NovelToon NovelToon

Gadis Ceroboh Pemikat Tuan Pemarah

Alih Profesi

Ais adalah anak sulung dari tiga bersaudara, dia punya dua adik laki-laki kembar yang kini duduk di bangku sekolah kelas enam Sekolah Dasar. Sedangkan Ais sendiri saat ini sudah lulus SLTA. Tapi karena terbenturnya biaya, dia pun tak bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.

"Ais, ayah ingin bicara padamu sebentar bisakah?" tanya Ayah Lukman.

"Bicara saja, ayah. Ada apa sebenarnya?" tanya Ais penasaran.

"Ais, ayah kurang sehat. Apakah kamu bersedia menggantikan kerjaan ayah di kantor, Den Bagas? untuk menjadi sopir pribadinya dan merangkap sebagai cleaning servis?" tanya Ayahnya ragu.

"Hem, lantas bagaimana kerjaan aku sebagai sopir angkot ini, ayah? apa Juragan Wardi tidak marah padaku jika untuk sementara waktu aku berhenti sementara?" tanya Ais bingung.

"Biar nanti ayah yang bicara pada, Juragan Wardi. Dia kan temen ayah juga, pasti dia tak kan marah," ucap Ayah Lukman.

Saat itu juga Ayah Lukman datang ke pangkalan angkot milik Juragan Wardi, dia meminta izin padanya supaya Ais berhenti sementara menjadi sopir angkot.

"Wardi, aku ingin bicara sebentar denganmu bisa kan?" ucapnya ragu.

"Bicara saja tak usah sungkan, Lukman. Memangnya ada apa sih?" tanya Wardi.

"Aku ingin minta izin untuk sementara waktu Ais berhenti menyopir dulu. Karena untuk sementara waktu ia akan menggantikan kerjaan aku, aku nggak enak jika tidak ada yang menggantikan aku di kantor. Nggak apa-apa ya, aku sedang sakit seperti ini," ucap Lukman memelas.

"Iya, Lukman. Kamu lekas sehat ya, oh iya ini ada sedikit uang bisa kamu gunakan untuk ke dokter," ucapnya seraya memberikan uang tiga lembar ratusan ribu rupiah.

"Nggak usah, Wardi. Kamu sudah mengizinkan anakku bekerja saja di sini aku sudah sangat berterima kasih," ucap Lukman tak mau menerima pemberian uang dari Wardi.

"Ayohlah, Lukman. Terima saja, kita kan sudah bersahabat sejak lama jadi kamu tak perlu sungkan. Anakmu dan anakku juga sudah bersahabat dari kecil. Jadi kamu bukan lagi orang lain bagiku, jadi tolong terima pemberianku ini yang tak seberapa," Wardi memaksa Lukman menerima pemberian uang darinya.

Hingga akhirnya Lukman pun menerima pemberian uang dari Wardi. Akan tetapi pada saat Lukman akan menerima pemberian uang dari Wardi, tiba-tiba uang tersebut di rampas oleh istri Wardi yakni Warsem.

"Enak saja, ngasuh uang ke Lukman! aku juga butuh banyak uang, kenapa uang di bagi-bagikan begitu saja!" bentak Warsem melotot tak suka pada Lukman.

"Warsem, berikan uang itu. Kasihan Lukman sakit, pasti dia butuh uang untuk ke dokter," pinta Wardi namun Warsem tak peduli dia malah berlalu pergi membawa uang hasil rampasan dari tangan Lukman.

"Lukman, maaafkan istri saya ya." Wardi menangkupkan kedua tangannya di dada.

"Ya nggak apa-apa, Lukman. Aku pamit pulang ya, mau istrirahat tidur."

Saat itu juga Lukman pulang ke rumah dan menyampaikan perihal izin yang telah di setujui oleh Wardi.

"Bagaimana, ayah? apakah Juragan Wardi mengizinkan aku untuk tidak narik angkot dulu?" tanya Ais penasaran.

"Sudah, nak. Sekarang kita ke rumah, Den Bagas. Jika Minggu dia kan seringnya di rumah."

Kebetulan rumah Bagas tak jauh dari rumah Ais, hingga hanya perlu berjalan kaki saja selama lima menit telah sampai di rumah mewah yang di huni oleh Bagas dan kedua orang tuanya.

"Pak Lukman, mari masuk. Ini anak gadisnya, cantik sekali?" sapa Nyonya Eti ibu dari Bagas.

"Iya, nyonya. Ini anak sulung saya." Ais pun menyalami Nyonya Eti.

"Saya kemari ingin bertemu dengan, Den Bagas."

"Sebentar saya panggilkan dulu ya, pak." Nyonya Eti masuk ke dalam untuk memanggil Bagas.

Dan kebetulan sedang bermain catur dengan papahnya yakni Tuan Broto.

"Bagas, di luar ada Pak Lukman katanya ingin bicara padamu," ucap Nyonya Eti.

Bagas menghentikan aktivitasnya dan dia beranjak bangkit dari duduknya melangkah ke arah ruang tamu di ikuti oleh orang tuanya yang juga penasaran dengan maksud dan tujuan kedatangan, Bagas beserta anak gadisnya.

"Ada apa, Pak Lukman?" tanya Bagas singkat.

"Begini, Den. Saya sedang kurang sehat, jadi untuk sementara waktu saya wakilkan kerjaan saya pada anak saya ini," ucap Lukman.

"Memangnya anak Pak Lukman bisa mengemudi?" tanyanya ketus.

"Bisa, Den. Tiap hari dia juga bekerja membantu saya dengan menjadi sopir angkot," ucap Lukman.

"Ya ampun, Pak Lukman. Masa anak gadis bapak jadi sopir angkot sih? mending menjadi menantu saya saja," celoteh Broto membuat Bagas sangat kesal.

"Pah, ngomong apa sih? masa papah mau punya menantu sopir angkot? nggak level banget sih?" ucap Bagas ketus.

"Memangnya kenapa, di hadapan yang kuasa itu tidak ada bedanya. Semuanya sama statusnya hanya iman dan takwa yang membedakan," ucap Broto.

"Sudahlah, pah. Tak usah begini aku tak suka!" Bagas sudah mulai terpancing amarah.

"Pah, sudahlah jangan menggoda Bagas. Sudah tahu anak kita ini gampang marah, masih saja papah becandain," ucap Eti mencairkan suasana.

Kini papahnya tak berkata lagi, dia hanya diam pada saat di tegur oleh istrinya.

"Ya sudah, mulai besok kamu menggantikan bapakmu. Tetapi apa kamu sudah paham kinerja atau cara kerjamu apa saja?" tanya Bagas ketus menatap tajam ke arah Ais.

"Iya, den. Saya sudah paham kok. Karena ayah saya sudah menjelaskan semuanya secara detail," Ucap Ais.

"Hem, ya sudah nggak apa-apa Pak Lukman. Siapa namamu?" tanya Bagas menatap ke arah Ais.

"Nama saya Aisyah biasa di panggil Ais, den." jawabnya singkat.

Setelah itu Lukman dan Ais pulang.

*****

Pagi menjelang, Ais sudah siap untuk menggantikan posisi ayahnya bekerja sebagai sopir pribadi dan cleaning servis di kantor Bagas. Dia hanya mengenakan atasan kaos dan bawahan celana 7/8 serta topi.

Pakaian yang biasa dia kenakan jika menjadi sopir angkot.

"Hem, kamu sudah datang. Kenapa kamu berpakaian seperti ini? tidak sopan sekali!" cibir Bagas menatap tak suka pada Ais.

"Lantas saya harus berpakaian apa, den? nggak mungkinnya saya berpakaian milik ayah saya, kegedean den," ucap Ais terkekeh dia membayangkan memakai pakaian seragam sopir milik ayahnya.

"Heh, siapa suruh kamu tertawa? memangnya ada yang lucu?" hardik Bagas.

"Ih, tampan sih tampan. Tapi sayang galaknya minta ampun," gumamnya masih bisa di dengar oleh Bagas.

"Heh, tadi kamu ngomong apa barusan?" Bagas menghampiri Ais hingga wajah mereka sangat dekat sekali.

"Nggak, aku nggak ngomong apa-apa kok. Aden saja yang salah dengar," ucap Ais ketus.

"Cepat masuk dan kita langsung ke kantor nanti aku beri kamu seragam sopir dan seragam cleaning servis!" perintah Bagas.

"Siap, den."

Banyak Ulah

Setelah sampai di kantor, dengan gerak cepat Ais membukakan pintu mobil untuk Bagas.

"Silahkan, Baginda Raja." ucap Ais seraya menunduk hormat pada Bagas.

"Nggak usah bercanda bisa nggak? kamu pikir aku suka dengan banyolan kamu yang tak bermutu ini! cepat ikut aku sekarang dan kamu langsung ganti baju untuk tugas jadi cleaning servis." Pinta Bagas ketus tanpa ada senyum sedikitpun.

"Ih, ada ya orang kok kaku seperti ini. Hem, dulu Mamahnya ngidam apa ya?" batin Ais hingga tak sadar dia terkekeh sendiri sontak saja Bagas menoleh ke belakang berhenti sejenak.

Dan pada saat Bagas berhenti, Ais tak tahu hingga dia menabrak begitu saja tubuh Bagas. Karena dia jalan juga tak melihat ke depan.

"Astaga, Baginda Raja. Maafkan biyung emban ini,"

"Ih, kamu bisa nggak? jangan terus bercanda seperti ini! kalau jalan itu di pakai matanya jadi nggak nabrak!" ucap lantang Bagas seraya berkacak pinggang.

"Astaga, Baginda Raja kalau bicara itu pergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masa iya, jalan suruh pakai mata? bukannya jalan itu pakai kaki ya, mata itu buat melihat?" ucap Ais terkekeh.

"Terus saja kamu seperti ini dan aku pastikan hari ini juga aku pecat kamu! biar ayahmu kehilangan pekerjaan!" ancam Bagas seraya melotot ke Ais.

Ais bukanya menunduk, dia malah membalas pelototan mata Bagas.

"Ih, mentang-mentang kaya! sombongnya minta ampun!" batin Ais kesal seraya tangannya mengepalksn tinjunya.

"Kenapa, mau marah, mau protes? di sini aku yang berkuasa jadi kamu harus menurut dan tak usah bertingkah! jika ingin menjadi pelawak itu bukan di sini tempatnya," ucap Bagas kesal.

"Hem, baik Den. Saya minta maaf."

"Ya sudah, kali ini saya maafkan kamu. Karena saya memandang ayahmu," ucap Bagas ketus.

"Hem, aku pun jika tak ingat ayah. Malas aku menggantikan posisi ayah," batin Ais.

Dia melanjutkan langkahnya mengikuti Bagas kembali. Dan pada saat di ruang khusus cleaning servis, Bagas meminta pada kepala bagian cleaning servis seragam untuk Ais.

"Mba, ini karyawan baru tapi untuk menggantikan posisi Bapak Lukman yang saat ini tidak berangkat karena sakit," ucap Bagas.

Saat itu juga kepala bagian cleaning servis tersebut memberikan seragam untuk Ais pada Bagas.

"Ini kamu ganti bajumu dengan ini, dan ingat jika jam makan siang kamu ganti lagi dengan baju sopir. Nanti aku beri seragamnya, terus setelah makan siang kamu ganti lagi dengan seragam cleaning servis."

"Ah ribet amat, kerja saja bolak balik ganti baju," gumamnya sempat terdengar oleh Bagas.

"Jika kamu tak mau ikut aturan ya sudah, sebaiknya tak usah bekerja di kantorku. Masih banyak kok yang mau kerja menggantikan posisi ayahmu," bentaknya berlalu pergi begitu saja.

Dengan sangat malas, Ais mengganti bajunya dengan seragam cleaning servis.

"Mba, aku harus ngepel dimana ini? maaf, aku belum hapal karena aku baru di sini," tanya Ais pada kepala bagian cleaning servis.

"Kebetulan jika jam pagi, kamu ngepel di ruangan Den Bagas. Dan dia bisa minum kopi di pagi hari," ucapnya.

"Kopi, maksudnya saya harus membuatkan kopi untuknya?" tanya Ais mengernyitkan alisnya.

"Hem, iya de. Ayahmu juga selalu seperti ini," ucapnya.

Ada terbesit niat usil di hati Ais, entah kenapa dia malah senyam senyum pada saat sedang membuat kopi untuk, Bagas.

"Tok tok tok "

Ais mengetuk pintu ruang kerja, Bagas.

"Masuk "

Ais segera masuk dengan membawa secangkir kopi untuk Bagas. Tanpa ada ucapan apa pun, Ais meletakkan secangkir kopi tersebut di atas meja kerja Bagas.

"Heh, memangnya kamu tak pernah di ajari sopan santun oleh ayahmu ya?" bentak Bagas.

"Apa lagi si, Baginda Raja? aku akan mengepel ruangan ini." Ais berlalu pergi mengambil alat untuk mengepel.

Tak lama kemudian dia datang lagi dengan peralatan pel nya.

"Heh, sini kamu?" Ais tidak mendekat tetapi dia malah celingukan ke seluruh penjuru ruangan.

"Kamu kesini sekarang!" Bagas kesal menunjuk ke arah Ais.

"Oh saya, habis anda memanggil tanpa ada nama. Heh heh, saya punya nama Den. Kalau memanggil saya itu Ais." Ais pun mendekat pada Bagas.

"Coba kamu bersikap sopan sedikit, masa menyajikan minuman saja tidak ada kata sepatah pun?" protes Bagas.

"Haduh, hidup kok di bikin ribet ruwet puyeng. Minum tinggal minum saja kok ribut," batinnya.

"Silahkan di minum kopinya, Den." ucap Ais.

Pada saat Bagas akan minum kopinya, dia langsung menjerit histeris dan tiba-tiba dia naik ke atas kursi kerjanya.

"Aahhhhh cicak....."

Ais pun mendekati cangkir kopi tersebut dan mengambil cicaknya.

"Ya ampun, den. Cuma cicak kok takut."

"Hih, aku bukannya takut tapi jijik! cepat buang cicak itu dan buang kopinya! kamu buatkan lagi kopi yang baru, lain kali di tutupi!" bentak Bagas.

Ais kesal tanpa ada suara dia mengambil cangkir kopi tersebut sambil membawa cicaknya. Setelah Ais keluar dari ruangan tersebut, Bagas bisa bernapas lega. Dia pun duduk kembali sambil celingukan.

"Untung saja kantor masuh sepi jadi tidak ada yang tahu teriakanku," batin Bagas.

Tak berapa lama, Ais datang lagi dengan membawa secangkir kopi yang baru.

"Silahkan minumnya, den." Ais meletakkan cangkir kopi tersebut di atas meja.

Lantas Bagas segera meminumnya dan dia sejenak terdiam.

"Kenapa kopi buatan Ais lebih enak dari pada buatan ayahnya ya?" batin Bagas.

Ais pun melanjutkan pekerjaannya dengan mengepel ruangan Bagas.

"Den, apa nggak sebaiknya anda keluar dulu supaya saya bisa fokus mengepelnya," ucap Ais.

"Enak saja kamu mengatur saya, di sini saya yang berhak mengatur kamu!" Bags tetap tak bergeming dari duduknya.

Ais pun tak berkata lagi, dia mulai mengepel lantai di ruang kerja Bagas.

"Brak... aduhh...."

"Astaga, den. Kan saya sudah katakan tadi supaya Aden di luar dulu sebentar. Lagi pula Aden ini bagaimana, sudah tahu saya sedang mengepel Paksi acara jalan-jalan. Ya akhirnya seperti berselancar kan?" Ais menahan tawanya.

"Heh, tolongin saya! "

Tetapi Ais malah lanjut mengepel tanpa mempedulikan Bagas.

"Ais!"

"Iya, den. Makanya kalau manggil saya jangan hah heh hah heh. Biar begini saya punya nama, den."

Ais mengulurkan tangannya untuk membantu Bagas bangkit dari jatuhnya.

Dengan sangat terpaksa Bagas menerima uluran tangan Ais.

"Sebenarnya aku malas menyentuh tangan kotormu ini. Pasti penuh dengan bakteri apa lagi sedang memegang kain pel," ucap Bagas ketus.

Hingga akhirnya Ais melepaskan pegangan tangannya pada tangan Bagas, hingga Bagas terjatuh lagi.

"Aaahhhh...sakit. .Aissss......".

"Iya, den. Katanya jijik dengan tangan saya yang kotor. Nanti saya ambil sesuatu yang tak kotor untuk membantu Aden bangun ya," Ais menahan tawanya seraya pura-pura mencari sesuatu.

"Sudah tak perlu, aku bisa bangun sendiri!"

"Lah itu anda bisa bangun sendiri, tetapi kenapa tadi manja minta di bantu bangunin, sudah tahu tangan aku kotor banyak bakteri karena sedang mengepel." ucap Ais

"Astaggaaaaa..... mimpi apa aku semalam ketemu wanita seperti ini...barbar dan ceroboh sekali..." batin Bagas.

Marah Besar

Hari berikutnya, Ais berangkat ke kantor sudah mengenakan seragam sopir yang di berikan oleh, Bagas. Dia datang ke rumah Bagas lebih awal.

"Ais, pagi sekali kamu datang kemari?" sapa Eti mamahnya Bagas.

"Iya, Nyonya Besar. Saya sudah di kasih mandat sama Baginda Raja eh maaf Den Bagas untuk mencuci mobil dulu sebelum berangkat ke kantor," ucapnya ceplas-ceplos membuat Eti senyam senyum melihat tingkah Ais.

"Kamu sudah sarapan belum, Ais?"

Belum juga Ais menjawab, datanglah Bagas menyela pembicaraan.

"Untuk apa tanya sarapan pada gadis kampung dan barbar ini, mah," ejek Bagas tersenyum sinis.

"Bagas, kamu tak boleh seperti itu. Nggak baik, nak," tegur Eti.

Sementara Ais sibuk dengan mencuci mobil Bagas tanpa menghiraukan adanya Bagas.

"Heh, kalau nyuci mobil itu yang bersih yah ini mobil mahal."

Bagas menepuk bahu Ais hingga dia tersentak kaget dan dia tak sengaja menyemprotkan selang air ke wajah Bagas.

"Sialan, Aisssss ... " teriak Bagas.

"Maaf, Baginda Raja. Habisnya anda mengagetkan lamunan indah saya," ucap Ais tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Sedangkan Mamah Eti tertawa terkikik pada saat melihat tingkah lucu Ais.

"Mamah, kenapa mamah malah menertawakan aku sih? mamah lihat sendiri kan, betapa cerobohnya dia dalam bekerja. Baru dua hari ini dia menggantikan ayahnya tetapi sudah banyak merugikan aku, mah. Hhhuhhhhh.. dasar gadis aneh," Bagas melotot ke arah Ais.

"Maaf, Den. Saya sengaja eh tidak sengaja." Ais menangkupkan kedua tangannya di dada.

Namun Bagas tidak menghiraukan permintaan maaf dari Ais, dia berlalu pergi dari hadapannya.

"Ampun dech, setiap aku dekat dengannya selalu saja mendapatkan kesialan yang beruntun. Kapan juga sih, Pak Lukman sembuh dari sakitnya?" gumamnya kesal.

"Bagas, kamu jangan galak seperti itu pada Ais. Kasihan dia loh," tegur Eti.

"Mah, kenapa malah membela gadis ceroboh itu sih? yang anaknya mamah sebenarnya siapa? malah mamah kasihan padanya bukan padaku yang basah kuyup seperti ini!" ucap Bagas sangat kesal.

Broto yang melihat Bagas basah kuyup juga memicingkan alisnya.

"Mah, ada apa dengan Bagas sampai basah seperti itu? apa dia habis jatuh atau bagaimana?" tanya Broto penasaran.

"Hheee, itu ulah Ais, pah. Sebenarnya Ais tak sengaja karena Bagas yang mengagetkan dirinya dengan menepuk bahunya, sontak dia menyemprot kan selang ke wajah Bagas."

Mendengar penjelasan dari istrinya, Broto juga sempat terkikik.

"Sepertinya Ais gadis yang lucu ya, mah?" ucap Broto.

"Iya, pah. Entah kenapa mamah juga suka sekali dengan kepolosan dan tingkah anehnya. Ada saja yang tingkahnya yang membuat mamah tertawa jika dekat dengannya," ucap Eti senyam senyum kala mengingat tingkah lucu Ais.

Sementara saat ini Bagas sedang melakukan ritual mandi paginya, dia berendam di bathup seraya melamun sendiri.

"Untung saja aku belum mandi, kalau sudah pasti aku akan semakin marah dan aku benar-benar pecat dia saat ini juga! aku jadi ada ide untuk membalasnya, tapi bagaimana cara membalasnya ya?" gumamnya seraya memikirkan cara untuk mengerjai Ais.

Sejenak Bagas tersenyum seolah telah menemukan cara yang tepat untuk membalas perbuatan Ais.

"Siap-siap saja kamu, Ais! aku akan membuatmu jera dan tak berulah lagi," batinnya.

Beberapa menit kemudian, Bagas telah rapi dan Ais juga telah siap di depan kemudinya.

"Heh, lain kali kalau baru datang jangan langsung memakai seragam sopir tetapi kamu pakai pakaian bebas dulu. Jadi nggak seperti ini, lihat dirimu itu basah seperti itu," ucap Bagas.

Namun Ais hanya diam saja tak merespon ucapan Bagas, dia fokus dengan kemudinya.

"Kamu tuli ya?" bentak Bagas.

"Saya kan sudah katakan, nama saya Ais bukan heh. Anda sendiri tak punya sopan santun tapi meminta saya untuk sopan pada anda," ucap Ais sekenanya.

"Beraninya kamu berkata seperti ini padaku! apa kamu ngga takut akibatnya hah!" ancam Bagas.

"Saya tidak takut, jika saat ini juga saya di pecat nggak apa-apa. Mending saya menjadi sopir angkot, dimana semua teman bisa saling menghormati dan menghargai. Tidak seperti anda, mentang-mentang anda ini kaya jadi bertindak seenaknya!" ucap Ais tanpa menoleh sedikitpun pada, Bagas.

"Heh, hentikan laju mobilnya! sekarang juga kamu turun biar aku mengemudi sendiri! dan mulai besok aku tak ingin melihat kamu menampakkan diri di hadapan aku!" bentak Bagas sudah tak bisa mengontrol emosinya.

"Baiklah."

Saat itu juga, Ais menghentikan laju mobilnya. Dia pun langsung keluar dengan membanting pintu mobilnya.

Kebetulan ada anak dari Juragan Wardi yang melintas sedang menyopir angkot. Ais langsung menghentikan laju angkot tersebut.

Angkot tersebut langsung berhenti, dan Ais duduk di depan bersama sang sopir yakni Aan anak dari Juragan Wardi.

"Ais, bukannya kamu menggantikan ayahmu menjadi sopir pribadi? lantas kenapa kamu di sini, apa tadi itu mobil bos kamu?" tanya Aan seraya terus mengemudi.

"Hem, iya. Sudah dech jangan cerita orang pemarah dan sombong itu, membuat aku ingin muntah saja," ucapnya ketus.

"Hem, iya dech. Btw kamu sudah sarapan belum?" tanya Aan.

"Belumlah, secara aku di minta datang pagi sekali untuk mencuci mobil dulu," ucap Ais.

"Ya sudah, nanti setelah aku antar penumpang ini kita sarapan bareng ya? di tempat biasa kita makan," ucap Aan.

"Siap,"

Aan anak pemilik angkot dan juga dia saat ini kuliah. Tetapi dia sama sekali tak gengsi jika sesekali menjadi sopir angkot. Jika ada mobil angkot yang nganggur dan dia sedang tidak ada jadwal kuliah, dia akan pergunakan waktunya untuk menarik angkot.

Dia berteman dekat dengan Ais, dan sudah sangat paham dengan sifat dan perilaku Ais. Tetapi bagi Aan sikap Ais itu lain dari pada yang lain. Dia bersikap seadanya dan tidak jaim seperti wanita pada umumnya.

Setelah beberapa menit, mengantar para penumpang. Aan mengajak sarapan di warteg langganan mereka. Ais makan dengan lahapnya.

"An, ini gratis kan? karena aku sama sekali tak punya uang," ucapnya sekenanya.

"Gratis, kalau kamu mau nambah juga boleh kok," ucap Aan.

"Tidak usah terima kasih, oh ya sebagai balas budi biar aku yang jadi kerneknya ya?" pinta Ais.

"Hem, memangnya kamu nggak bakal balik ke kantor? nanti ayahmu marah loh," ucap Aan.

"Ya sudah, kalau aku nggak diizinkan aku akan pulang saja dech. Bukannya sudah aku katakan jangan membahas dia lagi."

"Iya-iya, maaf. Sudah nggak usah ngambek, kamu boleh kok jadi kerneknya. Aku malah senang, karena kalau kamu jadi kerneknya, angkot aku ini laris manis," ucap Aan terkekeh.

Setelah mereka sarapan bersama, mereka narik angkot lagi dengan Ais yang menjadi kerneknya. Apa yang di katakan oleh Aan benar adanya, penumpang bejubel karena Ais pintar sekali menarik penumpang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!