yang membuat Kia terkejut. Pasalnya setahu Kia. Sang kakak tidak punya kekasih selama bekerja menjadi sekretaris.

"Mungkin bukan kekasihnya yang melakukannya karena itu dia mengalami trauma."

Tim dokter memberikan pandangannya. Mendengar ucapan dari tim dokter itu. Membuat Kia marah. Terbit keinginannya untuk membalas dendam. Tapi pada siapa. Pertanyaan itu yang selalu berputar di kepalanya. Dia tidak rela melihat sang kakak mengalami hal yang mengerikan itu.

Lamunan Kia buyar ketika ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan dari sahabatnya. Membuat Kia segera berpamitan pada sang kakak. Memeluk dan mencium kening kakaknya. Kemudian berlalu dari sana.

***

Suara hiruk pikuk dan teriakan terdengar di segala penjuru ruangan itu. Kia tampak celingak celinguk mencari sahabatnya. Hingga sebuah lambaian tangan membuatnya tersenyum. Senyum yang jarang dia perlihatkan.

"Lama amat sih." Gerutu suara itu.

"Lagian ngapain kamu harus nungguin aku. Yang ikut fansign kamu. Aku nggak." Kia membalas ketus gerutuan temannya itu.

Keduanya sedang berada di sebuah fansign seorang penyanyi yang tengah naik daun saat ini. Popularitasnya tidak main-main. Dia memiliki basis fans garis keras yang siap membela jika kamu mencolek idolanya.

"Kamu ngantri sendiri aja ya." Kia berkata. Dia sedikit enggan berdesak-desakkan jika tidak diperlukan. Sang sahabat hanya bisa manyun mendengar perkataan Kia. Lalu membiarkan gadis itu keluar dari antrian. Menunggu dirinya. Sambil memainkan ponselnya. Ada beberapa e-mail yang masuk ke akunnya.

Di depan sana, Airin sang sahabat tampak berbinar. Bisa berjumpa dengan idolanya. Mengulurkan hadiah untuk sang idola juga dua buah foto sang idola untuk ditandatangani oleh si artis. Wajah Airin merona merah melihat bagaimana tampannya sang idola.

"Gila! Aslinya jauh lebih tampan." Airin membatin girang.

"Sendirian?" Tiba-tiba si artis bertanya. Membuat Airin kelabakan saat ingin menjawab.

"Sa....sama teman." Airin menjawab gugup. Si artist mengangkat wajahnya. Menampilkan wajah tampan dengan garis wajah mendekati sempurna. Memandang ke sebelah kanan dan kiri Airin.

"Mana temannya tidak ada?" Sumpah demi apapun Airin ingin melompat setinggi-tingginya. Si artist bicara padanya.

"Dia hanya mengantarku. Dia menunggu di sana." Airin menunjuk Kia yang saat itu terlihat cantik dengan rambut ekor kudanya. Marvel, nama sang artist itu sejenak terpana. Menatap penuh minat pada Kia yang tengah memainkan ponselnya. Cantik, satu kata yang terlintas di kepala Marvel.

Keduanya berlalu dari sana begitu Airin selesai mendapatkan sign dari Marvel. Keduanya harus kembali ke kantor. Sebab mereka masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Sebuah kantor agensi.

"Yang benar saja Pak? Bapak nggak salah ngasih job itu ke saya?"

Kia hampir berteriak ketika atasannya mengatakan kalau dia akan di rotasi untuk menjadi manager dari Marvel. Artist yang baru saja dihadiri fansign olehnya.

Kia berusaha menolak sebab dia sedang fokus pada artis yang tengah dihandlenya. Namun sang atasan bersikeras, ingin Kia mengambil alih Marvel dari manager lamanya yang memutuskan untuk pensiun.

"Pak Simon mah seenaknya sendiri." Gerutu Kia pada atasannya. Berjalan menuju ruangannya. Dengan Airin mengekor di belakangnya.

"Ada apa?" Airin bertanya melihat wajah Kia yang ditekuk sepuluh. Persis origami dari Jepang.

"Nih kamu boleh berteriak senang sekarang. Marvel akan jadi anak asuhku." Kia berucap kesal. Sambil meletakkan file berisi data juga semua hal yang berhubungan dengan Marvel. Kontrak, tawaran iklan. Jadual manggung, konser, fansign, pemotretan, interview dan segudang aktivitas lainnya. Yang harus Kia pelajari. Dia susun, juga beberapa tawaran yang harus dia negosiasikan lagi.

Airin jelas melompat senang. Sebab dia adalah fans berat Marvel. Bisa dibayangkan jika sekarang harinya akan tambah berwarna. Bisa melihat wajah bening Marvel setiap saat.

"Kalau begini. Tidak jadi nonton konsernya ya nanti malam." Kia berucap sambil menatap laptopnya. Mulai bekerja. File Marvel dia singkirkan dulu.

"Enak saja. Tetap harus nonton. Kamu tidak tahu apa butuh perjuangan untuk mendapatkan tiket VIP konser seorang Marvel." Airin menjawab sambil ikut meraih berkas di atas meja kerja Kia. Rotasi manager berarti Kia harus menyiapkan laporan untuk manager yang baru yang akan menggantikan posisinya.

"Perjuangan katamu. Bukannya kamu tinggal kontak Kak Rose dari bagian ticketing." Kia kembali menjawab tajam atas perkataan Airin. Dan sang asisten hanya nyengir mendengarnya.

***

"Kau serius mau resign?" Marvel yang baru saja mengganti bajunya langsung menatap Frans, sang manager. Dan Frans langsung mengangguk.

"But why...please jangan tinggalin aku. Aku janji akan jadi anak baik." Bujuk Marvel.

"Dan kau pikir aku percaya, dasar bocah tengil!" Maki Frans tanpa sungkan. Baginya Marvel memang sudah seperti anaknya sendiri.

Marvel tersenyum kecut mendengar jawaban Frans. Manager yang sudah bersama dengannya sejak awal debutnya. Hingga sekarang dia bisa sesukses ini. Semua tak lepas dari peran Frans.

"Mulai minggu depan. Manager yang baru akan mulai menggantikanku. Aku akan fokus pada bisnis restoran dan keluargaku. Kau tahu kan anak-anakku mulai protes dengan kesibukanku." Lanjut Frans. Memberikan ear monitor pada Marvel yang langsung memakainya. Juga sebuah head mic yang juga terus dipakainya.

Lagi-lagi Marvel hanya diam. Mendengar ucapan Frans. Dia cukup sebenarnya dengan keadaan Frans. Tak lama pria itu sudah berada di stage, dengan teriakan histeris dari ribuan fans yang meneriakkan namanya. Pria itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Sejenak menikmati euphoria yang sangat dia suka, saat berada di atas panggung.

Suara musik mulai diputar. Seiring dengan suara merdu Marvel yang mulai mengalun. Semua yang berada di venue konser. Langsung berteriak histeris melihat aksi panggung seorang Marvel.

Pria itu melayangkan tatapannya ke seluruh penjuru venue konser. Sangat menyukai ketika para fans meneriakkan namanya. Hingga pandangannya tiba-tiba menangkap sesosok gadis cantik yang sejak tadi pagi mengganggu pikirannya. Dengan posisi yang cukup dekat dengan stage. Membuat Marvel bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu.

Dan kembali gadis itu tampak acuh. Kiri, kanan, depan dan belakangnya tampak berteriak menikmati konsernya. Tapi gadis itu tampak cuek. Dia hanya memainkan ponselnya. Tanpa berminat untuk menikmati konsernya.

"Siapa gadis itu. Kenapa dia bisa bersama Airin."

Gumam Marvel. Sambil terus menyanyi dan melakukan koreo bersama para dancernya. Tanpa sadar sosok Kia mulai menarik perhatian seorang Marvel.

***

Apakah Kita Berjodoh?

Marvel berjalan masuk ke dalam rumahnya. Sedikit malas jika saja sang asisten mamanya tidak menghubunginya. Memintanya untuk pulang karena mamanya sedang sakit.

"Kali ini drama apa yang akan mamaku buat" Gumam Marvel. Mengingat sang mama adalah seorang drama queen. Pintar sekali berakting. Terakhir kali Marvel hampir dibuat jantungan ketika mamanya mengatakan sedang ada di UGD. Pria 27 tahun dibuat tidak bisa berkata-kata ketika sampai di UGD. Sang mama tidak apa-apa. Dengan santainya berkata dia di sini sedang menjenguk mama temannya yang kecelakaan. Ingin sekali Marvel menukar tambah mamanya itu. Saking gemas dengan tingkah wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Tahu pulang juga kamu" Sebuah suara menyambut Marvel begitu dia masuk ke ruang tengah rumahnya.

"Aku hanya ingin menjenguk Mama" Marvel menjawab singkat. Lalu naik ke lantai dua. Di mana kamar orang tuanya berada. Hubungan Marvel dan papanya kurang baik sejak dulu. Keduanya sering bertengkar.

Berawal dari ketidaksetujuan sang papa kalau dirinya masuk dunia entertainment. Keduanya terus saja cekcok sampai sekarang. Papa Marvel sangat otoriter. Hal itu yang membuat Marvel dan kakaknya banyak berdebat dengan papa mereka. Sampai puncaknya ketika sebuah kejadian terjadi membuat sang kakak, Marvin lebih memilih pergi ke luar negeri. Meninggalkan dirinya dan sang Mama dalam kesedihan yang mendalam.

"Halo Mamaku sayang" Marvel mencium pipi Mamanya yang memang terasa panas. Wah, jadi ini sakit beneran. Nggak akting.

"Kamu pulang, Marvel?" Mama Marvel terlihat pucat. Juga lemas. Jelas jika sang mama memang tengah tidak sehat.

"Pulanglah, drama queen memanggil bagaimana Marvel tidak pulang" Marvel menjawab lalu naik ke kasur mamanya. Ikut tidur di sana.

"Bahasamu itu lo. Sudah bertemu Papa?"

"Si Hitler?"

"Husshhh, dia itu Papamu" Sang Mama menjitak kepala putra tengahnya itu. Mendengar pembelaan mamanya pada sang papa. Marvel hanya memutar matanya malas.

"Marvel..."

"Stop...biarkan Marvel tidur. Marvel capek habis konser" Marvel menghentikan perkataan sang mama. Memeluk tubuh wanita itu lalu mulai terlelap.

"Makanya nikah. Biar ada yang ngelonin"

"Mama pikir nikah mudah, kayak mau nonton konser. Tinggal berangkat, beli tiket. Sudah"

"Siapa bilang nonton konser gampang. Mau nonton konsermu aja pakai war, perang rebutan tiket" Gerutu Risa, sang mama.

Tidak ada jawaban. Risa tersenyum. Lalu mengusap lembut punggung kekar sang putra. Sebenarnya dia merindukan putra sulungnya. Tapi tidak bisa menemuinya. Sang suami, Bram. Melarang keras mereka untuk menemui Marvin. Kecuali Marvin sendiri yang pulang.

"Mama rindu kamu, Vin"

Tanpa terasa air mata wanita itu turun di pipinya yang masih mulus di usianya yang tak lagi muda. Marvel menahan laju air matanya yang juga akan pecah di pelupuk matanya. Mendengar luahan hati sang mama.

"Marvel juga rindu kak Marvin" Marvel membatin. Bagi Marvel, Marvinlah yang selalu menjadi penyemangat hidupnya. Kakaknya itu selalu membela dirinya saat berdebat dengan papanya.

"Kapan kau akan berhenti main-main?" Bram bertanya ketika Marvel akan melangkah pergi. Setelah sesi makan pagi yang mencekam. Melebihi horornya kuburan.

"Marvel kerja, bukan main-main" Jawab Marvel pedas.

"Bagi Papa kau sedang main-main. Melakukan hal yang tidak berguna"

"Yang Papa bilang tidak berguna itu membuatku terus hidup di luar sana"

"Marvel!"

"Hidupku akan kutata ulang jika kak Marvin pulang. Selama itu belum terjadi, aku akan tetap seperti ini. Oh, dan satu lagi. Jangan mengacaukan pekerjaanku!" Marvel menekan ucapannya. Sebab dia tahu, sang papa sering berulah dengan dirinya dan pekerjaannya.

Bram mendengus geram. Melihat Marvel yang berjalan keluar dari rumahnya. Disusul seorang gadis yang masih memakai seragam SMA berlari menyusul Marvel.

"Kakak...Vita nebeng!" Teriak gadis itu.

****

"Aku harus memberitahumu. Kalau Marvel sedikit nakal" Frans mulai melimpahkan beberapa tanggung jawabnya pada Kia. Gadis itu sedikit mengerutkan dahinya. Mendengar ucapan Frans.

"Nakal bagaimana maksudnya?"

"Maksudku bukan nakal yang negatif. Tapi dia suka sekali berulah. Suka mengerjai orang. Jahil, tengil. Ya seperti itulah" Kia ber-ooo ria mendengar penjelasan Frans. Pria berusia tiga puluhan itu sedikit terkejut. Ketika mengetahui Kia belum pernah bertemu Marvel secara langsung.

"Bukannya kau pergi ke fansign dan konser Marvel. Bagian ticketing memberitahuku ketika aku mengecek penjualan tiket.

"Aku mengantarkan Airin. Dia tu yang senang sekarang. Bisa ketemu idolanya tiap hari"

"Tunggu saja sampai dia berubah jadi illfeel kalau sudah bertemu Marvel" Kekeh Frans.

Kia kembali mengerutkan dahinya. Dia pikir apa hari-hari nyamannya sudah berakhir. Sebab selama hampir tiga tahun menjadi manager artis. Semua artisnya adalah tipe penurut. Tidak banyak tingkah. Karena itu banyak dari mereka yang sukses dibawah asuhan Kia. Sebab Kia benar-benar handal dalam mengarahkan anak asuhnya.

"Memang dia separah itu?" Kia akhirnya penasaran juga.

"Kau lihatlah nanti. Dia sedang otewe kemari"

Bersamaan dengan itu, suara riuh terdengar di luar ruangan Kia. Menatap ke arah Frans yang seolah mengkodenya dengan ucapan "si biang kerok datang". Jika saja Marvel bukan artis kesayangan agensi. Frans berpikir, mungkin agensi tidak akan memberikan banyak kelonggaran pada Marvel.

"Mana dia? Katanya minta bertemu" Marvel bertanya angkuh pada Frans. Memang seperti inilah sifat Marvel sebenarnya. Angkuh, dingin. Tapi karena tuntutan profesi. Pria itu harus sedikit berakting ramah pada semua orang.

"Sebentar, pak Simon minta bertemu. Katanya Stacy protes. Managernya kau ambil"

"Cihhh, aku tidak mengambilnya. Kalian saja yang memberikannya padaku" Lagi ucapan Marvel membuat Frans menggelengkan kepalanya. Frans hanya bisa menghela nafasnya. Melihat Marvel duduk di kursi Kia. Sedikit menatap penuh selidik ke meja kerja manager barunya.

"Dia perempuan?" Marvel bertanya. Setelah melihat foto Kia dan kakaknya di dekat laptop milik Kia.

"Namanya saja Sakia. Pasti perempuan. Kau ini bagaimana?" Gerutu Frans. Yang masih memeriksa berkas milik Marvel.

"Asli apa turunan?"

"Pertanyaanmu semakin tidak jelas saja. Ya, aslilah. Turunan dari mananya"

"Siapa tahu dia transgender. Mana kita tahu"

Frans menggelengkan kepalanya mendengar perkataan tidak masuk akal dari mantan artisnya itu. Merasa bosan, Marvel memutar kursinya,menatap pemandangan jalan raya dari jendela ruang kerja Kia. Sejenak mengingat permintaan sang Mama semalam.

"Carikan Mama mantu ya"

Fix, ini mamanya mulai terpengaruh geng sosialitanya. Yang kalau bertemu pasti ngobrolin hal yang unfaedah. Termasuk menantu masing-masing. Mama pikir cari istri kayak beli pulsa di konter apa. Gerutu Marvel. Hingga suara pintu yang dibuka membuyarkan lamunannya

"Aduuhh sorry lama. Harus bujuk Stacy dulu" Suara merdu Kia membuat Marvel tertarik. Seperti apa sih rupa manager barunya.

"Tidak masalah. Dia free hari ini"

"Dia?" Kia mengikuti arah pandang Frans ke arah kursi kerjanya. Yang perlahan menunjukkan siapa yang tengah duduk disana.

"Dia?" Marvel mengembangkan senyumnya. Melihat wajah cantik Kia. Dia pikir kenapa juga hidupnya jadi seberuntung ini. Dia sejak kemarin ingin menyuruh Frans untuk mencari Kia. Nonton konser tapi sama sekali tidak melihat ke stage. Sama sekali tidak menganggapnya ada.

"Dia adalah..."

"Marvel Gerald Agastya. Artis barumu" Kia menatap tajam pada wajah tampan Marvel yang balik menatapnya tajam. Pria itu mengusap lembut dagunya.

"Aku pikir harus mencarimu dulu. Tidak tahunya kau sendiri yang datang padaku. Apakah kita berjodoh?"

Batin Marvel menatap penuh rasa ketertarikan pada Kia. Berbanding terbalik dengan Kia. Gadis itu menatap penuh kebencian pada Marvel.

****

Be Positif Kia

"Keadaannya membaik dalam beberapa hari. Terakhir kali dia mengamuk adalah waktu kami menghubungimu waktu itu. Selebihnya emosinya bisa kami kendalikan"

Itulah sederet laporan dari dokter Bagas yang Kia terima via e-mail. Gadis itu menarik nafasnya dalam. Penghasilannya sebagian besar digunakan untuk biaya perawatan sang kakak di rumah sakit itu. Boleh dikatakan Kia hidup seadanya. Meski gajinya terhitung besar.

Di tangan kirinya ada selembar foto yang sejak tadi diremasnya. Pertanda dia begitu marah dengan wajah orang yang ada di foto tersebut.

"Kita lihat saja. Apa yang bisa aku lakukan padamu. Dasar penjahat!" Maki Kia.

Pagi menjelang. Ini adalah hari pertama dia bekerja dengan Marvel. Kia sedikit terlambat bangun karena semalam dia pulang larut malam dari rumah sakit kakaknya. Menemani sang kakak hanya bisa dilakukan kalau pekerjaannya sudah selesai. Itupun kalau bisa selesai cepat. Kalau tidak ya dia tidak bisa datang ke rumah sakit.

"Kamu di mana?" Suara Airin terdengar panik di ujung sana.

"Baru bangun" Kia menjawab serak. Memang dia baru bangun. Mau bagaimana lagi.

"Astaga, Kia...."

Setengah jam kemudian,

"Dia di mana?" Kia bertanya dengan nafas ngos-ngosan.

"Belum mau bangun. Dan pintu kamarnya dikunci. Pakai password bukanya"

"Ampuunn deh...hari pertama dan cobaanku sudah sebesar ini. Bangunin artisku yang masih tidur" Gumam Kia. Lalu menekan password kamar Marvel. Airin mengerutkan dahinya. Heran, kenapa Kia bisa tahu password kamar Marvel.

Seketika sebuah keplakan mendarat di lengan Kia. Begitu gadis itu memberitahu kalau Frans memberitahunya kemarin. Airin jelas mengumpat. Dan cengiran Kia hanya menjadi jawaban dari umpatan Airin.

"Hei, bangun!" Kia berteriak begitu masuk ke kamar Marvel. Kamar bernuansa abu-abu dengan gaya maskulin khas pria.

Tapi Marvel hanya diam tidak merespon. Amarah Kia hampir meledak. Namun dia berusaha meredamnya. Ingat Kia punya tujuan lain dari ini.

"Marvel Agastya...bangun!" Kia berteriak tepat di telinga Marvel. Membuat pria itu langsung bangun.

"Busyet dah. Toa punya siapa tu. Kenceng amat bunyinya" Kia mendelik mendengar ucapan asal dari bibir Marvel. Sedikit memundurkan diri. Ketika tahu pria itu tidur topless alias tanpa atasan.

"Bangun!" Kata Kia lagi. Marvel sejenak mengucek matanya untuk memastikan kalau yang dia lihat adalah benar. Kia tengah berdiri di hadapannya. Seulas senyum terukir di bibir Marvel. Sejenak mengagumi kecantikan manager barunya. Mengabaikan tatapan ingin membunuh orang dari Kia.

"Kau tahu schedulemu pukul berapa?" Galak Kia. Sementara yang diteriaki malah menguap santai.

"Tahu tidak?" Dan Marvel menggeleng. Sabar Kia...sabar. Nanti kau bisa membalasnya.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu soal shedule-ku. Semua itu tanggungjawabmu!"

"Ba....bagaimana bisa seperti itu?"

"Ya bisa saja. Frans saja sering nginep di sini kalau aku punya schedule pagi sekali"

"What?!! Menginap di sini? Jangan bercanda kamu" Lagi-lagi Marvel menggelengkan kepalanya. Menandakan kalau dia tidak bercanda alias serius.

"Itu... kita urus nanti. Sekarang bangun kau punya interview dalam satu jam" Bentak Kia.

"Aahh... siapkan sarapanku juga"

"Itu bukan jon descriptionku!"

"Tapi saat bekerja denganku itu masuk dalam job descriptionmu" Balas Marvel. Lalu bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Umpatan seketika keluar dari bibir Kia saat melihat pria itu tidur hanya memakai boksernya saja.

"Ampuuunn deh bener-bener cobaan" Kia menggerutu sambil berjalan keluar kamar Marvel. Dilihatnya Airin yang menunggu di sofa ruang tengah. Asisten Kia itu lalu berlalu ke dapur. Begitu Kia berkata kalau Marvel minta dibuatkan sarapan.

Dua puluh menit kemudian,

"Bu Manager..." Panggil Marvel dari kamarnya.

"Apalagi sekarang?" Kia meletakkan ponselnya di atas meja. Masuk ke kamar Marvel. Detik berikutnya sebuah umpatan terdengar dari bibir Kia. Melihat artisnya berdiri hanya memakai handuk sebatas pinggang.

"Mana bajumu?" Galak Kia. Memilih menatap hal lain. Asal tidak tubuh sempurna milik Marvel. Pria itu hanya menunjuk kamar sebelah menggunakan jarinya.

"Rin, suruh MUA-nya masuk!" Lagi Kia berteriak.

Dan pagi itu diwarnai dengan drama Marvel yang membuat semua staf Kia geleng-geleng kepala.

"Kayaknya aku akan mempertimbangkannya lagi" Bisik Airin.

"Soal?"

"Soal menjadi fans Marvel" Kia terkekeh. Keduanya sedang menunggu interview yang tengah Marvel lakukan. Baru sehari dan Airin sudah eneg dengan tingkah Marvel yang sok bossy sekali.

"Tahulah dia artis terkenal. Poluler tapi nggak kayak gitu juga dia memperlakukan kita seenak jidat dia" Airin mengumpat berani. Kia jadi heran kenapa Airin jadi berani begitu dengan Marvel.

Satu schedule selesai. Dan hari itu berlalu dengan lancar. Meski Marvel terus saja bertingkah bak anak kecil yang setiap saat memanggil Kia. Seperti Kia adalah baby sitternya.

"Kalau melihat tingkahnya sepertinya tidak mungkin jika Marvel bisa berbuat hal mengerikan itu" Gumam Kia. Lagi-lagi menunggu Marvel. Bahkan setakat ganti baju. Pria itu minta ditunggu.

"Nanti ada yang ngambil foto telanjangku. Lalu dijual. Rugi dong aku"

Kia menepuk jidatnya mendengar alasan Marvel. Kalau aku dikasih gratis juga ogah. Lihat pemilik tubuhnya sudah illfeel duluan.

"Kau balik sana sendiri!" Galak Kia. Menyerahkan kunci mobil pria itu. Marvel hanya menatap Kia yang dia panggil Bu Manager. Lalu melangkah masuk ke mobilnya.

"Marvel..."

"Kalau aku bawa mobilku lalu kau pulang naik apa? Yang lain sudah pulang duluan" Jawaban Marvel membuat Kia terdiam.

"Aku bisa pulang naik taksi" Kia menolak mengulurkan kunci mobil Marvel.

"Kita pulang bareng. Antarkan aku pulang. Lalu kau bisa membawa pulang mobilku" Marvel mulai memasang seatbeltnya. Sementara Kia malah melongo.

"Bu Manager...cepatlah!" Kali ini Marvel menaikkan satu oktaf suaranya. Membuat Kia langsung ngibrit masuk ke mobil Marvel. Lantas melajukannya menuju apartement Marvel.

"Ini dia nggak lagi pura-pura baik kan?" Kia membatin dalam hati. Menatap sekilas pada Marvel yang tengah asyik memainkan ponselnya.

"Kalau model begini masak iya dia bisa melakukan hal itu. Ahh ini kan baru hari pertama. Aku belum tahu dia yang sebenarnya" Kia berkata pada dirinya untuk tidak tertipu dengan tampang inncocent juga kekanakan milik Marvel.

"Apalagi sih?" Terdengar Marvel berucap kesal saat menjawab panggilan ponselnya.

"Tidak, pokoknya aku tidak mau!" Marvel menutup panggilan ponselnya. Lalu melipat dua tangannya. Setelah melempar ponselnya ke atas dashboard mobilnya.

Kia mulai membiasakan diri dengan tingkah Marvel yang berbeda saat di depan kamera dan belakang kamera. Hingga kemudian satu pikiran masuk ke kepalanya. Dia tidak punya kepribadian ganda kan? Atau psikopat atau sejenisnya. Kia bergidik ngeri mengingat hal itu.

Marvel langsung turun dari mobilnya. Begitu sampai di depan apartemennya.

"Marvel bagaimana mobilnya?" Teriak Kia.

"Bawa saja. Tapi besok pagi kau harus menjemputku" Jawab Marvel sambil lalu.

"Idih ogah!" Balas Kia. Lalu keluar dari mobil Marvel. Membuat Marvel yang hampir masuk ke lobi urung melakukannya.

"Kau mau ke mana?" Marvel mencekal tangan Kia.

"Cari taksi. Pulang" Marvel melirik jam tangannya. Dia sendiri terlalu lelah untuk berdebat. Hingga detik berikutnya, pria itu menarik tangan Kia. Membawanya masuk ke apartemennya.

"Lepaskan Marvel. Kau mau apa?" Kia lumayan ketakutan dengan sikap Marvel.

"Kau ini perempuan. Malam-malam begini berkeliaran di jalan sendirian. Bahaya! Malam ini kau tidur di kamar tamu!" Kia langsung membulatkan matanya.

Baru hari pertama, masak iya dia sudah mau jadi korban Marvel. Pikiran Kia langsung dipenuhi hal yang aneh-aneh.

"Be positif Kia...kau bisa melindungi dirimu sendiri"

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!