Jam menunjukkan pukul 19.00 malam. Abel menghentikan mobil di pekarangan rumahnya. Hari ini cukup melelahkan karena ada ujian kenaikan sabuk. Matanya bersinar saat melihat sabuk hitam yang mengalung di pinggangnya. Bukti kalau kerja keras dan usahanya tidak sia-sia, setelah beberapa tahun menekuninya Abel berhasil mendapatkannya. Ya, menjadi atlet taekwondo adalah impiannya sejak kecil.
Abel mengikat rambutnya asal, sekilas dia memandang dirinya di cermin yang sengaja dia pasang di depannya. Wajahnya harus tetap terlihat bagus meskipun ada beberapa lebam akibat insiden saat latihan tadi, bundanya pasti khawatir. Meskipun hanya lebam biasa.
Abel turun dari mobilnya dan merapikan dobok yang dia pakai. Baju kebanggaan Abel ditambah dengan sabuk hitam dan-1 yang baru dia dapatkan.
"Aneh banget pintunya kebuka, apa ada tamu ya?" batin gadis itu.
Abel pun memasuki rumah, di ruang tamu dia sudah disuguhi oleh kegemasan Ghazam-adiknya yang minta digendong.
"Hello, Prince! Miss me hum?" Abel pun menggambil Ghazam dari pangkuan baby sitter-nya. Adiknya yang baru berusia 7 bulan itu sangat menggemaskan dan dekat sekali dengannya.
Ghazam tertawa setelah digendong oleh kakaknya, Abel yang penyayang membuat Ghazam lengket padanya. Apalagi Abel memang menyukai anak kecil.
"Kakaknya bau sayang, tapi kamu nempel banget iya? kangen aku iyaa?" ucap Abel sambil menggelitik pelan dada bayi itu dan membuatnya tertawa renyah.
Sambil menggendong Ghazam, Abel langsung menuju ke ruang keluarga. Di sana sedang ada pertemuan antara dua keluarga, sepertinya itu teman Ayah atau Kakeknya. Langkahnya melambat saat tatapan tajam tertuju ke arahnya.
"Kenapa ada kakek sih? Mampus gue," ucap Abel dalam benaknya.
Dengan langkah berat Abel mendekat, meskipun dia sudah tau pasti akan kena semprot. Kakeknya ini sangat tidak suka jika Abel mengikuti taekwondo.
"Abella Gracia Atmaja!" Panggil Hendra-Kakeknya dengan tegas.
"Tunggu-tunggu, Ghazam masih kecil," potong Abel.
"Sus, tolong bawa Ghazam ke atas ya," teriak Abel. Tak selang beberapa lama pun suster menggendong Ghazam dan membawanya ke atas sesuai perintah Abel.
Sepasang mata sudah menatap Abel sejak dia datang. Entah Abel sadari atau tidak. Namun pria itu menatap Abel seraya memperhatikan sikapnya.
"Sudah Kakek bilang kalau cucu dari pemilik BMC Group tidak boleh bermain taekwondo. Apa-apaan kamu? Mau jadi preman? Tukang pukul? Jangan buang-buang waktu dengan hal yang tidak berguna!"
"Tapi, Kek-"
"Tapi apa?! Jadi wanita itu harus anggun, harus menjaga martabat keluarganya. Bukan seperti lelaki begini. Mau ditaruh di mana muka Kakek?"
"Kek, gak ada yang salah dari Taekwondo, itu hobi aku. Aku berhak buat memilih apa yang aku sukai, ak-"
"ABELLA!"
Abel kesal, bisa-bisanya Kakeknya ini memarahinya di depan orang yang tak dia kenal. Dia tidak bisa hanya diam saja.
"Kek, harus banget marahin aku di depan banyak orang yang bahkan aku aja gak kenal? Udah cukup ya Kakek mengatur masa kecil aku yang gak boleh sering keluar, main sama temen-temen, udah cukup juga kakek paksa aku buat selalu jadi yang terbaik, sekarang biarin aku buat nentuin apa yang aku mau dan engga!" Abel berusaha tegas pada Kakeknya kali ini.
"Jangan membantah! Kakek hanya ingin yang tebaik untuk kamu. Mulai sekarang tidak ada lagi taekwondo-taekwondo atau melanggar peraturan yang sudah dibuat. Karena Kakek akan menjodohkan kamu dengan Galaxy!"
"Dan kalian akan segera menikah," lanjut Hendra.
"Kakek apa-apaan sih?! Gak, aku gak mau. Udah aku bilang, kalau aku gak mau lagi diatur-atur! Tolong jangan paksain kemauan Kakek sama aku!"
Tanpa menjawab Hendra meringis sembari memegang dadanya. Darah tinggi dan jantungnya bisa kumat jika mendapat tekanan dan terus beradu argumen dengan Abel cucunya yang keras kepala.
Jonh - Sahabat dari Hendra mendekat. Mencoba membantu Hendra yang kesakitan dan mengelus-elus punggungnya.
"Sudah-sudah, jangan terlalu keras pada cucumu. Biarkan dia paham dengan seiring waktu."
"Tapi dia sudah keterlaluan, Jonh."
"Biar aku yang jelaskan, biar kau duduk dulu," ucap pria paruh baya itu seraya membantu Hendra untuk duduk.
Abel menatap Ayah dan Bundanya penuh Tanya? Dijodohkan? Bahkan dia saja baru menginjak pertengahan kelas 11 dan baru sampai di umur 17 tahun. Pernyataan konyol macam apa? Sementara Nia dan Doni hanya memberi isyarat agar Abel menurut saja.
Jonh menghampiri Abella, diusapnya bahu gadis itu sambil tersenyum. "Jangan sama-sama keras, kakekmu ini memang sudah tua. Emosinya tidak terkontrol."
Abel meluluh, dia mengangguk seraya tersenyum pasrahke arah Jonh. Sejujurnya dia tida bisa berkata-kata lagi, tapi dia harus tetap melakukannya untuk memperjuangkan diri sendiri.
"Gal, kemari," panggil Jonh pada cucu tersayangnya.
Sekilas Abel melirik pria yang katanya akan dijodohkan dengannya. Sedikit memutar bola matanya malas saat melihat wajah dingin lelaki itu.
"Abella, ini Galaxy dan Galaxy ini Abella. Cucu dari Hendra sahabat kakek," ucap Jonh dengan lembut.
Abel dan Galaxy saling menatap, lalu berjabat tangan sebentar sebagai tanda perkenalan.
"Mungkin Galaxy sudah tau alasan perjodohan ini. Tinggal giliran kamu untuk mengetahui dan memahaminya. Dulu Mamamu dan Mama Galaxy sama-sama ingin punya anak. Mamamu sulit untuk hamil, sementara mamanya Gala sulit mempunyai anak laki-laki sebagai penerus dari keluarga Alaric. Hingga akhirnya kami berdua mencari berbagai cara."
"Dulu, kami pergi ke suatu daerah terpencil yang masih kental adat dan istiadatnya. Penuh magis, banyak ustad dan kiyai untuk dimintai air doanya tapi sulit untuk didatangi. Lalu kami berikrar kalau kami bisa mendapatkan cucu dan cucu kami sepasang maka akan kami jodohkan. Setelah beberapa usaha yang kami lakukan akhirnya kami bisa mempunyai cucu dan lahir lah kalian."
Abel mengehela napasnya, kenapa dia harus terjerat ikatan ikrar yang dilakukan kakek dan sahabatnya? Abel ingin menyanggah namun Ayah dan Bundanya sudah menahan-nahannya dengan isyarat.
"Selain itu orang tua Galaxy akan dipindahkan ke Amerika untuk mengurus bisnis kami di sana. Kedua kakak Gala sudah menikah dan hanya Gala yang tersisa di rumah sendirian. Kakek juga ingin mengajarkannya tanggung jawab dengan mengurusi bisnis kakek di sini dan menjaga seorang wanita untuk mendampingi hidupnya kelak. Maka kami memutuskan untuk menikahkan kalian sejak dini," lanjutnya.
"Tapi Abella baru pertengahan kelas 11, masih ada cita-cita yang ingin dicapai. Gak mungkin Abella ngerelain semua yang udah disusun dan ditata sedemikian rupa demi pernikahan ini."
"Oh tentu tidak, sayang. Kakek sudah bicara sebelumnya dengan Gala, kalau kalian bisa menjalankan pernikahan ini sambil menata masa depan kalian masing-masing. Bedanya kalian diberi tanggung jawab lebih untuk membangun rumah tangga."
Abel terdiam, alasan apa lagi yang harus dia berikan? Kenapa dia seakan tida bisa berkutik sekarang? Nia yang paham dengan kondisi putrinya, kini mengelus rambut Abel dengan lembut.
"Sayang, semuanya sudah dipikirkan dengan matang. Bunda juga sudah mempertimbangkan dari hal baik dan buruknya. Jadi, Bunda harap kamu bisa mengerti."
Galaxy pamit untuk mencari udara segar. Dia tidak bisa berada di tengah-tengah drama keluarga ini.
"Bund ... "
"Sayang, tolong kali ini kamu menurut ya? Bunda tidak pernah melarang atau memaksakan apapun sama kamu, tapi kali ini boleh bunda minta hal ini ya?"
Abel menarik napasnya kasar, sungguh dia benar-benar tidak ingin. Tapi mendengar ucapan bundanya dia tidak bisa menolak.
"Yaudah terserah bunda aja, aku cape. Aku nolak juga gak akan merubah keputusan, kan? Jadi urus aja, aku serahin semuanya sesuai keinginan kalian." Abel melepaskan tangan ibunya pelan, lalu dia keluar untuk menemui pria itu.
Pikirannya sudah berantakan, mood yang tadinya bagus seketika berubah menjadi sangat buruk. Abel menghentikan langkahnya di depan pria itu. Galaxy.
"Kenapa lo gak nolak perjodohan ini sih?" Tanya Abel dengan nada yang terdengar kesal.
Gala berputar 180 derajat dan menatap gadis yang tiba-tiba saja mengomel padanya.
"Kenapa gak lo aja yang berusaha keras buat nolak perjodohan ini?" Tanya Gala dingin.
"Lo gak liat usaha gue tadi? Masih tanya? Please, pernikahan itu bukan main-main!" Tegas Abel.
"Emang siapa sih yang mau main-main sama lo?" Tanya pria itu santai namun tatapannya begitu tajam.
Abel lagi-lagi hanya bisa terdiam dan mengepalkan kedua tangannya. Bagaimana dia bisa hidup bersama pria seperti Galaxy?
Hari ini, detik ini, seorang Abella Gracia Atmaja resmi menjadi istri dari Galaxy Putra Alaric. Acara pernikahan yang bisa dibilang mewah tapi tidak mewah, karena hanya mengundang orang terdekat saja bahkan tidak ada satu orang teman pun yang hadir karena dirahasiakan. Sungguh, ini bukan pernikahan impian mereka berdua.
Abel memasangkan cincin di jari manis Galaxy, setelah itu mencium punggung tangan pria itu. Disusul dengan Galaxy yang mencium keningnya.
Gadis itu menarik napasnya dalam. Sejenak dia memejamkan matanya, mengingat apa yang terjadi 1.200 detik yang lalu. Di mana seorang pria dengan lantang melafalkan namanya dalam Ijab Qabul.
Dia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa dia merelakan masa depan yang sudah ditata sedemikian rupa dengan memenuhi keinginan kakeknya agar dia dijodohkan dengan cucu sahabatnya? Abel tidak pernah membayangkan akan membina rumah tangga di saat dirinya masih menginjak kelas 11.
"Musnah sudah harapan lo punya suami orang korea," batin Abel.
.
.
.
Setelah siap mengemasi barang-barangnya, Abel merasa galau sendiri. Dia akan meninggalkan tempat ternyaman nya ini dan pindah ke rumah suaminya - Ralat maksudnya Galaxy. Abel tidak mudah untuk menerima seseorang masuk ke dalam hidupnya.
"Sayang, ayok udah ditungguin Gala di depan tuh," ucap Nia- Bundanya Abel saat memasuki kamar putri sulungnya.
"Bund, gak bisa di sini aja? Berasa dibuang harus pindah kaya gini," rengek Abel.
"Ehh, Bunda selalu ajarin kamu untuk bersikap dewasa. Apalagi sekarang udah punya suami, jangan rewel gitu ah." Nia mengelus pipi putrinya lembut.
"Tapi nanti yang bantuin Bunda siapa? Yang jagain Ghazam? Bunda kan tau Ghazam deket banget sama Abel. Tradisi mana sih yang mewajibkan perempuan kalau nikah harus ikut sama suaminya?" gerutu Abel.
"Udah kodratnya seorang perempuan itu nurut dan mengikuti suaminya, Sayang. Kamu jangan pikirin apapun. Untuk pekerjaan rumah kan ada bi Ningsing, Ghazam biar bunda yang urus. Kalau kangen kakaknya tinggal call," ucap Nia bijak.
"Tapi, Bund ... " Abel memeluk bundanya dengan erat, dia tidak bisa membendung air matanya. Mulai sekarang dia harus jauh dari keluarganya, dia belum siap menghadapi semuanya sendirian.
"Jangan nangis gitu dong, bunda jadi gak tega liatnya. Rumah Galaxy itu gak jauh dari sini, gak di luar kota juga. Kamu bisa kapan aja pulang, Kak. Ketemu Ayah, Bunda, dan Ghazam. Jangan nangis, anak bunda kuat dan mandiri. Inget pesan bunda tadi, harus jadi istri yang baik, jadi menantu yang baik juga, oke?"
Nia menghapus air mata putrinya dan memberi pengertian kepada Abel. Sebenarnya dia juga berat hati jauh dari putri sulungnya. Tapi kalau bukan Nia siapa lagi yang akan menguatkan putrinya.
Abel masih terdiam sambil memeluk bundanya, dia benar-benar berat meninggalkan rumah ini.
"Ayokk, kasian tuh Galaxy nya udah nunggu dari tadi," ajak Nia.
Abel pun mengangguk, akhirnya dia keluar dari kamarnya dan turun menemui Galaxy yang telah menunggunya di depan. Terlihat pria itu sedang berbincang-bincang dengan Doni- Ayahnya.
"Eh anak ayah udah siap semuanya?" tanya Doni.
"Udah, Yah." Abel memeluk Ayahnya. Sepertinya mulai hari ini tidak ada lagi yang akan mengajak ayahnya bertaruh bola atau bermain catur.
"Anak Ayah udah gede, jaga diri ya di sana. Ayah udah titipin kamu ke Galaxy, jadi pasti dia akan jaga kamu seperti Ayah," ucap Doni sambil mengelus rambut putrinya.
Abel pun hanya mengangguk sambil tersenyum, dia tidak mau terlihat sedih lagi karena takut menjadi beban pikiran Ayah dan Bundanya, terlebih Ayahnya penderita penyakit jantung kronis.
Pak Darmo - Satpam di rumah Abel. Telah selesai memasukan koper ke dalam mobil. Abel pun tersenyum dan sekali lagi memeluk Bundanya.
"Yaudah ya kakak pamit, nanti bakalan sering main kesini buat main sama Ghazam," ucap Abel sambil menyalami kedua orang tuanya.
"Yah, Bund, izin pamit juga ya," ucap Galaxy yang ikut bersalaman.
"Yaudah kalian hati-hati. Salam buat mama, Gal." Nia tersenyum karena kini dia memiliki anak bujang yang nampak serasi dengan putrinya.
"Iya, Bund. Pergi dulu. Assalamualaikum," ucap keduanya.
"Waalaikumsalam."
Abel dan Galaxy memasuki mobil, setelah memasang seatbel, Abel menyempatkan diri untuk melambaikan tangan dari kaca dan dihadiahi senyuman oleh kedua orang tuanya. Lalu, Galaxy pun melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Abel.
Kini dia tau, bagaimana rasanya menjadi seorang putri yang harus jauh dari keluarganya karena menikah. Padahal sebelumnya bahkan dia tidak pernah memikirkan soal pernikahan.
Tidak ada percakapan di dalam mobil. Entah karena canggung atau mereka tak ingin saling bicara.
"Lama." tiba-tiba Galaxy memulai pembicaraan meskipun dengan wajah dinginnya.
"Apa?" tanya Abel tak mengerti.
"Lo lama," ucapnya lagi.
"Lo gak liat barang bawaan gue sampe 6 koper?" ketus Abel.
Galaxy menghela napasnya dan kembali menyetir, ternyata wanita yang ada di sampingnya ini jauh lebih galak dari apa yang dia pikirkan. Sesekali dia melirik wanita yang katanya kini berstatus sebagai istrinya, dia tidak buruk, bahkan cantik. Bahkan lebih cantik dari Jela-Pacarnya.
Galaxy menghentikan mobilnya, saat mereka turun dari mobil ternyata mereka sudah di sambut oleh keluarga Galaxy. Abel dan Galaxy pun menghampiri mereka dan langsung bersalaman.
"Mang Boni, tolong angkatin barang-barang Abella ke kamar Gala ya," perintah Dara- Mamanya Galaxy.
"Eh anak gadis mama, semoga betah ya di sini. Kalau Galaxy sampai nakal-nakal bilang aja ke mama." Dara pun menciumi pipi menantunya dengan rasa bahagia. Putrinya bertambah satu di keluarga ini.
"Iya, Tan- eh Ma, nanti Abel bilang kok," balas Abel sambil tersenyum.
"Halo kak Miya, kak Jihan," sapa Abel dan saling merangkul.
"Semoga betah ya, kalau Gala nyebelin lapor aja nanti Kakak Marahin," kata Miya seraya terkekeh.
"Bener, pokoknya kalau apa-apa bilang ya. Sekarang kan kau adek kita juga," ucap Jihan.
"Iya, Kak makasih yaa. Nanti kita bakalan sering-sering ngobrol."
Galaxy masuk ke rumah tanpa mempedulikan Abel dan yang lain. Tubuhnya sudah lelah dan besok adalah hari pertamanya kembali ke sekolah setelah liburan akhir semester pertama berakhir.
"Yaudah gih sekarang susul Galaxy ke kamar, besok udah mulai sekolah kan? Jadi kalian harus istirahat. Kalau butuh apa-apa tinggal panggil mama," ucap Dara.
"Iya, Ma. Nanti pasti bilang kok. Makasih ya, Ma." Abel pun tersenyum lalu mengikuti mertuanya menuju kamarnya dan Galaxy.
.
.
.
Abel memasuki kamar dengan bernuansa hitam itu. Apa kamar pria memang seperti ini ya? Sangat berantakan. Sepertinya Abel harus turun tangan.
Perlahan dia mengambil baju yang berserakan di sofa dan meja belajar Gala sambil menciumi apakah baju itu masih baru atau kotor, lalu memasukannya ke keranjang cucian. Setelah itu Abel merapikan buku-buku yang belum dirapikan kembali di meja belajar dan menggulung berbagai kabel yang masih terpasang di stop kontak.
Gala yang sedang tertidur membuka matanya dan melihat Abel yang sedang membersihkan barang-barangnya. Namun dia tidak peduli dan malah membuka ponselnya untuk membalas pesan dari Jela.
Sebenarnya Abel ingin merapikan isi lemari milik Gala, tapi terlalu berantakan. Jadi dia putuskan untuk mengerjakannya besok sepulang sekolah.
Tanpa mempedulikan Gala, Abel mengambil baju tidur di kopernya dan memasuki kamar mandi. Dia menatap dirinya dicermin dan sesekali menggigit bibirnya.
"Ya Allah, apa gue bisa jalani kehidupan sama Gala?" gumamnya.
Mereka benar-benar bertolak belakang, sementara dalam pernikahan harus menyocokkan satu sama lain, harus bisa membiasakan diri dan beradaptasi. Abel tidak yakin akan kuat menjalaninya.
"Hufft, udah lo jangan kebanyakan ngeluh. Hadapi hadapi hadapi!" Tegasnya pada diri sendiri.
Setelah mengganti bajunya, Abel keluar kamar mandi, dia mengambil pouch yang berisi make up dan skincare nya. Setelah itu melakukan skincare rutin.
"Dasar cewek, mau tidur aja repot," ucap Gala dalam benaknya.
Beres dengan rutinitasnya dia kembali bingung harus melakukan apa lagi untuk menghindar dari Gala. Sepertinya ini pilihan terakhir. Mau tidak mau dia harus tidur karena besok sudah harus kembali ke sekolah.
Matanya tertuju pada Gala yang sedang berbaring di kasur king size miliknya. Perasaan macam apa ini? Rasanya aneh harus berbagi kamar dengan orang lain, apalagi seorang pria dingin.
Abel berjalan ragu ke kasur, Gala juga menyadarinya kalau sedari tadi Abel berusaha mengalihkan pikiran-pikirannya.
"Tidur aja, gue gak akan ngapa-ngapain. Lagian body kaya lo bukan tipe gue," ucapnya datar.
"Cih." Abel berdecih, yang namanya setan tidak melihat body bagus atau tidak, selagi ada kesempatan apapun bisa terjadi. Itu yang ada dipikiran Abel.
Karena kesal Abel tidak lagi mempedulikan pikiran-pikirannya dan berbaring memunggungi Galaxy, dia bahkan mepet ke ujung kasur agar semaksimal mungkin jauh dari Gala.
Sudah 10 menit Abel berusaha memejamkan matanya, namun sangat sulit. Jantungnya berdebar kencang sejak tadi.
"Ayok Abel, lo harus tidur! Harus bisa, habis itu lo lanjutin semua ini dan terbangun di pagi hari, setelah itu lo sadar kalau ini cuma mimpi!" Batinnya.
Berbeda dengan Abel, Gala memang merasakan jantungnya berdebar kencang. Tapi dia berusaha mengalihkannya dengan bertukar pesan bersama Jela agar dia bisa melupakan apa yang sedang dia rasakan.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi, setelah selesai mandi Abel turun ke bawah dengan menggunakan baju kaos dan celana biasa. Sedangkan Gala, dia masih tertidur pulas dibalik selimutnya yang bahkan semalam sempat terjadi insiden tarik menarik antar keduanya.
Abel bingung harus mencari barang yang dia perlukan kemana, sekarang dia harus menyetrika baju seragam dan di kamar Gala dia tidak menemukan benda itu. Saat sampai di bawah terdengar suara gaduh dari sebuah ruangan, Abel yang mendengar itu langsung berjalan ke ruangan itu.
"Ada apa, Ma?" Tanya Abel saat melihat Dara sedang merapikan barang-barang yang jatuh berserakan.
"Eh anak mama udah bangun, ini mama mau setrika seragam Gala, karena pembantu di sini baru aja mengundurkan diri. Eh malah gak sengaja nyenggol kotak obat," ucap Dara sambil terkekeh.
Abel tersenyum, dia meletakan bajunya di meja dan membantu mama mertuanya itu merapikan isi kotak obat yang berhamburan.
"Nah beres. Sekarang mama tidur lagi aja ya, biar Abel yang setrika seragamnya Gala," kata Abel lembut dan mengambil seragam milik Gala dari tangan Dara.
"Eh gak usah, kamu juga harus sekolah biar mama aja yang merapikan baju kalian."
"Gapapa, Ma. Aku udah biasa kok di rumah jadi gak usah khawatir," tolak Abel lembut karena tidak mau menyakiti hati mertuanya itu.
"Yaudah kalau gitu, makasih ya. Biar mama siapin sarapan aja buat kalian," ucap Dara.
"Iya, Ma." Abel mengangguk lalu mulai melakukan pekerjaannya. Mungkin benar kata bundanya, kalau sekarang tugas dia bertambah. Walaupun dia tidak menginginkan pernikahan ini, tetap saja semuanya harus dikerjakan.
Setelah beres, Abel langsung mengganti pakaiannya dengan seragam. Tak lupa dia kembali ke kamar dan membawa baju seragam milik Gala yang sudah rapi.
Baru selangkah dia memasuki kamar itu dan. "AAAAAAAAA!!"
Mereka berdua kaget, Abel langsung memejamkan mata dan menaruh seragam Gala di meja belajar, setelah itu dia keluar kamar dan menutup pintunya.
"Hh hh hh mata gue." Abel mengatur napasnya, bagaimana tidak kaget kalau dia melihat Gala yang bertelanjang dada dan memakai handuk saja yang dililitkan di pinggangnya?
Tak selang beberapa lama, Gala membuka pintunya. "Masuk."
Abel yang mendengar itu langsung memasuki kamar. "Bisa gak sih kalau mulai sekarang lo di baju di kamar mandi aja?"
"Jangan atur," kata Gala singkat sambil mengeringkan rambutnya.
Gala menghentikan aktivitasnya, dia baru sadar kalau seragam yang dia kenakan sama dengan miliknya.
"Lo murid SMA Gold?" Tanya Gala.
"Baru sadar? Terlalu sibuk sama dunia sendiri sih."
Tidak heran jika Gala tidak mengenalnya. Selain Abel yang selalu menghindari pusat perhatian, pria itu memang tidak peduli sekitar dan sibuk dengan genk motor atau pekerjaannya sebagai cucu dari ketua yayasan yang sudah diberi tanggung jawab untuk menjalankan sekolah itu.
"Sini cincin nikah." Abel mengadahkan telapak tangannya kepada Gala.
"Buat apa?" Tanya Gala.
Tanpa menjawab Abel meraih tangan Gala dan melepas cicin pernikahannya. Setelah itu dia mengambil rantai kalung dari saku bajunya dan memasukan cicin itu kedalam.
Abel menaruh kalung itu di telapak tangan Gala. " Nih, biar cewek lo gak curiga."
Abel duduk di meja rias lalu memoleskan bedak dan liptint. Tidak lupa juga dia tambahkan sedikit blush on pada pipinya agar tidak terlalu pucat serta sedikit parfum ke bajunya. Setelah itu dia menjepit rambutnya dengan jepitan pita Korea di belakang dan membiarkan sebagian rambutnya terurai indah. Make up natural ditambah Abel yang yang manis membuatnya terlihat semakin cantik.
Setelah beres gadis itu memakai cardigan crop top miliknya seraya merapikan seragam di depan cermin. Lalu Abel mengambil Tasnya. Tanpa menunggu Gala yang sedang bersiap. Abel keluar dari kamar untuk sarapan pagi.
"Tunggu." Suara itu membuat Abel menghentikan langkahnya dan berbalik.
Gala menghampiri Abel dan membawa dompet miliknya. Dia mengeluarkan kartu ATM dan beberapa uang seratus ribu dari dalam dompet. Gala menarik tangan Abel pelan lalu menaruhnya di telapak tangan gadis itu.
"Uang jajan lo, mulai sekarang gue yang bertanggung jawab buat semua keperluan lo," ucapnya.
"Uang papa Ghani?" Tanya Abel seraya menatap Gala.
"Gak, itu gaji gue selama ngurus sekolah." Tanpa sepatah kata lagi Gala memasuki kamar.
Abel menatap uang dan kartu ATM yang diberikan Gala. Apa ini ya rasanya diberi nafkah?
"Yaudah, lumayan buat jajan," gumam Abel sambil memasukannya ke dalam dompet.
Abel berjalan menuju meja makan, terlihat mama mertuanya sedang menyiapkan susu dan roti di sana dan Abel duduk di kursinya.
Tidak ada siapa-siapa, rumah ini begitu berbeda dengan rumahnya. Jam segini mereka pasti sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama.
"Gala mana, Sayang?" Tanya Dara pada Abel.
"Gala masih di atas, Ma. Lagi siap-siap, bentar lagi juga turun," jawab Abel.
"Yaudah kamu makan sarapannya ya, maaf mama gak bisa masak jadi cuma bikin roti aja," ucap Dara.
"Gapapa, Ma. Nanti Abel bisa beli di kantin sekolah kalau lapar," kata Abel penuh perhatian. Abel pun memakan sarapan miliknya.
"Oh iya, Ma. Yang lain pada kemana?" Tanya Abel.
"Papa masih tidur, kakak-kakakmu juga. Mungkin kecapean setelah acara kemarin jadi tidurnya pules."
"Oh gitu, pantes aja sepi hehe," kata Abel sambil terkekeh, setelah itu dia melanjutkan sarapannya.
Saat sedang asik menyantap sarapannya, tiba-tiba Gala menarik kursi di sebelah Abel dan ikut menyantap sarapannya.
Dara tersenyum melihat kedua anaknya ini tampak akur, Dara kira setelah mereka menikah akan banyak percekcokan. Secara yang satu anak sulung dan yang satu lagi anak bungsu yang konon katanya sangat bertolak belakang sehingga sering menimbulkan pertengkaran.
"Gala nanti perginya bareng sama Abel ya, kalian kan satu sekolah," ucap Dara.
"I-"
"Gak usah, Ma. Abel udah pesen taxi online. Lagian kita udah sepakat buat rahasiain dulu pernikahan sampai waktunya tepat. Kalau bareng nanti curiga," potong Abel saat Gala akan menjawab.
"Aduh jangan naik taxi, bahaya. Mama suruh supir aja ya buat anterin kamu ke sekolah?" Tawar Dara.
"Gapapa, Ma. Abel juga sering naik taxi online jadi aman. Percayain semua sama aku ya." Abel mencoba memberi pengertian pada Dara.
Bukan karena rahasia mereka saja, tapi dia memang tidak ingin menjadi pusat perhatian secara dia most wanted dan pacar dari most wanted girl sekolah. Ampun deh.
Abel membereskan sarapannya, setelah itu berpamitan pada Dara. " Abel berangkat sekolah dulu ya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Dara dengan lembut. Dia senang memiliki menantu seperti Abel, karena selain cantik dia juga mandiri.
"Gal, meskipun kalian merahasiakan hubungan kalian, tapi kamu harus tetap jaga Abel ya. Dia anaknya baik loh, tadi aja yang siapin seragam kamu dia, bukan mama," ucap Dara.
Pantas saja baju ini begitu wangi dan rapi, ternyata bukan mamanya yang melakukannya.
"Iya, Ma. Yaudah kalau gitu Gala juga berangkat ya? Assalamualaikum," ucap Gala sambil menyalami ibunya.
"Waalaikumsalam," jawab Dara.
Gala keluar dari gerbang menggunakan motor sport-nya. Terlihat Abel masih menunggu taxi pesanannya. Mereka saling menatap, namun hanya sebentar. Setelah itu Gala langsung melajukan motornya dan menuju rumah Jela.
Sudah rutinitas Gala sebelum ke sekolah adalah menjemput Jela, kalau tidak mungkin dia akan rewel atau merengek seperti anak kecil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!