NovelToon NovelToon

Antara Si Cupu & BadBoy

Persahabatan

Seperti biasa, pagi benar Nara telah bersiap akan berangkat ke sekolah.

"Ayah-ibu, Nara berangkat dulu ya?"

Tak lupa Nara menyalami kedua orang tuanya.

"Ade, kamu ikut kakak atau mau berangkat sama ayah?"

Nara memiliki satu adik lelaki yang baru duduk di bangku sekolah dasar.

"Kamu berangkat saja dulu, Nara. Biar Ade berangkat sama ayah."

Tukas Ayah Bimo.

Bimo bekerja di sebuah kantor, akan tetapi hanya sebagai pegawai staf biasa. Sedangkan Ibu Resy di samping sebagai ibu rumah tangga, dia juga bekerja menerima jasa catering dan membuka laundry.

Kehidupan mereka tergolong sederhana, akan tetapi selalu bahagia.

Nara berangkat dengan mengayuh sepedanya, saat ini dia duduk di bangku SLTA bonafit dan favorit tepatnya kelas dua.

Ayah Bimo sengaja memasukkan, Nara ke sekolahan tersebut supaya pergaulan Nara berbaur dengan anak-anak orang kaya. Lagi pula Nara juga sangat pintar, menurut Ayah Bimo sayang jika hanya sekolah di sekolah yang standar.

Walaupun bagi Nara itu tak masalah, karena baginya sudah bisa sekolah saja itu sudah sangat bersyukur.

Karena biaya sekolah di sekolahan elite tersebut tidaklah murah, makanya Ayah Bimo dan Bu Resy harus bekerja extra untuk bisa mendapatkan uang tambahan.

"Hey, Nara! ini sekolahan elite, tapi kamu selalu saja datang dengan sepeda bututmu, apa kamu nggak malu?"

Seperti biasa Rina cs selalu saja mengganggu Nara. Dia sangat membencinya karena Nara memiliki teman baik Ara, yakni pemuda tampan yang selama ini menjadi incarannya.

"Berisik loe, Rina! beraninya main keroyokan, coba loe doang yang hadepin gwe, berani nggak loe?"

Nara bukan gadis manja atau cengeng. Di tengah bulian karena keluarganya yang hidup sederhana, dia selalu bisa menghadapi setiap orang atau teman yang selalu menghinanya.

"Heh, sudah-sudah! pagi-pagi kok sudah berantem saja."

Si tampan Ara datang untuk melerai pertengkaran Nara dan Rina.

"Hay, ganteng. Tumben pagi benar sudah ada di school?" Btw sudah sarapan belum nech?"

Rina mendadak berubah manis pada saat berhadapan dengan Ara.

"Sudah dong, sayang. Btw aku pergi dulu ya, belum ngerjain tugas IPA. Next time, kita sambung lagi, by by cantik...muachhh."

Ara merangkul Nara berlalu pergi menjauh dari Rina.

"Kebiasaan loe! lebay, ganjen banget, suka banget deh loe tebar pesona pada semua cewe school sini?"

"Nara-Nara, kaya kamu nggak tahu saja. Secara gwe ini kan ganteng bak aktor Korea setara Le Min Ho. Apa loe nggak nyadar dengan ketampanan gwe, sist?"

"Halah, sombong di piara. Korea apa korehan? hahahaha...

"Sue loe! kebiasaan dech demen banget ngehina gwe, hati-hati saja ntar loe jatuh cintrong end klepek-klepek ama gwe baru nyaho!"

"Eh btw, mana si Tara? kok belum kelihatan batang kacamatanya? eh batang hidungnya. Sory menyory bray....

Tak berapa lama, datanglah si cupu berkacamata bernama, Tara. Pemuda yang pendiam tapi paling pintar di sekolah tersebut.

"Hey, Tara. Buruan dong, jalan lambat amat kaya siput!"

"Ada apa sih, pagi-pagi udah ngatain gwe?"

"Biasa, Tara. Apa lagi kalau buat bantuin tuh Le Min Ho ngerjain tugas IPA."

"Le Min Ho? sejak kapan loe ganti nama? emangnya loe udah buat naskun gitu?" Tara ikut saja mengejek Ara.

"Nggak level dah, gwe bikin naskun. Secara gwe kan orang kaya, ganti nama ya pesannya burger, pizza atau setara makanan ala-ala khas Eropa gitu dech."

"Hello, bukannya yang kaya itu orang tua loe? bukan loe kan?"

"Nara sayang cantik imut kaya marmut, ada satu hal yang kamu lupakan ya? gwe ini anak semata wayang secara kelak seluruh warisan bokap bakal jatuh ke tangan gwe."

"Hem, iya-iya dech Babang Le Min Ho."

Sebenarnya di dalam hati Nara, dia juga suka pada Ara, tapi dia sama sekali tak suka dengan sikap sombong Ara yang selalu saja membanggakan ketampanan dan kekayaan orang tuanya.

"Perasaan loe berdua ribut mulu, kapan kita mo kerjain tugas IPA?"

"Gwe mah anak teladan, Tara. Udah gwe kerjain di rumah, yang belom kan itu Babang Le Min Ho."

Sejenak mereka tak bercanda, akan tetapi serius mengajari Ara mengerjakan tugas IPA.

"Wajah doang yang ganteng, tapi nggak bisa ngerjain tugas segampang ini," ejek Tara mencibir.

"Bukan gitu, bro. Sebenarnya gwe itu pintar dan bisa kerjain tugas IPA tersebut. Gwe cuma ingin ngetes loe berdua saja, IQ kalian masih ok nggak? begono sobat."

"Halah ngeles doang bisanya loe! sama tuh, godain cewek-cewek school sini. Sudah berapa cewek loe pacarin?" kini giliran Nara mengejek Ara.

"Kepo apa kepo? jangan-jangan loe juga nech mo ngedaftar jadi cewek gwe."

"Masbuloh jika gwe punya banyak cewek, setara gwe ini titisan Le Min Ho. Memangnya Tara, titisan Peter. Itu loh si cupu yang jadi super boy, loe berdua tahu kan?"

"Hust, sudah jangan berisik. Tuh, Bu Meylan sudah datang." Tukas Nara.

Sejenak suasana kelas hening untuk beberapa jam, karena Bu Meylan guru IPA terkenal judes dan galak. Tidak ada satupun siswa yang berani bergurau di saat jam pelajaran tersebut.

"Teng teng teng teng"

Bunyi bel tanda istirahat, semua bisa bernapas lega karena mata pelajaran Bu Meylan telah usai.

"Ngantin yuk, seperti biasa. Gwe yang bayarin kalian berdua."

Ara merangkul Tara dan Nara, mereka melangkah bersama menuju ke kantin sekolah.

"Hay sayang, kok kamu cuekin gwe sih?"

tiba-tiba datang salah satu siswi dari lain kelas menyambangi, Tara.

"Eh, beb. I am sorry but i' am busy studying."

"Btw, ntar kita pulang bareng yak? gimana kalau kita nobar?"

'Hem, memangnya mau nobar apa beb?"

"Ada, dech. Pokoknya ntar pulang aku nunggu loe di parkiran mobil."

Siswi tersebut pergi begitu saja setelah sejenak menyapa Ara.

"Hay, tampan? see next time kita jalan yuk?"

"Eh, Rina cantik. Btw mana cs loe, kok loe sendiri aja?"

"Hem, mereka sedang asik sama gebetan merekalah. Jawab dong ganteng, mau kan jalan denganku?"

"Apa sih yang nggak buat, Rina cantik. Tapi gwe ada satu syaratnya buat loe, dan syarat ini harus loe tepati kalau loe ingin sering-sering jalan berdua Ama gwe."

"Memang apa syaratnya, tampan?"

"Loe nggak boleh ganggu sobat gwe yang satu ini." Ara menepuk pundak Nara.

"Sanggup nggak loe?"

"Hem, ok dech. Mulai sekarang dan seterusnya, gwe dan cs gwe nggak akan ganggu Nara lagi. Asal loe tepati ucapan loe itu."

"Tenang, sayangku. Secara gwe ini bukan tipe cowo tukang bohong. Besok kita jalan kan besok malming, gimana Rina cantik?"

"Serius?"

"Iya, sayang. Besok gwe samperin dech ke rumah loe. Ok?"

Ara mengedipkan matanya genit ada Rina.

"Oh so sweet honey, thanks you so much." Tanpa ada rasa malu sedikit pun, Rina mengecup kening Ara.

"Oh my God, thanks you cinta."

Ara membalas dengan mengecup punggung tangan kanan Rina.

"Kenapa hatiku seakan ingin menjerit melihat pemandangan di depanku ini! sangat menjijikkkan!"

Dalam hati, Nara merasa sangat cemburu melihat kemesraan antara Ara dan Rina. Akan tetapi dia gengsi untuk mengatakan rasa cemburunya, tidak seperti gadis-gadis di sekolah tersebut tanpa ada rasa malu, mereka malah mengungkapkan cintanya terlebih dulu pada, Ara.

Pertengkaran

Pagi menjelang, seperti biasa Nara berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda bututnya.

Walaupun di kelas elite, dia sama sekali tak gengsi ataupun malu.

"Nara."

"Eh, Tara. Tumben loe pake motor, mobil loe dimana?"

"Ada di rumah, eh berhenti dulu dong."

Nara menuruti perkataan, Tara. Dia pun menghentikan mengayuh sepedanya.

"Ada apaan sih, Tara?"

"Loe naik bonceng motor gwe, sembari loe tuntun sepedanya. Biar loe nggak capek mengayuh."

"Asik nech, tahu saja kalau gwe lagi males ngayuh sepeda sebenarnya."

Tanpa tunggu lama, Nara nangkring duduk di belakang jok motor milik Tara.

"Sudah belum?"

"Sudah."

"Kalau sudah ya turun," canda Tara terkekeh.

"Sialan loe."

"Let's go, bro. Yuk ojek jalankan motor loe .." Nara menepuk pundak Tara.

"Eits, enak saja gwe di katain tukang ojek. Awas kalau ntar loe nggak bayar, sepedanya gwe sita."

Sepanjang perjalanan kesekolah, keduanya terus saja bercanda ria tanpa.

"Nara, sebenarnya gwe suka dan sayang sama loe. Tapi belum tentu loe mau sama gwe."

Tara hanya bisa memendam rasa cintanya di dalam hati. Dia enggan mengatakannya secara jujur karena khawatir akan mendapatkan penolakan.

"Sialan, pagi-pagi sudah sama si Rina ganjen!"

Nara merasa cemburu melihat kebersamaan antara Ara dan Rina. Akan tetapi dia mencoba untuk biasa saja.

"Ehem, asik bener loe, Ra?" tegur Tara pada Ara.

"Iya dong, iri bilang bos. Tumben loe berdua bareng?"

Rina memandang tak suka pada, Nara. Wajahnya terus sja murung sejak kedatangan, Nara.

"Biasa saja wajah loe, tak usah manyun. Gwe nggak ganggu kemesraan loe dengan, Babang Le Min Ho."

Nara sengaja menyindir Rina.

"Sayang, teman loe kenapa sih? lagi kesambet kali ya? padahal gwe diem saja loh."

"Mulai dech jadi provokator. Tara, gwe mau ke toilet tiba-tiba perut gwe mules."

Nara pun perlahan meninggalkan parkiran motor . Dia sengaja pergi untuk menghindari melihat pemandangan yang tak mengenakkan tersebut.

"Sebenarnya gwe juga tahu, Nara. Kalau loe itu suka sama, Ara. Makanya gwe enggan untuk menyatakan perasaan cinta gwe ini," batin Tara terus saja berkecamuk.

*******************************************

Hari berganti hari, Nara merasa riang pada saat Rina berpamitan pada Ara jika dirinya terpaksa harus pindah sekolah ke Luar Negeri.

Karena papahnya di pindah tugaskan di Amerika untuk jangka waktu yang cukup lama.

Sementara saat ini, Ara juga lebih banyak nongkrong bersama teman-teman cowoknya dari pada bersama dengan Nara dan Tara.

"Bro, loe berani taruhan nggak sama kita-kita?" salah satu temannya menantang Ara.

"Memangnya taruhan apa sih?"

"Hem begini, loe berani nggak nembak sobat kental loe."

"What's, Nara maksud loe pada?"

'Yoi, siapa lagi men?"

"Memangnya mau taruhan apa dulu?"

"Begini, bro. Jika loe bisa jadian sama Nara, yah pacaran gitu. Seenggaknya satu bulan saja, kita-kita bakal nyerahin uang jajan kita selama sebulan buat loe."

"Ah, gwe nggak mau. Secara loe pada tahu kan? gwe nggak pernah kekurangan yang namanya duit. Buat apa gwe taruhan seperti ini?"

"Lantas apa dong, bro. Ini kan cuma sekedar untuk seru-seruan, ibaratnya uji nyali gitu loh."

"Lagian lumayan juga kan, uang jajan kita bertiga setara sama uang jajan loe. Lumayan kan, bisa digunakan loe untuk membeli satu motor ya walaupun hanya motor matik."

"Oke dech, gwe tertantang dengan tawaran loe semua. Secara sepertinya gwe mah nggak mudah untuk taklukin, Nara."

Tanpa sepengetahuan Ara dan teman-temannya, Tara mendengar akan hal itu.

"Ya ampun, jahat banget tuh si Ara mau dapetin hati Nara hanya untuk taruhan saja. Ini nggak bisa di biarin, kasihan juga Nara jika memang dia terjebak nantinya dalam cinta palsu, Ara."

"Aduh, sayangnya gwe nggak ada bukti yang akurat. Secara gwe nggak merekam pembicaraan antara Ara dan CSnya."

"Bagaimana caranya supaya gwe bisa mengungkapkan pada Nara tentang kebusukan Ara ini?"

Tara mulai mencari cara supaya, Nara tak bisa jadian dengan Ara. Karena Tara tak ingin kelak Nara sakit hati jika mengetahui akan hal ini. Dimana Nara hanya untuk ajang sebuah taruhan.

Sementara Ara juga mulai melancarkan aksinya. Dia tak ingin berlama-lama untuk bisa memenangkan taruhan ini.

"Hay, Nara."

Ara langsung saja duduk di sebelah bangku yang sedang di duduki oleh, Nara.

"What's happen, Babang Le Min Ho?"

Nara asik dengan buku bacaannya.

Sudah menjadi kebiasaan Nara, jika waktu istirahat sekolah dia membaca buku cerita atau novel. Jarang baginya berlama-lama di kantin.

"Nara, gwe ingin ngomong penting banget sama loe. Bisa nggak sejenak loe hentikan membacanya?"

"Emang, mau ngomong apaan sih? tumben wajah loe serius begitu?"

"Makanya tutup dulu buku bacaannya, baru gwe bisa ngomong dengan nyaman."

Akhirnya Nara menuruti kemauan Ara, dengan menutup buku bacaannya. Kebetulan kelas sepi, semua sedang ada di kantin. Ara pun lekas melancarkan aksinya.

Dia meraih kedua tangan Nara dalam genggamannya.

"Eh-eh-eh, loe apa-apaan sih?"

Wajah Nara mulai bersemi merah, dia mulai tak bisa menahan rasa panik, gugup, gelisah. Semua rasa bercampur menjadi satu.

"Nara, gwe ingin sekali mengatakan hal ini sejak lama. Tapi gwe nggak pede dan gwe susah pesimis dulu."

"Nara, sejak lama sebenarnya gwe suk dan cinta sama loe. Gwe nggak berani menyatakan rasa ini karena pasti loe nggak akan percaya dengan gwe."

"Sengaja gwe manasin loe, dengan pacaran sama Rina, sama cewek-cewek di school sini. Tetapi loe sama sekali nggak peka juga."

"Deg deg deg deg" tiba-tiba jantung Nara berdetang sangat kencang.

"Nara, kenapa loe diam saja? loe nggak percaya dengan apa yang gwe katakan?"

"Jangan percaya, Nara. Ara nggak serius dengan, loe. Dia hanya pura-pura saja, secara tadi gwe nggak sengaja dengar percakapannya dengan gengs motornya, loe hanya buat taruhan saja."

Tiba-tiba Tara datang dan mengatakan semua itu pada, Nara. Ara langsung melepaskan genggaman tangannya pada, Nara.

Dia pun segera bangkit berdiri.

"Heh, cupu. Loe pikir loe siapa? jujur, gwe nggak suka dengan cara licik loe seperti ini. Gwe juga tahu kalau loe juga diam-diam suka sama, Nara. Iya kan?"

"Loe sengaja mengatakan kebohongan ini, supaya Nara benci sama gwe. Dan dia milih loe!"

Ara mendorong tubuh Tara hingga membentur tembok kelas.

"Eh, sudah! kenapa malah kalian bertengkar? selama ini kan kita bertiga sobat baik, kok jadi seperti ini?"

Nara mencoba melerai pertengkaran antara Ara dan Tara.

"Nara, gwe nggak suka cara Tara seperti ini. Jika memang dia suka sama loe, seharusnya kita bersaing secara sehat. Bukan dengan menghasut loe mengatakan hal buruk tentang gwe." Ara mengelak tuduhan dari Tara.

"Nara, gwe nggak mengatakan hal buruk. Tetapi gwe katakan yang sebenarnya, hanya sayangnya gwe nggak merekam pembicaraannya dengan teman-temannya." Tara mencoba meyakinkan Nara.

"Ara, sejak loe masuk grup motor itu. Sikap loe perlahan mulai berubah. Loe sudah nggak seperti dulu lagi, menjauh dari gwe dan Nara. Loe pasti nggak sadar kan?"

"Ara, gwe mohon. Jangan lanjutkan taruhan loe itu, kita sudah berteman lama dengan Nara."

Ara masih saja mengelak, bahkan tiba-tiba dia memukul wajah Tara hingga tak sengaja memecahkan kaca mata yang di kenakannya.

"Ara, sudah hentikan! kenapa loe sekarang berubah menjadi tempra mental?" Nara mencoba melerai.

"Apa yang di katakan oleh Tara memang benar kok. Sejak loe gabung dengan grup motor di school ini, loe jarang ada waktu buat gabung dengan kita." Tukas Nara.

Patah Hati

Pagi menjelang, pada saat Nara akan berangkat dengan mengayuh sepedanya. Tiba-tiba datanglah, Ara untuk menjemputnya dengan mobil barunya.

"Tumben, Ara kemari? memangnya dia mau ngapain?" tanya Nara di dalam hatinya.

"Selamat pagi, Om- Tante."

"Selamat pagi, Ara."

"Om-tante, Ara minta izin untuk berangkat ke sekolah bareng Nara boleh kan? nanti pulangnya aku antar juga."

Sejenak orang tua Nara saling berpandangan satu sama lain.

"Silahkan saja jika Naranya mau, Ara."

Ayah Bimo melirik ke arah Nara yang sedang nangkring di sepeda hanya tinggal di kayuhnya saja.

Ara pun menatap memelas ke arah, Nara. Hingga membuat Nara merasa tak enak hati.

"Ya sudah, gwe narok sepeda dulu."

Nara meletakkan sepedanya ke dalam garasi motor ayahnya.

Setelah itu Nara mengikuti langkah kaki Ara menuju ke mobilnya. Mereka tak tahu jika di belakang mobil mereka ada mobil Tara yang sedang melaju dengan sangat lambat.

"Aku telat dech, ternyata Ara sudah lebih dulu ke rumah Nara," batin Tara kecewa.

Mobil Ara melaju dengan sangat lambat karena waktu masih terlalu pagi jika melajukan mobil cepat ke arah sekolah. Sembari mengemudi mobilnya, Ara masih berusaha meluluhkan hati Nara kembali.

"Nara, bagaimana jawaban dari ungkapan hati gwe? loe mau kan jadi pacar gwe?" lirikan maut dari Ara sempat membuat berdebar jantung Nara.

"Apa loe serius dengan yang loe katakan pada gwe?" Nara masih belum percaya dengan apa yang di katakan oleh, Ara.

"Nara, gwe teramat sangat serius. Apa perlu gwe buktikan dengan tindakan?"

"Apa maksud ucapan loe?"

Ara menghentikan laju mobilnya.

"Untuk membuktikan rasa cinta gwe ke loe, gwe akan menabrakkan diri diantara kendaraan yang sedang lalu lalang itu."

Ara langsung keluar dari mobil dan berdiri di tengah-tengah jalan raya. Bunyi klakson dari kendaraan yang berlalu lalang sangat ramai.

Semua pengendara sangat marah dan kesal melihat Ara berdiri di tengah-tengah jalan raya merentangkan kedua tangannya.

Sementara Tara sempat melihat hal itu." Apa yang sedang Ara lakukan, apa dia sudah gila ingin bunuh diri? Hem gwe tahu, jika itu cara Ara untuk bisa meluluhkan hati Nara."

"Huh, pintar banget dech Ara! pasti Nara langsung percaya dengan taktik yang di lakukan oleh, Ara!"

Tara mengepalkan tinjunya karena kesal.

Sementara Nara langsung ikut keluar dari mobil Ara. Dia langsung menarik tangan Ara ke pinggir.

"Loe apa-apaan sih, mau mati!"

"Itu bukti buat loe, jika gwe serius cinta dan sayang sama loe. Sekarang tinggal bagaimana loe mau terima cinta gwe nggak?"

"Hem, iya gwe terima loe jadi pacar gwe. Sudah sekarang kita masuk ke dalam mobil, nggak enak dengan pengendara yang lain."

"Yes, akhirnya loe terperangkap juga dengan taktik gwe. Dengan begini gwe akan menang taruhan," batin Ara sumringah.

Sejak saat itu, Nara sah menjadi pacar Ara. Kemana-mana selalu berdua, bahkan mereka melupakan akan adanya, Tara.

"Kini persahabatan kami sudah tak seperti dulu lagi. Bahkan Nara juga tak percaya lagi dengan apa yang gwe katakan jika Ara hanya memanfaatkannya saja untuk bisa menang taruhan."

Tara merasa sedih dengan perubahan kedua sahabatnya.

"Itu dia, Nara. Kebetulan sedang sendiri, gwe akan mencoba menasehatinya lagi."

Tara menghampiri Nara yang kebetulan sedang duduk sendiri di bangkunya.

"Nara, tolong beri waktu untuk gwe sejenak."

"Waktu untuk apa? untuk loe mengatakan hal buruk lagi tentang Ara? kenapa loe jahat sekali sih, Tara! aku kira loe ini sahabat baik kita tetapi loe malah tukang hasut!"

"Nara, please. Gwe mengatakan yang sebenarnya, tolong percayalah dengan gwe kali ini saja. Jangan sampai loe kelak sakit hati karena, Ara."

"Tara, sudahlah! gwe tak ingin dengar lagi tentang bualan loe. Buktinya hubungan kami baik-baik saja."

Tara pun akhirnya menyerah, dia tak ingin lagi menyadarkan Nara jika Ara tidaklah tulus cinta padanya.

Sementara di balik hubungannya dengan, Nara. Ternyata Ara juga menjalin kasih dengan cewe lain.

"Sayang, kapan kamu putuskan hubunganmu dengan, Nara? katanya kamu tak serius dengannya hanya untuk taruhan? tetapi sampai saat ini kamu masih bertahan dengannya!"

"Ita sayang, aku kan belum ada satu bulan pacaran dengannya. Jika dalam waktu satu bulan aku bisa bertahan dengan, Nia. Aku pasti dapat dua kali uang jajan dari anggota gengs motorku."

"Kamu yang sabar ya, tinggal satu minggu lagi kok."

"Baiklah, sayang. Jika dalam waktu satu Minggu lagi kamu masih pacaran dengan, Nara. Aku yang akan mundur darimu."

Hingga satu minggu berikutnya, Ara menagih janji pada anggota gengs motornya tentang uang taruhan tersebut.

"Hay, semuanya. Mana nih duitnya, sudah jelas kan gwe berhasil menang taruhan?" Ara menengadahkan tangannya di hadapan ke lima temannya.

"Iya, bro. Kita-kita bakal kasih ke loe dua kali lipat, tapi setelah loe putusin Nara di depan kita. Loe berani nggak coba?"

"Hem, ok dech. Kalian pikir gwe takut?"

Ara melangkah pergi mencari keberadaan, Nara. Dan setelah menemukan, Nara. Dia mengajak Nara ke kantin dimana ada lima anggota gengs motornya.

"Ara, kenapa loe ajak gwe kemari?"

"Nara, sebelumya gwe minta maaf ya? sepertinya gwe nggak bisa melanjutkan hubungan gwe dengan loe."

"Memangnya gwe salah apa sama loe, Ara? masa kita pacaran baru sebulan sudah putus? katanya loe cinta mati sama gwe, selamanya bakal sama gwe? kok sekarang seperti ini?"

Nara memicingkan alisnya.

"Biasalah kalau cowo sedang usaha ya begitu, loe nya saja yang terlalu kepedean langsung saja terima gwe."

"Hhhaaa, makanya Nara...loe itu jangan terlalu pede, jangan terlalu sok cantik. Ara nggak level lah sama cewe seperti loe yang hanya anak pegawai staf biasa."

Tiba-tiba salah satu anggota gengs motor ikut berkata.

"Hhhaa, Nara-Nara. Loe polos amat sih, Ara cuma ingin menang taruhan saja. Loe keren, Ara. Ntar ajarin gwe ya, cara supaya bisa gaet cewe dengan mudah."

Ucap salah satu anggota gengs motornya lagi.

Nara merasa kesal, dia pum pergi begitu saja dari hadapan Ara.

"Sialan, ternyata selama ini gwe cuma di kadalin Ara! ternyata apa yang di katakan, Tara benar adanya."

"Tapi kenapa beberapa hari ini gwe tak melihat, Tara. Kemana dia ya, apa dia sakit?"

Nara kini baru menyadari akan kesalahannya yang tak mau mendengarkan nasehat dari, Tara.

Nara mencoba menelpon Tara untuk meminta maaf, tetapi nomor ponsel Tara tak aktif.

"Jika seperti ini, terpaksa gwe harus ke rumahnya langsung untuk meminta maaf.'

Sementara saat ini Ara sedang senang karena menang taruhan, dia mendapatkan uang yang lumayan banyak. Dia sama sekali tak menyadari akan kesalahannya pada, Nara.

†**********†**************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!