NovelToon NovelToon

Benih Salah Alamat Sang Casanova

Menjerat Wanita Incaran

"Silakan, minumannya Nona."

Seorang wanita dengan pakaian pelayan, menghampiri wanita yang tengah menikmati pesta, di sebuah kursi yang berada di sudut ruangan itu dengan nampan yang berisi segelas minuman berwarna merah.

Si wanita dengan gaun malam berwarna biru langit itu itu pun, mengambil minuman yang berada di atas nampan itu. Dia tidak langsung meminumnya. Namun, wanita itu mencium aroma minuman itu terlebih dahulu.

"Ini bukan alkohol 'kan?" tanya wanita bersurai panjang yang dibiarkan tergerai bebas itu, menatap pelayan yang tengah berdiri di depannya intens.

"Bukan Nona, itu hanya sirup biasa, minuma yang mengandung alkohol ada di sebelah sana," sahut pelayan wanita menunjukkan sebuah meja yang terdapat ratusan gelas yang terisi beberapa warna minuman.

"Baiklah, terima kasih," ucap wanita bernama lengkap Lereina Adabela, dan biasa disapa Larei itu, sambil mulai meminum minumannya.

"Kalau begitu saya permisi Nona," pamit pelayan menunduk hormat.

"Iya," sahut Larei kembali memfokuskan dirinya pada arah depannya.

Kini Larei tengah berada di acara pesta pertunangan anak dari salah satu rekan kerja papinya, meskipun dia malas untuk menghadiri acara-acara yang seperti ini, tapi papinya meminta dia untuk datang.

Dikarenakan papinya tidak bisa datang, karena ada urusan lain, jadilah dia yang saat ini harus ikut berbaur dengan ratusan orang yang turut hadir diacara ini, sebagai perwakilan dari papinya.

"Kapan acaranya selesai, bosan lama-lama di sini, mau pulang mau segera rebahan di kasur kesayanganku," gumam Larei sambil sesekali meneguk minumannya.

Dia sengaja duduk di sudut ruangan karena malas untuk terus beramah-tamah dengan rekan-rekan papinya terlalu lama, jadi setelah selesai berbasa-basi dengan si pemilik acara, dia pun langsung memisahkan diri.

Sementara itu di sisi lain, seorang pria tengah menatapnya dari arah belakang dengan tatapan lapar miliknya, pria itu tersenyum smirk.

"Tuan saya sudah melakukan apa yang anda perintahkan," ucap seorang pelayan wanita yang tadi memberikan minuman pada Larei.

"Kerja bagus, nanti aku akan berikan bonus untuk bulan ini," sahut pria itu tersenyum puas.

"Baiklah, terima kasih Tuan muda, kalau begitu saya permisi dulu Tuan," pamit pelayan itu menunduk hormat.

"Pergilah, tapi ingat, terus awasi dia, jika dia sudah mulai menunjukkan reaksi aneh, kamu tau 'kan harus membawanya ke mana," ucap Sakya dengan seringaiannya.

"Baik Tuan, saya mengerti," sahut pelayan itu.

Setelah itu, pelayan wanita itu pun pergi, mengerjakan pekerjaannya lagi, sambil memperhatikan Larei, sesuai dengan yang tuannya perintahkan.

"Lagi-lagi, kamu melakukan hal menjijikkan itu, untuk menjerat wanita incaranmu," decak Gamya sahabat Sakya, seorang pria yang berbanding terbalik dengan sikap Sakya.

"Makanya segeralah mencoba hal itu, itu benar-benar surga dunia yang membuatmu melayang, hingga ke langit ke tujuh," sahut sahabat Sakya yang lainnya.

Pria itu bernama Isam, sahabat Sakya yang memiliki sikap yang sama seperti Sakya, yaitu suka bergonta-ganti pacar, tidak pernah betah dengan wanita yang sama, lebih dari dua bulan.

Moto Sakya dan Isam adalah, nikmati masa muda, sebelum mereka terikat, mereka ingin puas dulu berpacaran, sebelum menemukan wanita yang benar-benar bisa membuat mereka tunduk.

"Kalian sama aja, aku hanya bisa berdoa semoga saja nanti kalian tidak tertular penyakit aneh, karena hobi kalian itu," sahut Gamya, sambil bergidik memikirkan penyakit yang mungkin akan menghampiri sahabatnya itu, karena kelakuan mereka.

"Terima kasih atas doanya Pak ustadz," ejek Isam seperti biasa.

Gamya hanya memutar matanya, sambil berdecak mendapat ejekan seperti itu dari sahabatnya.

Menjadi bahan ejekan dari Isam baginya adalah hal yang biasa, karena bukan sekali atau dua kali dia selalu menasehati kedua sahabatnya itu untuk menghentikan aksi gila mereka.

"Ngedip kali Sak, melotot aja tuh mata," ucap Isam pada Sakya yang masih belum mengalihkan perhatiannya dari wanita yang dia anggap incarannya itu.

"Berisik, kamu mending cari mangsa sana, jangan rewongin aku," sahut Sakya menatap Isam dengan kesal.

"Santai aja, bentar lagi pacar aku datang ke sini, aku pinjam satu kamar ya," sahut Isam menaik turunkan alisnya.

"Perasaan baru dua hari yang lalu kamu putus sama pacar kamu, sekarang udah dapat lagi," sahut Gamya tak percaya.

"Iyalah, aku 'kan orang yang laku keras, tidak seperti kamu, jomblo abadi, perjaka tua," cibir Isam meledek Gamya lagi.

"Mending jadi perjaka tua daripada asal celup-celup aja," sahut Gamya dengan malas.

"Aku curiga barang kamu itu tidak berfungsi dengan baik, buktinya kamu tidak pernah terlihat nafs* kalau lihat cewek."

Mendengar ucapan dari sahabatnya itu tentu saja, Gamya kesal, saking kesalnya dia melempar kunci mobilnya yang ada di atas meja, hingga mengenai kening sahabatnya itu.

"Woy, kira-kira napa, dikira gak sakit apa di lempar pakai yang begituan," ringis Isam mengusap keningnya sambil menatap Gamya tajam.

"Makanya punya mulut itu dijaga, aku hanya menjaga kebersihan aku aja, tidak seperti kamu yang nafs*an," decak Gamya tak kalah tajamnya.

"Ssstttt, kalian diam, sepertinya incaranku sudah masuk perangkap," ucap Sakya dengan senang, membuat kedua pria itu diam dan langsung melihat ke arah yang tengah diincarnya.

...******...

"Kenapa tiba-tiba pusing ya," gumam Larei yang merasa kepalanya terasa berputar.

Karena kepalanya, terasa berputar, dia pun memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu.

Dia memaksakan diri untuk berdiri dari tempat duduknya, lalu dia melangkah meninggalkan tempat pesta itu dengan langkah hati-hati.

Semakin lama, kepalanya semakin terasa pusing, kini kakinya pun terasa semakin lemah. Saat sampai di dalam toilet, Larei pun membasahi wajahnya berharap itu dapat menghilangkan rasa pusing itu.

"Kenapa tiba-tiba pusing banget sih," gumamnya mengurut keningnya yang semakin terasa berat.

Karena tidak merasa lebih baik, akhirnya Larei pun memutuskan untuk keluar lagi dari toilet. Dia bermaksud untuk langsung pulang, karena pusing di kepalanya itu semakin menjadi.

"Non kenapa?" tanya pelayan yang memberikan minuman padanya.

Wanita itu sebenarnya sengaja menunggu Larei di depan toilet wanita, agar dapat melakukan apa yang atasannya perintahkan.

"Saya pusing Mbak," sahut Larei yang tengah berjalan dengan berpegangan pada dinding, di lorong toliet.

Dia hanya melihat samar-samar wajah pelayan itu, tubuhnya semakin lama semakin terasa lemas tak bertenaga.

"Mau saya pesankan kamar dulu Non, biar Nona bisa istirahat dulu sambil nunggu pusingnya hilang," tawar pelayan wanita itu, sambil merangkul tubuhnya.

"Baiklah Mbak," sahut Larei pasrah.

Dia merasa tidak kuat lagi untuk dipakasa berjalan, apalagi jika harus menyetir mobil, karena dia datang ke sana dengan menyetir sendiri.

"Ayo Non."

Pelayan itu pun nulai membawa Larei ke sebuah kamar presiden suite yang ada di hotel itu, kamar yang hanya bisa ditempati oleh Sakya, sebagai anak dari pemilik hotel bintang lima itu.

"Mbak apa di sini tidak ada ac, kenapa ini panas banget," gumam Larei mengipaskan tangan, pada wajannya yang terasa panas.

"Apa kita masih lama Mbak, aku udah pengen sampai di kamar, di sini benar-benar panas," racau Larei antara sadar dan tidak.

"Sebentar lagi sampai Non," sahut pelayan itu, sambil berusaha menahan tubuh Larei yang sudah tidak terkendali.

Saat ini mereka sedang berada di dalam lift dan Larei terus meracau, dengan tubuhnya yang sudah tidak bisa diam.

Tak lama kemudian, lift pun sampai di tempat tujuan mereka, lantai paling atas di hotel itu. Pelayan wanita itu kembali menyeret tubuh Larei menuju ke sebuah pintu yang tidak jauh dari lift.

Ketika sampai, si pelayan langsung membuka pintu menggunakan kartu akses yang sebelumnya diberikan oleh Sakya padanya. Setelah pintu terbuka, dia pun membawa Larei masuk ke kamar megah nan mewah itu.

"Matikan lampu, aku tidak bisa tidur dengan lampu menyala," racau Larei saat dia sudah dijatuhkan ke ranjang besar dengan seprei dan selimut berwarna silver.

"Maafkan saya Nona, saya membutuhkan pekerjaan ini dan tambahan uang jadi saya terpaksa melakukan hal ini, semoga anda beruntung Nona," ucap pelayan itu sambil melepaskan high heels yang Larei kenakan itu.

Dia kemudian menyelimuti Larei, lalu mematikan lampu, seusai dengan apa yang Larei perintahkan itu.

...----------------...

Selamat datang di ceritaku yang kedua, semoga kalian semua suka sama cerita ini, cerita yang penuh dengan kehaluan ini🥰🥰

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya semuanya, berikan dukungan juga pada cerita ini, biar aku makin semangat lanjutin ceritanya😘😘

Kemenangan Sakya.

"Tolong aku, ini benar-benar tidak nyaman." Larei terus bergerak dengan gelisah dan meracau di atas ranjang.

Seluruh tubuhnya benar-benar tidak nyaman, dia tidak dapat mengendalikan dirinya, antara sadar dan tidak, itulah yang saat ini dia rasakan.

Sementara itu di samping ranjang, pria yang tidak lain adalah Sakya itu tersenyum miring, mendengar wanita yang dia anggap incarannya itu sudah mulai bereaksi.

Secara perlahan, Sakya bergerak menaiki ranjang, dia menyentuh wajah wanita, yang hanya disoroti oleh sedikit cahaya dari satu lampu tidur yang temaram itu dengan lembut.

"Apa kamu butuh bantuan Babe," bisik Sakya dengan sengaja, sambil meniup telinga Larei, hingga membuat seluruh tubuh wanita itu kian meremang.

"Ssshhh, to–tolong aku," racau Larei, dengan mata yang terpejam kuat.

"Memohonlah Babe, aku sangat suka pada wanita yang memohon," bisik Sakya lagi dengan tangan yang sudah tidak tinggal diam.

"A–aku mohon, aku sudah tidak tahan," racau wanita yang kini sudah kehilangan akal sehatnya, akibat rasa asing yang memenuhi setiap jengkal tubuhnya itu.

Melemahkan setiap sendi tubuhnya, membuat dia ingin merasakan hal yang tidak pernah ingin dia rasakan sebelumnya.

"Sesuai permintaanmu Babe,"

Sakya langsung melahap bibir Larei dengan kasar, dia pun sudah tidak sabar untuk menyergap wanita itu, karena racauan wanita itu yang terdengar merdu di telinganya.

Di tengah-tengah pertarungan itu, tangannya terus bekerja, melepaskan satu per satu, kain yang melekat di tubuh mereka, hingga kini mereka sama-sama polos.

Bagaimana dia melakukan hal itu dengan lancar, di tengah-tengah ruangan yang tidak memiliki cukup penerangan itu, tentu saja hal itu adalah hal biasa untuknya.

Racauan dan suara manja yang keluar dari bibir Larei, membuatnya kian bersemangat terus memainkan benda-benda keramat wanita itu, dia benar-benar menyukai setiap sudut benda keramat milik wanita dalam kungkungannya itu.

"Kita akan langsung ke intinya Babe," bisik Sakya dengan di bawah sana berusaha melakukan tugasnya.

Dia sudah tidak dapat menahannya lagi, sesuatu sudah mendesaknya, minta untuk dipuaskan.

"Akkkhh, sakit berhenti!" jerit Larei saat merasa ada yang memaksa masuk pada tubuhnya.

"Your v*rgin," ucap Sakya tidak memedulikan jeritan dari wanita di bawahnya, dia benar-benar tidak bisa menghentikan kegiatannya itu.

"Berhenti!" jerit Larei lagi sambil menangis, dia benar-benar tidak tahan dengan rasa sakit itu.

"Sorry Babe, aku tidak bisa menghentikan apa yang sudah aku mulai, di tengah jalan seperti ini."

Larei tidak berbicara lagi, hanya terdengar isakan lirih saat Sakya tengah menikmati kegiatannya itu.

Sakya sesekali membungkam bibir Larei yang terus meracau, memarahinya juga terisak, hingga wanita itu akhirnya diam.

Setelah mencapai kepuasan untuk yang ke tiga kalinya, Sakya akhirnya menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Larei yang sudah tertidur, entah sejak kapan.

Napas pria itu tersenggal, tapi bibirnya tersenyum dengan senang, karena ini merupakan pengalaman pertamanya, melakukan hubungan itu dengan seorang wanita yang belum tersentuh.

Ya, meskipun dia seorang casanova, tapi dari dulu dia tidak pernah melakukan hal itu dengan wanita yang masih virg*n karena baginya, itu takut merepotkan.

"Tank's karena kamu sudah memberikan aku pengalaman yang menyenangkan Babe," gumam Sakya sambil mencium bibir Larei.

Sementara Larei langsung tertidur, karena efek dari obat yang diberikannya itu, juha kondisi tubuhnya yang lelah.

Setelah itu, dia pun menggulingkan tubuhnya ke samping Larei, dia langsung memakai selimut untuk menutupi tubuh mereka dan langsung pergi ke alam mimpi.

Energinya sudah terkuras habis akibat aktivitas panas namun menyenangkan itu, dia tertidur dengan nyenyak, tidak memikirkan jika ada yang dia lupakan dengan kejadian itu.

Dia melupakan memakai alat yang biasanya dia pakai untuk berhubungan, dia sebelumnya tidak pernah melupakan hal itu, karena dia tidak ingin wanita yang pernah tidur dengannya, tiba-tiba menuntut dia untuk bertanggung jawab karena hamil.

Dia biasanya selalu waspada, karena tidak ingin menitipkan benih berharganya pada sembarangan tempat, tapi hari ini dia benar-benar melupakan hal sepenting itu.

...******...

Sinar mentari, perlahan mulai merobos ke dalam kamar, melalui celah-celah gorden berwana silver. Namun, sinar yang menyelinap itu tidak dapat mengusik kedua sejoli yang baru saja menghabiskan malam panas itu.

Kedua orang yang berbeda gender itu, masih anteng dengan mimpi masing-masing. Hingga suara dering ponsel yang berasal dari ponsel si pria mengusik ketenangan si empunya, dari indahnya mimpi.

"Siapa sih ganggu aja pagi-pagi gini," gerutu Sakya yang mau tak mau, dia pun bangun lalu mendudukkan dirinya, pria itu mencari di mana letak benda yang mengganggunya itu.

Dia kemudian melihat celananya dan langsung turun dari ranjang dengan tubuh polosnya, mengambil celana itu, lalu membawanya masuk ke kamar mandi.

"Dasar peganggu," decak Sakya saat melihat nama sahabatnya Isam yang tertera di layar ponselnya itu.

Dia baru akan mengangkat panggilan itu, tapi panggilan itu keburu terhenti, alhasil dia pun menyimpan ponselnya itu di atas celana yang dia simpan di samping wastafel.

Pria itu mencuci wajahnya, lalu menggosok giginya, tak lama kemudian, ponselnya kembali berbunyi, membuat dia segera mengangkat panggilan itu.

"Apa!" ketus Sakya yang masih menggosok giginya.

Dia menyimpan ponselnya di wastafel, dapat dia lihat wajah tengil sahabatnya itu dari layar ponselnya.

"Gimana semalam lancar kan? Tapi kalau dilihat dari wajahmu, kayaknya lancar dong," seloroh Isam dengan kekehannya.

"Tidak pernah ada kegagalan dalam kamusku, ingat itu." Sakya memutar matanya malas.

"Ya, ya. Kamu memang selalu menjadi panutanku," sahut Isam dengan bangga.

Sakya, mengambil jubah mandi yang selalu tersedia di sana, lalu mengenakannya.

"Kamu belum pulang?" tanya Sakya karena melihat Isam masih berada di ranjang kamar hotel miliknya itu.

"Belum, nungguin dulu si alim," sahut Isam.

"Dia nginep juga?" tanya Sakya.

"Iya, katanya semalam males pulang, tuh dia anaknya udah nongol. Kamu pulang bareng apa nanti aja?" tanya Isam.

"Aku nanti aja, belum siap-siap."

"Baiklah, kalau gitu kita pulang duluan ya," sahut Isam.

"Ya udah." Sakya akan mematikan sambungan teleponnya itu.

"Tunggu Sak, semalam wanita incaran kamu itu langsung pergi dari kamar ya?" tanya Isam yang terlihat tengah berjalan, di lorong hotel.

"Tidak, dia langsung tidur bahkan sebelum aku selesai," sahut Sakya dengan heran karena melihat melihat Isam seperti tengah melihat sesuatu.

"Lah, terus itu yang ada di depan kita siapa?" tanya Isam dengan suara yang sudah lebih pelan dari sebelumnya.

"Mungkin itu orang lain, wanita itu masih asyik dengan mimpinya di ranjangku," sahut Sakya dengan santai.

Sambil sesekali melirik ke arah ranjang melalui pintu kamar mandi yang terbuka, wanita yang memberikannya kenikmatan semalam masih berada di ranjang dengan posisi membelakanginya.

Memikirkan tentang apa yang terjadi semalam, dia kembali tersenyum, seandainya bisa, ingin rasanya dia mereguk kenikmatan itu lagi.

"Kamu lihat sendiri deh."

Sakya tersadar dari angannya, lalu melihat ke layar benda pipih yang masih di genggamannya itu, tak lama kemudian matanya membola saat melihat apa yang ada di sana.

Seorang wanita yang terlihat dari belakang, mengenakan gaun yang sama dengan wanita yang berada di atas ranjangnya itu.

Wanita itu tampak tengah berjalan sambil terlihat sesekali tersenyum dan melihat ke arah wanita di sampingnya.

Meskipun hanya melihat dari samping, tapi dia yakin jika wanita itulah, orang yang sebenarnya menjadi incarannya semalam.

"Sak, kamu tidak salah nidurin orang 'kan?" tanya Isam memastikan.

Dia berbicara masih dengan suara pelannya, karena posisinya dekat dengan wanita yang menjadi incaran Sakya sebelumnya.

"Di mana wanita itu?" tanya Sakya masih mencerna apa yang terjadi itu.

"Di lantai tempat aku sama Gamya tidur, tadi kita lihat dia baru keluar dari kamar yang tidak jauh dari kamar kita bareng temannya," sahut Isam membuat Sakya mematung di tempatnya.

"Jika itu dia, terus wanita yang saat ini masih di ranjangku siapa," gumam Sakya tanpa mengalihkan pandangan dari punggung putih yang terekspos itu.

"Kamu periksa langsung aja, ya udah kalau gitu. Kita tunggu kamu di lobby aja ya," ucap Isam yang langsung mematikan panggilan video itu.

Salah Sasaran.

Sakya berjalan keluar dari kamar mandi dengan langkah perlahan, dia menelan ludahnya kasar, mengetahui jika ternyata dia telah salah menargetkan orang.

Baru saja dia mendekati ranjang, wanita di depannya itu melenguh dan langsung mendudukkan dirinya, dia meregangkan tubuhnya tanpa sadar tubuhnya yang polos itu terekspos bebas.

Melihat pemandangan menggiurkan di depannya itu, membuat dia kembali menelan ludahnya dengan susah payah, dari arah samping dia melihat kedua bongkahan yang menjadi permainannya semalam, melambai seolah minta untuk dimainkan lagi.

Otak kotornya terus bekerja, hingga tidak sadar jika saat ini tengah menghadapi hal serius di depannya.

"AAAAHHHHH!"

Suara nyaring yang nyaris membuat gendang telinganya pecah itu, menyadarkan Sakya dari lamunan kotornya, Dia melihat wanita itu, kini sudah menutupi tubuhnya dengan selimut lagi dan menatapnya dengan tajam. Seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Kamu!"

"Kamu!"

Sakya dan Larei berbicara dengan bersamaan, saat dapat melihat wajah masing-masing dengan sangat jelas.

"B*rengsek, apa yang kamu lakukan padaku hah!" jerit Larei turun dari ranjang, dengan selimut yang membungkus tubuhnya itu.

"Kamu bagaimana bisa itu kamu," ucap Sakya tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Laki-laki s*alan, b*rengsek, kurang ajar, baj*ngan!" Maki Larei sambil mengambil satu per satu pakaiannya yang berserakan di atas lantai.

Tanpa melihat ke arah Sakya dia memasuki kamar mandi, dengan umpatan dan makian yang terus dia layangkan pada pria yang kini masih membatu di tempatnya.

"Kenapa jadi dia, ya ampun jadi semalam aku sama dia, bukan sama wanita incaranku itu, oh s*al."

Sakya memukul kepalanya sendiri. Merutuki kebodohannya karena harus terlibat dengan wanita yang selalu dia hindari dari dulu.

Tak lama kemudian, Larei keluar dari kanar mandi dengan sudah mengenakan gaun yang semalam, wanita itu masih melayangkan tatapan tajamnya.

"Untuk masalah semalam aku akan ganti rugi, kamu tinggal tuliskan nomor rekeningmu, karena aku tidak punya uang cash," ucap Sakya dengan santai.

"Kamu pikir aku p*lacur hah! Setelah dipakai langsung dibayar dan dibuang gitu aja!" tekan Larei dengan tatapan tajamnya.

Dia merasa terhina dengan apa yang Sakya ucapkan itu, seolah dia adalah wanita malam yang menjual dirinya.

"Terus kamu mau apa, itu sudah terlanjur terjadi, lagian aku juga tidak bisa mengembalikan keperawaananmu, aku juga tidak mau menikah denganmu."

Larei mengepalkan tangannya dengan kuat, mendengar ucapan santai dari pria di depannya.

"Siapa juga yang mau nikah sama laki-laki br"engsek kayak kamu, aku tidak sudi!" sinis Larei.

"Terus kamu mau apa? Atau kamu mau operasi selap*t dara, baiklah kalau gitu kamu cari saja tempat untuk operasinya, biar aku yang tanggung biayanya."

Sungguh kemarahan Larei semakin meningkat mendengar ocehan dari pria di depannya itu. Darahnya terasa mendidih, hingga kepalanya terasa panas.

Larei begerak mendekati Sakya yang masih menatapnya dengan tenang, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, wanita itu baru ingat, siapa pria di depannya itu.

Seorang playboy yang pasti sudah terbiasa melakukan hal itu, hingga itu tidak masalah baginya, berbeda dengan dirinya yang baru pertama kali.

Setelah berhadapan dengan Sakya, tanpa babibu, Larei menendang barang kebanggaan pria itu dengan sekuat tenaga, menggunakan lututnya.

"Aakkkkhhhh!" jeritan kesakitan dari pria di depannya itu membuat Larei tertawa puas.

"Wanita s*alan, apa yang kamu lakukan hah!" bentak Sakya sambil berguling di lantai, sambil memegangi benda kebanggaannya itu yang terasa seakan putus dari tempatnya.

"Rasain, itu pantas untuk laki-laki b*rengsek sepertimu, kamu pikir uang bisa membeli harga diri orang apa!" Larei tersenyum sinis melihat wajah merah Sakya karena menahan sakit itu.

"S*alan, asal kamu tau, semalam aku tidak sepenuhnya salah, kamu juga memohon-mohon agar dipuaskan!" geram Sakya.

"Itu pasti karena kamu sudah menyuruh pelayan untuk memasukkan sesuatu ke minumanku," desis Larei.

Larei kemudian mengambil beberapa lembar uang recehan yang selalu dia pakai untuk membayar parkir dari dalam tas kecilnya, dia kemudian melemparkan uang receh itu ke muka Sakya

"Kalau aku memang memohon padamu untuk minta dipuaskan, maka itu bayaran untukmu."

Larei kemudian mulai melangkahkan kakinya akan pergi dari sana, meninggalkan Sakya yang masih kesakitan.

Tidak hanya sampai di sana, Larei juga menyempatkan dirinya menginjak ujung kaki Sakya untuk meredakan amarahnya, hingga pria itu kembali mengaduh.

"Dasar wanita bar-bar. Aku sumpahin kamu jadi perawan tua!" teriak Sakya saat Larei akan menggapai pintu, hingga wanita itu menghentikan langkahnya.

"Dasar, penjahat kelamin, aku sumpahin barang rongsokan kamu itu tudak pernah berfungsi lagi, hingga tidak akan merusak anak orang terus," sahut Larei dengan nada meledeknya.

"Hey, apa yang kamu sebut rongsokan wanita bar-bar!" teriak Sakya tidak terima dengan apa yang Larei ucapkan itu.

Aset kebanggaannya disebut rongsokan, juga disumpahin tidak berfungsi lagi, memikirkan hal itu membuat kemarahan Sakya kian memuncak.

"Dasar wanita gila!" bentak Sakya, melihat pintu kamar yang sudah tertutup.

Dia kemudian menelepon Isam, agar ke kamarnya itu, dia benar-benar dia bisa berdiri dengan benar saat ini, aset berharganya benar-benar terasa ngilu.

Ditambah kakinya yang baru saja diinjak oleh heels yang Larei kenakan, hingga kakinya itu tampak memerah.

Sakya berusaha mendudukkan dirinya, dengan napas yang memburu, dia melihat uang receh pecahan lima ribu, serta dua ribu yang berserakan di lantai itu semakin membuatnya kesal.

Harga dirinya benar-benar dijatuhkan oleh seorang wanita, tidak hanya merendahkan harga dirinya, wanita itu juga telah menjatuh harga diri aset berharganya yang dia sebut sebagai barang rongsokan.

"Dasar wanita jadi-jadian, apa kamu tidak ingat semalam bahkan m*ndesah dengan kencang saat di puaskan oleh barang yang kamu sebut rongsokan ini," desis Sakya menatap ke arah asetnya yang tertutup oleh jubah mandi itu dengan kasihan.

Tak lama kemudian terdengar suara bel pintu kamarnya itu berbunyi, dia pun berteriak agar orang yang menekan bel itu untuk masuk ke kamarnya.

"Ya ampun Sak, kenapa kamu duduk di lantai?" tanya Gamya menatapnya dengan heran, begitu pun dengan Isam.

Isam menatap ke setiap sudut kamar itu, seolah tengah mencari sesuatu.

"Di mana wanita itu?" tanya Isam pada Sakya.

"Sudah pergi," sahut Sakya ketus.

"Oh, cepet amet perginya," sahut Isam lagi manggut-manggut.

"Sudah jangan banyak bicara, cepat papah aku ke kamar mandi, aku mau mandi dulu, biar bisa pulang," ucap Sakya mengulurkan tangannya, agar kedua sahabatnya itu mau membantunya berdiri.

"Manja banget sih Sak, lagian kenapa kamu bisa lesehan di lantai begitu?" Isam dan Gamya bergerak membatunya berdiri, lalu membawanya ke kamar mandi.

"Ceritanya panjang," sahut Sakya yang malas untuk menceritakan apa yang terjadi barusan, lebih tepatnya, dia malu jika sahabatnya tahu.

"Cepatlah mandinya, kita tunggu di sini," ucap Gamya setelah dia masuk ke kamar mandi.

Sementara Isam mengambil satu per satu pakaian Sakya yang berserekan, lalu memberikannya pada pria itu.

Beberapa menit kemudian Sakya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah melekat di tubuhnya.

Dia tidak menyangka, jika kekuatan wanita yang lebih kecil darinya itu, ternyata benar-benar kuat, hingga tadi dia merasa jika asetnya benar-benar terasa akan lepas dari tempatnya.

"Kaki kamu kenapa?" tanya Gamya karena melihat Sakya yang berjalan dengan pincang.

"Hanya keseleo," alibi Sakya.

"Ini kenapa banyak uang receh?" tanya Isam sambil memunguti uang receh itu.

"Ayok kita pulang, biarkan saja itu," sahut Sakya yang langsung berjalan keluar dari kamar itu, dengan langkah pincangnya.

"Kenapa tuh anak?" tanya Isam menatap Gamya dengan heran, karena melihat mood Sakya sepertinya buruk.

"Entahlah," sahut Gamya mengangkat bahunya acuh.

Mereka pun akhirnya berjalan mengikuti Sakya keluar dari kamar itu, meninggalkan tempat yang menyisakan kenangan menyenangkan juga menyebalkan bagi Sakya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!