NovelToon NovelToon

FWB (Friends With Benefit)

Si paling galau

...🖤🖤...

"Kenapa lagi nih..." Clara menatap Elenora jengah, setiap pagi selalu mendapati sahabatnya memasang wajah lesu. Sebenarnya dia tahu apa yang tengah terjadi, tapi tidak berani menebak karena bisa mendapat amukan dari singa yang sedang kelaparan. Clara menutup mulutnya rapat-rapat, membiarkan perempuan berambut panjang dengan gelombang ombre warna hitam abu-abu itu sibuk dengan pikirannya.

"Ra.. Bete..." Eluhnya, masih tertidur dimeja dengan bertopang kedua punggung tangan yang dia tumpuk.

"Biundra again??" Pertanyaan Clara mendapat anggukan dari perempuan galau itu. "Udah sih, mau sampai kapan lo sama dia stuck dihubungan rumit itu."

"Gak rumit, dia kan temen gue."

"Siap, si paling temen." Jengahnya, Elenora masih menegaskan dirinya sebagai sahabat Biundra, padahal semua orang tau bagaimana rumitnya hubungan sahabatnya itu dengan laki-laki super famous dikampus mereka.

Clara menatap fokus pada layar laptopnya, melirik Elenora sekilas dan dia menggeleng kecil. "Kenapa tuh?"

"Kemarin gue ditampar sama pacarnya,"

"Lo bantuin Biundra lagi buat jadi selingkuhan dia?" Clara tidak kaget. Elenora mengangguk. "Dibayar apa?"

Elenora tidak menjawab, dia masih dalam posisi utamanya, dengan malas menyodorkan tas dengan merk terkenal.

"Widih, diapain sama pacarnya."

Tanpa menjawab, masih dengan mode malas dia menunjuk kepalanya.

"Dijambak?"

Elenora mengangguk.

"Terus respon Biundra gimana?"

Bibir mungil Elenora mengerucut.

"Dicium?"

Elenora mengangguk.

Clara menggeleng. "Mahal banget bayaran lo, dapet tas branded sama ciuman panas."

Tapi hal itu tidak membuat Elenora bahagia, tas tidak ada bandingannya dengan sakit hatinya. Elenora kembali menghela napas kesal.

"Kenapa dia..." Lynne datang dengan tangan yang menenteng kotak, tersusun empat cup coffe. "Biundra lagi?"

"Yalah, apa lagi." Balas Clara malas.

"Bosen gue denger keluhan lu anj*r." Umpat Movie. Perempuan berambut pendek itu duduk disebelah Clara, meraih kertas yang berserakan milik Clara. "Confess aja sih El, kalian kan suka menghabiskan waktu bersama. Gue yakin dia juga punya feel ke lo."

"Nyoc*t lo enak, gak tau kan lo pada bagaimana posisi gue." Amuknya. Lynne menggeleng pelan, mengelus puncak kepala Elenora sebelum duduk disebelah perempuan paling galau itu. "Lyn..."

"Iya." Lynne merentangkan kedua tangannya, membawa Elenora masuk kedalam pelukannya. Lynne mengelus kepala Elenora dengan lembut, dari tiga sahabatnya, hanya Lynne yang selalu mengerti dirinya. Si paling dewasa. "Udah berapa kali gue bilang sama lo El, hubungan persahabatan lo sama Biundra itu gak masuk logika."

"Gue juga pernah bilang itu," terobos Movie, bahkan mulutnya mungkin sudah berbusa karena banyak mengatakan hal seperti yang dikatakan oleh Lynne. "Dianya aja yang bucin tol*l."

"Mov, jangan buat El jadi tambah pusing dong." Lynne menegur Movie. Movie adalah satu-satunya sahabat Elenora yang paling bebal dengan hubungan rumit milik Elenora dengan Biundra. Dia bahkan berani mengatakan hal semenyakitkan apapun pada Elenora, meskipun ucapannya tidak pernah masuk kedalam otak Elenora. "Coba lo dengerin kata Movie deh, lo harus confess ke Biundra. Ungkapin perasaan lo ke dia, El."

"Gak bisa."

"Apa lo takut persahabatan kalian berdua akan rusak?"

"He'em."

"Terus, lo mau sampai kapan jadi fwb dia?"

Elenora menghela napas kesal, friend with benefit. Hubungan persahabatan miliknya tidak seperti persahabatan lainnya.

"Gak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki, El." Lynne bersuara lagi. "Kalian udah lebih dari sekedar sahabat."

"Tapi Lyn..."

Lynne mengangguk, dia sangat pahami bagaimana perasaan Elenora. Menjadi sahabat Biundra, laki-laki paling famous di kampus, laki-laki paling ramah, laki-laki paling banyak mantan dan selalu meninggalkan tapi masih banyak yang mengincar. Sulit bagi Elenora menjauhi Biundra, dia sudah kepalang suka pada laki-laki tidak jelas itu.

"Kenapa?" puncak kepala Elenora dielus pelan dan membuat mata perempuan itu melebar. Lynne yang masih memeluk Elenora mendongak menatap laki-laki yang datang tiba-tiba itu. Semoga saja laki-laki itu tidak mendengar pembicaraan mereka. "Sakit?"

"Gak apa-apa." Jawabnya cepat.

"Dia kenapa?" Tanya laki-laki tinggi itu pada Lynne yang memeluk Elenora.

"Perutnya sakit."

Mata laki-laki itu melebar, dia berjongkok meraba perut Elenora, "serius gak? mau ke rumah sakit?"

"Ihh, apa sih lo." Menghempaskan tangan laki-laki itu dari perutnya. "Gue lagi mens."

"Baru mensnya? perasaan tadi pagi gak ada apa-apa."

Clara dan Movie melebarkan matanya, mereka saling pandang. Yah jangan diherankan lagi jika seorang laki-laki bisa tau sampai kesitu. Apalagi laki-laki itu adalah Biundra, yang katanya sahabat baik Elenora.

"Kak Biuu..." Laki-laki yang tengah berjongkok didekat Elenora mendongak, laki-laki itu berdiri dan tersenyum manis pada perempuan mungil yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Ele, gue pamit ya." Matanya menatap Lynne. "Kabari gue kalau ada apa-apa."

Melihat kepergian Biundra yang semakin jauh, Movie memindahkan diri agar lebih dekat dengan Elenora. "Cewek baru?"

"Mungkin."

Mereka bertiga melihat kearah Biundra sedangkan Elenora menunduk memeluk Lynne semakin erat, laki-laki itu berjalan sembari merangkul lembut pada sosok perempuan mungil yang memanggilnya tadi. Usapan lembut nan gemas juga Biundra berikan pada perempuan itu ketika mereka berbincang.

"Padahal kemarin Ele udah dijadiin bahan selingkuhan biar dia putus sama anak kedokteran itu. Udah dapet baru aja." Sambung Clara.

"Halah, gak usah heran, cowok ganteng plus playboy kayak dia pasti banyak yang maulah." Balas Movie kesal, "gue kalau jadi lo capek El. Selalu jadi orang yang bantuin buat dia putus sama pacarnya. Terus yang lo dapet apa coba?"

"Tas branded." Jawab Clara sembari mengangkat tas milik Elenora pemberian Biundra kemarin.

"Idih najis, tapi cakep wehh.." Merampas tas Elenora dari tangan Clara.

"Udah Mov," Lynne menegur lagi, Movie hanya mendelik kesal sembari menaruh tas Elenora, dia akan terus memojokkan Elenora sampai perempuan yang masih dalam pelukan Lynne itu menangis.

Movie berdiri. "Gue kesel banget sumpah, punya temen kok b*go banget. Mau aja jadi temen tidur, tanpa ada hubungan."

Clara, Lynne bahkan Elenora terdiam mendengar kalimat sarkas Movie, perempuan itu berjalan cepat keluar dari taman kampus menuju kelasnya. Tidak ada yang salah dari ucapan Movie, hanya saja tidak dapat diterima baik oleh otak budak cinta milik Elenora.

"Sebenernya, gue setuju sama Movie," Lynne melotot pada Clara meminta agar perempuan itu tidak mengatakan apapun. Sayangnya tidak digubris oleh Clara, mungkin bagi Clara sudah waktu dia harus mengeluarkan pendapatnya. "Lo emang sedikit b*go El, gak ada persahabatan laki-laki dan perempuan seperti kata Lynne. Even less, he does not understand your feelings. Lo cuma jadi tempat pelampiasan nafsunya dia El, dia selalu mendewikan semua perempuan yang lagi dia deketin. Sewaktu dia bosan, dia balik ke lo terus menghabiskan waktu semalaman diranjang. I think that's beyond friendship."

"Lyn..." Elenora mendongak, menatap Lynne yang masih senantiasa memeluknya. Lynne mengangguk, menyetujui ucapan Clara. "Tapi gue takut, kalau gue confess eeh dia malah menjauh. Kalian kan tau, gue gak bisa jauh dari dia."

"Hadehhh, capek ngomong sama bucin tol*l." Emosi Clara memuncak, dia bangkit dari duduknya, mengemasi semua barang miliknya dan berjalan pergi tanpa berpamit.

Lynne menggeleng dengan senyum yang mengembang, mengelus pipi Elenora, bibir sahabatnya sudah mengerucut panjang.

^^^To be continued 🖤🖤^^^

Panggilan mengganggu

...🖤🖤...

Ponselnya berdering kencang, Elenora berlari masuk kedalam kamarnya meraih ponsel dengan nada dering khusus. Yap. Saking sukanya pada Biundra, perempuan itu memberikan nada dering khusus untuk kontak milik Biundra, pesan dan panggilan dia bedakan dari yang lain. Bahkan semua sosial media milik Biundra dia berikan pengingat agar menjadi yang pertama melihat setiap postingan teman dekatnya itu.

"Yap.. Yap..." Jawab Elenora pada panggilan Biundra yang sudah diangkat sebelum deringan mencapai satu menit. Elenora membawa ponselnya menuju dapur, dia sedang memasak mie instan tadi.

"Where are you, kitty???" Tanya Biundra dari sebrang telepon. Biundra memang memanggilnya dengan berbagai macam panggilan, namun 'kitty' adalah panggilan gemas yang sering Biundra ucapkan padanya.

Elenora tersenyum, dia tengah salah tingkah sekarang, tentu tanpa sepengetahuan Biundra. "Apart."

"Kangeeenn.. Gue ke apart lo ya." Rengek Biundra dari sana.

"Sinilah."

"Okey, on the way." Panggilan terputus, tanpa sadar Elenora berjingkrak kesenangan. Bagaimana tidak? teman baik yang merangkap menjadi pujaan akan datang.

Elenora tetap pada pendiriannya, dia sangat tidak perduli bagaimana tanggapan semua sahabatnya mengenai pertemanan yang dia jalin bersama Biundra, bahkan dia belum meminta maaf pada Movie karena pertengkaran mereka dua hari lalu. Elenora takut, Movie masih tampak kesal padanya jadi dia memilih untuk menghindar saja.

Kenapa dia tidak mendengarkan ucapan ketiga sahabatnya? karena dia bahagia dan dia senang berada diposisi ini. Mengubur perasaannya sudah sering dia lakukan bukan? hatinya sempat goyah hanya karena Biundra semakin perhatian, dia bisa membuang perasaan itu lagi jika hadir. Mudah bukan?

Mienya sudah mendidih, buru-buru Elenora mematikan kompor dan menuangkan mie rebus kedalam mangkuk keramik. Perlahan dia bawa keatas meja makan kecil dengan dua bangku berhadapan. Sandi pintu apartemennya berbunyi, menandakan seseorang tengah membukanya, Elenora yakin itu adalah Biundra. Dia maupun laki-laki itu sudah biasa masuk ke apartemen masing-masing tanpa menekan bel, bahkan kata sandi apartemen Biundra dia ganti menjadi tanggal lahirnya dan teman baiknya itu tidak melarang atau menolak. Dan apartemennya tetap memakai tanggal ulang tahunnya sendiri, dia tidak ingin terlihat menggilai Biundra.

Sebuah tangan kekar meraba perutnya, posisi seseorang itu berada dibelakangnya. Elenora diam saja, dia tetap menyeruput kuah mie rebus dengan posisi berdiri.

"Masih sakit?" suara bariton laki-laki menusuk kedalam telinganya, wangi parfum meanly menyeruak indra penciumannya. Elenora suka baunya.

"Gak." Jawabnya singkat. Bukan karena cuek, dia sedang menahan kegirangan hatinya. Ingat! Elenora harus mengubur perasaan itu.

Elusan terlepas, laki-laki itu memutarinya dan duduk dibangku berhadapan dengannya. "Suka banget makan mie instan."

"Males keluar."

"Ngapa gak bilang, kan bisa gue beliin tadi."

"Udah ngerebus air duluan." Elenora menarik kursi dan dia duduk disana, melirik plastik yang ditaruh Biundra sebelum duduk. "Apaan tuh?"

Biundra tidak menjawab, laki-laki itu fokus pada ponselnya dengan bibirnya yang mengembang sempurna. Apa lagi yang akan membuat Biundra tersenyum lebar kalau bukan perempuan-perempuan incarannya. Bibir Elenora mengerucut kesal, dia menarik plastik, mendadak bibirnya berubah mengembang karena didalam sana berupa jamu-jamuan untuk nyeri datang bulan dan beberapa tablet obat pereda nyeri.

Ini yang Elenora suka dari Biundra, laki-laki itu selalu mengerti dirinya, selalu memberikan perhatian kecil kepadanya.

"Besok anter gue beli stok bulanan ya? mama baru transfer tadi."

"Hem.." Balas Biundra singkat. Balasan dari perempuan diluaran sana lebih penting.

Elenora mencibir, katanya kangen, tapi kenapa sampai disini malah bermain ponsel. Biundra seperti sedang berpindah tempat.

Setelah siap makan, Elenora membawa mangkuk kosongnya dan menaruh kedalam sink. Dia membasuh tangan dan mulutnya, meraih gelas lalu menegak air putih yang baru dia tuang. Setelahnya, Elenora mencuci gelas dan mangkuknya yang sudah dia letaknya didalam sink tadi.

Aktifitas mencuci piring sudah siap, tangan seseorang bertengger dipinggangnya, membalikkan tubuh Elenora untuk menghadap laki-laki dibelakangnya. Elenora mendongak, menerima bibir Biundra yang mulai mendarat dibibirnya tiba-tiba itu.

Biundra melepaskan pangutan mereka, Biundra tersenyum membuat Elenora ikut tersenyum. "Gue jadian sama Jesslyn, lo ingat? cewek kemarin yang nyamperin gue pas ditaman waktu gue nemuin lo."

Senyum Elenora memudar, sial, hatinya teriris lagi. Dengan sangat terpaksa Elenora mengembangkan senyumannya. "Congrat ya?"

"Thanks," Biundra tersenyum puas. "Cantik kan?"

"Um, cantik." Elenora mengangguk, menutupi rasa cemburunya, bibir Biundra kembali bertengger pada bibirnya. Keduanya mulai saling bergerak, Elenora mengeratkan pelukan pada leher Biundra saat laki-laki itu mengangkat tubuhnya pelan. Dalam gendongan, Biundra membawa Elenora masuk kedalam kamarnya.

"Hah..." Nafas Elenora tercekat, dadanya naik turun saat deru nafas Biundra menyusuri lehernya. Elenora menggeliat saat tangan Biundra tidak tinggal diam, Biundra menuntunya untuk kembali duduk dan dibawa keatas pangkuannya. Bibir mereka kembali menyatu, dengan tangan Biundra mulai menjelajah kedalam kaos oversize Elenora dan saat akan dia bawa keatas, Elenora melepaskan pangutan itu.

Buindra menatapnya sayu. Laki-laki itu menelan saliva dengan nafas masih tidak teratur. "Kenapa?"

"Gue lagi mens, Biu."

Biundra mengrenyit bingung. Tangannya meraba sisi belakang Elenora. "Lo gak pake pembalut, sayang."

Elenora menelan salivanya, alasan datang bulannya adalah akal-akalan Lynne kemarin, agar Biundra tidak banyak bertanya soal kenapa dia memeluk Lynne.

"Lo gak bohong kan soal mens?" Tanya Biundra lagi, laki-laki itu tidak bodoh, dia tau bagaimana bisa perempuan datang bulan tidak mengenakan pembalut.

"G-gue pakai paintyliner." Siall, Elenora tidak yakin kalau Biundra bisa dibohongi lagi. "Belum banyak gitu, ini baru hari kedua. Kemarin pas meluk Lyn itu sakit perut aja."

"Ouh.." Biundra mengangguk, Elenora menghela napas lega karena laki-laki yang masih memangkunya ini percaya. "Yaudah, diluar aja ya."

"Hah?" Tangan Biundra kembali masuk kedalam kaosnya, dan wajah laki-laki itu sudah mendekat memberikan kecupan pada tulang selangka. Elenora tidak bisa menolak, tangannya bergerak menyusuri surai panjang milik Biundra, laki-laki itu memang membiarkan rambutnya sedikit memanjang.

Kaos oversize Elenora sudah lolos dari tubuhnya, bibir Biundra mulai mengecupi kulit perutnya, tidak membiarkan sesenti saja kulit Elenora tidak dia kecup. Posisi mereka masih dengan Biundra memangku Elenora, tapi Elenora dibiarkannya untuk berbaring membiarkan tangan perempuan itu memainkan rambutnya.

Drrttt,,,, Drrttt,,,

"Shiit!!!" Biundra mengumpat, kegiatannya belum tuntas dan ponselnya bergetar kuat. Tangannya masih memegang pengait bra milik Elenora dan terpaksa dia kaitkan lagi, Biundra meraih ponselnya dan menyandarkan kepalanya pada perut rata Elenora, sedangkan Elenora sedang mengatur nafas agar teratur. "Halo sayang..."

Elenora memejamkan matanya kesal.

"Astaga iyaaa, aku lupaa.."

Elenora tidak perduli apa yang tengah dibicarakan oleh Biundra dengan seseorang disebrang sana, tapi bisakah laki-laki ini menyingkir, disela dia berbicara saja masih menyempatkan untuk mengecup perutnya.

"Iya maaf sayang, aku berangkat sekarang." Biundra terkekeh. "Iya sayaaang, too."

Biundra mendongak, melihat kearah Elenora yang menatap kelangit-langit kamar. Biundra menuntunya untuk kembali duduk, menurunkannya dari pangkuannya, Biundra meraih kaos Elenora dan dia bantu pakaikan.

"Gue lupa anjiir, hari ini ada janji ngajak Jesslyn nonton." Laki-laki itu terkekeh tanpa memperdulikan wajah Elenora yang kesal. Tangan Biundra meraih sisi wajah Elenora dan mengecup bibirnya sekilas. "Gue pergi, byeeee..."

"Biuu..."

Biundra menghentikan langkahnya, suara Elenora sangat lembut dan samar, membuatnya berhenti dan menatap Elenora bingung. "Kenapa?"

"Jangan lupa besok, anter gue belanja."

"Siap kitty." Tangannya bergerak memberi hormat, laki-laki itu terkekeh. "Gue pergiiiii...."

Elenora menatap nanar pada pintu kamarnya yang sudah kembali tertutup. Ia bingung, bagaimana bisa Biundra menyentuhnya seperti itu tanpa perasaan. Bahkan dia bisa meninggalkan nafsunya secara tiba-tiba hanya karena perempuan lain memanggilnya. Pertemanan ini membuat harga dirinya jatuh ya? Elenora terkekeh sendiri.

^^^To be continued 🖤🖤^^^

Menghilang

...🖤🖤...

Clara dan Lynne terkekeh melihat dua sahabatnya tengah berpelukan, Elenora dan Movie sepakat untuk baikan dan tidak mengungkit masalah kemarin. Elenora berjanji untuk tidak memasukkan perkataan Movie beberapa hari lalu kedalam hati, toh kenyataannya memang Elenora tidak pernah memasukkan perkataan menyakitkan dari siapapun kedalam hatinya selama ini.

Ingat!! semenyakitkan apapun.

Tingkat bucin Elenora sudah mendarah daging, tidak bisa di ganggu-gugat lagi.

"Okey guys," Clara merangkul keduanya. Senyumnya sangat lebar saat merangkul dua sahabatnya. "Untuk merayakan baikannya kalian, bagaimana kalau kita party malam ini?? hah, mau kan?"

Movie mengangguk senang sembari bertepuk tangan. "Setujuuuu!!!!"

"Tapi gue udah janjian sama Biu buat belanja bulanan hari ini." Elenora memasang wajah sedih, karena tidak bisa menerima ajakan baik sahabatnya itu.

Movie menggeleng kecil. "Masih aja, kan party kita malam El, lo bisa pergi sama Biu lo itu sehabis balik dari kampus nanti. Siang inii."

Elenora menggeleng. "Masalahnya, ponsel Biu gak aktif dari kemarin, jadi gue gak bisa kasih tau dia kabar hari ini."

"Astaga El, lo tinggal ke apart dia dong?" Clara mulai kesal, kenapa Elenora terlihat bodoh sih?

"Gak ada orang disana." Jawab Elenora tidak kalah nyolotnya.

Lynne mulai menengahi, sikap ngeyel Elenora bisa membuat mereka kembali bertengkar padahal belum ada setengah jam mereka baikan. Pertengkaran ronde kedua akan lebih sulit untuk berdamai, mereka pernah melalui itu dulu dengan tema yang sama 'soal Biundra' dan yang akan kesulitan adalah dirinya.

"Gini aja," Lynne mulai ambil perhatian. Dia harus menjadi seseorang yang mampu mencari jalan keluarnya. "Seperti biasa, kita bertiga tetap party. Jam berapapun lo selesai sama Biundra, lo gabung sama kita. Gimana?"

"Tapi lo harus tetep dateng El?" Clara menunjuk Elenora seperti memperingati.

Movie mengangguk setuju pada peringatan Clara. "Iya. Biasanya lo kalau udah berdua sama Biundra gak inget sama janji kita."

"Iyaa, gue bakal tetep dateng."

Karena Elanora mengangguk setuju, membuat Clara dan Movie akhirnya mengangguk setuju menatap Lynne. Begini kan? akhirnya mereka tidak berantem untuk ronde kedua.

"Besok lo gak ada kelas tambahan kan El?" Tanya Movie pada Elenora yang dijawab anggukan oleh perempuan itu. "Aman deh, kita bisa party sampai pagi."

...🖤🖤...

Sekitar pukul dua siang, kelas Elenora selesai, kakinya melangkah menuju gedung fakultas arsitektur. Karena apartemen Biundra kosong, menghampiri laki-laki itu ke fakultasnya adalah jalan terakhir. Langkahnya menyusuri lorong kelas, mencari letak kelas Biundra, dan sayangnya sudah kosong.

"Kelas ini udah kosong dari jam berapa?" Tanyanya pada salah satu mahasiswi yang duduk didepan kelas.

"Sekitar tiga puluh menitan kayaknya."

"Tadi Biundra masuk gak?"

Perempuan itu menggeleng. "Gue telat tadi, sorry, ini makanya gue lagi nyatet."

Elenora melihat dua buku dihadapan perempuan itu. "Ouh, okey, thank you ya."

Mendapat anggukan dari perempuan itu. Elenora kembali membawa diri untuk berkeliling hingga sampai di kantin dan tidak menemukan sosok teman baiknya itu dimanapun.

"Elenoraa.." Seseorang berteriak memanggil namanya, laki-laki dengan paras tampan berlari kearahnya. Laki-laki tinggi dengan kemeja flannel oversize dengan senyum yang mengembang. Elenora tidak mengenal siapa laki-laki dihadapannya ini. "Cari Biundra ya?"

Matanya melebar, ada satu orang yang menyadari keberadaannya untuk mencari Biundra.

"Iya, dia dimana ya?"

"Dia gak masuk hari ini," jawaban laki-laki dihadapannya membuat Elenora mengerut heran. "Dia gak ngabarin kamu? padahal ada ulangan hari ini."

"Enggak." Elenora menatap ponselnya. "Nomernya gak aktif."

"Kata temen yang lain sih, ada yang ngelihat dia pergi sama pacarnya gitu." Ujarnya pelan. "Aku cari ke kelasnya adik itu, katanya juga bolos kampus hari ini."

Mendadak Elenora khawatir. Biundra tidak biasanya seperti ini. Ponselnya bergetar, tertera nama mamanya disana, membuatnya segera mengangkat. Namun sebelum itu dia melihat kearah laki-laki dihadapannya. "Thanks ya, aku pergi duluan."

"Oke." Laki-laki itu menatap kepergiannya.

"Halo mama.."

"Sayang, mama sudah transfer loh, kok tidak mengabari?"

Elenora menepuk dahinya pelan, dia sampai lupa mengucapkan terima kasih pada sang mama. "Ahh, maaf mama, El banyak tugas dan cuma baca pesan mama sekilas. Maaf mamaaa..."

"Aduh,,, sibuk sekali ya. It's okey mama maafkan, jangan lupa istirahat dan makannya ya sayang. I miss you."

"Iya mama, i love you."

Dari sebrang mamanya terkekeh. "Bagaimana kabar menantu mama?"

"Menantu mama? Siapa?"

"Biu dong, sayang."

"Ihhh..." Teriakan kesalnya mendapat tawa dari sang mama. "Apaan sih!!!"

"Ya apa? Dasar, awas kalau kamu sampai kepincut sama Biu ya. Pakai nolak segala sama ucapan mama." Elenora memang tidak membicarakan perihal hatinya pada sang mama, mamanya dan mama Biundra sendiri tau bagaimana sifat laki-laki itu. Makanya, didepan kedua wanita itu Elanora sengaja menolak Biundra padahal dalam hati kecilnya dia sangat menginginkan hal itu.

"Baik mama, tapi dia masih suka bolos gitu. Susah dikasih tau."

"It's okey El, Biundra memang bandel kan kamu tau sendiri?" Mamanya terdengar tenang. "Kasih tau pelan-pelan ya, cuma sama kamu dia nurut loh, mamanya selalu minta mama untuk kasih tau kamu tentang itu."

"Iya iyaa...." Kesalnya, berulang kali mamanya selalu memberitahu soal dirinya harus menjaga Biundra, padahal laki-laki itu saja sudah merusak tubuhnya, hati dan otak sudah hancur lebur karena laki-laki itu. "Sudah ya mama, El mau belanja bulanan."

"Sama Biu?"

"Sendiri, Biu gak tau kemana? Mungkin dia lupa."

"Yasudah, hati-hati ya sayang."

"Iya mama, i love youu."

"Love you too." Balas sang mama, dan panggilan terputus, tidak ada balasan dari pesannya kepada Biundra. Membuat Elenora terpaksa membeli stok bulanan sendirian.

^^^To be continued 🖤🖤^^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!