NovelToon NovelToon

Istri Bar-Bar Tuan Presdir

Awal Bertemu

Brug!

"Awh!" pekik Selyn sambil memegangi pundak yang tadi menabrak seseorang.

"Heh! Punya mata nggak sih? Kalo jalan lihat-lihat dong! Percuma punya mata kalo cuma jadi pajangan doang!" sungut Selyn pada seorang pria yang tadi ditabraknya.

"Harusnya saya yang marah, karena kamu yang nabrak saya." Cetus pria itu.

"Bodo amat ah!" Selyn kembali berlari secepat kilat lalu menghilang.

"Cantik!" gumam Sakti sambil tersenyum tipis hingga nyaris tak terlihat.

"Woy! Ngapain bengong di situ? Ayo masuk! Udah ditungguin tuh sama klien!" Teriak Dodit pada Sakti.

Siang ini Sakti dan Dodit ada pertemuan penting di sebuah restoran.

"Aku pergi dulu!" pamit Sakti setelah urusannya selesai.

Sakti masuk ke mobil dan mengemudikannya dengan perlahan.

Ciiit! Tiba-tiba seorang gadis melintas tepat di depan mobilnya.

"Bukankah dia gadis yang tadi menabrakku?"

Tok

Tok

Tok

Selyn mengetuk kaca mobil milik Sakti sambil celingukan.

"Ada apa?" tanya Sakti dengan wajah datarnya.

"Kamu mas-mas yang tadi kan? Bagus deh!" Selyn membuka pintu mobil, duduk di bangkunya, dan langsung menutup jendela.

"Ke luar! Siapa yang mengizinkanmu masuk dan duduk di mobilku?" tanya Sakti dengan nada sedikit meninggi.

Selyn tidak menjawab, dia malah menunduk saat ada beberapa orang yang datang mendekati mobil Sakti.

"Kamu copet ya?" tanya Sakti.

"What? Hei Bung! Coba anda lihat mukaku! Ya kali ada copet cantik kayak gini. Kalo ngomong suka ngasal aja nih. Baju aja keren kayak pak jabat, pemikiran dangkal!" Sungut Selyn.

"Cepetan jalan! Ngoceh aja," kata Selyn lagi.

Sakti mengernyitkan dahinya, "Kenapa jadi kamu yang atur saya? Terserah saya dong mau jalan atau enggak. Kalo saya mau, saya bisa teriak pada mereka dan mengatakan jika kamu sedang bersembunyi di sini." Gertak Sakti.

Selyn terlihat panik, "Please! Jangan beri tahu mereka. Nanti aku jelasin kenapa aku lari dari kejaran mereka. Tapi, tolong bawa aku pergi dari sini!" pinta Selyn sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Sakti kembali mengemudikan mobilnya, setelah agak jauh barulah dia menepi.

"Jelaskan!" Sakti menagih penjelasan dari Selyn.

"Mereka tadi adalah anak buahnya Sentot, rentenir di daerahku. Mereka menagih hutang yang dulu dipinjam oleh ayah dan ibuku semasa masih hidup. Mereka mau menangkapku karena aku tidak sanggup membayar hutang, bunganya gede banget, lebih gede dari bunga bangkai. Sentot mau menjadikanku istrinya sebagai jaminan pelunas hutang. Ya aku menolak, masak iya gadis perawan ting-ting begini mau dijadiin istri ke empat. Mubazir kan?" Tutur Selyn. Wajahnya sangat polos dan nada bicaranya tulus dari hati.

Sakti merasa kasihan pada gadis itu, "Kamu punya keahlian apa?" tanya Sakti.

Krucuk, bunyi perut Selyn terdengar sangat kencang. Membuat wajah gadis itu memerah karena malu.

"Kamu lapar?" tanya Sakti.

"Tidak apa-apa, sudah biasa." Jawab Selyn.

"Terima kasih sudah mau menolong saya," ucapnya sambil ke luar dari mobil.

Sakti membuka pintu mobil lalu ke luar dan berjalan menghampiri Selyn, namun gadis itu malah membungkuk lalu pergi. "Permisi!" pamitnya.

"Kasihan dia," gumam Sakti.

Sakti masuk ke mobilnya lalu memutuskan untuk pulang ke rumah.

Hingga malam, Sakti tidak bisa berhenti memikirkan Selyn. Wajah polos dan sikap bar-bar gadis itu mengganggu pikirannya.

"Sakti? Kamu sudah tidur?" tanya Mama dari luar kamar.

"Belum, Ma. Masuklah!" jawab Sakti dan mempersilahkan mamanya untuk masuk.

Klek, pintu terbuka. Mama hanya menyembulkan separuh tubuhnya saja di balik pintu.

"Besok keluarga Rendra akan datang, persiapkan dirimu." Kata Mama.

"Ma, tolong mengerti Sakti! Aku tidak mencintai Kesya. Berhentilah menjodohkanku dengan gadis pilihan mama," suara Sakti terdengar kesal.

"Mama tidak mau tahu! Besok kalian akan bertunangan, TITIK." Tekan mama.

"Terserah!" cetus Sakti.

***

"Cari tahu tentang gadis ini!" titah Sakti pada Dodit.

Sebuah foto tergeletak di meja, kemarin Sakti sempat memotret Selyn secara diam-diam saat gadis itu sedang berada di mobilnya.

"Siapa dia?" tanya Dodit.

"Cari saja, jangan banyak tanya!" jawab Sakti.

Hingga sore menjelang, Dodit belum juga memberi laporan tentang Selyn pada Sakti.

"Kenapa kemarin aku lupa menanyakan nama dan alamat tinggalnya? Ah, bodohnya aku!" Sakti merutuki kebodohannya.

Dodit yang baru masuk ke ruang kerja Sakti merasa heran melihat tingkah Sakti yang sudah seperti orang gila. Berbicara dan uring-uringan sendiri.

"Aku rasa Selyn sudah membuatmu tidak waras," celetuk Dodit.

"Selyn? Siapa dia?" Sakti terlihat kebingungan, karena dia tidak kenal dengan nama yang disebutkan oleh Dodit.

"Serius kamu nggak tahu siapa Selyn? Dia gadis yang ada di foto," jawab Dodit.

"Kamu sudah menemukannya?" tanya Sakti.

"Dia ada di luar," jawab Dodit dengan malas.

Sakti beranjak dari duduknya lalu membuka pintu, terlihat Selyn sedang berdiri di depan ruang kerjanya.

Tidak ada yang berubah dari gadis itu, masih seperti kemarin. Sebuah celana jeans sobek di bagian lutut, kaus oblong serta topi melekat di kepala gadis itu.

"Masuklah!" ajak Sakti.

"Ternyata mas eh bapak yang undang saya," ujar Selyn.

"Duduklah!" titah Sakti tanpa mengindahkan ucapan Selyn.

Dodit ke luar dari ruangan itu.

"Ada apa ya, Mas? Eh Pak?" Selyn meralat panggilannya saat tahu jika Sakti adalah seorang presdir sebuah perusahaan.

"Panggil mas saja, saya menyukainya." Kata Sakti.

Selyn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Wah, jadi nggak enak saya pak, eh mas. Anda kan atasan di sini." Ujarnya sambil cengengesan.

Sakti duduk di sofa dengan kaki menyilang, "Apa kamu sudah makan?" tanya Sakti dan gadis itu mengangguk.

"Kamu sudah menikah?" tanya Sakti lagi.

"Ha-ha-ha, bapak eh mas ini lucu juga ternyata. Siapa yang mau menikahi saya mas, yatim piatu miskin dan banyak hutang." Jawab Selyn sambil tertawa seolah tidak ada beban yang sedang ditanggungnya.

"Berarti jawabannya kamu masih single, benar begitu?" tanya Sakti lagi.

"Nggak usah bertele-tele deh mas, ini maksudnya apa ya? Mas suruh orang untuk mencari saya, membawa saya kemari trus ditanya-tanya hal yang menurut saya itu nggak penting." Celoteh Selyn.

"Saya mau menawarkan pekerjaan untuk kamu," kata Sakti.

Selyn menatap wajah Sakti, "Mas serius? Kerja apa? Saya tidak punya keahlian, Mas. Saya hanya tamatan SMP dan tidak bisa kerja apa-apa selain jadi kernet angkot dan kuli panggul di pasar. Mau jadiin pembantu? Kalo bersih-bersih saya bisa, tapi kalo masak saya angkat tangan. Rebus air saja gosong." Tuturnya tanpa jeda.

"Hais, suaramu berisik sekali, sudah seperti petasan Betawi saja." Cetus Sakti sambil mengusap telinganya.

"He-he-he," Selyn nyengir mendengar perkataan Sakti.

"Jadi, kerjaan apa yang mas tawarkan pada saya?" tanya Selyn.

"Jadi istri saya," jawab Sakti dengan nada serius.

Tidak Mendapat Restu

"Mas nggak sedang bercanda 'kan? Enggak lucu sama sekali, mas. Kita baru bertemu kemarin loh, dan sekarang mas ngajak aku untuk menikah." Cicit Selyn.

"Aku serius! Apa wajahku terlihat sedang bercanda?" tanya Sakti.

Selyn menatap wajah Sakti, "Tapi, aku bukan gadis yang cocok untuk pendamping hidupmu, Mas. Kita bagai bumi dan langit. Semua bisa dilihat dari hal yang sederhana, contohnya pakaian. Mas seperti raja dan aku gembelnya." Tutur Selyn sambil tersenyum.

Sakti mendekati Selyn, dia menatap lekat wajah gadis itu.

"Mau atau tidak?" tanya Sakti.

"Enggak," jawab Selyn.

Huft ... Sakti menghela nafas panjang. Dia melonggarkan dasinya lalu menarik kepala Selyn dengan paksa.

Tiba-tiba daja Sakti mencium bibir gadis itu.

"Kenapa mas lancang sekali? Seenaknya mencuri ciuman pertamaku. Ah kau sudah menodai kesucian bibirku," gerutu Selyn.

Sakti berdiri lalu menarik paksa Selyn untuk ke luar dari ruang kerjanya.

"Kita mau ke mana, Mas?" tanya Selyn.

"Jangan banyak tanya, ikut saja!" jawab Sakti.

Sakti membawa Selyn pergi dengan mobilnya. Dia mengajak gadis itu ke sebuah butik.

"Mas mau merubah penampilanku?" tanya Selyn saat melihat isi butik yang dipenuhi oleh bermacam-macam gaun.

"Hanya kali ini, aku mau membawamu ke rumah. Bertemu orang tuaku, malam ini." Jawab Sakti.

"Maaf, Mas. Selyn bukan boneka yang bisa mas atur. Saya belum menyetujui ajakan mas untuk menikah saja mas sudah mau mengatur hidup Selyn, bagaimana nanti jika kita sudah benar-benar menikah? Mas cari gadis lain saja, yang bisa mas atur sesuai keinginan mas." Pungkas Selyn, gadis itu melangkah ke luar dari butik.

"Hei! Tunggu!" Sakti mengejar Selyn dan meminta pengertian dari gadis itu.

"Kedua orang tuaku berencana menjodohkan aku dengan seorang gadis, tapi aku tidak mencintainya." Belum selesai Sakti bicara, Selyn sudah memotongnya.

"Bukankah sama saja, mas juga tidak mencintaiku." Ujar Selyn.

"Jelas beda! Aku menyukaimu sejak pertemuan kita yang pertama, yaitu kemarin." Ungkap Sakti.

Ha-ha-ha ... Selyn tertawa lepas, dia merasa ungkapan hati seorang Sakti adalah sebuah lelucon.

"Mas, aku memang miskin dan tidak sekolah. Tapi, bukan berarti aku bodoh. Seorang petinggi perusahaan menyukai gadis gembel sepertiku, itu hal yang mustahil! Kalau pun ada itu hanya seribu satu, dan itu hanya ada di sinetron." Tegas Selyn.

"Baiklah, jika kamu menganggap rasaku padamu adalah sebuah lelucon, bagaimana jika kita menikah. Dengan atau tanpa restu kedua orang tuaku." Kata Sakti.

Selyn menatap lekat wajah Sakti, dia bingung dengan sikap pria ini padanya.

"Mas, untuk menjadi seorang direktur sebuah perusahaan besar, pasti mas harus punya pendidikan dan pengetahuan yang tinggi, bukan? Tapi, kenapa aku melihat sepertinya mas tidak punya semua itu. Mas bodoh!" cetus Selyn.

"Saya tidak punya pilihan lain! Tolong bantu aku! Jika kamu tidak mau menikah denganku, oke aku hargai keputusanmu. Tapi, tolong bantu aku sekali ini saja, anggap ini sebagai balas budi karena kemarin aku sudah menolongmu." Sakti menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Selyn tersenyum tipis sedikit menyeringai, "Pewaris tunggal perusahaan terbesar di sini, yang terkenal dingin dan angkuh sekarang sedang memohon kepadaku, apa aku tidak salah lihat? Kamu memintaku untuk bersandiwara di depan kedua orang tuamu? Apa kamu tidak memikirkan bahaya apa yang akan terjadi padaku setelah hari ini?" Cecar Selyn.

"Mas, jangan pernah menganggap seseorang itu mudah hanya karena kamu punya segalanya. Maaf mas, saya tidak bisa!" Tolak Selyn.

Sakti tidak bisa berkata-kata lagi, baru kali ini ada gadis yang menolak keinginannya secara terang-terangan. Dan baru kali ini juga ada seorang gadis yang berani mengatakan jika Sakti bodoh.

"Aku harus mendapatkanmu, bagaimana pun caranya." Gumam Sakti.

Sakti menghubungi seseorang dan memerintahkan hal yang tidak baik. Dia punya rencana jahat pada Selyn.

Selyn berjalan menyusuri jalanan yang sedikit sepi, dijam-jam seperti ini sangat wajar karena masih jam kerja.

Mph ... Tiba-tiba ada yang membekap mulut Selyn, dan gadis itupun terkulai pingsan.

"Bawa dia ke hotel!" titah ketua.

Selyn dimasukkan ke dalam mobil, lalu mobil itu melesat dengan kecepatan penuh menuju hotel yang jaraknya tidak jauh dari tempat penculikan.

"Bos! Ini gadis yang bos minta!" kata ketua sambil membawa Selyn yang belum sadarkan diri.

"Rebahkan dia di kasur! Dan ini bayaranmu," kata Sakti sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat.

Sakti mendekati Selyn yang terkulai lemah di kasur, efek obat bius masih bereaksi di tubuhnya.

"Maafkan aku, Selyn. Hanya cara ini yang bisa aku lakukan agar kau mau menikah denganku!" lirih Sakti sambil melucuti pakaian Selyn satu persatu.

Selyn tersentak saat merasakan ada yang bergerak di atas tubuhnya dan diapun merasakan sakit di inti tubuhnya.

"Mas! Apa yang kamu lakukan? Sakit!" pekik Selyn.

Sakti tidak peduli itu, dia terus bergerak naik turun hingga terdengar lenguhan panjang dari mulutnya, barulah dia berhenti.

"Mas jahat!" Selyn tak kuasa menahan sakit dan sedih.

"Mas tidak punya cara lain, hanya ini cara yang mas punya agar kamu mau menikah denganku." kata Sakti.

Sakti memeluk tubuh Selyn yang sedang menangis, Sakti tidak menyesali apa yang baru saja terjadi.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Sakti mengajak Selyn untuk pulang ke rumahnya.

"Kamu baru pulang," sambut Mama saat melihat Sakti memasuki rumah. Keluarga Rendra sudah ada di sana.

"Iya, Ma. Maaf telat, karena tadi aku pergi untuk menjemput Selyn." Kata Sakti.

Mama melihat ke arah Selyn dengan tatapan tidak suka. "Siapa dia? Kenapa kau membawanya ke rumah ini?" tanya Mama.

"Dia Selyn, calon istriku." Jawab Sakti.

"Apa-apaan ini? Jadi ini maksud kalian mengundang keluargaku untuk makan malam, kalian berniat mempermalukan keluargaku." Rendra terlihat tersinggung dengan perkataan Sakti.

"Maaf tuan Rendra, bukankah sejak awal saya sudah menolak perjodohan ini? Saya sudah punya calon istri pilihan saya sendiri, dan itu sudah sering saya katakan. Tapi, tidak ada satu pun dari kalian yang percaya." Tutur Sakti.

Rendra mengajak istri dan putrinya untuk pulang, mereka pergi dengan wajah kesal.

"Duduklah nak!" Papa Sakti mempersilahkan Selyn untuk duduk.

"Apa rencanamu, Sakti?" tanya papa.

"Aku akan menikahi Selyn, Pa. Dengan atau tanpa restu dari kalian." Jawab Sakti dengan tegas.

"Tidak! Mama tidak sudi punya menantu seperti dia. Apa kata dunia jika mereka tahu menantu mama seorang preman. Lihat saja penampilannya, memalukan!" kata Mama.

"Bukankah tadi sudah Sakti katakan, Sakti tidak butuh restu dari Mama." Ujar Sakti.

Terjadi perdebatan antara Sakti dan mama, mereka bertengkar sengit.

"Permisi, Om! Lebih baik Selyn pergi." Pamit Selyn sambil membungkuk sopan.

"Ya, bagus! Memang tidak seharusnya kamu berada di sini. Kamu terlalu rendah untuk masuk ke keluarga ini." Seru Mama.

"Aku juga akan pergi!" Sakti beranjak dari duduknya lalu mengejar Selyn yang sudah terlebih dulu ke luar.

"Sakti! Selangkah saja kamu ke luar dari pintu, mama akan mencoret namamu dari daftar warisan!" Teriak mama.

Selyn Emosi

Sakti menghentikan langkahnya dan hal itu tentu saja membuat mama tersenyum penuh kemenangan.

Sakti memutar tubuhnya, "Mama ambil saja semua harta warisan itu! Aku tidak butuh!" seru Sakti lalu ke luar dari rumah orang tuanya, rumah yang selama ini menjadi tempatnya berkumpul bersama keluarga.

"Selyn! Selyn!" teriak Sakti sepanjang jalan, namun bayangan Selyn tidak juga terlihat.

Sakti terus menyusuri jalanan komplek perumahannya hingga akhirnya dia melihat Selyn di pos penjaga.

"Ternyata kamu di sini," ujar Sakti.

"Mas Sakti mengenalnya? Kami penahannya karena gerak-geriknya yang mencurigakan," tutur satpam.

"Dia calon istri saya," kata Sakti.

Sakti mengajak Selyn masuk ke mobilnya lalu pergi dari sana.

"Kenapa mas mengejarku?" tanya Selyn.

"Karena aku mencintaimu, karena kamu calon istriku, calon ibu dari anakku yang benihnya sudah kutanam tadi." Jawab Sakti.

Selyn menghela nafas pelan, merubah posisi duduknya menghadap ke arah Sakti.

"Seharusnya ini tidak pernah terjadi, Mas." Ujar Selyn sambil menatap wajah Sakti.

Sakti tidak menanggapi perkataan gadis itu, dia fokus ke jalanan yamg dipadati oleh kendaraan lain.

Sakti membawa Selyn ke sebuah rumah, tidak terlalu besar namun terlihat cukup megah.

"Kita bahas ini di dalam," kata Sakti lalu turun dari mobilnya.

Selyn mengikuti Sakti masuk ke rumah tersebut.

Sakti menghempaskan tubuhnya di sofa, melipat satu tangan di atas kening, dan mata terpejam.

Selyn hanya berdiri dengan wajah yang sulit diartikan. Dia merasa sedih dan juga kasihan pada Sakti.

"Pulanglah ke rumahmu, Mas. Dengan begitu mungkin mamamu akan berubah pikiran," kata Selyn.

"Ini rumahku, ini lah tempat aku pulang." Cetus Sakti.

Selyn mendudukkan diri di sofa, "Mas."

"Sudahlah, tidak usah dibahas." Kata Sakti sambil beranjak dari sofa, dia mengambil remot TV lalu memilih menonton acara bisnis di salah satu chanel swasta.

Sakti duduk di samping Selyn, menggenggam kedua tangan gadis itu sambil menatap wajahnya.

"Aku sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang, hanya rumah ini beserta isinya, satu mobil yang tadi kita pakai, dan sedikit tabungan. Apa jika aku bersikeras ingin menikahimu, kamu mau menikah dengan pria miskin ini?" tanya Sakti.

"Apa mas tidak akan menyesali semua keputusan ini? Hidup dalam kesusahan dan kemiskinan aku sudah terbiasa, Mas. Tapi, mas belum pernah merasakannya. Apa mas yakin?" Selyn balik bertanya.

"Bersamamu aku yakin bisa," jawab Sakti.

"Aku adalah anak hasil dari keegoisan kedua orang tuaku, mas. Yang mereka lakukan dulu sama seperti yang kita lakukan saat ini. Ibu dan ayahku menikah tanpa restu dari kedua orang tuanya. Sama sepertimu, ayah meninggalkan kehidupan mewahnya demi menikahi ibu yang hanya seorang kasir mini market, hanya anak seorang petani. Mereka menikah dan lahirlah aku. Seumur hidupku, aku tidak pernah tahu siapa kakek dan nenek dari pihak ayah. Ayah dan ibu merahasiakannya dariku. Aku tidak ingin nantinya anakku merasakan penderitaan yang aku alami saat ini." Ungkap Selyn.

"Aku janji, kalian tidak akan sengsara. Aku akan berusaha sekuat tenagaku," ucap Sakti dan akhirnya Selyn pun mau menikah dengan Sakti.

Keesokan harinya, Sakti dan Selyn pun menikah.

"Aku lapar nih, enaknya kita makan apa ya?" tanya Sakti sambil mengemudikan mobilnya. Sedari tadi bibirnya selalu mengulas senyum, dia sangat bahagia hari ini.

"Bagaimana kalo kita beli bahan mentah saja dan memasaknya, itu lebih irit." Kata Selyn.

"Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu tidak bisa masak? Hari ini kita beli saja, besok-besok baru kita masak sendiri." Ujar Sakti.

Sakti menepikan mobilnya di depan sebuah restoran.

"Ayo!" ajak Sakti.

"Harus di sini ya mas, inikan restoran mahal." kata Selyn.

Sakti turun dari mobil lalu mengitarinya dan membuka pintu mobil Selyn.

"Kali ini saja, ayo!" ajaknya lagi.

Selyn mengalah dan malas berdebat karena perutnya pun sudah lapar.

"Wow, lihatlah siapa yang datang, seorang preman dan anak yang terbuang. Untung aku tidak jadi menikah dengannya!" Seru kesya, putri Rendra yang ditolak oleh Sakti.

Wajah Selyn memerah, dia hendak menyatroni gadis itu namun Sakti menahannya.

"Biarkan saja dia, tidak usah dilayani." kata Sakti.

"Itu mulut apa comberan sih, pengen nampol deh rasanya." Geram Selyn.

Sakti memesan beberapa menu makanan pada pelayan.

"Mbak-mbak, semua pesanan punya mereka biar aku saja yang bayar. Kasihan mereka kalau harus bayar, mereka kan gembel." Kata Kesya pada pelayan dan perkataannya sontak mengundang tawa para pengunjung restoran.

Sret! Selyn berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri Kesta.

Brak!! Selyn menggebrak meja Kesya hingga wajah gadis itu berubah pucat.

"Hei pecundang yang bangga makan hasil keringet orang tua! Nggak pernah diajarin cara sopan santun ya? Hah! Sekali lagi tu mulut ngomong macam-macam, gua pisahin bibir atas sama bawah loe, paham!" gertak Selyn.

"Dasar preman! Sukanya main kasar." Balas Kesya.

"Mending preman, makan dengan hasil jerih payah sendiri. Lah kamu? Semua ditanggung oleh orang tua. Nggak malu, udah tumbuh bulu ketek masih jadi beban? Eh iya, aku lupa, orang seperti kamu mana punya malu, uratnya saja sudah putus." Cicit Selyn.

"Sayang! Sudah, jangan habiskan tenaga demi meladeni orang nggak penting seperti dia." Lerai Sakti sambil merangkul Selyn dan mengajaknya kembali ke meja mereka.

Wajah Kesya memerah karena menahan emosinya, "Lihat saja kalian, aku akan bikin perhitungan." Kata Kesya sambil melewati meja Sakti.

"Aku tunggu! Sekalian aku siapkan kalkulatornya biar kamu nggak salah bikin perhitungan." Balas Selyn dengan sengit.

Sakti tersenyum tipis melihat tingkah Selyn yang unik menurutnya. Baru kali ini dia bertemu gadis bar-bar dan tidak takut pada apapun.

"Makanlah yang banyak biar kamu punya tenaga, karena setelah ini aku akan memakanmu." Goda Sakti.

"Jangan dulu deh, anuku masih sakit. Ini semua gara-gara mas yang main paksa kemaren," ujar Selyn.

"Sakit kok bisa jalan ngebut tadi, sampe gebrak meja lagi." Kata Sakti.

"Itu karena aku emosi. Lagian ni ya, meskipun kita miskin, jangan mau dihina dan ditindas. Kita harus lawan, biar yang menindas kita kapok dan nggak bersikap seenak jidatnya." Celoteh Selyn sambil mengunyah makanannya.

Selesai makan, Sakti langsung mengajak Selyn untuk pulang. Untuk hari ini dia tidak pergi ke kantor.

"Mas, setelah ini mas mau kerja apa? Mas kan sudah diusir dari rumah," kata Selyn.

"Mas bisa kerja apa saja, kamu tenang saja. Yang penting sekarang mas mau kerjain kamu dulu," tutur Sakti.

Siang yang panas pun semakin panas, Sakti kembali menggagahi Selyn. Namun kali ini berbeda, mereka melakukannya dalam keadaan sadar dan sudah sah menikah.

"Apa masih sakit?" pertanyaan Sakti membuat Selyn malu.

"Sedikit," jawabnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!