NovelToon NovelToon

SYSTEM : Berganti Seratus Wajah

PROLOG

Perkenalkan....

Namanya adalah Tito Sulistyo. Seorang anak sulung dari 2 bersaudara dan adiknya pun seorang laki-laki.

Bapaknya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di salah satu kantor Pemerintahan Daerah. Bundanya telah meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas dijalan tol dengan adik perempuan satu-satunya ketika ia masih berusia 8 tahun dan Taufik Fernando berusia 6 tahun.

Itu sebabnya, ia disebut anak piatu. Karena sudah tiada ibu.

Bapaknya menikah lagi 2 tahun kemudian dengan seorang gadis yang satu kantor ditempatnya bekerja.

Tito dan Taufik akhirnya mengalami apa yang namanya diurus oleh seorang ibu tiri.

Mama Ida sebenarnya baik. Tapi setelah melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Yoga Pratama, semuanya berubah bagi Tito juga Taufik.

Bapak dan mama tirinya hanya berfokus pada Yoga dan Yoga saja. Bahkan... untuk urusan makan dan pakaian apalagi uang jajan, Tito dan Taufik harus menunggu 'sisa' dari Yoga.

Semakin miris ketika mama Ida melahirkan lagi bayi laki-laki beda usia 3 tahun dengan Yoga. Dan adik kecil mereka itu diberi nama Yogi Dwitama.

Akibatnya, mama Ida menjadi seseorang yang sangat super cuek pada Tito juga Taufik.

"Jangan manja! Kalian khan sudah dewasa. Sudah SMP pula. Jangan selalu ingin diurus mama dan bapak! Mandirilah sedikit!"

Hanya itu jawaban pedas bapak ketika Taufik meminta sedikit perhatian dari bapak dan juga mama tirinya.

Tito sudah bisa menerka, seperti inilah hidup bersama ibu tiri. Cuek, masa bodoh, bahkan agak kejam dan lumayan sadis.

Meski mama Ida nyaris tak pernah memukul mereka dengan nyata. Tapi bahasa verbal cukup membuat mental Tito juga Taufik down hingga berubah 180 derajat.

Terlebih Tito, yang memang memiliki sedikit gangguan pada mata kirinya sejak lahir.

Matanya tidak sinkron seperti mata manusia lain pada umumnya.

Orang sering memanggilnya "Tito Juling" karena kelainan pada matanya itu.

Padahal Tito termasuk anak yang tampan. Badannya tinggi dan tegap. Kulitnya putih bersih bahkan bisa dibilang mulus dengan bulu-bulu halus disekujur tubuh membuat banyak tantenya gemes bila mengelus tangan dan pundak leher jenjangnya.

Berbeda dengan adiknya Taufik yang hitam manis, agak petot karena badannya yang cengkring.

Yoga, Yogi memang lebih manis dan imut tapi hidung mereka standar tak semancung hidung Tito dan Taufik.

...

Baiklah.... Kita sudahi flashbacknya.

Kini, sudah memasuki tahun 2020. Dan Tito sudah akan berusia 26 tahun tepatnya 2 bulan lagi.

Tito tamatan SMU saja. Sudah bekerja cukup lama disebuah klinik akupuntur milik seorang sinshe dibilangan ibukota hingga akhirnya dia bisa terlepas dari rumah bapaknya dengan mengontrak disebuah kamar berukuran 4×5 meter dengan sewa perbulan 800 ribu rupiah.

Tito masih menyandang predikat jomblo akut. Bahkan nyaris tidak pernah mengalami yang namanya pacaran, dalam hidupnya.

Sungguh hidup yang flat. Tapi Tito masih tetaplah Tito. Hidup yang keras mengajarkannya untuk terus berjuang dan bertahan.

Taufik adiknya lebih beruntung. Dia telah menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki dan kini hidup bersama istrinya dilain kota.

Hhhh.... Itulah kini hidup Tito. Pasif dan anyep.

Hanya rutinitas sehari-hari sebagai seorang karyawan biasa disebuah klinik akupuntur yang memiliki libur sehari selama seminggu. Dan ketika libur tiba, hanya ia habiskan dengan membaca buku-buku cerita ataupun novel-novel online disebuah situs aplikasi yang saat ini tengah mewabah menyerang para humanisme perkotaan yang 'nolep' seperti dirinya.

Hidup memang semakin hari semakin kejam dan liar. Padahal dikenyataannya, semua adem dan tiada perlawanan. Membuat Tito kadang jenuh dengan kebosanannya.

Tapi apa mau dikata. Tuhan sedang menguji semua umat-Nya. Akankah selalu ingat dan bersyukur serta memohon kehidupan yang lebih baik lagi? Ataukah terima nasib saja, dengan mengikuti kemana arah angin berhembus dan kemana arus mengalir.

-BERSAMBUNG-

ALKISAH BERMULA

Angin berhembus sepoi-sepoi diawal pagi di hari Senin bulan Januari ini. Tito bersiap memulai harinya dengan perasaan yang datar seperti biasanya.

Matanya terus melirik jam Rolex KW berwarna keemasan yang ada dipergelangan tangan kirinya.

Ia cemas, karena hari ini ia terlambat bangun pagi setelah semalam mabar FF bersama teman-teman onlinenya.

Itulah Tito, meski kehidupan nyatanya nyaris sunyi senyap tanpa suara. Tapi ada sedikit kebahagiaan mengisi ruang hatinya setelah ia mengenal game online yang sedang booming diseluruh dunia ini. Membuatnya bisa bertemu banyak orang yang akhirnya menjadi kawan onlinenya dalam sebuah grup permainan.

Tapi konsekuensinya, ia jadi sering terlambat tidur dan bangun pagi kesiangan akibat mabarnya yang suka lupa waktu saking asyiknya permainan mereka.

Lampu merah dipersimpangan menyala, dan lampu hijau untuk pejalan kaki yang hendak menyebrang zebra cross di depan jalan menuju tempat Tito bekerja di pusat ibukota. Tito pun mengayunkan langkahnya segera setengah berlari menyusuri jalan raya penyebrangan itu agar segera tiba ditempat kerjanya.

Duaaarrrrrr.....

Suara petir tiba-tiba menggelegar. Membuat hampir semua orang yang lalu lalang dizebra cross berjalan lebih cepat hampir setengah berlari agak kaget sedikit ketakutan.

Tito terengah-engah berlari kearah pintu masuk tempatnya bekerja ditengah kota yang disekelilingi perkantoran dan mall pasarraya.

Nyaris tubuhnya kebasahan karena hujan mengguyur tiba-tiba padahal cuaca pagi terlihat cerah membuatnya tidak bisa memprediksi prakiraannya.

Tito masuk keruang ganti. Mencopot t-shirt yang dikenakan berganti dengan kemeja batik seragamnya bekerja di klinik akupuntur itu.

Pagi ini pasien terdaftar ada 5 orang saja. Semakin hari pelanggan koko Chandra semakin berkurang menyusut.

Ada kemungkinan mereka telah sembuh dan menghentikan pengobatannya, ada kemungkinan mereka lari ke pengobatan alternatif lainnya. Itulah namanya pasien. Agak mirip dengan netizen, pikir Tito ketika badmood.

Koko Chandra belum menampakkan batang hidungnya. Tapi kata Rasyid, teman seangkatannya yang seorang cleaning servie mengatakan kalau koko sejak satu jam lalu telah datang dan masuk ruangan khusus pasien namun belum keluar kembali.

Akhirnya Tito memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu ruangan pelan. Berusaha memanggil nama koko Chandra, dan mengulang ketuk sekali lagi. Bahkan kali ini ia mengetuk dengan tenaga lebih besar sehingga menghasilkan suara yang lebih keras.

Tok tok tok

Tapi hasilnya, nihil. Tak terdengar suara jawabannya dari dalam.

Tito kembali mengetuk pintu. Didekatkannya daun telinganya agak menempel pintu. Tapi masih tak terdengar jawaban.

Tok tok tok

"Koko, Koko Chandra? Aku masuk kedalam ya?"

Tito membuka gagang pintu. Tapi terkunci dari dalam. Membuatnya sedikit termangu, karena tidak seperti biasanya, koko Chandra yang seorang akupuntur berusia 37 tahunan itu mengunci pintu ruangan dari dalam meskipun sedang ada pasien di dalam. Apalagi ini, dipagi hari dan belum ada pasien yang datang.

Semakin besar rasa penasaran Tito.

Akhirnya ia berinisiatif memanggil Rasyid untuk membukakan pintu dengan kunci serep yang memang ada pada pemuda yang usianya 3 tahun lebih muda darinya itu.

"Aneh! Aku juga ga tau kenapa Koko mengunci pintu dari dalam. Sejak Koko masuk, sampe sekarang... ga ada tanda-tanda yang mencurigakan!" kata Rasyid membuat Tito semakin tenggelam dalam diam.

Pintu pun terbuka setelah mereka membuka dengan anak kunci yang ada.

....................

"Koko Chandra!!!!!!!!"

"Koko!!!!"

Tito dan Rasyid berteriak berbarengan. Koko Chandra tertelungkup dilantai dengan darah bersimbah disekujur badan.

Membuat keduanya tak berani menyentuh tubuh atasannya itu, pemilik dan sinshe akupuntur yang terkenal yaitu Chandra Salim.

Polisi berdatangan setelah Tito menelpon 110. Mereka meminta Tito dan Rasyid menjadi saksi atas kematian Koko Chandra Salim.

Nyaris 4 jam dengan berbagai pertanyaan intel polisi yang diulang-ulang guna mencari keterangan.

Apakah koko Chandra dirampok?

Apakah ia dibunuh seseorang?

Siapakah orang yang sangat ingin mengambil nyawa atasannya itu?

Tito dan Rasyid sama sekali tidak menemukan jawaban dari semua itu. Karena mereka berdua memang tak tahu apa-apa dan tak punya alibi apalagi dasar kuat untuk melakukan tindak kejahatan menghilangkan nyawa orang terutama nyawa koko Chandra, atasan mereka yang cukup baik mereka kenal.

Suasana klinik akupuntur terasa ramai tapi dingin. Aura-aura negatif dari adanya kasus kematian koko Chandra masih samar-samar.

Tidak ada luka bacok ataupun luka senjata tajam yang ada ditubuh koko. Begitu ahli forensik mengatakan. Tapi banyak darah keluar dari hidung dan mulut jasad koko Chandra. Membuat polisi melakukan autopsi pada mayat koko setelah pihak keluarganya menyetujuinya.

Ada apa dengan koko Chandra? Mengapa dihari senin naas ini ia harus mengalami takdir yang tragis?...

Ataukah ia memang tengah sakit dan menyembunyikan penyakitnya dari keluarganya hingga malaikat maut menjemputnya tanpa aba-aba?

Tiada yang tahu. Begitupun Tito. Yang sangat tidak percaya pada kejadian ini.

-Bersambung-

APA YANG TERJADI DENGAN DUNIA INI

Dua minggu telah berlalu. Hari-hari Tito yang hanya berkutat dirumah tanpa pekerjaan akhirnya usai sudah.

Untungnya, kejadian tewasnya koko Chandra diklinik akupunturnya terjadi setelah ia dan Rasyid gajihan. Otomatis, meski dirumahkan selama 2 minggu selama masa penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian, Tito tidak kesulitan dalam urusan biaya pengeluaran sehari-hari.

Syukurnya juga, bahkan akhir bulan kemarin almarhum koko Chandra sempat menghadiahkan bonus akhir tahun selama sebulan gaji. Itu adalah tabungan yang cukup untuk sebulan hidup kedepan sebelum Tito kembali menemukan pekerjaan.

Hhhhh....

Tito hanya bisa menarik nafas panjang. Pening seketika kepalanya, mengingat ia pasti harus kembali bergulat dengan kejamnya persaingan dalam mencari pekerjaan di ibukota yang kejam dan durjana ini.

Hari ini ia dan Rasyid mulai kembali ke klinik. Membersihkan semuanya di klinik setelah pemeriksaan pihak kepolisian usai.

Jenazah koko Chandra sendiri telah dikremasi keluarganya seminggu yang lalu. Dan hasil dari pihak kepolisian sendiri menyatakan kalau Koko Chandra tewas bukan akibat adanya serangan dari seseorang ataupun bunuh diri, seperti yang santer diberitakan di beberapa media ibukota yang sengaja dibuat hot agar meningkat penjualan examplar tabloidnya.

Tito menunggu Rasyid membukakan pintu klinik karena dia memang datang lebih awal sedang semua kunci dipegang Rasyid.

Koko Darto, kakak satu-satunya almarhum koko Chandra Sang Maestro Sinshe Akupuntur. Otomatis, dialah yang meneruskan tampuk kepemimpinan meskipun belum ada cerita ia bisa menangani pasien dengan jarum-jarum akupuntur seperti keahlian adiknya.

"Hei, bro... Lama kali kau datang! Aku nunggu hampir setengah jam."

Suara koko Darto membuat aku dan Rasyid terkejut bukan kepalang. Karena sepintas suaranya terdengar mirip dengan almarhum adiknya.

"Lah? Darimana koko? Aku dan Rasyid sudah hampir seperempat jam dimarih!"

"Hadeeeuh! Ya aku ada diwarkop samping klinik lah! Ngeri aku masuk duluan kesini sendirian. Walaupun aku bukan orang yang penakut, tapi aku merinding juga masuk klinik si Chandra yang dead disini 2 minggu lalu. Bagaimana kalo dia tiba-tiba berdiri dihadapanku sambil bilang, 'ciluk baaa'...! Bisa mati berdiri aku disini, terkencing-kencing pula!"

Spontan pecah tawa Tito dan Rasyid mendengar canda koko Darto yang terdengar tidak biasa.

Bagaimana tidak, ia dengan entengnya mencandai kedua bawahan adiknya yang baru saja wafat di klinik ini. Tepatnya dilantai yang saat ini Rasyid tengah sapu dan pel.

Membuat Tito setengah bergidik mendengar candaan calon atasannya yang belum jelas ini.

"Ko, koko beneran bakalan lanjutin klinik ini lagi? Maaf, aku belum pernah liat koko ngobati pasien dengan jarum-jarum seperti koko Chandra."

Kata-kata Tito membuat Darto yang tengah mengemas sampah kertas-kertas yang berceceran dimeja mendongakkan kepalanya dan menatap Tito tajam.

"Kalau aku tutup tempat ini, bagaimana dengan kalian? Apa kalian siap jadi pengangguran?"

Tito dan Rasyid saling berpandangan. Mereka termenung juga mendengar perkataan Koko Darto yang benar adanya.

Andaikan klinik ini ditutup. Dia dan Rasyid dipastikan akan membuat CV (curriculum vitae) dan berkeliling keluar masuk perkantoran guna mencari pekerjaan. Meski pekerjaan hina dan rendahan sekalipun, pasti Tito dan Rasyid ambil demi bisa melanjutkan hidup.

"Dah lah, jangan kalian fikirkan! Aku akan coba cari ahli akupuntur lain, yang bisa menghandle klinik ini. Tapi butuh waktu lama, karena ga bisa sembarang juga maen comot orang. Bisa-bisa aku ditangkap polisi melakukan praktek ilegal mallpraktek kalo ambil tenaga non medis ga berpengalaman!"

Demikianlah ucapan calon bossnya yang terdengar enak ditelinga tapi cukup mengusik dihati.

Bagaimana tidak. Dia begitu santuynya bilang begitu, sedang Tito dan Rasyid sendiri harap-harap cemas akan statusnya sebagai karyawan di klinik ini.

Bagaimana kalau terlalu sulit mencari ahli akupuntur sehebat koko Chandra? Lantas bagaimana nasib mereka berdua? Menjadi karyawan yang di PHK? Lalu berjalan kesana kemari dengan menenteng map riwayat hidup yang dikepit diketiak?

Nasiiiiib....!!! Beginilah jadi kaum rendahan tak punya skill apalagi harta.

Darto telah pergi selepas adzan Dzuhur. Entah kemana. Omongnya sih ada janji makan siang bersama rekan-rekan sejawatnya. Kini tinggal Tito sendiri diruangan besar ruang pasien dimana almarhum Chandra meninggal dunia.

Tito merinding mengingat ucapan koko Darto tadi soal almarhum bossnya. Bulu kuduknya sedikit meremang. Melihat sekeliling ruangan yang kini sudah rapi, bersih dan wangi.

Rasyid telah pergi keluar, membeli perlengkapan bersih-bersih yang tadi koko Darto pesan.

!!!!

Mata Tito tertuju pada sebuah kotak kaca yang terlihat biasa saja bagi sebagian orang, tapi tidak baginya.

Karena seumur-umur ia bekerja sebagai asisten koko Chandra, baru kali ini ia melihat kotak kaca yang terlihat berisi jarum-jarum akupuntur.

"Apakah itu jarum akupuntur baru pesanan koko Chandra sebelum dia wafat?" gumam hati kecil Tito seraya bergegas mengambil kotak kaca itu.

Koko Chandra adalah ahli totok akupuntur yang sangat profesional. Ia tidak pernah sembarangan dalam memilih jarum maupun alat kerja lainnya yang ia gunakan dalam menangani pasien. Baik itu pasien ringan maupun pasien yang sudah kronis penyakitnya.

JARUM NERAKA

Jarum neraka???????

Tito menelan salivanya. Membuat jakunnya naik turun dan jantungnya terpacu lebih cepat dari biasanya.

Ada yang membuatnya menggigil kedinginan padahal cuaca sedang begitu teriknya. Kata-kata yang tertulis dibawah kotak jarum akupuntur itu membuatnya merasakan hembusan angin mistis.

Jelegeeeeerrrrrrr.....

Hampir Tito loncat dari tempat dia berdiri mendengar tiba-tiba petir menggelegar padahal diluar tidak sedang hujan.

Lemas lututnya seketika.

Membuat Tito langsung ambruk jatuh terduduk dilantai tempat dimana tempo hari Koko Chandra terbaring dalam keadaan tak bernyawa.

Jantung Tito berdegub makin kencang. Tapi kakinya lemas tak bertenaga untuk membawanya kembali berdiri.

Sementara kotak 'jarum neraka' masih berada ditangannya. Masih lengkap utuh karena masih dalam kondisi di segel plat timah.

Tiba-tiba seperti ada suatu bisikan terdengar halus namun jelas ditelinga kiri Tito.

"Pakai jarum itu, Tito! Gunakan pada bagian kakimu. Kamu akan pastikan, tubuhmu kembali pulih seperti sedia kala!"

Tito pucat pias seketika. Matanya melotot tak berkedip, memastikan pendengarannya yang masih normal.

Dia takut, tapi penasaran. Kakinya benar-benar tidak bisa digerakkan. Seperti mati rasa.

Tangannya perlahan membuka segel setelah hampir seperempat jam ia hanya termenung dengan otak yang membeku.

Hingga ia mengambil inisiatif mengikuti arahan suara gaib tadi. Karena ia tidak ingin terus-terusan didalam ruangan yang membuatnya dingin sedingin mayat.

Sambil menarik nafas dan mengucapkan bismillah, Tito mengambil beberapa buah jarum dan mulai menancapkan jarum-jarum itu dititik-titik tertentu setelah ia menggulung setengah celana katunnya kearah lutut.

Tangannya gemetar. Karena ia takut juga pada efeknya meski sebenarnya ia juga terbiasa melakukan akupuntur pada dirinya sendiri dan juga bossnya, almarhum Koko Chandra ketika sore hari dimana habis melakukan aktifitas meng-akupuntur-kan pasien.

Tito takut karena kata-kata "Jarum Neraka" yang tertulis dibawah kotaknya.

Apa yang akan terjadi nanti setelah ini?

Apakah "Jarum Neraka" itu akan benar-benar membawanya keneraka?

Ataukah itu hanyalah sebuah kata-kata saja, hanya untuk menarik minat pembelinya?

Atau memang memiliki khasiat yang dahsyat sedahsyat jarum neraka?

Tiada yang bisa menjawab pertanyaan hati kecil Tito yang bertubi-tubi. Selain kakinya yang semakin melemas dan matanya yang tertutup, sepat karena mengantuk.

...........................................................

-Bersambung-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!