Dari sebuah desa diutara kerajaan Deli Mas, masyarakatnya hidup dengan rukun dan damai, namun sejak dipimpin oleh seorang kepala kampung yang baru bernama tuan Gecik desa itupun mulai nampak kehidupan yang teramat sulit.
Semuanya itu dikarenakan sang kepala kampung sangat memeras hasil pertanian dari masyarakatnya.
Desa Mekar Serumpun yang begitu damai dan tenang, namun sekarang disana sini banyak terjadi kekacauan.
Penarikan upeti secara paksa oleh sang kepala kampung, ditambah lagi perampokan yang sering terjadi saat malam hari membuat kampung itu begitu angker untuk di kunjungi.
Tuan Gecik sendiri sebagai sang Kepala Kampung yang memiliki perawakan seram, dengan wajahnya dipenuhi cambang dan berkumis tebal, dia juga memiliki tubuh yang sangat kekar serta mempunyai ilmu kanuragan yang boleh dibilang cukup mumpuni.
Didalam Istananya yang sederhana dia memerintah untuk seluruh kampungnya.
Hari ini tuan Gecik duduk di kursinya dengan didampingi beberapa pengawal pribadi.
Mereka membahas tentang peraturan yang mengikat. "Kalian harus mengutip upeti setiap bulannya enam puluh persen dari hasil pendapatan mereka," ungkap tuan Gecik.
"Jika mereka tidak bersedia membayar, lalu bagaimana tuan?" tanya Lintong salah satu orang kepercayaan tuan Gecik, "aaaahhh, kalian ambil paksa saja," ungkap tuang Gecik.
"dan satu lagi, setiap tiga bulan sekali, jangan lupa kalian carikan aku gadis-gadis muda untuk aku cicipi hahahahahaha," demikian perintah tuan Gecik sambil tertawa.
"Baiklah tuan," jawab para pengawalnya.
Suasana desa masih sangat asri, dimana masyarakatnya hidup dengan bertani.
Namun tiba-tiba pagi itu sekelompok orang-orang tuan Gecik mendatangi pemukiman penduduk.
Sontak saja keadaan menjadi ramai dan kacau. Aaaahhhhhh ..... jangaaaannn tuan, jangannn...! Tolonggggg.......! Hiaaaat ... prakkkkkk ... Aaaaaahhhhhh ..... Semua orang-orang kampung dikumpulkan di lapangan, mereka diseret keluar rumah lalu disuruh duduk beralaskan bumi ditengah lapangan.
Sesaat kemudian, pimpinan dari gerombolan itu maju kedepan. "Hai...orang-orang kampung, kalian dengar titah dari Kepala Kampung," ungkap pimpinan gerombolan itu.
Si Tulah Batu orang biasa menyebut nama dari pimpinan gerombolan itu, dia sangat kejam, berwajah cukup sangar dan berbadan tinggi besar serta memegang tombak sebagai senjata pamungkasnya. "Mulai hari ini, kalian harus membayar upeti sebesar enam puluh persen dari penghasilan kalian setiap bulannya!" ungkap si Tulah Batu.
"Jika kalian menolak! kami tidak segan-segan merampas semua harta-harta kalian bahkan nyawa kalian sekalipun!" cetusnya lagi.
Hahahahahahahahah ..... disusul gelak tawa dari para gerombolan itu.
"Sekarang, kami akan ambil separohnya dulu," ucapnya kembali. Hahahahaha, sambil tertawa ia memerintahkan semua anggotanya untuk mengambil barang-barang penduduk. Sontak saja, mereka memberikan perlawanan.
Hiakkkk .... ciaaattttttt ... hup ... hup ... hiaaat ... crooootttt .... akhhhhhhh ... tak khayal perkelahian pun terjadi Tolonggggggg.......! Jangan tuan ... Jangan......!
Namun apalah daya warga kampung, mereka sedikitpun tidak memiliki ilmu kanuragan akibatnya sebagian dari mereka ada yang mati karena di tebas dengan pedang-pedang gerombolan itu dan sebagian lagi ada pula yang terluka.
Setelah mengambil barang-barang warga kemudian para gerombolan itupun pergi dengan membawa harta benda dan hasil pertanian masyarakat untuk di setor ke tuan Gecik.
......................
Sementara itu didalam Istananya tuan Gecik terlihat ramai usai penarikan upeti dari masyarakat tadi pagi.
Hahahahaha ... hahahahaha ... suara tawa dan pesta pora pun terjadi di dalam Istana tuan Gecik.
Hahaha ... bagus ... bagus ... kerja kalian, ungkap tuan Gecik. "Hari ini mari kita bersenang-senang.....!" ucapnya lagi.
Suara gamelan dan musik pun berdendang mengalun mengiringi suasana di Istana itu, para pengawal tuan Gecik pun turut berpesta pora, segala makanan dan minuman terpampang disana.
Tak lupa pula minuman tuak sebagai minuman khas merekapun turut serta sebagai bahan untuk mabuk-mabukan, serta para wanita-wanita penghibur juga disediakan oleh tuan Gecik. Begitulah setiap kalinya yang mereka lakukan setelah mengutip upeti dari rakyatnya.
Sedangkan warga desa semangkin hidup dalam ketakutan, dari mereka sudah banyak mengalami kesulitan ekonomi bahkan untuk makan sehari-haripun mereka sulit akibat upeti yang terlalu tinggi.
Ada beberapa dari mereka yang memberanikan diri untuk melaporkan kejadian ini kepada tuan Raja Iskandar Nauli, tetapi diperjalanan sebelum sampai ke Istana mereka tewas oleh tangan-tangan orangnya tuan Gecik.
Setiap para Pendita yang mencoba untuk menasehati sang kepala kampungpun tak jarang mereka mendapat perlakuan kasar bahkan ada yang dibunuh. Begitulah kekejaman penguasa itu kepada rakyatnya.
...****************...
Dari sebuah hutan diujung kampung, terlihat seorang pemuda dengan topi capinnya berjalan menuju warung di desa Mekar Serumpun.
Setelah sesampainya di desa pemuda itupun memesan sepiring nasi.
Semua orang yang ada diwarung itu memperhatikan gerak gerik pemuda asing tersebut, mereka tidak mengenal siapa pemuda itu.
Setelah hidangan disediakan pemuda itupun melahap makanan itu. "sepertinya dia sangat begitu lapar," ucap pemilik warung.
Namun sesaat kemudian tiba-tiba ada sebuah pisau kecil yang melayang dan terarah ke pemuda itu. Sssssssttttttt ..... hup ... dengan sigap pemuda itupun menangkap pisau itu di sela-sela jari tangannya, sontak saja suasana menjadi mencekam.
Pemuda itu dengan awas matanya memperhatian setiap sudut ruangan.
Dan kemudian dari arah luar terbang dua sosok laki-laki berpakaian hitam dengan penutup wajah menyerang pemuda itu.
Hiaaaattt ... Ciaaaattttt .... pemuda itu menangkis serangan itu.
Pertarunganpun terjadi.
Hup .. hiat ... hiaaaattttt ... Drakkk ... wuffff ... wufff ... ciakkkk .... dammmmm, kemudian brkkkkkkkh ... pertarungan sengit terus berlangsung.
Sampai para pembeli di warung itupun berhamburan keluar menyelamatkan diri mereka.
Hiaaaattt ... brakkkkkk ... Kini satu dari penyerang tewas dengan sekali pukulan di dadanya.
Pukulan yang dilancarkan pemuda itu mengenai sasaran dan mematikan lawannya.
Melihat keadaan itu, seorang kawanan yang masih tersisa akhirnya kabur meninggalkan pemuda itu.
Tak butuh waktu lama pemuda itu telah menaklukkan orang-orang yang menyerangnya.
Sesaat kemudian wargapun berkumpul, ada yang mendekati mayat lelaki berbaju hitam itu dan ada pula yang menghampiri pemuda itu.
Pemuda itupun segera merapikan pakaiannya. "Tuan Pendekar," sapa seorang pria paruh baya kepada pemuda itu.
"Ada apa pak!" jawab pemuda itu. "siapa sebenarnya kisanak ini?" uangkap pria itu.
"Saya hanya seorang pengembara pak!" jawab pemuda itu. "bolehkah saya tau nama kisanak?" tanya pria itu tadi.
"panggil saya, Ranu." jawab pemuda itu.
Ranu merupakan seorang pemuda yang tampan dengan tinggi 170 cm, berkulit putih, dan rambutnya yang panjang diikat dengan kain di kepalanya, usianya duapuluh lima tahun.
Ranu merupan murid dari Ki Damar Sakti, penguasa Bukit Lau Kawar, di lembah ngarai sijunjung.
Dia turun gunung guna melakukan pengembaraannya untuk menolong sesama manusa dan memberantas segala kejahatan yang berlaku di muka bumi.
"Nak Ranu, hendak mau kemana?" ucap pria itu, "saya akan pergi kemana kaki saya melangkah" jawabnya.
"Hari sudah mulai gelap, menginap sajalah di rumah bapak," kata pria tersebut.
"Baik, terima kasih atas tawaran bapak," jawabnya.
Akhirnya Ranu dibawa oleh Ki Broto, ya pria itu bernama Ki Broto, dia seorang yang di tuakan oleh masyarakat di kampung itu.
Ki Broto adalah seorang pria yang mempunyai kulit berwana coklat, dengan tubuh masih terlihat berisi meski usianya sudah enampuluh tahun, hanya rambutnya yang telah dipenuhi uban.
Sesampainya dirumah, Ki Broto pun menyuruh Ranu untuk membersihkan tubuhnya.
"Ini rumah bapak, pergilah nak Ranu bersihkan tubuhmu dulu, biar bapak siapkan kamar untukmu," ucap Ki Broto, sambil berjalan masuk kedalam rumah.
Kemudian usai membersihkan tubuhnya Ranu segera masuk kedalam rumah dan menuju ruang tengah, Ki Broto telah menunggunya disana.
Saat menjelang malam tiba, Ki Broto dengan istrinya Ni Limpung mempersiapkan makan malam untuk mereka dan selanjutnya merekapun menyantap makan malam bersama di ruang tengah.
Usai makan malam Ranu dan Ki Broto duduk di ruang tengah rumahnya. "apa nama desa ini ki?" tanya Ranu, "ini adalah desa Mekar Serumpun," jawab Ki Broto.
"Kampung ini sejak dipimpin oleh Tuan Gecik menjadi sangat prihatin," keluh Ki Broto, "dia mengutip upeti yang sangat tinggi, dan kami sebagai warga kampung tak segan-segan dia untuk membunuh kami apabila kami menolaknya," ucap ki Broto.
"Lalu kenapa orang kampung tidak mau melawan?" ucap Ranu. Sambil menunjukkan ekspresi wajah seeius.
"Bagaimana kami mau melawan?" balas ki Broto, "Tuan Gecik memiliki ilmu yang sakti mandraguna dan ditambah lagi anak buahnya juga memiliki ilmu kanuragan yang lumayan bagus," sambung ki Broto.
"Apa ... kalian sudah mencoba untuk melaporkan hal ini ke Raja?" kata Ranu lagi.
"Ada beberapa warga kampung yang mencoba ke kerajaan, namun mereka tak satupun ada yang kembali lagi kemari," ungkap ki Broto dengan wajah sedih.
"Kami membutuhkan seseorang yang dapat melindungi kami," katanya lagi.
Lalu suasana sesaat sepi, tak ada satu katapun terucap.
"Kalau nak Ranu tidak keberatan, tinggallah beberapa hari disini," pinta Ki Broto.
Sesaat Ranu terdiam dan menarik nafas dalam.
Hemmmmm. ..... "Ki, aku tidak dapat berlama-lama disini, diluar sana masih banyak tugas yang menantiku," ungkap Ranu, sambil memandang wajah Ki Broto.
Ki Broto pun terdiam sejenak.
Lalu ia melanjutkan pembicaraannya. "Tolonglah nak, tolonglah kami!" kembali ki Broto memelas.
Dengan mimik wajak yang sedih dan matanya yang berkaca-kaca, kelihatan sekali jika Ki Broto memang benar-benar takut.
"Aku takut, setiap saat mereka bisa saja mengambil nyawaku dan nyawa penduduk kampung ini," ucap Ki Broto.
Suasana kembali hening .... "oh ya, lalu siapa orang yang telah menyerangku tadi siang?" tanya Ranu. "apakah mereka juga orang-orang suruhan dari kepala kampung itu?" lanjut Ranu.
"Benar ...! jawab Ki Broto. "orang-orang Tuan Gecik selalu memantau setiap penduduk disini maupun orang asing yang datang ke kampung ini," ucap ki Broto kembali.
"Apa lagi tadi nak Ranu sempat membunuh salah satu dari mereka," lanjut Ki Broto.
"Maka pasti mereka akan mencari nak Ranu," ucap ki Broto lagi, "aku tidak pernah gentar menghadapi orang-orang jahat seperti mereka!" jawab Ranu dengan tegas.
"Lalu jika aku disini, bukankah nanti mereka akan kemari? dan itu juga berarti menyusahkanmu dan istrimu?" tanya Ranu kembali memastikan keadaan yang ada.
"Ya ... mereka pasti kemari, tapi aku tidak masalah selama nak Ranu tinggal di sini!" kata Ki Broto sambil tersenyum.
"Apakah Istana mereka jauh dari sini?" tanya Ranu kembali?" tidak begitu jauh, hanya saja cukup berbahaya bila kesana," jawab Ki Broto.
Suasana kembali hening, hanya terdengar suara angin yang berhembus.
Ranu hanya duduk bersila di atas sebuah meja besar yang dialas dengan tikar terbuat dari daun rumbia.
Ki Broto kembali menuangkan air dicawan yang terbuat dari tanah liat itu, sedangkan Ranu masih terlihat termenung.
Entah apa yang masih dia fikirkan. Sesaat kemudian istri Ki Broto keluar dengan membawakan sepiring pisang rebus.
"Makanlah dulu nak Ranu," ucap Ni Limpung istri ki Broto sambil duduk disamping suaminya.
Ni Lumpung ialah seirang wanita tua yang sudah berusia hampir enampuluh tahun, tubuhnya sedikit kurus.
Kemudian mereka bertiga duduk bersama di ruang tengah itu. Ki Broto mengambil pisang rebus itu lalu membuka kulitnya kemudian ia menyantap makanan itu.
Sedangkan Ranu menyambar air yang ada di gelas dan meneguk airnya untuk membasahi krongkongannya yang kering.
Sesaat mereka pun hanya terdiam. Tak sepatah katapun ada yang keluar dari mulut mereka.
Diluar rumah suara-suara hewan malam mulai terdengar memecah keheningan malam.
"Nak Ranu tidurlah, hari sudah mulai malam" kata Ki Broto.
"Baiklah," jawab Ranu kemudian.
Sambil melangkah ke kamar, Ki Brotopun mengikutinya dari belakang.
Ki Broto menunjukkan kamar untuk Ranu,
"ini kamar nak Ranu, beristirahatlah dulu," kata ki Broto.
Setelah Ranu berada didalam kamar, iapun menutup pintunya kemudian melangkah ke ranjangnya.
Kreeeeekk .... bunyi ranjang itu ketika Ranu mulai naik dan merebahkan dirinya.
Sementara Ki Broto mematikan seluruh lampu-lampu ruangan dengan meniup api yang terbuat dari sebilah bambu kecil.
seketika rumah ke Broto menjadi gelap gulita dan hanya dilintasi cahaya rembulan yang masuk dari celah-celah lubang dinding rumahnya yang terbuat dari kepingan papan kayu dan tepas bambu yang dianyam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya udara yang sejuk dan tampak masih asri itu bersinarlah matahari pagi yang sedikit muncul dan sinarnya menembus dinding-dinding rumah penduduk.
Suara-suara burung yang berkicau dan nyanyian ayam yang berkokok menandakan waktu pagi telah datang.
Kesibukan warga kampung membuat suasana asri di desa sungguh sangat terasa.
Sementara itu di rumah Ki Broto, Ranu baru saja terbangun dari tidurnya, diapun duduk sejenak, kemudian beranjak dari pembaringannya.
"Sudah bangun nak Ranu?" ucap Ni Limpung "Bersihkanlah badannya dahulu dibelakang," kata perempuan paruh baya itu.
Ranu segera menuju ke belakang rumah.
Ada sebuah air pancuran yang keluar dari sebilah bambu besar dan panjang.
Air yang bersih dan dingin itu kelihatannya turun dari sebuah bukit yang tak jauh dari rumah ki Broto.
Ranu segera membersihkan tubuhnya di bawah air itu, setelah selesai mandi dia mengganti pakaiannya kemudian duduk di ruang makan bersama Ki Broto untuk sarapan pagi dan mengisi perut dipagi hari.
Terlihat hidangan telah tersedia dengan menu nasi putih yang hangat dengan lauk sayuran ditambah beberapa potong tahu dan tempe serta sambal gilingnya.
"Mari kita makan," ajak ki Broto.
Dengan segera mereka pun melahap semua hidangan itu hingga selsesai.
Usai makan, Ki Broto mengajak Ranu untuk berkeliling kampung, sambil berjalan, mereka melihat kehidupan desa yang mulai kepayahan, dimana sawah-sawah pertanianpun sudah sangat jarang mereka tanami lantaran ketidak adaan biaya untuk bercocok tanam.
"Beginilah kondisi kami saat ini, ditanah kami sendiri, kami bagai terjajah oleh bangsa sendiri!" ucap ki Broto.
"Mempunyai pemimpin yang rakus dan tidak memiliki prikemanusiaan, belum lagi anak-anak gadis dan istri-istri kami mereka culik sebagai pemuas nafsu mereka," keluh ki Broto.
Ranu hanya terdiam mendengar perkataan ki Broto tersebut, sambil berjalan dan melihat keadaan daerah itu.
Seharian sudah mereka berdua berjalan berkeliling kampung untuk melihat suasana kampung.
Memang alangkah sayang sekali apabila desa sebagus serta semakmur dan tersubur ini harus dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
"Aku heran mengapa ada saja orang-orang yang tega merusak tanah airnya sendiri!" ucap Ranu kepada Ki Broto.
Hari itu mereka berdua melihat seluruh kampung dari pagi hingga sore hari, dan menjelang senja mereka kembali ke rumah Ki Broto.
Matahari bersinar dengan indahnya di pagi hari ini, suasana Desa Mekar Serumpun begitu indah dengan kicauan burung-burung yang bernyanyi didahan-dahan pohon.
Disaat itu Ranu sedang berjalan berkeliling kampung, namun tiba-tiba ia melihat beberapa orang sedang melakukan perampasan kepada masyarakat dengan cara paksa dan kekerasan.
Kemudian Iapun berjalan mendekati mereka.
"hei ... mengapa kalian begitu kasar kepada rakyat" ucap Ranu.
"hei ... anak muda, jangan ikut campur kau urusan kami!" kata salah seorang dari pelaku itu.
"aku tidak ikut campur, tetapi cara kalian memperlakukan mereka seperti itu yang membuat aku tidak bisa tinggal diam!" kata Ranu kembali.
"dasar anak ingusan, sudah mau jadi pahlawan kau rupanya?" ucap pria brewok yang menjadi pemimpin dari enam orang penjahat itu.
"aku hanya membela kaum yang lemah!" ucapan Ranu kepada pria itu.
"kalau begitu kau terimalah ini!" kata pria brewok itu sambil menyerang Ranu
Hayoo seraaaangggg......!!!
Hiaaaatttt .... ciatttt...
Hup .... hupp ... hiaaaaaaat...
Perkelahianpun terjadi antara enam orang penjahat melawan seorang Ranu.
Pada saat itupula waraga yang dikumpulkan dan disiksa itupun lari menyelamatkan diri.
Hiaaaaattt.....
Ciaaaat ... Secepat kilat ranu menangkis serangan mereka..
Huppppp ... hiaaattt ... Akhhhhhh ....
kemudian Ranu berhasil memukul wajah dari salah satu penyerang itu hingga tersukur.
Bajingan alassss ..... ucap mereka
Hiaaaattttt ...... ciaaaaaaattttttt ....
Dalam sekali pukul ke empat orang penjahat itu kembali terpental dan tersungkur.
Aaaakkhhhhh.....!!!
Hal ini membuat si brewok itu sebagai pemimpin mereka menjadi geram.
Bajingan! ungkap pria brewok itu.
Hiaaaaattt .... ciat ... ciaaatt ...
Diapun menyerang Ranu dengan sebilah goloknya.
Huppp .. hiaaattt ...
Ciaaaaattt .... Hiaaaaatt ...
Heaaaaatttt .....
Sebuah pukulan mengenai wajah pria brewok itu yang membuat dia terjajar jatuh ke tanah.
Aaakkkhhh....
Melihat kondisi itu kelima anak buahnya kembali menyerang Ranu.
Hiaaaattt....
Ciatttt ... hieaaatttt ... ciaatttt
Huppppp .. hupppp hiaaattt
Prakkkk ..... akhhhhhh
Ciaaattt prakkhhh ... Akhhh
Hupppp....
Dua orang dari merekapun tersungkur ke tanah akibat pukulan dari Ranu yang mengenai wajah dan tubuh mereka.
Pria brewok itupun kembali menyerang Ranu.
Hiaaatttt .... ciaaaatt
Baaaakkkk, akhhhhh!
Sebuah tendangan dari pria brewok itu mengenai perut Ranu dan tak khayal diapun jatuh seketika
Hahahahhaha ... haha.....
Tawa dari para penjahat itu keriangan melihat Ranu terjatuh.
Kemudian Ranu pelahan-lahan bangkit kembali, lalu berancang-ancang memberikan perlawanan kembali
Kini Ranu kembali menyerang pria brewok itu
Hiaaaattttt ... ciaaatt...
Perkelahianpun terjadi dengan sengit
Pukulan dan tangkisan silih berganti datang menerjang
Hupppp..
Ciaaaaatttt.....
Prakkkkk....akhhh.
Akhirnya tangan kiri Ranu berhasil menghantam leher pria brewok itu yang membuat dia tersungkur ke tanah.
Kemudian Ranupun secepat kilat menyerang kelima anak buahnya.
Hiaaaatttt ...... Ciaaaattt...
Hupppp .... hiaaatt..
Dukkkkkk .... Akhhhhhh...
Sebuah tendangan dan pukulan mengenai kelima anak buah si bewok itu dan membuat mereka tersungkur ketanah.
Dengan masih memberikan ancang-ancang Ranu menunggu perlawanan selanjutnya dari mereka.
Satu per satu penjahat itupun bangkit dengan susah payah dan saling membantu untuk berdiri.
"Hai anak muda! jangan sombong dulu kamu, tunggu pembalasan kami!" kata si brewok itu sambil menahan kesakitan.
Ranu pun tersenyum melihat mereka.
Akhirnya penjahat itupun dengan tertatih-tatih pergi meninggalkan Ranu.
Setelah penjahat itu pergi, seluruh warga pun datang menjumpai Ranu.
"Terimakasih den ... terimakasih," ucap warga kepada Ranu.
"Ah ... tidak apa-apa pak,sudahlah kalian bisa bekerja kembali," kata Ranu kepada warga desa.
Perlahan-lahan wargapun pergi meninggalkan Ranu.
Ranu pun hanya berdiri dan tersenyum melihat warga yang telah selamat dari perampasan harta mereka yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan itu.
Kemudian iapun melanjutkan perjalanannya untuk berkeliling kampung.
...----------------...
Di rumah kepala desa, terlihat tuan Gecik memarahi anak buahnya yang kalah menghadapi Ranu dan gagal menjalankan misinya untuk merampas hak warga.
"Dasaaaarrr gobloookkk"
Hiaaatttt prakkkk ... parakkk," kemarahan tuan Gecik sambil menampar anak buahnya.
"Menghadapi satu cecunguk aja kalian ngak mampu," ungkap tuan Gecik.
Meraka anak buahnya pun hanya tertunduk diam
"Siapa pemuda itu dan dari mana dia?" tanya tuan Gecik.
"Kami tidak tau tuan, kemarin juga dia telah membunuh salah seorang dari kami sewaktu di warung makan," ucap salah seorang anak buah tuan Gecik.
"Gobllokkkk!" kemarahan tuan Gecik
"Kalian cari tau dia, siapa pemuda itu," perintah tuan Gecik.
"Hadapkan dia kemari," sambung tuan Gecik kembali.
"Baik tuan," jawab seluruh anak buahnya sambil beranjak pergi meninggalkan ruangan rumah tuan Gecik.
Kini taun Gecik hanya berdiri dipinggir jendela rumahnya sambil melihat keluar.
"Siapa pemuda itu dan dari mana asalnya" tanya dalam hati tuan Gecik
"Berarti dia bukan orang sembarangan, jika dia mampu membunuh dan mengalahkan anak-anak buah ku," dalam fikiran tuan Gecik.
Sambil merenung dia pun berputar-putar mengelilingi ruangan rumahnya.
Tak lama kemudian dia duduk dibangku rotan miliknya.
Kemudian keluar seorang pelayan wanita muda membawakan segelas air lalu meletakkannya dimeja samping tuan Gecik.
"Minum dulu tuan," ucap wanita tersebut.
Dan wanita itupun berlalu meninggalkan tuan Gecik sendiri di ruangan itu.
Sementara itu, warga didesa itu terus tetap beraktifitas sepert mana biasanya.
Kehidupan suasana desa teramat sangat kental sekali.
Ranu berjalan sendiri sambil menyusuri tepian sungai didesa tersebut.
Terlihat para nelayan mengkayuh perahunya,
hingga menjelang sore hari Ranu kembali ke rumah ki Broto.
"Eh nak ranu udah pulang," kata Ni Limpung istri Ki Broto
"Ia Ni, seharian saya di luar," jawab Ranu
"Mandi dulu den, bersihkan tubuhnya,"
"Bentar Nini siapkan dulu airnya," kata Ni Limpung.
Sambil berjalan menuju kamar mandi.
Kemudian Ranu segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Setelah madi Ranu segera menuju ruang tengah.
"Eh den Ranu,mari kita makan dulu," ucap Ki Broto yang sudah menunggu di ruang tengah.
Merekapun berjalan bersama menuju ruangan makan.
Ni Limpung masih terlihat sibuk mempersiapkan hidangan makan malam.
Setelah matahari terlihat terbenam di ufuk dan suara-sara jangrik serta hewan-hewan malam sudah berbunyi.
Di ruangan makan, Ranu beserta Ki Broto dan Ni Limpung masih menikmati makan malam bersama.
Dengan hidangan sedanya, nasi putih hangat yang ditemani dengan sambal terasi dan rebusan daun singkong serta tahu dan tempe sebagai lauk mereka.
Terlihat suasana pedesaan yang begitu damai dan indah.
Usai makan malam Ki Broto dan Ranu bercerita di ruang tengah.
"Tadi siang sekelompok orang sedang melakukan kekerasan kepada warga," kata Ranu
"Kemudian saya menegur mereka agar jangan melakukan kekerasan," sambung Ranu
"Tetapi mereka malah menyerang saya," ucap Ranu kembali.
"Terus....." tanya Ki Broto
"Ya. ... saya hanya membela diri, ketika mereka menyerang saya Ki," ucap Ranu
"Mereka itu adalah anak buah ki Gecik," kata Ki Broto
"Pqsti saat ini, Ki Lurah Gecik itu tidak akan tinggal diam dengan hal ini," ucap Ki Broto kembali.
"Kamu harus hati-hati nak Ranu, mereka itu orangnya kejam-kejam," katanya.
"Saya tidak pernah gentar Ki," jawab Ranu
"Karena misi saya hanya untuk menegakkan keadilan dan membebaskan orang-orang yang tersiksa dan tertindas," ucap Ranu kembali.
...Mereka pun terlihat ngobrol dengan santainya diruang tengah tersebut....
Hingga malam pun merangkak meninggalkan suasana,
bulan telah terbit begitu tinggi dan terangnya dimalam itu.
Memecahkan kesunyaian yang tenang dan damai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!