Hay hay... Kembali lagi di cerita Author Nurusysyifa...
Terima kasih untuk yang selalu mengikuti dan selamat saya sambut dengan senang bagi yang baru datang.
Selamat menikmati cerita yang mungkin kurang gimana gitu... Jangan lupa tinggalkan jejak nya, Like, komen juga rate terbaiknya.
Hargailah Author dengan memberikan dukungan terbaik kalian, oke reader's sayang...
Selamat membaca...
😘😘😘😘😘😘
...****************...
Malam semakin larut tapi gema sholawat masih terus menggema cukup keras di salah satu masjid di desa yang sangat jauh akan kota.
Ya, pengajian bulanan tengah berlangsung dengan pembicaranya adalah ustadz muda yang sangat tampan. Ceramahnya begitu di gemari para emak-emak juga para gadis yang begitu mengidolakannya.
Faisal Reza Saputra, atau biasa di panggil dengan ustadz Faisal. Usianya baru menginjak 25 tahun tapi dia sudah sangat berwibawa juga sangat pandai akan ilmu agama, jelaslah diakan seorang Ustadz.
Dia adalah keturunan dari seorang Kyai terkenal pendiri pesantren yang kini masih di pegang oleh ayahnya. Tapi kemungkinan besar dialah yang akan menjadi penerus selanjutnya.
"Wa'alaikumsalam warohmatulohi wabarakatuh..! " seru para jemaah saat pengajian telah usai.
Senyum ramah keluar dari bibir Faisal sebelum dia turun dari mimbar. Keramahan itulah yang membuat semua orang begitu menyukainya, bahkan dia juga menjadi dambaan para gadis-gadis di sana.
Tak mau menunda waktu Faisal bergegas untuk pulang, ini sudah sangat malam perjalanan juga sangat jauh. Bahkan, kali ini tidak ada satupun teman yang menemaninya.
"Terima kasih atas kedatangannya, Ustadz. Tausiah Ustadz sungguh membuat hati kami semua merasa adem. Begitu ngena di hati," puji salah seorang laki-laki pada Faisal.
Faisal begitu senang dengan kegiatan rutin yang baik juga positif seperti ini. Dan alhamdulillah nya dia yang selalu menjadi pengisi tausiahnya.
"Sama-sama, Pak. Saya hanya bisa melakukan apa yang saya bisa dan yang saya tau," jawab Faisal dengan senyum ramah.
"Ini sudah sangat malam, saya permisi dulu, Pak. InsyaAllah kita bertemu lagi di bulan depan. Assalamu'alaikum...," tak lupa Faisal kembali menyalami bapak-bapak yang mengantarkannya sampai di mobil.
"Wa'alaikumsalam... Hati-hati, Ustadz. Sudah malam dan jalanan nya juga kurang baik, " ucap orang tadi mengingatkan.
"Terima kasih, Pak. Mari... " Faisal benar-benar masuk ke dalam mobilnya, perlahan mobil mulai berjalan dengan pelan meninggalkan tempat itu.
Semua orang juga kembali ke rumah mereka masing-masing setelah Faisal pergi.
Medan yang Faisal lalui memang sangat buruk, jalannya sudah rusak juga tidak dalam keadaan di aspal, melainkan hanya tatanan batu saja, itupun sudah rusak.
Faisal harus ekstra hati-hati, kalau tidak mobilnya bisa masuk ke selokan nantinya, mana jalannya sekarang jauh dari pemukiman lagi.
Gelap gulita tapi tak membuat semangat Faisal luntur begitu saja dalam berdakwah, sebisa mungkin dia mengajarkan ilmu yang dia dapat. Ilmu yang bermanfaat adalah yang di amalkan juga di ajarkan bukan? dan Faisal sedang berusaha untuk itu.
Hacihh... Hacihh...
Faisal di buat bingung dia juga sangat terkejut dengan suara orang bersin yang dia dengar barusan. Di dalam mobil itu tidak ada siapapun kecuali dirinya tapi bagaimana mungkin ada orang bersin, tidak mungkin ada makhluk tak kasat mata kan?
Tak ada rasa takut dalam diri Faisal, dia tetap menjalankan mobilnya. Sesekali dia mengamati kursi penumpang di belakang melalui kaca di depan atasnya tapi sementara ini tidak ada tanda-tanda penumpang lain.
Hacihh... Hacihh...
Suara itu kembali terdengar.
"Tidak ada orang? " Faisal semakin mengernyit.
"Astaghfirullah hal 'azim...!! " Faisal menginjak pedal rem dengan mendadak saat tiba-tiba dia lihat dari kaca ada kepala yang menyembul ke atas dari belakang bangku yang Faisal duduki.
Rambutnya panjang bahkan wajahnya tertutup dengan rambutnya sendiri.
Faisal menoleh untuk memastikan siapa yang ada di belakang, jika hilang berarti itu hanya jin saja namun jika tidak hilang berarti itu adalah manusia.
"Astaga, Tuan. Mobil tuan tidak pernah di bersihin ya! Bisa-bisanya mobil bagus begini tapi banyak debunya. Mana bau lagi! "
Faisal terperangah tak percaya ternyata ada seorang gadis yang menumpang di mobilnya tanpa dia tau. Gadis cantik berambut hitam, lebat juga panjang. Tapi baju yang dia kenakan? Astaghfirullah..., jaket tentara yang di robek di kedua sikunya. Juga celana jins yang di robek juga di bagian lututnya.
Topi hitam bergambar tengkorak langsung dia pakai untuk menutupi puncak kepalanya tapi rambutnya tetap di biarkan tergerai indah di punggungnya. Bukan hanya itu saja? tapi mulutnya juga terus berkecamuk sepertinya tengah mengunyah permen karet.
"Kenapa berhenti tuan, saya hanya mau numpang saja, mau tuan turunkan di manapun terserah asal jauh dari tempat ini," ucapnya.
Faisal masih terbengong mimpi apa dia semalam, mobilnya bisa mendapatkan penumpang seorang gadis yang seperti itu.
"Kenapa belum jalan juga, cepatlah jalan! kalau tidak aku akan tertangkap oleh bandit dari kampung yang memaksaku untuk menikah dengannya karena hutang bapak," ucapnya.
Faisal hanya menggeleng pelan, dia kembali melajukan mobilnya sesuai permintaan gadis yang entah siapa namanya.
Gadis itu terlihat menikmati pemandangan malam di sepanjang perjalanan. Tak ada obrolan dari mereka karena memang tidak saling kenal dan sepertinya memang tidak ada niat untuk berkenalan.
Semilir angin malam membuat gadis itu terbuai, angin yang masuk dari kaca yang sengaja dia buka. Dan Alhamdulillahnya Faisal tidak berkomentar apapun dan tetap fokus.
"Lalalala...," Dengan percaya dirinya gadis itu bersenandung ria, suaranya tidak jelas karena pengaruh permen karet yang belum juga dia buang.
Sesekali Faisal melirik melalui kaca spion, melihat gadis itu yang tetap asyik seperti seorang Nona yang duduk di belakang sang sopir pribadi.
Sebenarnya begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepala Faisal, tetapi dia sangat sungkan. Lebih tepatnya dia malu karena tak terbiasa.
Meskipun sudah menjadi pria dewasa tetapi baru kali ini Faisal di hadapkan dengan seorang gadis.
"Tuan, apa masih lama sampai kota?" Akhirnya gadis itu mulai berbicara, memecah keheningan malam dalam perjalanan mereka.
"Lumayan, sekitar satu jam lagi baru sampai." Jawab Faisal dengan datar, tanpa menoleh juga tanpa melirik melalui kaca spion.
"Tuan sendiri? Apa nggak takut ada preman yang menghadang. Di sini banyak para begal yang berkeliaran untuk mencari mangsa. Apalagi melihat Tuan sendiri seperti ini dengan mobil mewah seperti ini." Gadis itu terus berbicara.
"Buat apa takut, takutku hanya kepada Allah. Bukan kepada ciptaan-Nya. Kita bisa berlindung kepada-Nya dari para ciptaan yang tak taat kepada-Nya." Begitu jelas dan tenang Faisal berbicara.
Benar-benar tak terdengar ada ketakutan sama sekali dari ucapan Faisal, benarkah tak ada ketakutan, ataukah dia hanya berusaha menyembunyikannya.
"Apa Tuan juga tidak takut sama hantu?" Tanyanya.
Kini Faisal bisa tersenyum. Dia menoleh sebentar melihat ekspresi wajah gadis itu yang ternyata membulatkan matanya karena penasaran.
"Bukankah hantu juga ciptaan-Nya?"
"Iya juga sih. Tetapi hantu kan nyeremin."
"Sebenarnya hantu itu tidak lebih menyeramkan daripada manusia. Banyak manusia yang kelakuannya lebih menyeramkan daripada hantu dan sejenisnya." Terang Faisal.
"Fixs.., anda benar. Saya sependapat dengan Anda. Tapi bukan berarti saya tertarik dengan anda," ucapnya dengan wajah yang condong ke depan. Memegangi sandaran kursi Tempat Faisal duduk.
Deg...
Hembusan nafas dari gadis itu begitu masuk ke jantung Faisal, seolah menyalurkan rasa yang belum pernah ada dan belum pernah di dapatkan sebelumnya.
Faisal menjadi gugup karena sang gadis tak mau menyingkir dari belakangnya. Dan hembusan nafas terus mengenai lehernya yang sebenarnya sudah terlilit dengan sorban. Tapi hangatnya dari nafas itu ternyata bisa masuk dan menyentuh kulit melalui celah-celah sorban!
"Tuan, saya sudah mengatakan kalau hanya numpang saja. Saya tidak akan di pungut biaya kan?" Tanyanya dan kini wajah malah semakin maju dan menoleh ke arah wajah Faisal. Jadi semakin gugup kan Faisal.
"Ti_tidak," Jawab nya dengan gugup, "maaf, saya sedang nyetir. Bisakah kamu mundur dan duduk dengan tenang?"
"Tentu bisa," Wajahnya berbinar, akhirnya dia tidak akan di pungut biaya untuk bisa saja sampai kota. Gratis-tis-tis...
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾Bersambung.... ...
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
"Stop! Sudah, turun sini saja, Tuan!" Begitu sumringah Anastasya kala melihat gemerlap indah di tengah-tengah kegelapan malam kala mobil Faisal sampai di depan sebuah pasar malam.
Matanya langsung terpaku, baru kali ini dia bisa melihat malam yang begitu indah dengan keramaian seperti ini. Di desanya mana ada acara-acara seperti ini.
Wahana-wahana permainan yang begitu banyak juga para pedagang terus berseru, berebut pengunjung untuk naik ke wahana berbayar itu atau mungkin untuk singgah di lapak mereka untuk membeli dagangan mereka.
Seruan Ana jelas membuat Faisal menghentikan mobilnya dengan mendadak dan itu membuat kening Ana terbentur kepala belakang milik Faisal karena Ana sudah berdiri.
Dugh...
"Aw! Tuan ini gimana sih, berhenti kok nggak bilang-bilang!" Dan Faisal lah yang di salahkan, jelas-jelas Ana yang meminta berhenti dengan tiba-tiba tapi setelah Faisal berhenti dengan tiba-tiba juga dia ngomel. Siapa yang salah coba.
Kemungkinan keduanya yang salah sih. Karena Ana minta berhenti dengan tiba-tiba begitu juga dengan Faisal yang juga berhenti dengan tiba-tiba.
"Payah!" Imbuhnya lagi dan itu di tujukan pada Faisal.
Harus bagaimana Faisal sekarang, haruskah dia marah juga atau ngedumel juga sama seperti yang Ana lakukan? Tapi sepertinya tidak! Faisal tidak begitu dia begitu kalem jadi tidak mungkin akan berbuat seperti itu.
"Beneran turun di sini?" Tanya Faisal. Seharusnya dia tidak bertanya kan karena Ana mau turun dimana saja bukan masalahnya. Faisal juga tidak mengenalnya bahkan saat ini dia juga belum tau siapa namanya.
Faisal hanya berpikir saja, Ana datang dari desa dan sepertinya dia tidak punya arah tujuan dia juga seorang gadis bagaimana kalau sampai ada laki-laki nakal yang mengerjainya. Apalagi dunia ini sangat keras kan? Banyak orang nakal dimana-mana.
"Iya, emang kenapa? Emang tuan berharap saya akan ikut tuan?" Jawabnya dengan nada yang begitu tak enak di dengar.
Itulah cara Ana, dia gadis bar-bar yang tak ada lembut-lembutnya bahkan dia bicara juga asal ceplos saja. Tak sempat untuk di pikir lebih dulu.
"Ti_tidak," Faisal merasa gugup. Bagaimana bisa pertanyaan di salah artikan oleh gadis ini.
"Terima kasih ya, Tuan. Saya tidak punya apa-apa untuk membayar tapi saya hanya punya ini," Dua bungkus permen karet Ana keluarkan dari saku jaketnya.
"Ini saja, buat nyicil ongkos. Semoga saja kelak bisa bertemu lagi dan saya punya uang. Pasti akan saya bayar sisanya," Katanya dengan tangan menyodorkan dua permen karet untuk Faisal.
"Hem?" Kening Faisal mengernyit bagaimana bisa dia di bayar dengan permen karet begini. Dua lagi. Bahkan seberapapun permen karet Faisal bisa beli.
"Tidak usah, saya ikhlas," Tentu Faisal sangat ikhlas membantu Ana. Bukan hanya Ana siapapun akan dia bantu dengan sangat ikhlas.
"Ih, Tuan kelamaan. Nih!" Ana berdiri di belakang Faisal menarik tangan Faisal dan menaruh permen karet itu di atas telapak tangannya.
Faisal terkesiap tapi dia tidak sempat untuk menolak dan menjauhkan tangannya dari tangan Ana karena gadis itu begitu cepat pergerakannya.
"Terima kasih ya, Tuan. Selamat malam semoga harimu selalu menyenangkan!" Teriak Ana yang sudah keluar dari mobil dan sudah mulai berjalan menjauh dari mobil Faisal.
Faisal terpaku antara memandangi Ana yang sudah begitu jauh dan berpindah ke telapak tangannya yang terdapat dua permen karet darinya.
Mungkin jika Faisal orangnya angkuh dia akan merasa terhina dengan perlakuan Ana. Tapi tidak! dia tidak seperti itu.
Di bolak-balik permen karet yang ada di tangannya tetap saja tidak akan berubah menjadi cokelat kan?
Mau di apakan nih permen karet, Faisal belum pernah makan bahkan mencicipi yang namanya permen karet. Bahkan permen saja dari dulu dia tidak pernah karena mamanya selalu bilang tidak baik untuk gigi juga kesehatan. Tapi bukan berarti Faisal seorang anak mama ya.
Faisal sangat dewasa, dia juga begitu mandiri tidak apapun tergantung pada kedua orang tuanya.
Seulas senyum terlihat di sudut bibir Faisal antara geli juga entah perasaan apa. Belum pernah dia bertemu dengan gadis yang seperti ini. Jelas, kehidupannya selalu di pesantren yang dia lihat hanya para gadis berpakaian syar'i juga begitu lemah lembut dengan wajah yang suka malu-malu.
"Astaghfirullah hal azim. Apa yang aku pikirkan," Tersadar Faisal langsung menggeleng. Dia simpan permen karet di dalam dasbor mobil dan kembali dia menjalankannya untuk segera pulang.
🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾
Malam sudah sangat larut tapi pesantren masih begitu ramai akan para santri yang belum tidur. Terlihat masih begitu lalu lalang mereka, tak banyak tapi masih ada.
Mobil Faisal berhenti dan satu orang langsung menyapanya.
"Baru pulang, Bang?" Seorang pria yang seumuran dengan nya datang menghampiri. Biasanya dia akan selalu menemani Faisal kemanapun dia pergi tapi kali ini tidak! Dia sedang ada acara lain.
"Iya," Jawab Faisal seraya turun dari mobilnya.
Dia adalah Hasan. Teman Faisal sekaligus adik ipar dari abangnya sendiri.
"Bagaimana acaranya, lancar?" Hasan mengikuti langkah Faisal, sesekali dia berhenti saat Faisal juga berhenti.
"Alhamdulillah, seperti biasa," Faisal kembali melangkah dan Hasan ikut melangkah juga.
"Oh ya! Tadi abah bilang besok kamu harus membeli beberapa kitab. Tapi sepertinya aku tidak bisa menemani mu lagi. Begitu banyak kerjaan ku dari Abah," Kata Hasan memberitahu.
"Baiklah, besok aku bisa sendiri untuk membeli kitabnya. Apa sudah kamu tulis kitab apa saja?"
"Belum, kata abah besok kalau kamu mau berangkat suruh menemui abah dulu," Terang Hasan.
Faisal mengangguk mengerti. Kini langkahnya semakin cepat. Dia sangat lelah karena perjalanan yang lumayan jauh dengan medan yang juga tidak bagus.
"Ya sudah, aku mau kembali ke kamar. Kamu bisa langsung istirahat, kamu pasti sangat lelah," Pamit Hasan.
"Hem," Faisal kembali mengangguk menoleh sebentar ke arah Hasan pergi kemudian fokus dengan arah jalannya sendiri menuju kamar.
Begitu lelah Faisal setelah sampai di kamar dia langsung membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan kaus oblong juga melilitkan sarung saja. Setelahnya dia langsung merebahkan tubuhnya di kasurnya yang tak begitu besar.
Kedua tangan di gunakan untuk menjadi bantal untuk kepalanya, menatap langit-langit dan masih juga tak bisa tidur.
Tiba-tiba saja dia mengingat akan gadis bar-bar yang tadi numpang di mobilnya. Bibirnya kembali mengulas senyum itupun tanpa sadar.
"Astaghfirullah hal azim, apa yang aku pikirkan," Kembali wajahnya menggeleng untuk membuyarkan angan yang tiba-tiba nongol begitu saja di pikirannya.
Tak habis pikir si Faisal pada dirinya sendiri, bagaimana bisa dia malah memikirkan gadis itu dan tidak cepat-cepat tidur padahal dia sangat lelah.
"Tidur Faisal. Ini sudah malam," Ocehnya merutuki dirinya sendiri.
Faisal beralih miring, memeluk guling yang biasa menjadi teman malamnya. Beberapa doa dia ucapkan dan perlahan dia menutup mata untuk menjemput mimpinya.
Semoga mimpinya selalu indah begitu juga dengan apa yang akan terjadi di esok hari, amin.
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Bersambung....
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Begitu bahagia Ana saat ini, menikmati indahnya malam di tengah-tengah orang asing yang begitu banyak. Matanya terus memandangi semua wahana yang sangat indah menurutnya.
Tak pernah dia merasakan mainan seperti itu, bahkan sekedar ayunan saja dia hanya memakai potongan ban truk yang di gantung di pohon rambutan depan rumahnya.
Wajahnya terus memandang ke atas gebyar gempita dari lampu warna-warni juga riuh lagu-lagu yang di putar mampu membuat tangannya ikutan bergerak memukul-mukul pahanya sendiri. Bahkan saat dia berdiri mematung kakinya jiga ikutan bergerak.
Benar-benar Ana sangat menikmati semua itu. Menikmati keindahan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Riuh anak-anak terus berebut ruang dengan musik yang di mainkan dari semua tempat wahana. Jajanan-jajanan khas juga terasa mampu menggelitik perutnya yang tengah lapar.
Tapi sayang, Ana tak ada satu rupiah pun uang yang yang ada padanya bagaimana mungkin Ana bisa membeli jajanan untuk mengganjal perutnya.
Tak ada apapun di sakunya, hanya tinggal lima permen karet saja, yang jelas itu tak akan bisa mengenyangkan perutnya kan?
"Hey, Cing! jangan aneh-aneh ya. Kita belum kerja jadi tak mungkin bisa dapat uang untuk beli makanan. Untuk sekarang puasa dulu semoga nanti bisa dapat makanan gratis, Oke?" matanya melihat perutnya sendiri yang sudah menabuh gendang, meski sangat keras jelas Ana akan pura-pura tidak dengar.
Ana kembali berjalan, tak ada bekal apapun yang Ana bawa dari kampung yang ada hanya modal nekat. Tak berpikir dia akan tinggal dimana, makan apa, dan juga akan bagaimana kedepannya. Yang dia pikir hanya bisa lepas dari desa dan bisa melarikan diri dari bandit tua yang ingin menikahinya.
'Yang hutang kan bapak, jadi bapak saja yang nikah dengan kakek tua itu,' kata itulah yang Ana ucapkan sebelum dia pergi dari rumah dengan diam-diam.
'Kamu gila ya, An! masak iya bapak yang harus menikah dengan orang itu. Kamu jangan aneh-aneh deh.'
'Bapak yang aneh-aneh, tau nggak bisa bayar hutang tapi tetap saja ngutang. Kalau dah begini siapa yang bingung , bapak sendiri kan? kalau Ana mah ogah pusing-pusing mikir utang bapak!'
Begitu sinis Ana saat itu, bahkan dengan santainya dia tetap mengunyah permen kesukaannya dan duduk di kursi kayu dengan satu kaki di atas.
Sekarang tak lagi Ana takut terus di paksa oleh bapaknya, sekarang dia sudah bebas dan bisa menjalankan hidupnya sesuai apa yang dia ingin.
Ana lebih takut nikah dengan bandit tua itu daripada kelaparan. Kalau masalah perut dia bisa makan apapun dan dia akan tetap bisa hidup senang dan bebas bagaimana kalau dia harus menikah dengan bandit tua yang sangat kejam, bisa saja dia akan mati.
Copet... copet....
Suara begitu menggema masuk di telinga Ana. Wajahnya langsung mencari arah orang yang berteriak. Suaranya sangat jelas kalau dia adalah seorang perempuan.
Aneh, meski suara teriakan itu sangat keras dan jelas banyak orang yang mendengar tapi tak ada yang bertindak tak ada orang yang berniat untuk membantu orang itu. Sungguh miris.
Bugh...
Seorang pria muda yang berlari menuju arah Ana langsung jatuh saat Ana langsung menghadang kaki pria itu dengan kakinya sendiri.
''Kurang asem kamu ya, sini dompetnya,'' Ana langsung menunduk dan mengambil dompet itu. Tak ada rasa takut pada Ana, biar dia masih baru di kota tapi kebaikan harus tetap di sebar luaskan. Tak ada batasan mau di desa atau di kota kebaikan harus tetap di utamakan.
''Lepaskan, ini punyaku!'' pria itu tak terima, mana mungkin dia akan memberikan apa yang sudah menjadi hasil dari pekerjaannya itu.
''Lepas nggak!'' Ana juga tak mau kalah hingga terjadilah tarik menarik pada keduanya. Semua orang yang tak tau entah hanya sengaja tak mau tau hanya melihat keduanya yang saling berebut dompet.
Keduanya sama-sama tak ada yang mau kalah jelas keduanya sangat menginginkan dompet itu.
Bugh...
Satu pukulan mendarat di perut pria itu jelas pelakunya adalah Ana.
''Dasar lemah. Cemen. Di pukul wanita aja kalah sok mau jadi copet. Carilah kerja yang baik dan yang halal supaya hidupmu berkah. Pergi sana!'' usir Ana.
Tangan Ana sudah mengepal seandainya pria itu tidak lari mungkin dia akan habis di tangan Ana.
Meski Ana seorang wanita tapi jangan di sepelekan dia adalah mantan jawara muda di desanya. Seandainya dia mau bandit itu bisa saja dia hadapi tapi Ana tidak mau karena dia sangat licik dan juga banyak anak buah. Takut saja nanti Ana pas apes, kan bahaya.
Ana menoleh dan ternyata sang pemilik dompet sudah ada di samping Ana.
''Ini dompet ibu?'' seperti biasa Ana akan selalu bicara dengan datar, juga dengan wajah tak ada ekspreksi apapun.
'Iya Mbak,'' jawabnya dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
''Hem,'' di sodorkan dompet itu pada ibu itu dan dengan senang hati langsung di terima.
''Terima kasih ya mbak,'' katanya dengan wajah yang berbinar akhirnya dompetnya bisa kembali lagi ditangannya bahkan isinya juga masih utuh.
"Lain kali hati-hati. Jaga harta benda ibu dengan baik. Di tempat keramaian seperti ini tidak menutup kemungkinan banyak orang jahat," katanya.
"Iya, Mbak. Sekali lagi terima kasih. Hem, ini tolong di terima ya mbak, sebagai tanda terimakasih saya."
"Tidak usah, Bu. Saya ikhlas menolong Ibu," tolak Ana saat itu hendak memberikan uang pada Ana.
"Tidak apa-apa, Mbak. Terima ya," ibu itu tetap memaksa.
'Terima nggak ya, kalau di terima aku bisa makan malam ini tapi kalau tidak entah kapan aku bisa makan. Tapi kalau di terima aku jadi seperti tidak ikhlas dong!' batin Ana mulai berperang.
"Terima kasih ya, Mbak." katanya ibu itu dan sudah melangkah pergi sementara uang selembar lima puluh ribuan itu sudah ada di tangannya.
"Eh, Bu! ini bagaimana!" teriak Ana.
"Terima saja, Mbak!" balasnya dengan suara yang berteriak.
Ana memandangi uang itu di bolak-balik dan di lihat dengan fokus. Lumayan uang segitu bisa buat makan sama besok. Paling nggak bisa buat belum stok permen karet.
Tak makan sehari bisa saja Ana tahan tapi tidak makan permen karet sehari terasa kering tenggorokannya. Padahal sudah banyak yang bilang tidak baik terlalu banyak makan permen karet tapi itu tidak akan di gubris oleh Ana.
Makasih ter_favorit bagi Ana. Permen karet beraneka rasa. Dan dulu kalau desa dia akan bela-belain utang hanya karena permen karet saja. Sudah menjadi candu baginya.
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!