NovelToon NovelToon

Lahirnya Sang Pewaris

Bab 1

"Om,, pelan-pelan,,," Pinta Davina dengan suara menahan des-- sahan.

Dave terlihat tak menghiraukan ucapan Davina. Sebagai laki-laki yang sudah lama tidak melakukannya, sudah pasti Dave sangat bersemangat.

"Om tidak dengar.?!! Aku bilang hati-hati.!! Om bisa membahayakan anakku.!"

Karna kesal, Davina sampai berteriak di tengah-tengah permainan yang semakin panas.

Dave yang sudah melayang menikmati permainan itu, seketika menghentikan gerakannya dan menatap kaget.

"Anakku.??" Dave mengulangi ucapan Davina.

"Jadi kamu beneran hamil.???" Dengan tatapan serius, Dave menatap lekat wajah Davina. Sekilas pria itu menatap perut Davina yang memang sedikit lebih menonjol. Tidak rata seperti sebelumnya.

Walaupun Dave sudah menyadari keanehan itu sejak lama, namun dia tidak bisa memastikan bahwa Davina memang sedang hamil. Apalagi Davina dan keluarganya tak pernah mengatakan apapun.

"Om sudah tau.?" Davina balik bertanya. Karna pertanyaan Dave seolah mengatakan bahwa pria itu sudah pernah mengetahui tentang kehamilannya.

Seketika Dave menyingkir dari atas tubuh Davina. Dia tidak memikirkan kenikmatan yang belum dia dapatkan.

"Ada darah dagingku di dalam sini.?" Tanya Dave dengan mata yang berkaca-kaca dan suara tercekat. Dia mengusap lembut perut Davina, kemudian mendaratkan kecupan di sana.

Dave begitu bahagia mengetahui kehamilan Davina. Bahkan kini mulai meneteskan air matanya.

"Kenapa menangis.?" Davina menatap bingung.

"Aku bahagia, sangat bahagia." Sahut Dave yang langsung mendekap erat tubuh Davina.

Kehadiran darah dagingnya dalam rahim Davina merupakan hal yang sangat membahagiakan dalam hidupnya hingga sulit untuk di ungkapkan dengan kata-kata.

Davina hanya bisa tertegun melihat Dave yang tak berhenti menangis sembari memeluknya. Sesekali terdengar suara dari hidung yang membuat Davina merasa jijik hingga tubuhnya bergidik ngeri.

Suara cairan dari hidung yang di hirup kembali, terdengar memenuhi kamar.

Ssrrooottt,,,! Ssrooott,,,!!

Entah sudah berapa kali Davina mendengar suara menggelikan itu. Dia sontak mendorong bahu Dave agar menjauh darinya karna merasa tidak tahan lagi dengan kekonyolan itu.

"Ya ampun Om,, hentikan.! Itu jorok sekali,,!" Davina menatap kesal. Dia memilih bergeser menjauh sembari menarik selimut untuk membalut tubuh polosnya.

"Maaf,, aku terlalu bahagia." Jawab Dave. Dia turun dari ranjang untuk mengambil tisu di atas nakas.

Lagi-lagi Davina dibuat menggelengkan kepala. Kini tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh Dave, laki-laki itu dengan percaya dirinya berjalan kearah tempat sampah untuk membuang tisu yang baru saja dia pakai untuk mengusap ingusnya.

Sesuatu yang sudah tertidur, terlihat melambai-lambai saat Dave berjalan.

Sadar bahwa Davina sedang menatap pada benda berharga itu, Dave dengan santai mengembangkan senyum.

"Aku tau kamu menginginkannya." Kata Dave percaya diri.

"Tapi sebaiknya kita tunda dulu karna aku ingin membawamu ke dokter." Dave memunguti satu persatu baju miliknya dan Davina.

"Siapa bilang aku menginginkannya.?" Protes Davina tak terima.

"Aku justru geli melihat benda itu seperti sedang bergelantungan." Davina mendekati Dave, dia menyambar baju miliknya dari tangan Dave.

"Jangan pura-pura tidak suka."

"Suara desa-hanmu membuktikan kalau benda ini membuatnya tergila-gila." Dengan jahilnya Dave mengarahkan tangan Davina pada benda itu.

"Om Dave.!!" Nisa reflek menggenggam erat pusaka Dave, dan berakhir dengan suara kesakitan Dave yang menggema di seluruh kamar.

"Astaga Davina,, kau itu benar-benar,," Dave hampir saja balas memukul Davina, namun segera dia tahan. Rasa sakit pada bendanya itu terasa sampai ke ubun-ubun.

"Maaf Om, aku tidak sengaja." Davina justru panik sendiri melihat Dave kesakitan. Di tambah lagi wajah Dave yang memerah dan mata yang sudah menggenang air mata.

"Aku tidak mau tau, nanti setelah pulang dari dokter, kamu harus bertanggungjawab."

"Kasian sekali aset masa depanku ini." Dave menyentuhnya pelan dengan tatapan iba. Dia takut batang itu tak bisa berfungsi sebagai mana mestinya.

...*****...

"Usia kandungan sudah menginjak 13 minggu." Tutur Dokter setelah melakukan proses USG.

Dia kemudian menjelaskan apa saja yang terlihat dalam layar itu kepada Dave dan Davina.

Raut bahagia terpancar di wajah Dave. Dia tak henti-hentinya mencium kening Davina dan mengucapkan terimakasih pada istrinya itu.

"Apa jenis kelamin anak kami Dok.?" Tanya Dave antusias. Walaupun dia tidak mempersoalkan tentang jenis kelamin anak pertamanya, namun Dave penasaran ingin mengetahui jenis kelamin anaknya tersebut. Setidak setelah mengetahui jenis kelaminnya, dia bisa menyiapkan nama, perlengkapan bayi dan mendekorasi kamar bayi sesuai dengan jenis kelamin anaknya.

Dokter dan perawat yang ada di sana hanya mengukir senyum tipis.

"Jenis kelamin janin bisa ketahui paling cepat pada minggu ke 14."

"Mungkin Tuan Dave bisa datang kembali minggu depan atau 1 bulan lagi untuk hasil yang lebih jelas." Dokter itu menjelaskan dengan pelan. Dia memaklumi antusias Dave sebagai orang tua baru yang belum berpengalaman mengenai tumbuh kembang janin dalam kandungan.

Sementara itu, Davina hanya bisa menggelengkan kepala.

Perutnya saja terbilang masih rata, tapi Dave sudah buru-buru menanyakan jenis kelamin anak mereka.

"Baik Dok, terimakasih." Sahut Dave paham.

"Kalau soal berhubungan, apa aman jika melakukannya setiap hari.?" Tanyanya santai.

"Om Dave.!" Davina sontak mencubit tangan Dave. Dia geram dengan pertanyaan yang di ajukan oleh suaminya itu.

Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini, Dave masih memikirkan untuk melakukan pergulatan panas setiap hari.

"Aku hanya bertanya sayang."

"Kalaupun dokter mengatakan tidak boleh, aku tidak akan melakukannya setiap hari." Ujar Dave.

"Jadi bagaimana Dok.?" Tanya Dave. Dia kembali fokus menatap dokter untuk mendengarkan jawabannya. Karna bagaimana pun, kegiatan itu akan selalu menjadi prioritasnya saat berada di dalam kamar bersama Davina.

"Berhubungan suami istri pada saat hamil sah-sah saja. Selagi kandungan baik-baik saja dan tidak melakukannya dengan berlebihan." Jawab Dokter.

"Artinya tidak melakukannya setiap hari,"

Dave hanya mengangguk paham, meski sedikit kecewa dengan jawabannya.

"Sekali lagi terimakasih banyak Dok." Dave menjabat tangan Dokter itu sebelum keluar dari ruangan. Dia merangkul pinggang Davina untuk menuntunnya berjalan.

"Om membuatku malu saja.!" Davina menggerutu setelah keluar dari ruang pemeriksaan.

"Mereka pasti berfikir kita selalu melakukannya setiap hari.!" Bibir Davina mencebik.

"Kenapa harus malu. Kita sudah menikah, bahkan tidak ada larangan untuk melakukannya setiap hari ataupun 1 hari 5 kali." Dave menjawab santai.

"Mesum.!" Davina mencubit perut Dave.

Bukannya merasa kesakitan, Dave justru tersenyum dan memeluk Davina.

"Aku mencintaimu,," Ucap Dave.

Bab 2

Hueekkk,,, Hueekkk,,,

Suara berisik itu membangunkan Davina dari tidurnya. Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, Davina menyingkap selimut dan turun perlahan dari ranjang.

Dia ingin menghampiri pemilik suara itu di dalam kamar mandi. Suara yang selalu dia dengar setiap pagi sejak mereka di perintahkan untuk tinggal bersama di rumah Mama Sandra.

"Om baik-baik saja.?" Kepala Davina sedikit menyembul dari balik pintu yang dia buka sedikit.

Di dalam sana, Dave tampak lemas berdiri di depan wastafel sembari mencuci mulutnya.

Dia menoleh sekilas dan memberikan anggukan kecil pada Davina sebagai jawaban kalau dia baik-baik saja.

"Syukurlah,," Davina menghela nafas lega. Dia baru akan beranjak dari kamar mandi namun Dave memanggilnya.

"Kamu mau kemana.?" Tanya Dave. Laki-laki itu berdiri di depan pintu kamar mandi. Dave memberikan tatapan sendu, seakan tidak rela Davina beranjak meninggalkannya di kamar mandi.

"Mau tidur lagi. Sekarang baru jam setengah 6 Om." Jawabnya. Davina menguap, matanya bahkan masih sayu karna belum puas tidurnya.

Dave mengulum senyum sembari menghampiri Davina. Dia punya keinginan yang kemarin sempat tertunda karna mendengar kabar bahagia dari Davina.

Sekarang Dave akan memanfaatkan waktu agar bisa melanjutkannya keinginannya yang sempat tertunda itu.

"Om mau apa.?!" Davina langsung menodong pertanyaan dengan nada curiga.

Melihat senyum dan tatapan Dave padanya, membuat Davina yakin jika Dave akan meminta sesuatu darinya.

Dave tak langsung menjawab, dia mendekati Davina perlahan dan merangkul mesra pinggangnya.

"Sepertinya aku tidak bisa jauh-jauh dari kamu." Ucap Dave lembut. Dia semakin menempelkan badannya pada Davina dan berakhir dengan memeluknya.

"Aku tidak merasa mual lagi kalau seperti ini." Tuturnya.

Tapi semua itu memang benar adanya. Dave sudah merasa ingin selalu berada di dekat Davina dan tidak bisa jauh darinya, bahkan jauh sebelum mengetahui kehamilan Davina.

"Jangan mulai,, aku tau Om Dave ada maunya,,!" Seru Davina acuh. Dia melepaskan pelukan Dave dan berjalan ke arah ranjang.

Dia mengabaikan Dave yang terus membuntutinya bagaikan itik yang mengikuti induknya.

"Ayolah Davina,, sekali saja. Aku janji akan hati-hati dan selembut mungkin." Bujuk Dave.

Rasanya tidak tahan lagi jika harus menunggu lebih lama untuk menuntaskan keinginannya sejak beberapa hari yang lalu.

"Tapi aku masih mengantuk Om. Bagaimana kalau kita tidur lagi sebentar." Tawar Davina.

Dia tidak tega menolak permintaan Dave, jadi memutuskan untuk menundanya setelah dia tidur lagi.

"Tapi tidak bisa di tunda lagi Davina." Sahut Dave.

"Aku ingin sekarang, tidak masalah kalau kamu melakukannya sembari tidur."

Ucapan Dave sontak membuat Davina melongo.

Entah kegilaan apa yang ada di kepala Dave sampai berfikir untuk melakukannya sembari tertidur.

Sekalipun sangat mengantuk, Davina tidak akan mau tidur sembari di tiduri oleh Dave.

"Jangan gila Om, mana bisa melakukannya sambil tidur." Tegur Davina.

"Kalau begitu jangan tidur, kita main dulu sebentar." Dave mengarahkan Davina untuk duduk di sisi ranjang. Meski awalnya tidak ingin melakukannya, tapi Davina tetap memenuhi permintaan Dave.

"Om, Mama Sandra ada di luar,," Davina menahan dada bidang Dave agar laki-laki itu menghentikan gerakannya.

"Sebentar lagi sayang, tanggung." Jawab Dave. Dia kembali bergerak pelan dan teratur.

Sebenernya sudah sejak tadi Dave mendengar Sandra mengetuk pintu dan memanggil namanya berulang kali. Tapi tidak mungkin dia menjawabnya, apalagi keluar untuk membukakan pintu dalam keadaan sedang mencari kepuasan.

...****...

"Kenapa lama sekali buka pintunya.?!" Sandra menggerutu saat adiknya keluar dari kamar

"Kak Sandra datang di waktu yang tidak tepat.!" Sahut Dave sewot.

"Lagipula masih pagi kenapa sudah menggedor pintu kamarku.," Protesnya.

Akibat ulah kakaknya itu, dia harus buru-buru menyelesaikan permainan panasnya bersama Davina. Momen yang seharusnya dia nikmat bersama, justru membuatnya tidak konsentrasi.

"Apa di pikiranmu hanya soal urusan ranjang saja.!" Tegur Sandra.

"Ingat istrimu sedang hamil. Tidak baik kalau terlalu sering melakukannya.!" Ucapnya memperingatkan.

"Kalau soal itu aku sudah mengerti kak. Tentu saja aku hati-hati agar istri dan calon anakku baik-baik saja di dalam kandungan." Jawab Dave.

Sandra terlihat menghela nafas. Laki-laki memang sama saja, paling cepat dan sigap kalau sudah menyangkut urusan nikmat dunia. Apapun kondisinya, bagaimanapun cara dan tempatnya, tak akan menjadi penghalang untuk melampiaskan hasrat.

"Sekarang bantu kakak cari Farrel. Anak itu sudah menghilang sajak 3 hari yang lalu." Tutur Sandra cemas. Sejak tadi malam dia di buat khawatir karna memikirkan keberadaan putranya yang entah ada di mana.

"Hilang.? Bagaimana bisa.?" Dave mengerutkan dahi. Rasa tidak pantas jika laki-laki berusia 20 tahun itu di nyatakan menghilang.

Farrel bisa menjaga dirinya sendiri, terbukti dia bisa aman dan tidak terjadi sesuatu saat kuliah di luar negeri.

"Dia bilang akan tinggal di apartemen 3 hari yang lalu."

"Tapi semalam kakak datang ke apartemennya tapi kosong. Petugas keamanan di sana juga mengatakan kalau apartemen itu tidak pernah di datangi siapapun akhir-akhir ini."

Nomor ponsel Farrel juga tidak bisa di hubungi sejak semalam."

Mata Sandra berkaca-kaca. Dia terlihat akan menangis karna memikirkan keberadaan putranya itu. Dia takut terjadi sesuatu pada Farrel sekalipun putranya itu sudah dewasa.

"Kakak tidak usah khawatir, mungkin Farrel menginap di rumah temannya."

"Aku akan mencoba mencarinya setelah sarapan."

Ujar Dave.

"Mencari siapa.?" Tanya Davina yang baru saja keluar dari kamar. Dia menatap Mama Sandra dan Dave bergantian. Raut wajah Mama Sandra yang terlihat cemas, membuat Davina penasaran.

"Far,,

"Mencari mangga muda yang petik langsung dari pohonnya." Potong Dave cepat. Dia memberikan kode dengan lirikan mata pada sang Kakak agar tidak mengatakan apapun tentang Farrel. Karna Dave yakin Davina akan ikut cemas dan memikirkan keberadaan Farrel.

Dia tidak mau kalau sampai kehamilan Davina bermasalah jika Davina terlalu banyak pikiran.

"Mangga muda.? Untuk siapa.?" Davina menautkan alisnya. Antara percaya dan tidak dengan ucapan Dave.

"Untuk aku dan Papa mu. Sepertinya dia juga sedang mengidam karna tiba-tiba ingin makan mangga muda yang di petik langsung dari pohonnya." Sahut Dave asal. Sontak ucapannya membuat Sandra membulatkan matanya lebar-lebar. Adik laki-laki itu tidak punya akhlak karna sudah bicara sembarangan.

Di usia Sandra yang sudah kepala 4, mana mungkin dia mau menimang anaknya sendiri. Yang ada dia hanya akan malu di depan teman-temannya yang rata sudah menggendong cucu.

"Benarkah.??!!" Seru Davina. Dia langsung menatap Sandra di bagian perut, seolah percaya dengan jawaban asal yang keluar dari mulut Dave.

"Tentu saja."

"Aku rasa bayinya juga kembar 3, karna Papa kamu ingin mangga 3 buah." Sahut Dave.m sembari menahan tawa

"Dasar adik kurang ajar.!!" Sandra langsung menjewer telinga Dave, menariknya kencang hingga membuat telinganya memerah dan Dave meringis kesakitan.

"Awww,, ampun kak,," Dave melepaskan tangan Sandra dari telinganya, dia kemudian menggandeng Davina dan membawanya pergi dari hadapan Sandra.

Bab 3

"Om mau kemana.?" Davina membuntuti Dave di belakang. Menjadi ekor Dave yang mengikutinya ke walk in closet sejak keluar dari kamar mandi.

Padahal Dave sudah menjawab kalau dia akan pergi mencari mangga muda, tapi Davina tidak percaya dan terus mencecarnya dengan pertanyaan yang sama.

"Mau mengambil mangga muda dari pohonnya." Jawab Dave.

"Kamu tidak percaya hmm.?" Dave berbalik badan, kedua tangannya menangkup gemas pipi Davina. Menekan pipi chubby itu hingga membuat bibir Davina tertekan dan terlihat sangat menggemaskan. Wajahnya terlampau seperti anak ABG yang masih di bawah umur, padahal akan menjadi seorang ibu.

Davina melepaskan kedua tangan Dave dari pipinya.

"Bukan tidak percaya, tapi aneh saja." Jawabnya.

"Aneh.? Apanya yang aneh?" Dave mengerutkan dahi.

"Bukannya wajar kalau seorang suaminya yang istrinya sedang hamil, tiba-tiba menginginkan mangga.?" Tanya Dave.

Dia bukan pura-pura ingin makan mangga muda yang di petik langsung dari pohonnya, tapi memang benar-benar menginginkan mangga muda saat ini juga.

Jawaban asal yang tadi dia lontarkan pada Davina tentang Papa Edwin, akhirnya berbalik pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja dia langsung ingin memakan mangga muda yang dalam bayangannya sangat menggoda dan segar.

"Aneh karna Om yang akan mencari dan memetik mangga itu sendiri." Davina menjawab cepat.

"Om kan bisa minta tolong pada Pak ujang atau yang lainnya untuk mencari dan memetik mangga muda. Tidak perlu Om sendiri yang turun tangan."

"Lagipula, memangnya Om bisa memanjat pohon.?" Tanya Davina dengan tatapan meledek. Dia yakin 100 persen kalau Dave tidak bisa memanjat pohon. Apalagi pohon mangga yang rata-rata berukuran tinggi.

Dave terdiam. Dia baru sadar kalau tidak bisa memanjat pohon. Tapi kalau bukan dia sendiri yang memanjat dan memetik mangga itu, rasanya tidak akan berselera untuk memakan mangganya.

"Ucapan kamu benar juga." Gumam Dave lirih.

"Tapi sayang,, aku bukan cuma ingin memakan mangga mudanya, tapi ingin memanjat pohon juga." Tutur Dave. Entah keinginan gila macam apa yang tiba-tiba terlintas dalam benaknya.

Dia saja merasa bingung. Jadi tidak heran kalau Davina menyebutnya aneh.

"Kalau begitu aku mau ikut.!" Seru Davina antusias. Dia jadi penasaran bagaimana Dave akan memanjat pohon. Pasti sangat lucu untuk di tertawakan ketika melihat seorang CEO perusahaan besar berjuang memanjat pohon mangga.

"Jangan.!" Dave menjawab cepat. Dia tak mengijinkan Davina ikut karna sejujurnya dia tak hanya akan mencari mangga muda, tapi mencari keberadaan Farrel yang menjadi tujuan utamanya.

Davina menatap curiga. Dia langsung berfikir macam-macam tentang Dave setelah Dave tak mengijinkannya untuk ikut. Belum lagi ekspresi kepanikan di wajah Dave, sudah cukup menjadi bukti jika ada sesuatu yang si tutupi oleh Dave di belakangnya.

"Kenapa.? Kenapa aku tidak boleh ikut.?!" Nada bicara Davina meninggi, tapi juga bergetar menahan tangis.

"Om bohong kan.?! Pasti Om bukan mau memanjat pohon mangga, tapi memanjat wanita lain.!"

"Om jahat.! Menyebalkan.!"Davina merengek. Dia mulai meneteskan air matanya layaknya anak kecil yang di rebut mainan. Hal itu menimbulkan kepanikan dan kebingungan di wajah Dave. Dia tidak tau harus berkata dan berbuat apa untuk menghentikan tangis Davina.

"Tidak Sayang, mana mungkin aku seperti itu."

"Aku sangat setia, asal kamu tau itu." Ujar Dave meyakinkan. Jangankan melakukan hubungan dengan wanita lain, berfikir untuk mengkhianati Davina saja tidak pernah.

"Aku tidak mau tau.!" Sahut Davina ketus. Tangisnya semakin pecah, membuat Dave panik karna takut tangisan Davina akan di dengar oleh Edwin dan Sandra.

"Sssttt,,, cup, cup, cup,, jangan menangis sayang." Dave merangkul mesra pinggang Davina dan membawanya masuk ke walk in closet agar posisinya semakin jauh dari pintu kamar.

Tapi bukannya diam, tangis Davina malah semakin menjadi.

Dave sampai keheranan karna tiba-tiba Davina menjadi cengeng dan manja. Padahal tadi pagi sebelum sarapan masih normal dan baik-baik saja. Tapi sekarang kembali ke sifat asli Davina saat belum terjadi kekacauan dalam rumah tangga mereka.

"Pokoknya aku mau ikut.!" Seru Davina. Matanya menatap tajam, mau tidak mau membuat Dave menganggukkan kepalanya.

Yang terpenting saat ini adalah situasi yang kondusif. Daripada melihat Davina terus menangis.

"Baiklah, kamu boleh ikut." Dave terpaksa membiarkan Davina ikut bersamanya. Dia tak mau mengambil resiko di acuhkan oleh Davina.

"Makasih Om,," Dengan wajah yang berbinar, Davina menghambur ke pelukan Dave. Wanita hamil itu memeluk erat tubuh suaminya yang hanya di balut handuk dari pinggang sampai lutut.

Dave mengulum senyum, baru kali ini dia kembali merasakan sikap manja dan ceria Davina yang sudah lama terkubur akibat luka yang telah dia torehkan pada hatinya.

Agaknya hati Davina kembali melunak. Wanita cantik itu sepertinya sudah berdamai dengan keadaan dan bisa menerimanya kembali seperti dulu.

Jika memang seperti itu, Dave berharap Davina akan tetap bersikap manja dan ceria di depannya. Agar bisa menghapus kecanggungan yang ada di antara mereka.

...****...

"Mau cari pohon mangga dimana Om.?" Tanya Davina. Dia mengubah posisi duduknya sedikit menyamping agar bisa leluasa menatap Dave yang sedang menyetir.

"Sampai kapan kamu akan memanggilku Om.?" Dave justru mengubah topik pembicaraan.

Dia kembali mempermasalahkan panggilan Davina padanya yang masih menyebutnya Om.

"Sudah terlanjur nyaman panggil Om." Jawab Davina.

Bagi orang lain pasti terdengar aneh memanggil suami dengan sebutan Om, tapi Davina merasa biasa saja bahkan nyaman dengan panggilan itu.

"Tapi orang lain akan mengira kita bukan suami istri."

"Setidaknya beri panggilan yang romantis."

"Hubby, honey, sayang, atau Mas mungkin." Ujar Dave memberikan pilihan.

"Aku akan pikirkan nanti,," Sahut Davina. Karna dia masih bingung harus memberikan panggilan yang sesuai untuk Dave.

"Jangan nanti. Aku mau sekarang." Dave sedikit memaksa.

"Nanti saya, aku benar-benar bingung harus memanggil apa." Keluhnya. Karna dari ke empat nama panggilan yang di usulkan oleh Dave, tidak ada satupun yang membuatnya benar-benar nyaman.

"Kalau begitu aku tidak akan memberikan pilihan." "Panggil Mas saja." Pinta Dave.

"Mas.? Tapi sama dengan panggilan Mama Sandra ke Papa."

"Tidak apa. Lagipula bukan hanya kak Sandra saja yang memanggil Mas pada suaminya."

"Baiklah,," Ucap Davina pasrah. Dia juga tidak mungkin menolak lagi karna sudah berkali-kali Dave memintanya untuk tidak memanggil dengan sebutan Om.

...****...

"Stop,,,!! Stop,,,!!" Seru Davina.

"Itu ada pohon mangga beserta buahnya." Davina mengarahkan jari telunjuknya ke sisi kanan jalan.

Dave menelan mobil dan menepi untuk memastikan ucapan Davina.

"Yang mana sayang.?" Tanya Dave lembut.

"Di sana O,,mm,,, eh Mas maksudnya. Di sana pohonnya,," Davina kembali mengarahkan jari telunjuknya agar Dave bisa melihat pohon mangga yang dia maksud.

"Di situ.?" Tanya Dave memastikan. Ekspresi wajahnya tidak meyakinkan setelah melihat pohon mangga yang di tunjuk oleh Davina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!