Pada pukul 21.30 wib Farzan mengantar Shanti kakak iparnya ke toko mainan yang akan di jadikan kado ulang tahun teman Fakhri, Putra semata wayangnya.
Shanti yang di tinggal merantau ke Kalimantan oleh Farhan suaminya, Sangat bergantung pada Farzan karena trauma yang ia alami akibat kecelakaan motor beberapa tahun lalu. Sejak kecelakaan itu, Shanti tidak lagi berani mengendari motor sendiri sehingga ia selalu mengandalkan orang lain untuk aktivitasnya di luar rumah.
Farzan yang masih lajang dan tinggal bersebelahan dengan rumahnya, Menjadikan Shanti begitu bergantung pada Farzan. Seperti mengantar Fakhri ke sekolah, Mengantar dirinya ke pasar dan kemanapun Shanti pergi.
Seperti halnya malam ini.
Setelah mereka keluar toko, Mereka berniat langsung pulang ke rumah. Namun hujan deras yang turun tiba-tiba membuat Farzan menghentikan motornya dan mengajak Shanti berteduh di teras toko yang sudah tutup.
"Kita tunggu hujannya sedikit reda ya Mbak," ucap Farzan.
"Tapi bagaimana kalau hujannya lama, Kasian Fakhri nunggu kelamaan."
"Tapi hujannya begitu deras Mbak, Lagipula Fakhri juga sama simbahnya kan, Jadi Mbak tidak perlu merasa khawatir."
Mendengar itu Shanti hanya bisa mengikuti Farzan berteduh.
Cukup lama Shanti berdiri di emperan toko menunggu hujan reda. Namun bukannya reda, Hujan malah terlihat semakin deras.
"Duduklah Mbak, Sepertinya hujan belum akan reda," ucap Farzan yang melihat ada kursi panjang yang terbuat dari bambu di pojok toko.
Shanti menoleh ke arah kursi, Kemudian duduk di kursi tersebut.
Begitupun dengan Farzan yang ikut duduk di sebelahnya hingga membuat Santi sedikit canggung. Namun tidak dengan Farzan yang nampak cuek dan malah membuka jaketnya yang basah.
"Mau nyuruh Mbak pakai jaket ini tapi basah," ucap Farzan sambil nyengir kuda.
"Gak papa," ucap Shanti singkat.
Mereka pun terdiam, Tak tau apa yang harus di bicarakan.
Hingga waktu terus berjalan hujan bukannya mereda, Malah semakin deras hingga membasahi emperan toko dan kursi yang mereka duduki.
Shanti mulai menggigil dan melipat kedua tangannya di atas perut dengan bibir yang bergetar.
"Mbak Shanti..." ucap Farzan yang merasa khawatir melihat keadaan kakak iparnya tersebut.
"Mbak Shanti..." ucapnya lagi.
Farzan yang merasa bingung berdiri menatap langit yang terlihat masih begitu gelap tak ada tanda-tanda hujan akan reda. Kemudian ia kembali mendekati Shanti dan memutuskan untuk mengajaknya pulang.
"Mbak kita pulang saja yah, Kalau kita tetap di sini takutnya kemaleman, Kita tidak tahu kapan hujannya akan reda."
Shanti hanya bisa mengangguk kecil dengan kedua tangan yang masih terus mengepal serta bibir yang terus gemetar.
Dengan terpaksa Farzan mengajak Shanti menerobos derasnya hujan dengan motor kesayangannya.
"Pegangan Mbak" ucap Farzan yang khawatir karena Shanti duduk menyamping. Namun Shanti yang merasa canggung hanya berani meletakkan satu tangannya di punggung Farzan, Itupun dengan tangan yang terus mengepal.
Hingga pada akhirnya Farzan yang melewati lubang penuh genangan air hampir kehilangan keseimbangan hingga membuat Shanti reflek memeluk tubuhnya.
"Maaf Mbak, Mbak gak papa kan?" tanya Farzan yang kembali fokus menatap jalanan yang masih di guyur hujan deras hingga jarak pandangnya sangat terbatas.
Shanti yang merasa canggung dan menyadari kedua tangannya memeluk Farzan, Hanya menggeleng pelan. Tentu hal itu tidak bisa di lihat oleh Farzan dan kembali menanyakan keadaan kakak iparnya itu.
"Mbak... Apa Mbak baik-baik saja, Kenapa tidak menjawab?"
"Sepertinya Farzan tidak menyadari Aku memeluknya." batin Shanti.
"Mbak..."
"A-mm... Aku tidak papa Farzan, Hanya... Kaget saja," ucap Shanti sembari menarik kedua tangannya dari perut adik iparnya itu.
"Syukurlah kalau Mbak tidak papa, Maaf ya Mbak soalnya Aku tidak melihat."
"Iya gak papa, Lebih hati-hati saja."
"Jangan khawatir Mbak, Sebentar lagi kita sampai."
Setelah sepuluh menit kemudian akhirinya mereka sampai di rumah dengan selamat, Mereka yang basah kuyup langsung berlari kedalam rumah. Shanti langsung mengambil handuk di dalam lemari kamarnya. Namun belum sempat ia berhasil mengeluarkan handuk tersebut, Shanti yang begitu menggigil kedinginan tak kuat lagi berdiri dan langsung berjongkok memeluk kedua lututnya.
Letak kamar yang bersebelahan dengan ruang tamu dan pintu kamar yang terbuka, Membuat Farzan melihat hal itu.
"Mbak Shanti..." ucap Farzan yang langsung berlari masuk melihat keadaan kakak iparnya itu.
"Mbak Shanti..." ucapnya lagi sembari memegang kedua bahu Shanti dari belakang.
Shanti yang sudah merasa tidak tahan lagi dengan rasa dingin yang menusuk tulang belulangnya hampir terjatuh ke belakang. Namun posisi Farzan yang tepat berada di belakangnya membuat tubuh Shanti jatuh di pelukan adik iparnya itu.
"Mbak..." Farzan yang semula merasa khawatir menjadi canggung menatap wajah Shanti yang mendongak ke atas dari jarak yang begitu dekat. Wajah cantik dengan leher jenjang yang putih mulus membuat nalurinya bergejolak. Namun ia segera membuang jauh-jauh perasaannya itu mengingat Shanti adalah istri dari kakaknya yang kini tengah merantau kepulau sebrang.
Sementara Shanti berusaha bangkit dari posisinya. Namun tubuhnya yang lemah membuat Shanti kembali kehilangan keseimbangan hingga membuat Farzan dengan sigap menangkap tubuh Shanti dan membopongnya ke atas spring bed yang hanya terletak di lantai.
Farzan melihat kesana-kemari mencari selimut tebal untuk menutupi tubuh Shanti yang masih basah kuyup. Ia pun melihat di ujung spring bed dan menyelimuti seluruh tubuh kakak iparnya tersebut.
"Mbak Shanti harus mengganti pakaian, Biar Mbak tidak kedinginan terus."
Shanti hanya mengedipkan matanya perlahan seolah tak mampu lagi bangkit untuk mengganti pakaian seperti yang Farzan sarankan.
Melihat itu Farzan menjadi khawatir dan bangkit dari duduknya berniat mencari pertolongan kepada Bulik (Tante) yang tinggal di sebelah rumahnya. Namun berkali-kali ia menggedor-gedor pintu rumahnya tidak juga di buka.
Farzan pun kembali ke rumah Shanti dan melihat Shanti menggigil sembari meracau tak karuan. Bibirnya terlihat pucat, Sementara giginya mengatup hingga menimbulkan suaranya terdengar oleh Farzan.
"Mbak Shanti... Mbah Shanti..." Farzan duduk di samping Shanti dan menguncang kedua pundaknya.
Karena tidak mendapat respon dari Shanti, Farzan pun menarik kedua lengan Shanti hingga mereka duduk berhadapan.
"Mbak Shanti... Sadarlah Mbak..." Farzan yang tidak mendapat respon dari Shanti meskipun ia sudah menepuk-nepuk pipinya, Langsung memeluk kakak iparnya tersebut dengan harapan Shanti mendapat sedikit kehangatan dan kembali sadar. Namun hingga beberapa menit Farzan memeluknya, Shanti tidak juga merespon apa yang ia lakukan.
Farzan pun mengurai pelukannya dan menatap wajah Shanti dari jarak yang hanya menyisakan beberapa centi.
Melihat bibir Shanti yang sedikit terbuka dan putih pucat. Farzan pun mendekatkan bibirnya dan mengecup bibir kakak iparnya tersebut.
Tidak mendapat respon dari sang kakak ipar, Farzan pun melum'at bibir Shanti hingga membuat tubuh Shanti bereaksi meskipun kedua matanya masih terpejam.
"Mbak... Eummmhhh..." Farzan yang sudah terbawa suasana, Semakin melum'atnya dengan penuh gair'ah hingga tubuh Shanti terdorong dan kembali terbaring di tempat tidur.
Bersambung...
📌 Hai Hai Hai.... Jumpa lagi dengan Novel terbaru Author.
Buat yang suka konflik rumah tangga silahkan klik favorit, Dan jika tidak suka silahkan di skip, Kalau rame langsung Up lagi 😄
Farzan terus melum'at bibir Shanti dan mulai menggerayangi tubuhnya. Rasa dingin yang semula ia rasakan berubah menjadi panas meskipun baju mereka masih basah menempel di tubuhnya.
Tangan Farzan yang terus menjamah setiap jengkal tubuh Shanti, Membuat tubuh Shanti kembali bereaksi, Tubuhnya mulai menggeliat, Bahkan desah'an lirih, Samar-samar dapat Farzan dengar.
"Aaahhh..." des'ah Shanti dengan mata yang masih terpejam.
Entah sadar atau tidak, Shanti terlihat begitu menikmati sentuhan sang adik ipar.
Farzan yang melihat itu semakin berani menurunkan sapuan bibirnya ke leher Shanti dengan tangan yang terus aktif membuka satu persatu kancing baju yang Shanti kenakan.
Melihat dua bukit yang masih dalam penyangganya Farzan membuka penyangga itu dan mere'mas salah satu bukit itu, sementara yang satunya ia lahap bagaikan bayi yang kelaparan.
"Ssshhhhh Akhhhhh...." Shanti semakin meliak liukan tubuhnya sembari mere'mas rambut Farzan dengan kedua tangannya.
Farzan yang merasa mendapat balasan yang sama atas apa yang ia lakukan, Semakin menurunkan kecupannya hingga berhenti di bagian inti nya.
Farzan pun berdiri dengan kedua lututnya untuk melucuti pakaiannya sendiri kemudian kembali menghangatkan tubuh sang kakak ipar yang masih terus memejamkan matanya.
Tanpa bicara satu katapun, Farzan melakukan penyatuan mereka hingga membuat Shanti memekik lirih dan membuka kedua matanya seolah baru tersadar dengan apa yang tengah terjadi.
"Farzan!" Shanti membulatkan kedua matanya melihat sang adik ipar yang mulai menaik turunkan pinggulnya.
"Mbak Shanti!" Farzan pun cukup terkejut melihat Shanti yang sudah tersadar sepenuhnya. Namun karena merasa sudah kepalang tanggung, Farzan terus melanjutkan hentaknya seraya meminta maaf kepada istri dari Kakak nya itu.
"Maafkan Aku Mbak..." ucap Farzan dengan nafas yang semakin memburu.
"Farzan... Akhhhhh... Lep... Asss... Akhhhhh..." bibir Shanti mencoba menolak apa yang adik iparnya lakukan. Namun tubuhnya meresponnya lain. Tubuhnya tidak dapat memungkiri jika permainan Farzan begitu nikmat ia rasakan. Lebih nikmat dari yang pernah ia rasakan bersama sang suami meskipun pernikahan mereka hampir sepuluh tahun berjalan.
Tidak cukup dengan satu posisi, Farzan melakukan berbagai macam gaya hingga membuat Shanti terus mengerang nikmat dan melupakan statusnya sebagai wanita yang sudah bersuami.
Hingga pagi menjelang akhirnya keduanya tumbang dengan tubuh saling berpelukan merasakan kehangatan tubuh satu sama lain.
•••
Shanti terlahir dari keluarga sederhana yang memiliki suami dari keluarga yang jauh dari kata mampu. Jangankan memiliki harta benda yang mewah, Sekedar perabot rumah seperti lemari, sofa barang elektronik dan berbagai macam kelengkapan rumah, Tidak satupun ia miliki, Bahkan tempat tidur satu-satunya yang menjadi tempat istirahat mereka, Hanya bekas dari seseorang yang sudah tak terpakai.
Bukan itu saja, Selain tidak mencukupi kebutuhan keluarga, Farhan juga tidak mampu memberikan nafkah batin kepada Shanti karena kesibukannya yang selalu kerja di luar kota. Dan saat di rumah pun ia masih tidak mampu memberikannya dengan alasan lelah dan berbagai macam alasan yang lainnya.
Sebagai seorang istri Shanti bukan hanya merasa kesepian akan kasih sayang dari seorang suami, Tapi ia juga harus berpikir keras bagaimana cara agar memiliki penghasilan sendiri hingga siang malam ia bekerja sebagai penjahit di konveksi dekat rumahnya. Suaminya yang hanya memiliki gaji tak seberapa tidak pernah mau tau meskipun uang yang ia berikan kepada istrinya telah habis dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Namun meskipun lahir dan batinnya tidak terpenuhi, Shanti masih terus bersabar dan bertahan mendampingi sang suami.
Hingga peristiwa malam itu terjadi, Shanti masih merasa sangat berdosa dan bersalah kepada sang suami hingga ia tak mau lagi berbicara dengan Farzan Meskipun sebenarnya ia begitu membutuhkan bantuannya.
"Mbak... Berhenti...!" ucap Farzan menghentikan Shanti yang baru mengantar Fakhri ke sekolah dengan berjalan kaki.
"Sampai kapan Mbak Shanti tidak mau bicara dengan ku? Ini sudah hampir tiga minggu Mbak!"
Shanti hanya menarik nafas dalam-dalam mengingat dosa satu malam itu.
"Mbak..."
Tanpa mengatakan apapun, Shanti tak mempedulikan pertanyaan Farzan dan kembali melangkah meninggalkan adik iparnya itu.
Farzan bukanya tidak merasa bersalah kepada kakaknya. Namun perasaannya kepada Shanti sejak malam itu tak dapat ia kendalikan hingga ia terus berusaha memperbaiki hubungannya dengan Shanti yang kini seperti orang asing.
Bersambung...
📌 Buat yang nungguin "Menikahi Ayah Pelakor" di Up ntar malam yah, Insya Allah kalau gak ada halangan dan rintangan 🤣🤣🤣
Farzan kembali kerumah dan membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya melayang jauh mengingat malam itu dimana pagi harinya Shanti yang terbangun karena suara Fakhri yang memanggil-mangil Mama nya.
Santi yang sayup-sayup mendengar suara Fakhri,
Perlahan membuka mata dan terkejut melihat dirinya yang masih memeluk tubuh Shanti.
Seolah baru tersadar dari mimpinya, Shanti langsung terlonjak dan meneriakkan namanya.
"Farzan!" Shanti langsung menghempaskan tangan Farzan.
"Mb-mbak..."
"Mama... Mama...."
"Fakhri...?" Shanti semakin merasa panik mendengar suara putranya yang kembali memanggilnya.
"Mbak..." ucap Farzan bingung.
"Pergi dari sini Farzan!"
"Tapi Mbak..."
"Aku bilang pergi!"
"Tapi nanti kita harus bicara Mbak."
Tidak menjawab permintaan Farzan, Shanti mendorong tubuh Farzan turun dari tempat tidurnya.
Seketika Shanti merasa malu dan memalingkan wajahnya melihat Farzan yang tidak mengenakkan sehelai benangpun.
Dengan memunguti satu persatu pakaiannya yang masih cukup basah, Farzan kembali memakainya dan meninggalkan kamar Shanti.
"Farzan..."
Farzan kembali menoleh ke belakang melihat Shanti yang masih duduk di atas tempat tidur.
"Keluarlah dari pintu samping, Aku tidak ingin siapa pun melihat mu sepagi ini di rumah ku."
Farzan hanya mengangguk dan keluar dari pintu samping sesuai permintaan kakak iparnya.
•••
Sejak itu Shanti terus menghindar darinya.
Bahkan rutinitas seperti mengantar Fakhri ke sekolah tak lagi di lakukan karena Shanti tidak lagi mengizinkannya.
Demikian pula dengan Shanti. Ia yang biasanya selalu minta di antar kemanapun ia pergi, Memilih jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan umum untuk melakukan aktivitas nya di luar rumah.
Farzan tersentak dari lamunannya mendengar dering ponselnya.
Dengan malas, Farzan meraih benda pipih itu dan melihat nama Farhan tertulis di layar ponselnya.
"Mas Farhan!" Farzan yang baru pertama kali menerima panggilan dari Farhan sejak peristiwa malam itu, Menjadi begitu gugup untuk menjawab panggilan telepon dari sang Kakak. Namun Farhan yang terus menghubunginya tanpa henti, Akhirnya membuat Farzan terpaksa mengangkat telponnya.
"H-hallo..."
"Farzan... Lagi ngapain sih, Kenapa lama sekali?"
"M-maaf Mas, Tadi sedang di luar," ucap Farzan beralasan.
"Baiklah... Sekarang berikan telponnya pada Shanti, Kenapa sejak tadi dia sulit sekali di hubungi?"
"M-mungkin Mbak Shanti repot Mas, Setelah mengantar Fakhri dia kan langsung bekerja, Belum lagi mengerjakan pekerjaan rumah."
"Memangnya bukan kamu yang mengantar Fakhri?"
"E-Mm... Tadi... Aku kesiangan Mas." Farzan kembali beralasan.
"Ya sudah, Kalau dia pulang, Suruh menghubungi ku."
"Baik Mas."
Setelah telpon berakhir, Farzan yang tidak berniat berangkat kerja kembali tidur. Hingga waktu terus berjalan dan sudah menunjukkan pukul 12.05 wib, Farzan terbangun dan bergegas pergi ke rumah Shanti. Namun rumah Shanti masih nampak sepi seperti tak berpenghuni.
"Apa Mbak Shanti kembali membawa Fakhri ke konveksi?" batin Farzan yang kemudian mengambil motor dan menyusul mereka.
Baru separuh perjalanan, Farzan melihat Shanti dan Fakhri yang tengah pulang berjalan kaki.
Fakhri yang melihat Farzan menghentikan motornya langsung berlari menghampirinya.
"Om... Farzaaan...."
"Fakhriii..." triak Shanti. Namun teriakan Shanti tak di dengar oleh Fakhri yang terus berlari kepada Farzan.
"Hai Sayang..." seperti seorang Ayah, Farzan membopong dan menci'umi bocah berusia enam tahun itu.
"Kenapa setelah pulang sekolah tidak pulang ke rumah?"
"Kata Mama suruh ikut Mama kerja karena Mbah Uti sedang ke sawah."
"Kan ada Om."
"Kami tidak ingin menganggu mu, Ayo Sayang kita pulang." Shanti memegang tangan Fakhri agar Farzan menurunkan keponakannya itu.
"Biarkan Fakhri ikut dengan ku Mbak, Cuaca panas sekali, Kasian Fakhri."
"Baiklah, Kalian berdua pergi saja, Biar Aku jalan kaki." tanpa menunggu jawaban dari Farzan, Shanti melangkah meninggalkan mereka.
Farzan hanya bisa diam dan membiarkan kakak iparnya itu pergi karena tidak ingin permasalahan mereka di ketahui oleh Fakhri yang masih cukup terlalu kecil untuk mengetahui semuanya.
Bersambung...
📌 Kalau rame ntar Up lagi 😂
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!