NovelToon NovelToon

Fly With Me (REVISI)

SINOPSIS FWM

 

 

FLY WITH ME

SINOPSIS

 

DAREN BAGASKARA, 26 TAHUN

“Araya, aku ingin kita bersatu.”

 

ARAYA CAITLIN, 25 TAHUN

“Daren, aku mau kita seperti dulu, tapi rasa sayang aku tidak bisa sebanyak dulu.”

 

REZA AMERTA, 30 TAHUN

“Cuma aku, yang tidak pernah main-main soal perasaan ke kamu, Araya Caitlin.”

 

 

***

Penyesalan Daren ada banyak sekali, salah satunya karena ia tak mencegah Raya pergi menjauh. Setelah tujuh tahun lamanya, Daren lagi-lagi diberi kesempatan kembali.

Penyesalan Raya hanya satu, ia menyesal pernah bilang kalau ia menyukai Daren. Setelah tujuh tahun lamanya, ia kembali dipertemukan oleh Daren. Raya pikir, perasaannya memang untuk Daren. Tapi, tidak semudah itu.

Sementara, Raya dipertemukan oleh seorang pilot bernama Reza di tempatnya bekerja. Ditengah kegundahan hati Raya, siapa yang akan perempuan itu pilih?

Nantikan jawabannya di FLY WITH ME.

Stay safe #Dirumahaja

***

EPISODE 1 : OUR FIRST MEET

 

 

FLY WITH ME

BAB 1

O U R  F I R S T  M E E T

 

***

Jika aku boleh meminta, aku cuma mau kamu. Tidak lebih.

***

 

Ini masih hari ketiga masuk sekolah di tahun ajar yang kedua. Tetapi, Daren sudah membuat rekor terlambat, lagi. Ini sudah yang ketiga kalinya dalam seminggu. Benar-benar anak nakal!

Langkah kali Daren melambat saat di depannya terlihat sebuah tulisan kecil bertuliskan 11 IPA 1. Itu ruang kelasnya yang baru. Dari luar, kelas itu terdengar tenang. Dan tanpa pikir panjang, Daren memasuki ruang kelas tanpa membaca situasi.

“Telat lagi, Daren.” Tegur seorang perempuan yang tengah berdiri di tengah kelasnya yang tidak sendiri. Daren melihat perempuan lain yang berseragam sama dengannya, tetapi bukan Bu Yola. “Ini sudah minggu ketiga, ya”

Yang ditegur hanya menyengir, padahal dia di amati oleh seluruh penghuni kelas ditambah Bu Yola dan anak yang wajahnya asing itu. “Ban bocor, Bu” alasan yang Daren buat.

Dengan berani, Daren melihat perempuan yang rambutnya dikurcir satu. Perempuan itu melempar tatapan yang tidak bisa Daren artikan.

Perempuan itu memiliki tinggi sekitar seratus enam puluh tiga sentimeter. Kulitnya putih dengan wajah yang lumayan unik. Tipe perempuan cantik yang lumayan berbeda. Wajahnya tidak pasaran.

Bibirnya yang tipis itu melempar senyumnya kepada Daren yang masih memuji perempuan yang tengah berdiri sebelahnya itu. Daren tidak berkutik saat perempuan itu tersenyum. Dia terlalu cantik.

“Kemarin kamu bilang itu juga ke guru piket, Daren.” Bu Yola mengingatkan. Daren sontak tersadar ketika Bu Yola kembali berbicara.

Kalau sudah begini, Bu Yola biasanya jarang memberi ampun. Bisa gawat kalau Bu Yola memanggil Mamanya kalau semua ini berlanjut. “Maaf, Bu”

“Besok jangan diulangi lagi, ya?” Daren hanya mengangguk mempercepat masalahnya agar tak dibawa ke meja guru BK. “Ya sudah, kamu cepat duduk di tempat kamu,”

Karena takut membuat Bu Yola menjadi lebih marah, yang sebenarnya tidak sedikitpun Daren takuti. Ia akhirnya berjalan mendekati kursinya yang memang ada di barisan pertama.

“Raya, silahkan kamu memperkenalkan diri,” lanjut Bu Yola.

“Perkenalkan, nama saya Araya Caitlin. Biasa dipanggil Raya. Saya pindah dari sekolah SMA Insan Garuda,” beberapa orang tertarik memperhatikan ketika Raya memperkenalkan diri. Rata-rata laki-laki, sisanya hanya menyauti seadanya. “Semoga kita semua bisa berteman,”

“Ibu rasa, kalian sudah cukup untuk mengenal. Jadi Raya, kamu bisa duduk di tempatnya Daren, ya.” Ucap Bu Yola yang menunjuk meja Daren yang memang tersedia satu kursi.

“Baik, Bu” tanpa menunggu lagi, Raya berjalan menuju sebuah meja yang tak jauh karena berada di barisan depan. “Boleh duduk disini?” sebenarnya itu cuma basa-basi.

Tanpa menunggu persetujuan Daren, Raya sudah duduk disana sembari mengeluarkan sebuah buku kosong untuk pelajaran yang akan ia pelajari kali ini.

“Oh iya, Daren.” Yang dipanggil langsung mengangkat wajahnya melihat Bu Yola. “Kamu harus belajar banyak sama Raya, ya”

Diingatkan seperti itu, Daren tentunya tidak diam saja. Iya menjawabnya dengan patuh. “Baik, bu”

***

 

 

Langit sudah semakin mendung, tanda-tanda hujan akan turun. Di tambah jam tangannya sudah menunjukkan pukul lima sore, sudah waktunya pulang untuknya. Namun, harapannya untuk pulang itu harus ia tahan.

Saat ini, tidak ada seorang pun tukang ojek yang mangkal di depan sekolahnya, mungkin karena sebentar lagi akan hujan. Raya tak tahu menau tentang hal itu. Di pikirannya, ia hanya berpikir bagaimana caranya agar cepat sampai ke rumah.

“Neng, gak pulang?” tanya seorang bapak yang umurnya sama sekitak lima puluhan, Raya mengenal bapak itu, ia seorang penjaga sekolah.

“Belum, Pak. Gak ada tukang ojek." Ucap Raya yang masih duduk di sebuah kursi yang berada di pos satpam.

“Kalau udah sore, mamang ojeknya sudah pada balik neng. Emangnya neng ada apa kok pulangnya sore banget?” sambil menikmati kopi hitam yang aromanya tercium, Bapak satpam itu menemari Raya yang masih menunggu ojek, harapnya.

“Saya habis ada kumpulan, pak. Saya kira tukang ojeknya bakalan ada sampai malam.” Raya mendongakkan kepalanya, langit semakin gelap karena akan hujan.

“Neng, saya ke dalem sekolah dulu ya. Hati-hati neng nanti pulangnya.” Bapak yang belum Raya kenal itu pergi meninggalkannya, ia masuk ke dalam sekolah yang semakin gelap. Sepertinya bapak itu akan mengecek keadaan sekolah, entahlah Raya tak mau tau.

Dari jauh Raya mendengar suara motor seseorang, entah tidak tahu siapa. Sejenak Raya berpikir, tadi hanya Raya dan teman-temannya yang terakhir ada disekolah. Lalu itu motor siapa?

Suara motor itu semakin keras masuk ke telinganya, menyeruak layaknya harapan. Siapapun pemiliknya, Raya tidak peduli. Muncul sosok yang membuat Raya penasaran dalam beberapa saat. Laki-laki itu, yang tidak Raya kenali, dia membawa motor besarnya yang berisik itu.

Gerimis turun, Raya dapat mencium bau tanah yang terkena air hujan. Rasanya menenangkan, sesaat ia lupa dengan masalahnya. Perasaan Raya tak karuan, sesekali ia melirik awan yang tak berubah warna.

Raya tidak bisa pulang.

Di motornya masih ada pria itu yang akan melewati pos satpam, Raya segera bangkit dan berlari memasuki hujan yang semakin deras. Tangannya ia bentangkan, pria yang Raya tak ketahui itu harapannya. Saking takutnya, Raya menutup matanya dan menunduk, intinya hari ini Raya harus pulang!

Nyiiiiittt

Decitan rem itu ikut memberhentikan motor yang dikendarai oleh orang asing tersebut. Setelah memberanikan diri untuk membuka mata, Raya akhirnya tau siapa pemilik motor itu. Helm full face yang awalnya digunakan, sekarang sudah dilepaskan dan membuat kepala pria itu basah terkena hujan.

“Daren?” pria itu ternyata teman sebangkunya.

“Bodoh, lo nyari mati?” sarkas Daren.

“Kok lo gak balik?” tanya Raya yang sekarang melangkah mendekatkan dirinya hingga berada tepat di sebelah cowok itu.

“Lo sendiri?” tanya Daren balik, tanpa menjawab.

“Gue mau balik, tapi gak ada ojek.” Ucap Raya bicara jujur.

“Terus lo hadang gua kayak gitu buat numpang?” tanya sinis Daren to the point.

Raya mengangguk semangat, “boleh kan?”

“Gak.” Daren memakai kembali helmnya.

Raya berjalan mendekati laki-laki itu lalu memegang kedua bahu Daren, “tahan ya.”

Tubuh Raya menaiki motor Daren dengan pelan, “lo ngapain?”

“Udah sore, kita pulang yuk.”

“Turun.” Titah Daren yang tidak Raya dengarkan.

“Gak boleh biarin cewe pulang malem sendirian, Daren. Ayo anterin gue ke pangkalan ojek.” Tepuk Raya di bahu Daren.

“Dasar cewek gila.” Daren menyalakan motornya dan mulai menjalankannya keluar dari sekolahnya, SMA Citra Harapan.

Yang Raya tahu, sekitar dua ratus meter dari sekolah masih ada tukang ojek yang masih mangkat saat disekolah. Jadi, ia berencana untuk turun disana.

“Daren, dua ratus meter lagi ada tukang ojek. Tolong berhenti disana, ya” pinta Raya.

“Iya,” ucapnya. Laki-laki itu masih terus berkendara sampai tiba-tiba Raya berbicara untuk melambat.

“Pelan-pelan, itu ada di depan,” Raya memperingati. “Yah, nggak ada tukang ojek yang mangkal.” Ucap Raya.

Daren memutar bola matanya, kali ini ia yang mau tak mau harus mengantar perempuan ini. “Rumah lo dimana? Gua yang antar,”

 

***

EPISODE 2 : TENTANG MAMA

 

 

FLY WITH ME

BAB 2

TENTANG MAMA

 

 

***

Masa kini akan jadi lalu, walau begitu aku tetap menunggumu di masa depan.

***

 

 

“Sudah selesai?” pertanyaan dari Daren serta sapaannya kala ia melihat Raya yang keluar dari rumah seorang teman satu sekolahnya juga. Laki-laki itu memberikan helm yang biasa Raya gunakan.

“Sudah, kan aku bilang jangan jemput, Daren” ucap Raya. “Aku bisa pulang sendiri, kok”

Sudah jadi kebiasaan Daren, untuk menjemput Raya ketika perempuan itu baru saja pulang untuk mengajar privat. Biasanya, Daren yang akan privat dengan Raya, tetapi kali ini berbeda. Perempuan itu kebanjiran jadwal dengan teman yang lain saat pekan ulangan seperti ini.

Setelah mengenal Raya lebih lama, perempuan itu ternyata adalah anak yang pintar. Perempuan itu bisa bersekolah Sekolah Citra Harapan dengan beasiswa yang ia dapatkan.

Memang, ia kurang mampu dalam hal materi. Tetapi, kepintarannya membuat ia tidak perlu diragukan lagi. Raya yang tegas juga membuatnya selalu disukai dalam sisi yang berbeda. Tidak melulu soal parasnya.

“Jangan kebanyakan protes, ya, Ra. Aku nggak mau kamu kemalaman pulangnya,” Daren berusaha memperingati.

Raya cemberut sembari memegangi bahu Daren supaya ia dapat menaiki motor tersebut dengan seimbang. “Ini belum terlalu malam, kok. Baru jam setengah sepuluh,”

“Emang berani lewat gang sepi?” pertanyaan Daren membuat Raya diam tak bisa menjawab. “Sekarang aku tanya, kamu berani pulang gelap-gelap?”

“Engga,” cicit Raya.

“Ya udah, emang paling aman kalau aku yang jemput,” Daren sekarang mengambil kesimpulan. Raya tak mau berurusan panjang dengan lelaki itu, jadi ia lebih baik diam saja mengikuti apa yang Daren ucapkan. “Abang-abang preman suka takut sama yang ganteng,”

Raya mengerutkan keningnya, laki-laki itu semula bersikap dingin. Tetapi, kali ini ia tengah memuji dirinya sendiri. “Sejak kapan ada teori begitu?” kekeh Raya kemudian.

“Kamu dari tadi nggak dengarin orang ganteng ngomong?” Raya sontak mencubit pinggang Daren. Laki-laki itu langsung berlagak sok kesakitan, padahal cubitan itu tidak terasa.

Keduanya terkekeh bersama, jadi kebiasaan mereka ketika keduanya tengah berdua seperti ini. Bahkan, orang-orang akan bilang kalau becanda mereka tidak lucu sama sekali.

Ketika Daren berusaha melawak dengan kepercayaan dirinya, Raya dengan siap tertawa karena kerecehannya. Sesuatu yang biasa, tapi jadi hal yang istimewa kala semuanya saling melengkapi.

 

 

***

 

“Di rumah kamu agak rame,” ucap Daren saat keduanya sampai di depan rumah Raya. Rumah kecil yang berada di dalam gang-gang itu langsung kentara ketika terparkir dua motor di depan rumah yang terasa penuh.

“Iya, mungkin temannya ibu,” ucap Raya. Tidak biasanya rumah ini didatangi seseorang. Keluarga dari Ayah Raya mana mau menemui mereka.

Perasaan tidak enak tiba-tiba menghampiri perempuan itu. Dengan berat, ia meminta Daren untuk pulang segera. “Kamu pulang sekarang aja,” pinta perempuan itu.

“Iya, aku langsung pulang,” Raya melepas helm miliknya, lalu memberikannya kepada Daren. “Langsung istirahat aja,” Daren memberi tahu.

“Kan masih ada PR MTK,” balas Raya.

Daren yang tadinya menaruh helm kembali menoleh memperhatikan perempuan yang ia sukai itu. “Aku udah ngerjain,”

Raya menganga, ia tak percaya dengan apa yang Daren katakan. “Beneran?” tanyanya. Manusia seperti Daren mengerjakan PR?

“Serius, aku tadi nungguin kamu sambil ngerjain PR MTK,” ungkap laki-laki yang sudah jadi teman Raya setahun ini. “Kamu mau lihat PR-nya?” Raya sontak menggeleng.

“Aku mau usaha ngerjain sendiri dulu.” Perempuan itu tetap tidak mau menerima bantuan Daren. “Udah cepetan kamu pulang,” Raya kembali ngotot.

“Sabar dulu,” laki-laki yang masih duduk diatas motornya tiba-tiba mengacak-acak rambut Raya. “Aku bingung harus ngapain kalau sama orang cantik,”

Raya melempar tatapan horror kepada laki-laki yang tadi mengacak-acak rambutnya itu. Dia bukan saja menghancurkan tatanan rambut Raya, tapi juga memporak-porandakan hati Raya.

“Dasar mulut player,” ejek Raya.

Laki-laki itu terkekeh, “Yang penting kan ke satu orang doang, ke yang lain engga,” Daren mulai lagi. “Boleh pulang?” tanya laki-laki itu.

“Kan sudah di suruh dari tadi,” ucapnya.

“Iya, sih. Tapi tadi itu kepikiran aja takutnya kamu kangen.” Tanpa menunggu waktu, Raya langsung menimpali.

“Ih, jijik banget gue sama lo” keduanya kemudian terkekeh lagi. Sederhana bukan membuat keduanya tertawa?

“Aku pulang beneran, nih” ucap Daren yang menyalakan motornya lagi. “Besok kamu lihat PR aku aja, ya”

Raya lagi-lagi teringat dengan PR Matematika yang harus di kumpulkan besok. Awalnya perempuan itu ingin mengelak lagi, tetapi ia memilih mengiyakan Daren supaya laki-laki itu lebih cepat pulang.

“Iya,” Raya tersenyum kemudian. Bersamaan dengan itu, Daren menjalankan motornya meninggalkan kediaman Raya.

Untungnya, Daren sudah pulang dan tidak akan kembali ke sini. Kecuali besok pagi saat keduanya sekolah. Pas sekali, pemilik dua motor yang ternyata berjumlah empat orang itu akhirnya keluar dari rumahnya.

Keduanya berbadan besar dan kekar. Setelah ke-empat orang itu keluar, Mama Raya ikut keluar ditemani Aila kecil yang memeluk Ibunya. Dari jauh, Raya dapat melihat Ibunya yang menunduk. Sesekali mengelap air matanya yang keluar.

Tanpa mempedulikan empat orang itu, Raya segera berlari mendekati Gina yang langsung dipeluk oleh Raya. “Mama, gak apa-apa?”

Raya sangat beruntung, orang-orang itu mengambil motor mereka berencana untuk pergi. Dilihatnya Mama dan Aila yang sudah berantakan.

Kedua keluarganya tidak terluka. Namun, tangis mereka dan banyak barang yang berantakan cukup untuk menjelaskan kacaunya malam ini. Raya menyesal, harusnya ia tak perlu datang ke rumah Helena untuk mengajar privat.

Raya sangat menyesal untuk meninggalkan keduanya.

Suara perginya dua motor itu, membuat jantungnya lebih lega. Raya berusaha tersenyum walau ia merasa berat, dua orang yang menjadi keluarganya itu tidak boleh cemas lagi.

“Kita masuk ke dalam saja, ya” ucap Mamanya yang sudah lebih baik. Sebelum Raya masuk, ia mengunci pagar lebih dulu. Baru kemudian Raya memasuki rumahnya yang terbilang kecil.

Sampai di dalam, Raya dapat melihat hancurnya rumah kecil ini. Aila yang merupakan adiknya, tengah membereskan kekacauan yang Raya simpulkan karena empat orang itu.

“Mama punya banyak hutang, Kak” hanya satu kalimat. Tapi Raya mampu mengartikan kalimat itu ke banyak arti. “Mama terpaksa supaya kita tetap hidup,”

Suara Mama terdengar lirih. Tidak seperti Mama yang biasanya. Raya hanya tersenyum, dia sudah tahu Mamanya akan bicara apa.

“Mama nggak mau kamu putus sekolah, apalagi Aila. Dia masih harus sekolah sampai kuliah,” Raya mengangguk tanda mengerti. “Tapi Mama nggak bisa biayain sekolah di sini lagi,”

Raya seketika tersadar, ada yang lebih besar yang harus ia hadapi saat ini. Raya tidak bisa memaksa Mamanya untuk tetap tinggal disini. Dan ia juga tidak bisa memaksa dirinya untuk sekolah di Citra Harapan.

Beasiswa memang membiayai semua pendidikannya, tapi tidak biaya hidupnya. Raya sudah berusaha membiayai dirinya dengan mengajar privat, tapi semua itu tidak cukup.

Ia tidak mau jadi anak yang egois tentunya. Hanya rumah ini peninggalan Papa yang sudah meninggal sejak ia kecil. Dan Mama sudah tidak punya pilihan, selain pulang ke kampung.

“Raya nggak masalah kalau kita pulang kampung,” setelah membalas ucapan Mamanya, Raya sadar kalau ia memang harus meninggalkan semuanya. Termasuk Daren tentunya.

 

 

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!