Elina mengernyitkan dahi saat saraf kulitnya merasakan sapuan napas hangat di tengkuknya. Sebuah beban berat di atas tubuhnya membuat dirinya ingin mendorong beban itu sejauh mungkin tapi sayangnya tubuhnya terasa lemas tanpa sebab. Matanya juga terasa sangat berat dan sangat sulit dibuka, seberapa keras dia mencoba membuka mata, tetap saja kelopaknya
terkatup rapat.
“Elina. Kamu melewati batas!” Suara yang terdengar dingin namun seksi disertai dengan napas yang terengah-engah membuat Elina kebingungan dalam tidurnya.
Apa?
Siapa itu?
Apa dia sedang bermimpi?
Tubuhnya bergetar merasa geli saat sapuan napas hangat itu berpindah tempat dan seperti menjelajahi seluruh inci tubuhnya. Elina merasa gerah, tubuhnya sangat panas dan tidak nyaman, sperti haus dan mendamba sesuatu. Tapi dia tidak tahu apa itu.
Mimpi apa yang sedang ia alami? Kenapa terasa seperti adegan tidak senonoh seperti topik yang sering teman-temannya yang sudah menikah bicarakan saat berkumpul bersama. Bahkan saat berkumpul tempo hari, topiknya tidak jauh-jauh dari itu.
Apa saat itu dia terlalu fokus mendengarkan teman-temannya bercerita hingga terbawa mimpi yang terasa seperti nyata ini? Jika orang tuanya
tahu kalau anaknya yang berumur 23 tahun memikirkan dan memimpikan hal tidak senonoh, mungkin mereka akan pingsan di tempat. Citra yang ia bangun selama hidupnya sebagai wanita bangsawan anggun dan berkelas mungkin akan hancur. Bukannya dia tidak mengerti masalah hubungan orang dewasa, hanya saja didikan dan temperamennya yang mulia ini akan menganggap mimpi ini menjijikan.
Tidak! Tidak seharusnya wanita seperti dia memimpikan hal seperti ini. Tapi rangsangan yang ia rasakan di tubuhnya terasa begitu nyata. Apalagi saat rasa sakit yang berasal dari bagian bawah tubuhnya datang secara tiba-tiba dan membuat tubuhnya tersentak. Rasa seperti terkoyak memaksa matanya terbuka seketika. Tapi sayang, pandangannya terlalu buram dan tidak lama kemudian matanya kembali tertutup
karena mendapat ekstasi menyenangkan yang tidak terduga dan bertubi-tubi.
Ini benar-benar mimpi musim bunga yang terasa sangat nyata. Sudah terlanjur memimpikannya, maka mari nikmati saja. Ibu maafkan anakmu yang memimpikan hal-hal seperti ini. Biarkan ini menjadi rahasia kecilnya.
Elina tidak tahu seberapa lama dia bermimpi, karena yang dia ingat sebelum tertidur lelap adalah tempat tidur yang bergetar dan suara
berderit halus disertai dengan gumaman dan erangan aneh bergema di ruangan. Dan lemparan bertubi-tubi yang ia rasakan sebelum dia menutup mata dan jatuh pingsan karena kelelahan yang terasa sangat nyata.
…
Elina perlahan membuka matanya. Pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit kamar dengan ukiran indah bergaya Eropa era
Victoria.
Dengan perlahan namun pasti, Elina mencoba bangkit dan duduk. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan sangat sulit digerakan, terutama bagian bawah tubuhnya. Hal ini mengingatkan dirinya akan kejadian beberapa saat lalu di jalan, tepatnya saat berada di lampu merah, tiba-tiba ada sebuah truk besar yang datang dari lawan arah datang dengan kecepatan luar biasa dan
langsung menghantam mobilnya.
Pikiran pertama Elina adalah dia selamat dari kecelakaan maut itu dan kemungkinan besar sekarang dia berada di rumah sakit. Namun
pikiran itu langsung ditepis saat matanya sepenuhnya terjaga dan menyapu ruangan asing di depannya.
Matanya menjelajah ke seluruh ruangan. Yang ia lihat adalah sebuah ruangan yang didesain seperti gaya kamar Kerajaan Eropa yang penuh
dengan furniture bergaya artistic. Persis sama dengan gaya kamarnya, yang membedakan adalah warna yang digunakan. Kamar Elina dibuat sedemikian rupa seperti kamar putri yang penuh dengan warna merah muda, sedangkan tempat ini menggunakan warna gelap dan terkesan dingin.
Pikiran pertamanya adalah ini bukan rumah sakit!
Lalu di mana dia sekarang?
Elina memekik tertahan saat kepalanya tak sengaja ia arahkan ke samping dan mendapati sesosok tubuh setengah telanjang sedang tertidur lelap di sampingnya.
Kenapa bisa berada di tempat tidur dan disampingnya juga tergeletak orang asing dengan tampilan luar biasa. Sebuah wajah yang seperti
patung dewa yang diukir secara hati-hati oleh pemahatnya. Rahang tegas, sepasang alis tebal dengan bentuk pedang, kedua mata yang dihiasi dengan bulu mata panjang, tebal dan lentik. Elina merasa iri dengan bagian ini, catat itu!
Lalu batang hidung yang begitu tinggi terlihat sangat kokoh dan bibir seksi dengan warna merah muda alami. Oh! Betapa indahnya pemandangan di depannya ini membuat Elina sementara melupakan kondisi dirinya dan tubuhnya yang jauh dari kata baik.
Namun kekagumannya segera tergantikan dengan rasa panik yang langsung menghantam jiwanya. Seolah diingatkan, Elina kembali sadar dengan kondisi tubuhnya yang polos saat ini dan hanya tertutup selimut.
Tubuh Elina gemetar. Pikirannya kosong. Dia kembali mengingat adegan semalam yang ia kira adalah sebuah mimpi.
Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa dia bisa mengalami kecelakaan dan tiba-tiba terbangun di ranjang dengan seseorang di sampingnya dan parahnya dia juga sepertinya sudah melakukan hal-hal itu.
Elina panik!
Yang pertama harus ia lakukan adalah kabur dari ruangan ini. Akan kacau jika sampai orang dari lingkaran elit ibu kota memergoki satu-satunya putri tertua dan bangsawan dari Keluarga Maharani tidur dengan seorang pria tidak dikenal. Dia harus segera menyelamatkan reputasinya. Dia
tidak ingin dhancurkan oleh gosip yang kemungkinan akan berdampak pada keluarga
besarnya.
“Ah!”
Elina memekik tajam.
Kenapa begitu lemah! Kakinya seperti ubur-ubur yang tak bertulang.
Dia jatuh dengan keras saat mencoba berdiri di lantai. Meski lututnya menghantam karpet, tapi tetap saja rasanya sakit. Kulit halusnya yang ia rawat dengan baik pasti memerah! Sial! Selama hidupnya dia tidak pernah terluka. Selama hidupnya dia selalu dirawat layaknya berlian. Tidak akan dibiarkan terkena sinar matahari langsung, berjalan dengan sangat anggun dan
berhati-hati langkah demi langkah, apalagi membiarkan tubuhnya terluka meski hanya sebuah memar samar. Tidak! Para pengasuhnya jelas tidak akan pernah membiarkan sang putri mengalami penderitaan seperti para rakyat jelata yang terbiasa dengan kehidupan yang keras.
Melupakan rasa sakit, Elina dengan cepat menutup mulutnya dan berharap tindakannya meskipun jelas itu sia-sia mampu mencegah orang yang masih tertidur di atas kasur bangun.
Elina menghela napas lega saat memastikan kalau orang itu tidak bergerak dan diam seperti orang mati. Bagus! Dia bisa segera melancarkan
aksinya untuk kabur.
Langkah selanjutnya adalah berpakaian. Elina melihat pakaian wanita yang berserakan di lantai namun kondisinya sudah tidak layak pakai.
Terkoyak di sana sini seperti dimakan anjing.
Beruntungnya pakaian dalamnya masih utuh. Dengan cepat dia berpakaian dan dengan tertatih-tatih berjalan untuk mengambil kemeja putih yangbseratus persen pasti milik dari pria itu dan langsung ia kenakan.
Elina buru-buru keluar dari kamar takut orang itu akan bangun. Pergi dengan tangan kosong meninggalkan barang-barang khas wanita seperti tas yang berada di sofa.
Yang tidak Elina sadari adalah setelah pintu tertutup, pria itu membuka mata tajamnya. Ada jejak ketidaksenangan dalam tatapannya. Duduk
menyender, lalu menyeringai menertawakan tingkah konyol gadis yang diam-diam mencuri sesuatu darinya. Mencuri hal pertamanya, juga mencuri kemejanya.
Pria itu meraih ponsel di saku jasnya yang kebetulan berada di lantai dan bisa ia gapai dengan mudah menggunakan uluran tangan. Kemudian dia membuat sebuah panggilan.
“Bos! Perintahmu!”
“Bawakan aku satu set pakaian ganti.”
“Baik.”
Setelah panggilan selesai, dia menyimpan ponselnya. Kemudian menyibak selimut dan pria itu sakit kepala saat melihat noda bercak darah yang sudah mengering di atas seprai putih. Mari kita lihat di masa depan, dengan cara apa dia akan membereskan kekacauan ini.
Elina semakin bingung saat dia keluar ruangan dan mendapati sebuah lorong asing.
Mungkinkah ini hotel?
Elina mencari-cari lift sesuai dengan instingnya yang mengatakan kalau pintu keluar pasti berada di paling ujung. Dan benar saja, di ujung lorong memang ada lift. Tanpa basa-basi Elina langsung masuk ke dalam lift, menekan lantai nomor paling bawah yaitu lantai satu, sebenarnya ada lantai basement, tapi Elina memutuskan untuk mencoba keluar dari lantai satu terlebih dahulu.
Ting!
Lift terbuka dan Elina langsung melesat keluar. Benar saja, ini adalah sebuah hotel yang super mewah. Elina memperkirakan kalau ini mungkin
saja hotel bintang empat. Tapi hotel ini terasa sangat asing dan saat Elina berhasil keluar dari hotel, dia tiba-tiba bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
Pemandangan di depannya benar-benar tidak ia kenal. Tubuh Elina merosot dan dia berjongkok di depan pintu hotel. Nona muda ini sekarang terlihat sangat menyedihkan dengan rambut yang acak-acakan dan hanya memakai kemeja kebesaran dan berjongkok di depan pintu hotel. Terlihat mirip seperti gelandangan dengan versi lebih cantik dan sedikit lebih bersih.
“Apa yang harus aku lakukan?”
“Di mana ini?”
Elina kebingungan dan panik setengah mati. Dia tidak tahu di hotel mana dia berada dan di negara mana dia berada. Mungkinkah ini dunia asing? Mungkinkah dia mengalami kecelakaan dan masuk ke dalam novel?
Elina memiliki tebakan berani seperti itu. Hal ini karena dia jelas-jelas mengalami kecelakaan dan pingsan, tapi tiba-tiba dia bangun dan
berada di tempat aneh. Rasanya tidak mungkin dia kecelakaan dan diselamatkan, lalu dibawa ke hotel bukannya dibawa ke rumah sakit. Dan kebetulan Elina juga sudah membaca begitu banyak buku. Lebih tepatnya sebagai nona muda dari keluarga kaya yang kurang kerjaan dan hidupnya hanya bersantai menikmati kekayaan, membaca adalah salah satu cara Elina membunuh waktu yang terasa begitu lambat. Dia juga sudah membaca berbagai macam novel dan salah satunya adalah novel tentang bertransmigrasi atau masuk ke dalam sebuah novel.
“Elina!”
“Hah?!” Elina mendongak dengan linglung dan menoleh ke sumber suara. Suara itu berasal dari arah belakang Elina. Dua sosok wanita muda
dengan pakaian modis menghampiri Elina yang masih berjongkok dengan wajah polos kebingungan.
“Sedang apa di situ?” tanya Lusi wanita berambut pendek yang diwarnai pirang dan sebuah kaca mata hitam yang bertengger di ubun-ubunnya.
“Apa berhasil? Kenapa kamu berjongkok di depan pintu hotel?” Giliran Sania yang memiliki rambut panjang yang sengaja dikeriting yang bertanya sambil memindai keadaan Elina melalui matanya.
“Hah?”
“Berhasil apa tidak? Kenapa kamu langsung keluar hotel? Padahal kita sudah menunggu lama di lobi. Apa kamu tidak melihat kita?” Lusi memain-mainkan ujung rambutnya sambil mengunyah permen karet serta memberikan
tatapan menyelidik.
“Kalian siapa?” Elina tidak bereaksi untuk sementara waktu. Melihat kedua orang asing ini yang berbicara. Kedua orang itu tahu namanya,
tapi sayang Elina tidak mengenal kedua orang ini.
“Apa maksudmu? Jadi kamu gagal apa berhasil? Sudahlah, yang pertama kita harus cepat kabur dari sini. Kamu harus segera pulang?” Lusi mengkerutkan kedua alisnya. Lalu berjalan menghampiri Elina dan membantunya berdiri.
Selang beberapa saat, ada mobil yang berhenti di depan mereka.
“Ayo pulang!” ajak Lusi dan Sania bersamaan menyeret paksa Elina. Tidak pernah ada pengalaman dalam hidup Elina dia diseret paksa seperti ini. Tidak pernah ada! Sialan! Siapa yang berani berlaku tidak sopan kepada putri tertua dari Keluarga Maharani ini, jika keluarganya tahu, mereka pasti akan dihabisi oleh kakak Elina. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keluarga
Maharani sangat memanjakan dan menyayangi Elina. Tidak ada satupun para putra dan putri dari generasi ketiga di ibu kota berani menyinggung nona muda ini. Dan sekarang apa? Ada dua orang idiot yang berani menyeret tubuh berharga Elina? ! benar-benar tidak bisa dimaafkan Sungguh!
“Tunggu!”
“Ayolah cepat!”
“Pelan-pelan, badanku sakit semua!”
Lusi : “…”
“Hei, jadi kamu berhasil. Haha, tidak kusangka kamu berhasil tidur dengan dewa kita. Apa kamu sudah mengamankan barang bukti? Apa kamu sudah merekam vidionya? Jangan lupa dicadangkan di cloud agar tidak bisa dihancurkan.” Sania menggoda Elina, tapi dalam nadanya ada cemooh yang tersirat.
Mereka sudah berada di dalam mobil dan perlahan mobil melaju pergi meninggalkan daerah hotel.
Elina : “…”
Apa-apaan ini?
Apa aku sedang diculik?
Tapi aku merasa seperti sudah mengenal kedua orang ini meski samar.
Meski Elina tidak mengenal kedua orang ini, tapi entah kenapa dia merasa sedikit aman dan instingnya juga mengatakan kalau mereka akan
mengantarkannya menuju ‘Rumah’ di dunia ini. Tebakan Elina soal bertransmigrasi semakin kuat. Tapi pertanyaannya adalah buku mana yang ia masuki?
Sepanjang jalan Elina hanya diam mengamati pemandangan luar yang terasa asing. Tapi setidaknya bahasanya sama seperti bahasa yang digunakan di kehidupan sebelumnya. Meskipun dia tidak tahu ada di negara mana novel ini
bersetting, tapi bukan itu yang harus ia pusingkan untuk saat ini. Dia akan mencari tahu secara perlahan nanti.
Sekitar tiga puluh menit mobil mulai memasuki area pinggiran kota denga vila mewah berderet-deret dibangun di atas tanah dengan pemandangan yang sangat indah dan asri. Ada danau buatan dan perbukitan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang sudah besar menambah kesan rindang dan segar, serta taman bunga yang dirawat dengan rapih dan bunga-bunga yang bermekaran. Sepertinya area hunian ini adalah milik orang-orang super kaya di lingkaran elit. Meski Elina tidak tahu di mana ini dan tidak mengenal tempat ini, tapi bersyukur, setidaknya kemungkinan besar keluarganya di dalam novel ini adalah keluarga kaya. Jujur saja, Elina sebagai wanita kaya ini takut miskin!
Kemiskinan dan kekurangan sandang pangan tidak pernah ada dalam kamus hidup Elina. Yang ada hanyalah kekayaan dan kekayaan yang melimpah ruah. Dulu … sebelum dia mengalami kecelakaan. Tapi sekarang dia tidak bisa menjamin akan berada dalam keluarga yang kaya raya atau tidak meskipun tempat yang ia tuju merupakan vila super mewah. Dia masih tidak yakin.
Mobil berhenti di depan vila besar.
“Kenapa tidak turun?” Lusi memandang Elina yang masih terlihat linglung.
“Bagaimana aku bisa turun kalau kamu tidak keluar terlebih dahulu?” pungkas Elina entah kenapa merasa kesal pada wanita berambut pendek ini. Bagaimana bisa keluar? Jalannya terhalang oleh tubuhnya. Dia duduk di tengah, oke !
“Oh!” Lusi turun terlebih dahulu.
Saat Elina akan mengkah keluar, dia dihentikan oleh suara yang berasal dari Sania.
“Tunggu! Kamu belum memberitahu kita apa kamu berhasil tidur dengan Arka atau tidak. Setidaknya beritahu kami dulu.”
Elina : “…”
Elina tidak menjawab dan mengabaikan Sania begitu saja. Dia langsung keluar mobil dan berjalan menuju pintu vila tanpa menoleh ke belakang. Siapa mereka menanyai hal privasi seperti ini, pikir Elina.
“Ck!” Sania mencibir tidak suka dengan tingkah Elina.
“Ada apa?” Lusi kini memasuki mobil dan bertanya saat melihat Sania manyun.
“Ada yang aneh dengan sikap Elina. Tidak seperti biasanya. Dia sekarang berani mengabaikanku dan tidak menjawab pertanyaanku,” keluh Sania.
“Oh. Lihat saja nanti, akan seperti apa pembalasan Arka pada Elina. Kita harus menantikan tontonan menarik ini. Sudahlah, jangan dihiraukan. Waktu keangkuhannya tidak akan bertahan lama. Nona muda bodoh ini mau saja kita peralat.” Ada senyum jahat di wajah Lusi.
“Nona Elina. Anda kembali.” Seorang pelayan tua membungkuk dan membukakan pintu untuk Elina.
Melihat orang di depannya berlaku sangat sopan dan seperti di kehidupan masa lalunya, tiba-tiba Elina merasa nyaman dan tidak panik lagi. Elina memandang orang setengah baya yang diperkirakan sebagai kepala pelayan itu, diapun bertanya, “Paman siapa namaku?”
“Maaf?” Mata keriput orang yang ditanyai itu membulat sempurna. Dia merasa terkejut dan merasa aneh dengan pertanyaan nona mudanya
yang tidak wajar.
“Siapa namaku?” tanya Elina lagi yang disambut dengan tatapan penuh tanda tanya dari butler.
“Siapa nama Anda?” tanya butler memastikan pendengarannya belum rusak dan masih normal.
Butler atau biasa disapa Paman Sam itu awalnya
ragu-ragu menjawab, namun dia pikir nona mudanya sedang bermain sebuah permainan yang tidak dia ketahui dan diapun menjawab sesuai dengan pertanyaan Elina.
“Nama saya adalah Sam dan nama Nona Adalah Elina Maharani. Kalau boleh tahu, kenapa Nona menanyakan hal ini?”
Elina tersenyum kikuk, “Hehe … tidak, aku hanya sedang bermain saja. Hanya iseng.” Tidak mungkin kan dia menjawab ‘Oh! Aku lupa siapa
diriku dan aku tidak mengenal kalian semua’ kalau Elina berani menjawab demikian, bisa dipastikan dia akan dikira dirasuki mahluk asing dan membuat seisi rumah gempar walaupun bagian ‘dirasuki jiwa lain’ adalah benar adanya.
Tapi tidak mungkin Elina membeberkan hal itu.
Elina menghela napas lega. Setidaknya dia masih menjadi Elina Maharani.
“Tolong ambilkan aku cermin,” titah Elina. Dia memang sudah biasa apapun itu selalu dilayani dan kebiasaan itu akan sangat sulit untuk
dihilangkan. Meski hanya untuk mengambil cermin dia terbiasa memerintah. Dia bisa saja pergi ke kamar langsung dan melihat dirinya di cermin kamar. Tapi dia malas! Terlalu malas untuk berjalan ke kamar yang bahkan dia lupa, tidak, lebih tepatnya dia tidak tahu di mana letak kamarnya. Ya, dia tidak memiliki ingatan dari pemilik aslinya, atau belum? Entahlah.
Segera Paman Sam menyerahkan cermin kecil dengan tatapan menyelidik. Ada apa dengan nona muda yang sehari semalam tidak pulang ini.
Kenapa tingkahnya aneh. Apalagi dengan penampilan yang tidak biasa, hanya menggunakan kemeja kebesaran. Pikir Paman Sam. Meski begitu, dia masih setia berdiri di depan pintu. Mereka bahkan belum sampai di ruang tamu dan masih berdiri di depan pintu masuk. Hanya melangkah beberapa meter jauhnya dari pintu masuk.
Elina menutup matanya sebelum melihat ke cermin, jujur saja dia sedikit takut saat melihat wajahnya nanti. Dia takut itu akan berubah wajah.
Elina pelan-pelan membuka matanya. Dia mengintip kecil dan “Haah!”
Helaan napas lega Elina membuat Paman Sam kembali mengeryitkan dahinya.
Elina merasa sangat senang saat ini. Dia tidak memperhatikan wajah Paman Sam yang sedari tadi mengamati di samping dengan wajah yang
terdistorsi. Dia tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkan orang lain. Dia sendiri sudah memiliki kekhawatirannya, oke!
Kalau bukan karena ajaran elegan dan anggun yang sudah Elina kuasai dia pasti sudah lama berteriak kegirangan.
Ini wajahnya!
Wajah aslinya dan tidak berubah sama sekali. Dia bersyukur karena masih memiliki wajah yang dulu dia rawat dengan sangat hati-hati setiap
minggunya. Akan menghancurkan hatinya jika dia masuk ke tubuh orang lain dan berganti wajah. Setidaknya ini masih wajah putih mulus tanpa komedo apalagi jerawat. Mulus dan glowing. Itu adalah poin kunci dari rasa kekhawaritannya sedari tadi. Hehe terdengar cukup remeh tapi itu adalah masalah besar bagi Elina. Bagaimana jika dia masuk ke tubuh yang penampilannya buruk?
Elina pasti akan sakit hati.
Dengan anggun, Elina mengembalikan cermin itu pada Paman Sam.
“Terima kasih.” Dia tidak lupa ajaran di kelas etiket untuk selalu berkata maaf, tolong dan terima kasih. Dia masih menerapkan itu. Bahkan akan sulit untuk menghilangkan kebiasaan baik ini. Dan dia tidak berniat untuk mengubah kebiasaannya di dunia novel ini. Itu hanya asumsi sementara Elina. Dia berpikir kalau dia pasti sudah bertransmigrasi, tapi ke mana dia
bertransmigrasi? Itu adalah pertanyaan yang membuat Elina merasa khawatir luar biasa. Tiba-tiba dia merasa takut dan memiliki firasat yang buruk.
“Paman, tolong antar aku ke kamarku. Aku sedikit pusing. Tidak! Biarkan pelayan wanita itu menuntunku.” Elina berpura-pura terlihat lemah dan menyentuh pelipisnya merasa pusing. Untuk menyempurnakan aktingnya, dia bahkan berpura-pura merasa lemas dan bersandar dengan hanya berpegangan pada tangan Paman Sam yang sengaja ia raih.
“Nona! Ada apa denganmu,” kata Paman Sam sangat mengkhawatirkan Elina. “Cepat papah nona ke kamarnya dan panggilkan dokter
keluarga!”
Elina gugup dan panik saat mendengar akan dipanggilkan dokter keluarga. Dia hanya berpura-pura sakit oke! Tidak mungkin dia akan
membongkar kebohongannya sendiri dengan membiarkan Paman Sam memanggil dokter.
“Tidak! Tidak perlu. Aku hanya kurang air gula dan aku tidak apa-apa. Tolong buatkan aku air madu atau air apapun itu untukku minum. Sekarang tolong bantu aku ke kamar.”
“Baik.”
Dua pelayan wanita membantu Elina dengan memapah tubuhnya di kanan dan kiri mengapit Elina. Dia pun bekerja sama berpura-pura tidak memiliki tenaga bahkan untuk berjalan pun harus sangat pelan.
“Ada apa? Apa yang terjadi denganmu? Apa kamu tidak pulang ke rumah semalaman karena menguntit Arka lagi?”
Langkah Elina terhenti saat di tangga dia bertemu dengan seorang pria.
Itu adalah kakaknya!
Benar! Dia tidak mungkin salah mengenali kakaknya sendiri. Apakah semua keluarganya ikut bertransmigrasi ke sini? Untuk sesaat Elina lupa
untuk merespon karena rasa kaget yang disertai rasa bahagia karena bertemu dengan orang yang dikenalnya. Setidaknya dia mengenal wajah kakaknya.
“Tidak! Aku hanya bermain dan lupa waktu,” jawab Elina.
“Ck!” cibir Neo yang langsung berjalan melewati Elina dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum.
“Kamu selamat karena ayah dan ibu tidak dirumah semalam. Coba saja lain kali tidak pulang, kamu pasti akan habis dimarahi ibu dan ayah.”
“Huh!” dengus Elina tidak ambil pusing dan kembali berjalan menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.
Tapi tunggu sebentar! Sepertinya ada yang salah. Apa yang kakaknya tanyakan tadi? Arka?
“Kakak!” teriak Elina dari ujung tangga terakhir. Dia berteriak sekuat tenaga dan melupakan aktingnya yang berpura-pura lemah dan tidak bertenaga tadi.
“Uhuk, Uhuk.” Neo terbatuk saat mendengar suara teriakan Elina yang sangat keras.
“Apa?!” kesal Neo.
“Apa maksudmu Arka Giandra?”
“Apa? Memangnya ada Arka yang lain? Sudah kubilang berhenti menguntit Arka. Tapi kamu tidak mendengarkan dan terus saja membuat masalah!”
“Sialan!”
“Apa?! Siapa yang sialan?”
“Tidak!”
Ya, komunikasi dengan jarak jauh dan suara keras itu diakhiri dengan Elina yang berjalan linglung dan tidak bertenaga ke kamarnya. Kali ini bukan acting, tapi beneran seluruh tenaganya seolah tersedot habis saat mendengar nama Arka.
“Mati aku!” Elina merosot dan duduk di kasur super empuk. Dia bahkan lupa untuk meneliti kamarnya karena pikirannya dipenuhi oleh Arka.
Sekarang dia paham dia masuk ke dalam novel mana. Dan dia merasa sangat frustasi setengah mati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!