NovelToon NovelToon

Mengubah Takdir Tokoh Utama

Bab 1 : Adinda

'Kretek' suara tulang jari tangan seorang gadis, sambil menguap pelan ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 16:55 sore dan petanda ia akan pulang 5 menit lagi.

"Adin!" Panggil sahabatnya yang bernama Sovia

"Panggil namaku dengan benar, loh." Sambil menyipitkan matanya.

"Iya-iya maaf, deh. Oh iya, jadi tidak cari buku nanti?" Sovia senyum-senyum tipis.

"Jadi, kok. Kamu kenapa kegirangan seperti itu? Mau cari novel genre apa nih?!" Adinda terkekeh, ia kemudian memasukkan barang-barang pribadinya ke tasnya.

"Mau cari yang uwu pokoknya."

jawab Sovia sambil tersenyum nakal.

"Dasar mes*um," Adinda menyentil dahi Sovia.

"Mana ada!"

"Ada kok, ada."

***

"Wooaaahh ada novel baru! Banyak pula." Mata sovia berbinar melihat sederet buku novel yang tersusun rapi di rak.

Adinda yang pecinta novel merasakan hawa udara yang berbeda jika berada di toko buku seperti ini, Sovia dan Adinda berpisah untuk mencari novel incarannya masing-masing.

Adinda merinding saat menyentuh buku-buku tersebut, aroma kertas baru yang khas, judul-judul yang menarik dengan cover yang mendukung.

Adinda sempat kebingungan dan ingin memborongnya saja, ia sangat suka genre romantis. Ia mengambil salah satu novel yang bergenre romantis dan karena bergetar ia tidak sengaja menjatuhkannya ke lantai.

Saat berjongkok untuk mengambilnya, mata Adinda tertuju pada satu novel dengan cover yang tidak terlalu menarik. Ia menelan ludah karena dari judulnya pun sudah menunjukkan isi ceritanya yang berisikan pembullyan.

"Sudah dapat?" Sovia datang.

"Belum, aku akan mencarinya lagi. Kamu sudah dapat?"

Sovia menggeleng,

"Aku bingung tau, bagus-bagus semua. Gila sih itu authornya otaknya encer-encer, huhu." Adinda terkekeh, ia kembali meletakkan novel tersebut dan juga yang ia jatuhkan tadi.

"Benar sekali, aku bahkan kesulitan memilihnya hihi."

"Mau cari bareng??" tawar Sovia

"Boleh-boleh"

Mereka berdua pun memilah-milih buku novel yang akan mereka beli, mereka menemukan novel yang bergenre romantis.

"Aku beli yang ini," ujar Sovia sambil memegang buku yang ia pilih.

"Oke. Aku.... Yang ini,"

"Weeeww, seperti biasa yang kamu pilih pasti selain tebal, covernya juga keren." Puji Sovia.

"Hihi makasih,"

Saat akan membayar ke kasir, buku novel tentang pembullyan tadi tiba-tiba melintas di fikiran Adinda. Semakin ia berusaha mengabaikannya, Adinda justru lebih penasaran.

☘☘☘

"Kenapa ditukar? Sepertinya itu romantisnya tidak banyak loh." Sovia terheran-heran karena Adinda mengambil buku novel dengan cover tidak terlalu mencolok.

"Ingin mencoba yang berbeda. Oke, terimakasih sudah di antar pulang ya. Besok aku bawa mobil sendiri, gantian aku yang akan jemput antar kamu."

"Sip sip lah. Byeee!"

Adinda turun dari mobil Sovia, mereka melambai tangan sebelum mobil Sovia menghilang dari pandangan.

Setelah membersihkan diri ia mengerjakan tugasnya selaku sekretaris.

Pukul 22:00

Setengah pekerjaannya telah ia kerjakan, ia langsung mengambil buku novel yang ia beli tadi. Sambil menikmati susu hangat, ia mulai membacanya, di awal bacaannya ia sudah mulai menikmatinya. Tidak terasa sudah 10 lembar ia baca, penglihatannya pun sudah kabur, ia memutuskan tidur karena besok ada pekerjaan yang menantinya.

Keesokan paginya, di kantor.

Disela-sela waktu Adinda selalu membaca novel yang baru ia beli kemarin, karena terlalu menghayatinya ia bahkan sampai menitikkan air mata karena tokoh utama di novel tersebut mengalami pembullyan.

☘Adinda, gadis berusia 25 tahun dan bekerja sebagai Sekretaris disebuah perusahaan yang ada di kota tempat tinggalnya. Ia tinggal sendiri karena kedua orang tuanya telah meninggal dan ia tidak punya saudara. Adinda pecinta novel, terlebih genre romantis. Meski tanpa orang tua maupun saudara, Adinda selalu tersenyum seakan-akan tidak memiliki tekanan apapun, ia periang dan sedikit keras kepala dan tidak mau mengalah jika dirasa itu memang haknya. Mengenai percintaan, ia tidak terlalu beruntung karena ia selalu menghindar dari laki-laki yang mendekatinya dengan alasan dia belum siap.☘

☘☘☘

23:00, di kamar.

"Hikss hiksss." Adinda mengelap air mata yang membasahi wajahnya, tangisnya menjadi saat mengetahui ending dari novel yang ia baca sangatlah menyedihkan.

"Hikss coba saja aku yang jadi Larina (tokoh utama dalam novel), aku pasti akan membalas mereka semua, hiks."

"Kasian banget, tau. Kenapa Larina harus selemah ini sih, hiks."

Setelah beberapa saat menangis, tangisnya sudah mulai reda, dengan masih sesenggukan Adinda mengambil minum. Ia terus merasa ingin membantu Larina untuk mengubah takdirnya, namun ia sadar bahwa itu mustahil.

"Ini authornya nih yang bikin aku begini," sambil menarik selimut.

"Agar aku tidak terlalu sedih begini, aku harus beli novel baru yang komedi," gumamnya.

Karena lelah setelah menangis selama membaca novel itu, Adinda merasa matanya sudah berat.

Bab 2 : Masuk ke Dunia Novel

Adinda merasa matanya sudah berat.

Perlahan matanya terpejam, namun belum sampai 1 menit Adinda menggerutu. Adinda mendengus sebal karena ia melupakan ada jadwal meeting besok dan ia harus menyelesaikan tugasnya. Dengan rasa kantuk yang amat sangat, Adinda membuka matanya perlahan.

"Eh?" Adinda mengerjapkan matanya beberapa kali.

Langit-langit kamarnya berubah warnanya, yang tadinya berwarna biru langit sekarang menjadi abu-abu. Ia mengucek matanya perlahan dan mencubit pipinya karena menganggap ia sedang bermimpi.

Saat membuka mata kembali ia masih melihat langit-langit kamarnya berwarna abu-abu, ia menyingkap selimut dan duduk, ia menyadari ukuran ranjang dan rasa kasurnya berbeda. Tangannya meraba lampu tidur disampingnya tetapi tidak ada, jantungnya mulai berdetak kencang. Terlebih ia melihat jendela kamar yang sangat berbeda dengan dikamar miliknya.

"Kenapa semua berubah?" Gumamnya.

Adinda bangkit dari ranjang, ia menuju jendela dan membuka gorden, ia merasa sedikit berat untuk melangkah, cahaya bulan masuk menerangi kamarnya saat ini. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat ia melihat kamar ini benar-benar berubah total dan barang-barangnya bukanlah milik Adinda.

Adinda mencari saklar dan menyalakan lampu. Setelah lampu dinyalakan, terlihat semakin jelas bahwa ini bukanlah kamar miliknya. Adinda menggeleng pelan dan mencubit tangannya namun masih belum mengubah apapun.

"Ini pasti mimpi. Pasti," Adinda mengatur nafas dan berusaha tenang.

"Tenang Adinda, kau pasti bisa bangun." Lanjutnya dengan masih mengatur nafas.

Sekali lagi Adinda mencubit pahanya dengan keras.

"Aw!" Pekik Adinda, dilihatnya pahanya sampai kemerahan akibat cubitannya.

"Tunggu! Tu-Tubuhku?!" Adinda mengernyitkan dahi melihat paha mulusnya berubah warna.

Adinda melihat jari-jari tangannya, suaranya tak mampu keluar melihat bentuk tangannya yang berubah. Ia meraba tubuhnya sendiri dan benar-benar terasa berbeda. Ia melihat ada cermin di ruangan kamar itu, dengan menelan ludah ia berjalan perlahan. Dengan gemetaran ia memberanikan diri melihat pantulan dirinya di cermin, saat membuka mata ia tak mampu berkata-kata lagi.

"I-Ini siapa?" Dengan terbata-bata dan rasa tidak percaya.

Adinda menyentuh cermin dan benar saja ia merasakan sentuhan itu. Adinda mulai takut, ia langsung menjatuhkan dirinya di ranjang dan memejamkan mata dengan harapan ia bisa segera terbangun dari mimpinya.

"Kumohon! Kumohon, kembalikan jiwaku pada tubuhku. Aku ingin bangun dari tidurku! Kumohon!" Sambil meringkuk dan keringat dingin bercucuran dari pori-pori kulit tubuhnya.

...****************...

Keesokan paginya.

Angin sepoi-sepoi menyapu tubuh Adinda, ia merasa dingin, sinar matahari menyapa.

Adinda membuka mata perlahan dan berharap ia sudah benar-benar terbangun dari tidurnya.

"Hoaaaamm"

"Eh?!" Adinda menyadari suaranya berbeda.

"Ehem! Ehem! Tes, tes. Tes, satu dua, satu dua. Ehem!"

"Suaraku?!" Adinda membulatkan mata saat melihat dirinya masih tidak berpindah dari dunia yang asing itu.

Adinda berjalan ke arah jendela dan melihat ke luar kamar, semuanya berubah. Ini bukanlah di rumahnya, ia kebingungan.

"Pagi," sapa tetangga yang sedang lewat.

Adinda tersenyum kaku.

"Aku tidak mengenalnya," gumam Adinda.

Ia kemudian bercermin lagi, rasanya ia ingin menangis karena wajah cantiknya tak lagi ada. Ia melihat pantulan dirinya di cermin dengan kondisi badan perempuan yang obesitas, kulitnya tidak terawat, jerawat banyak di wajah, dan bau badannya apek.

Adinda terduduk di lantai, air matanya mengalir, ia menggigit bibir bawahnya saat melihat perutnya yang berlipat saat duduk.

"Huwaaaaa! Apa yang terjadi?!"

"Mana apek pula," sambil menyeka air mata.

Adinda menyentuh rambutnya dan rasanya kasar, ia mencium tangan yang habis memegang rambutnya.

"Iyuuhhh bau, hiksss."

Seharian dirinya mengurung diri, hingga keesokan harinya ia pun masih berada ditempat asing ini. Ia menangis sambil memandangi pantulan dirinya di cermin.

"Aku harus bagaimana?" Air matanya tak mampu ia bendung.

Ia mondar mandir di dalam kamar tersebut sambil menggigiti kukunya, ia memikirkan bagaimana caranya ia bisa keluar dari sini dan kembali ke dunia aslinya.

'Krrukk krrruk' Adinda memegangi perutnya yang kelaparan, ia membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar, ia memandangi jari-jari tangannya.

"Nak, kamu tidak apa-apa? Keluarlah, kamu belum makan apapun dari kemarin. Ayah khawatir."

"Aku tidak mau keluar." Sahut Adinda.

"Buka pintunya, Ayah bawa makanan untukmu,"

"Aku tidak lapar," tolaknya lagi

"Nak, Ayah khawatir. Kamu jangan begini."

"Aku baik-baik saja,"

"Huufttt yasudah, makanannya Ayah letakkan di depan kamarmu ya."

"..." Adinda tidak menjawab.

Kemudian suara itu tak terdengar lagi.

Adinda ada ide, ia berdiri di atas ranjang dan bersiap menjatuhkan dirinya ke lantai. Ia menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan mata lalu menjatuhkan dirinya.

'Brruk'

"Aaaww! Sakit..." rintihnya.

Adinda membuka matanya perlahan dan berharap ia kembali ke dunia asalnya. Lagi-lagi ia kecewa karena dirinya masih tetap di tempat asing ini.

Adinda kembali berdiri di ranjang lagi dan menjatuhkan dirinya lagi, sialnya jerawat di wajahnya sampai meletus.

"Huwaaaaaa sakit," Adinda mengipasi jerawatnya.

***

Adinda meregangkan ototnya dan bersiap menabrakkan dirinya ke tembok.

"Satu... Satu dua.. Ciaaat!" Adinda berlari agak kencang dan 'Brukkk!', ia menabrak tembok agak keras.

"Nak, kamu tidak apa-apa?" Terdengar suara laki-laki yang mengaku sebagai Ayah.

"Aku tidak ... apa-apa." Sahutnya sambil berdiri dan memegangi tubuhnya yang rasanya seperti mau rontok semua.

"Apa yang terjadi?"

"Udah sih mas! Jangan bikin ribut," terdengar pula suara orang perempuan dewasa.

"Apa maksudmu? Anak kita tidak keluar dari kamar dari kemarin,"

"Lebay itumah,"

Adinda terdiam, ia mengerti bahwa suara 2 orang di luar kamar tersebut merupakan kedua orang tua dari pemilik tubuh yang ia diami sekarang.

"Aku tidak apa-apa, kok." Ujar Adinda agar mereka tak lagi bertengkar.

Matanya membulat karena menyadari sesuatu. Adinda membuka lemari dan mencari sebuah buku diary, ia merasa sangat terkejut ketika berhasil menemukan yang ia cari.

"I-Ini... Milik Larina," ucapnya penuh rasa tidak percaya, ia langsung membuka dan ia semakin terkejut karena isinya benar-bener curhatan Larina.

☘NB : Adinda membeli buku novel yang berisikan kisah seorang gadis SMA kelas 2, ia bernama Larina yang menjadi korban bullying. Adinda yang merasa kasihan pada tokoh utama (Larina, 17 tahun), ingin sekali membantu membantu Larina namun ia sadar Larina hanyalah tokoh utama dari novel yang ia baca.

Oke lanjut, Adinda menutup mulut menggunakan tangannya, ia kemudian melihat pakaian sekolahnya.

"Pakaian Larina bagian kerah belakangnya ada tulisan B4B1," ucapnya sambil mengambil baju sekolah Larina.

Adinda merasa dunia sedang berhenti berputar, tangannya bergetar saat melihat tulisan B4B1 di kerah belakang baju sekolah milik Larina.

"Tidak, tidak mungkin!" Ia menjatuhkan baju sekolah Larina.

"Tidak, tidak! Hikksss. Bagaimana bisa ini terjadi? Bagaimana bisa?!"

Adinda langsung ingat ciri-ciri Larina lainnya, ia langsung bercermin lagi untuk melihat bekas luka di bagian pundaknya, ia langsung lemas ketika benar ada bekas luka gores persis milik Larina.

"Aku harus kembali ke duniaku!"

***

Adinda berputar-putar agar dirinya pusing dan berharap ia bisa kembali ke dunia asalnya, setelah 1 menit berputar ia merasa pusing dan pandangannya kabur.

"Semoga berhasil," ucap Adinda dalam hati dengan penuh harap.

Tubuhnya tergeletak di di lantai untuk beberapa saat, ia juga merasa mual. 5 menit berlalu, pusingnya sudah hilang. Ia membuka mata perlahan dan ia tetap berada di kamar yang tidak ia kenal.

"Aaaarrghhh!" Sambil mengacak-acak rambutnya.

"Apa yang harus ku lakukan coba, hah?!"

Ia melihat pantulan dirinya di cermin dengan kondisi sudah acak-acakan, ia beranjak ke ranjang dan merebahkan dirinya karena lelah.

"Apalagi yang bisa ku lakukan agar aku kembali ke duniaku, ini hanya mimpi kan?" Sambil menarik selimut.

Bab 3 : Hari Pertama Sekolah dengan Tubuh Baru

'Kruukkk krukkk' (bunyi perut) Adinda terbangun karena merasa sangat lapar, ia duduk di ranjang lalu menutup jendela karena sudah malam.

"Hooaaaammm," ia menguap sambil menggaruk lehernya yang gatal.

Adinda duduk di ranjang dan memijit pelipisnya. Ia sudah menyerah dan pasrah.

"Aku tidak tau lagi harus bagaimana," gumamnya.

☘Mulai sekarang Adinda kita panggil Larina dan akan berfokus pada kehidupan di dunia novelnya☘

Larina melihat dirinya yang sudah acak-acakan dan apek, ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat membuka baju ia menepuk jidatnya.

"Astaga, kotor sekali," ia mengeruk kotoran dalam pusarnya.

"Pasti gara-gara dia depresi, jadinya begini." imbuhnya.

Setelai selesai mandi ia langsung berganti pakaian dan duduk di ranjang sambil membawa seperangkat penghias wajah.

"Harusnya ia tidak pakai produk ini, ini hanya akan memperburuk jerawatnya,"

"Ini juga, ini tidak ampuh buat kulitnya Larina, tidak akan melembabkan kulitnya, huuffftt."

Pada akhirnya semua produk kecantikan kepunyaan Larina dibuang ke tempat sampah. Larina membuka pintu kamar untuk mengambil makanan.

"Yah, makanannya sudah tidak ada ya." Sambil menggaruk kepalanya.

Ia menarik nafas dalam-dalam dan melangkah keluar dari kamar.

"Kalau memang aku di dunia Novel, jam segini pasti Ayahnya Larina sedang menonton Tv.

Larina berjalan ke ruang keluarga dan mendapati Ayahnya sedang menonton Tv, ia menghela nafas dan sudah pasrah.

"Jika Larina mati, aku juga pasti ikut tamat. Oke! Aku harus mengubah alur ceritanya, aku tidak mau mati disini." Ucapnya pelan.

"A-Ayah,"

"Larina!" Ayah Larina langsung berlari dan memeluk dirinya.

"Ayah sangat khawatir padamu. Syukurlah kamu tidak apa-apa."

"Heheh, maaf ya. Anu, aku lapar," sambil mengadu kedua jari telunjukanya.

"Ayo, ayo kita makan. Ayah juga lapar."

"Apa Ayah belum makan?" Tanya Larina.

Ayah Larina menggeleng.

"Maafkan aku,"

"Tidak apa-apa. Ayo kita makan. Pasti kamu sangat lapar."

Larina mengangguk, ia di gandeng Ayahnya menuju ke dapur. Adinda yang berada dalam tubuh Larina merasa terenyuh saat tangannya di genggam oleh Ayah Larina, ia tiba-tiba merindukan sosok Ayahnya sendiri. Ayah Larina langsung mengambilkan nasi dan lauk dengan porsi banyak, Larina mengerutkan alisnya.

"Ayah, aku makan separuhnya saja."

"Nak, kamu belum makan sejak kemarin."

"Aku mau diet," celetuknya.

Ayah Larina tersenyum kikuk.

"Sudah ku bilang kan, palingan dia juga lama-lama keluar dari kamarnya. Ayah terlalu memanjakannya, sih."

"Malam, Ibu." Sapa Larina.

"Iya. Oh ya, itu porsimu kurangin, nanti makin gendut. Kita harus hemat juga bulan ini karena Ibu mau beli Hp baru,"

"Bu!"

"Ah benar kata Ibu, Yah." Larina mengambil piring lain dan mengurangi porsi makannya.

***

Larina menulis beberapa kejadian yang merupakan bagian alur novel yang ia baca dan tentunya kejadian itu akan menyakitinya. Ia juga mencatatnya untuk memastikan sekali lagi apakah ia benar-benar berada dalam tubuh toko utama dari novel yang ia baca.

"Oke, besok pagi aku pagi di sekolah pasti aku akan dicaci di kelas," Larina bersiap tidur, walau ia belum sepenuhnya menerima keadaannya sekarang.

☘☘☘

Keesokan harinya.

Larina yang sudah siap berangkat sekolah dan sudah pukul 06:30 tidak jadi berangkat.

"Cuci yang bener," ucap Ibunya sambil memainkan Hp.

"Iya, Bu."

***

Larina akhirnya telat dan harus memohon-mohon pada satpam agar dibukakan pintu gerbangnya. Larina menyemangati dirinya.

"Larina akan di bully lagi hari ini,"

gumamnya, ia kemudian berlari menuju kelasnya.

Benar saja ketika ia sampai di kelas, sekumpulan pembully sudah siap menunggu kedatangan Larina. Ia harus bersikap seperti Larina asli untuk mengetes apakah ia benar-benar akan di bully hari ini.

'Krieeet' Larina membuka pintu kelas dan melihat para pembully menyeringai padanya dan sudah menyiapkan sampah-sampah makanan.

"Masuk!" Perintah salah satu dari pembully bernama Doni.

"Huufftt oke, aku sekarang percaya bahwa aku terjebak didalam tubuh Larina dalam dunia novel, dan pasti alur kehidupanku akan sama seperti dalam novel itu. Aku harus benar-benar bisa menyelamatkan Larina, atau aku akan tamat bersamaan dengan kematiannya."

batin Larina.

"Woy, masuk woy!"

"Budeg kali dia,"

"Lah ngelamun dia cuy,"

'Tak tak tak' suara sepatu yang beradu dengan lantai keramik.

"Eh, Bu Mawar datang tuh," ucap salah satu temannya yang melihat dari jendela.

Doni tersenyum licik,

"Lah, kenapa dia di depan pintu begitu?" Gumam Bu Mawar.

Kurang beberapa langkah Bu mawar dibelakang Larina, Doni berlari ke belakang pintu. Setelah dirasa pas, Doni yang berada dibalik pintu mendorong Larina yang sedang melamun itu. Larina membulatkan mata saat Doni mendorongnya, Bu Mawar yang terkejut juga tidak bisa menghindar.

'Bruukk!'

"Kyaaaa!" Teriak keduanya,

Larina menabrak tubuh Bu Mawar sampai dia terpental, punggung Larina sakit karena mengenai sepatu Bu Mawar.

"Larina!"

"Maaf, Bu."

"Larina, astaga..." Bella keluar kelas untuk membantu Larina berdiri.

"Makasih," ucap Larina ketus.

Ia tau bahwa Bella merupakan salah satu dari teman kelasnya yang juga merupakan pelaku bullying, ia hanya pura-pura baik di depan gurunya itu.

Larina mengulurkan tangan untuk membantu Bu Mawar berdiri.

"Waduh, pasti aku akan dihukum!" Batin Larina.

"Gimana sih?!" Bu Mawar menepis uluran tangan Larina. Ia berdiri sambil memegangi pingganya yang sakit.

"Ngapain di pintu gitu? Ini sudah jam masuk!"

"Maafkan saya, Bu." Larina menundukkan kepala.

Para pembully ikut keluar kelas dan mengolok-ngolok Larina

"Hayoloh, Bu Mawar ketiban Bom!"

"Kasian lantainya, untung gak anjlok. Hahah!"

"Sudah-sudah, kalian masuk semua. Larina, kamu Ibu hukum. Berdiri di tengah lapangan upacara dan hormat menghadap tiang bendera.

"Tapi, Bu. Mereka yang salah. Mereka dorong saya, loh."

"Ini guru nyebelin banget sumpah, dia juga harus aku singkirkan," batin Larina

"Heh! Jangan membela diri. Cepat laksanakan hukumanmu itu," sambil memasang wajah tidak suka.

Larina menghela nafas dan menurutinya. Ia menjadi pusat perhatian dari kelas lain.

"Lah kenapa itu?"

"Tau, ribut tadi kelas XI B."

"Lebih baik fokus pada pelajaran, Pak Andi habis ini datang," ucap Rafa dari kelas XI A

"Iya-iya."

***

"Aku harus benar-benar bisa merubah alur semua ini. Harus! Larina, kau tidak boleh mati, karena kau adalah tokoh utama. Aku ada bersamamu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!