Pagi yang indah Meri bangun dari tempat tidur. Seperti biasanya Meri bangun lebih dulu untuk menyiapkan makan pagi untuk keluarganya. Karena itu adalah rutinitas Meri untuk menyiapkan sarapan pagi.
Meri yang sudah selesai menyiapkan makanan dan hendak untuk berangkat sekolah. “kamu mau kemana,”ucap Bela adiknya.
“Aku ada piket pagi ini dan aku harus pergi berangkat lebih awal,”ucap Meri yang ingin segera pergi dari rumah.”Kamu sebaiknya sarapan lebih dulu,”ucap ayahnya yang bernama Bram. “Terima kasih yah, tapi aku buru-buru,”kata Meri yang segera membuka pintu dan pergi dari rumah.
“Anak yang tidak tahu di untung suruh makan pagi bersama tidak mau,”ucap Bela.”Lihat itu yah, dia anak yang selalu ayah Banggakan sampai sekarang,”kata Bela yang tidak suka dengan Meri.
Meri yang merupakan anak angkat dari keluarga Sari karena suatu hal Meri diadobsi.”Cukup,”ucap Bram.
“Sudah kenapa masih bahas, kita makan saja dulu,”ucap ibu Bela yang bernama Intan. “Iya Bu,”ucap Bela dengan patuh.
Mereka bertiga yang menikmati makan pagi bersama seperti keluarga. Meri yang tidak sengaja melihat mereka merasa terkucilkan. Karena dari kebaikan keluarga anggatnya yang dulu dan sekarang berbeda setelah Bela lahir.
“Ini bukan keluargaku, tapi ini keluarga Bela,”ucap Meri yang berjalan menuju keluar taman setelah melihat pemandangan yang membuat Meri merasa sakit. Di perjalanan menuju sekolah Meri selalu mampir membeli makanan untuk mengisi perutnya. Hingga dia berpapasan dengan seorang preman yang ada di dekat wilayah dilalui Meri.
Tapi Meri yang sudah terbiasa dengan kondisi yang dia lalunya hanya santai saja saat berpapasan dengan mereka. Perjalanan menuju sekolah Meri selalu berjalan kaki, berbeda dengan adiknya yang selalu diantar oleh sopir. Tapi Meri yang sudah terbiasa hanya menikmati perjalanan hidupnya, hingga dia melihat sesuatu dari jauh.
“Apa yang terjadi di sana?,”ucap Meri yang melihat dari jauh.”Hampiri tidak ya tapi aku harus pergi,”ucap Meri yang ragu ingin melihat apa yang terjadi di depan dia. Meri yang melihat jam tangannya sudah waktunya dia harus sampai di sekolahan karena dia ada piket.
Kebetulan bus yang selalu aku naikki sudah datang, Meri bergegas masuk ke dalam bus dan tidak bisa melihat apa yang terjadi. ”Mungkin tidak terlalu penting,”ucap Meri yang mencari tempat duduk. Setelah melihat disekelilingnya dia menemukan bangku yang kosong dan dia duduk sampai dia sampa di tempat tujuan.
Tiga puluh menit telah berlalu Meri yang sudah sampai di depan gerbang sekolah dia masuk menuju ke ruang kelas. Perjalanan menuju ruang kelas yang masih sepi karena belum ada siswa yang datang. Tapi waktu itu Meri tidak sengaja melihat walinya bersama dengan ketua OSIS di dalam ruangan. Meri yang tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu, hanya langsung menuju ruang kelas yang kosong.
Meri membuka loker penyimpanan perlengkapan kebersihan. Meri membuka lokernya dan mengambil sapu dan serok genggam. Meri mulau membersihkan ruangan. Selesai membersihkan kelas dia membuang sampah yang ada di tempat sampah yang sudah menumpuk.
Meri yang berjalan menuju lorong yang ada di belakang dimana bak pembuangan sampah berada. Tapi tidak tahu kenapa Meri yang merasakan kalau dirinya akan mendapatkan masalah bertemu dengan Tera.
“Kamu mau kemana anak sampah,”ucap Tera. Meri melihat ke depan dan melihat Tera yang sudah ada di depannya. Meri hanya diam saja karena dia tidak ingin mencari masalah dengan Tera teman Bela.
“Kenapa kamu diam saja,”ucap Tera sambil menarik rambut Meri ke belakang. Meri yang kesakitan memegang tangan Tera untuk dilepaskan.”Aku hanya ingin membuat sampah saja, tolong lepaskan rambutku Tera,”kata Meri yang menahan sakit karena jambakan Tera.
“Ohhh... pantas saja bau sampah di tubuh kamu,”kata Tera yang melepaskannya dan langsung mendorong Meri sampai jatuh dan bak sampai yang dia bawa jatuh berserakan.
“Pungut itu anak sampah,”kata Tera yang berjalan menjauh. Meri yang mencoba berdiri membersihkan tubuhnya dan merapikan rambutnya. Selesai merapikan diri dia memungut sampah yang berserakan.
“Kamu tidak apa-apa,”ucap Tea yang baru saja berangkat. “Tea,”ucap Meri yang melihat ke depan dia.”Aku bantu kamu membersihkannya,”kata Tea.
Tea yang merupakan sahabat Meri dengan latar belakang keluarga yang biasa tapi kedua orang tuanya sangat menyayangi Tea. Tea yang memiliki dua adik yang masih sekolah dan ayah dan ibunya yang berkerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Kenapa sampah bisa berserakan, apa kamu diganggu lagi ya,”kata Tea yang selalu perhatian kepada Meri.
“Tidak kok,”ucap Meri yang tidak ingin temannya juga diganggu karena Meri.
“Sudahlah,”ucap Tea yang melihat wajah Meri yang tidak ingin berkata. Selesai memungut sampau Tea dan Meri membuang sampahnya dan berjalan bersama menuju ruang kelas. Sampai di ruang kelas Bela yang sudah masuk langsung berkata,”Hai anak sampah. Apa kamu sudah mengerjakan tugasku.”
Meri yang meletakan bak sampahnya berjalan menuju tempat dia duduk dan mengambil hasil kerja tugas yang diberikan oleh Bela dan kawannya.”Ini dia sudah aku selesaikan,”kata Meri yang lemas.
“Bagus, awas saja jika guru tahu kamu yang mengerjakan tugasku kamu tahukan. Di rumah,”kata Bela dengan sombong.
Meri hanya menundukkan kepalanya dan langsung duduk di kursi kerena bel sudah berbunyi. “Kenapa kamu selalu membantu dia dan tidak kamu lawan,”ucap Tea yang duduk disampingnya.
“Mau lawan bagaimana, bukannya kamu tahu jika aku melawan aku tidur di gudang,”kata Meri yang sudah terbiasa dengan kata kasar yang diberikan oleh Bela dan kawannya.
“Aku juga tidak bisa membantu, maaf ya,”kata Tea yang merasa menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa. Meri yang melihat temannya frustasi karena dia, menepuk punggung Tea dan berkata,”Santai saja, kamukan bisa menjadi teman baikku.”
Meri yang tersenyum dihadapan Tea. Suasana kembali tenang sampai guru datang dan pelajaran dimulai. Pelajaran yang sudah berganti guru dua kali dan waktunya jam istirahat, belum sempat Meri meletakkan bukunya di laci Bela dan kawannya datang.
“Hai anak sampah, ini catatan kamu beli di kantin,”ucap Rika sambil menepuk meja dengan keras. Tea yang melihat berkata,”Kamukan memiliki kaki kenapa tidak beli sendiri, kenapa masih mengganggu Meri.”
“Apa kamu mencoba membela Meri, Tea. Kamu tidak takut jika aku mengeluarkan kamu dari sekolahan,”kata Bela dari dekatnya. Tea kemudian terdiam karena dia tidak berani melawan Bela yang memilki pengaruh di sekolahan karena orang tuanya. Untuk memecahkan suasana Meri berkata,”Mana biar aku belikan, tapi Bela kamu jangan mengganggu Tea lagi.”
“Ok tapi segera jangan pakai lama kamu membelinya,”kata Bela. Meri mengambil secarik catatan yang diberikan kepada Rika dan berjalan keluar bersama dengan Tea.
“Kamu tidak apa-apa,”ucap Meri.”Maaf ya aku tidak bisa membantu kamu. Bela kan adik kamu tapi kenapa dia selalu menyuruh kamu ya,”kata Tea yang bingung.
“Jika kamu ingin tahu aku bisa mengatakannya kepada kamu setelah kita membeli ini,”kata Meri sambil mengangkat kertas.
“Tapi dari mana kamu mendapatkan uangnya untuk membeli ini semua,”ucap Tea sambil menatap Meri.”Aku pakai uang sakuku yang aku simpan, kamu tidak usah khawatir,”kata Meri.
Selesai membeli makanan untuk Bela, Meri pergi ke ruang kelas bersama dengan Tea. Di dalam ruang kelas yang sudah di tunggu oleh Bela dan kawannya yang menuggu pesanan.
“Kenapa kamu lama sekali,”ucap Rika yang menghampirinya dan merebut barang bawaan Meri
Meri hanya terdiam setelah barang yang dibeli sudah diambil. Setelah itu Meri berjalan keluar sampai Bela menarik rambutnya.”Kamu mau kemana?,”ucap Bela.
“Aku ingin ke perpus Bela, bisakah kamu lepaskan tangan kamu. Rambut aku sakit jika kamu terus menariknya,”kata Meri yang berkata jujur.
“Kamu mau membantah ucapanku,”kata Bela yang semakin keras tarikannya.
“Maaf hanya saja aku ada janji dengan teman grup membaca di perpus. Bela aku mohon lepaskan rambutku,”kata Meri yang mencoba menahan rasa sakitnya sampai ketua osis datang berkeliling.
“Apa yang kalian lakukan?,”ucap ketua osis. Tapi sebelum dia datang melihat Meri di buli. Bela sudah mendorong dia ke lantai. Meri yang menahan rasa sakit karena dorongan Bela yang sangat kencang. Sampai Tea membantu dia berdiri.
“Tidak ada ketua,”ucap Bela yang lemah lembut.”Tadi aku melihat Meri jatuh dan ingin membantunya saja, tapi sudah di tolong oleh Tea,”kata Bela yang berbohong.
“Jangan buat keributan di dalam sekolah. Kalian mengertikan,”ucap ketua osis.
Meri dan Tea yang berjalan menjauh membawa Meri ke ruang kesehatan. Di perjalanan menuju ruang kesehatan Tea berbincang dengan Meri.”Apa kamu serius tidak apa-apa?,”kata Tea.
Meri yang tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa hanya berkata,”Aku tidak apa-apa. Kamu tidak usah khawatir.”
“Baiklah,”ucap Tea. Mereka berdua yang sudah sampai di depan ruang kesehatan yang di jaga oleh pak Erik. “Kenapa dengan kalian berdua,”ucap pak Erik yang sedang berjaga di ruang kesehatan.
“Ini pak tadi Meri jatuh karena di dorong oleh Bela dan lututnya berdarah,”kata Tea yang membantu Meri menuju tempat duduk di dekat pak Erik.
“Sekarang apa lagi masalahnya sampai kamu di dorong,”ucap pak Erik.
“Biasa pak,”ucap Tea.
“Kenapa kamu tidak melaporkan saja Bela ke ruang konsultasi agar diberi hukuman,”usul pak Erik.
“Itu tidak mungkin pak,”kata Meri.”Kenapa, tidak mungkin,”kata pak Erik.
“Jika anda ingin saya di keluarkan dari sekolahan,”ucap Meri dengan santai.
Pak Erik yang tahu kalau hubungan Meri dengan kedua orang tua angkatnya tidak akur setelah kelahiran Bela yang menjadi anak kandung mereka. Selesai membersihkan luka yang ada di dalam lutut Meri. Tea ijin pergi keluar dan meninggalkan Meri bersama dengan pak Erik.
Tapi sebelum Tea keluar Meri memanggilnya untuk meminta tolong. “Tea aku bisa minta tolong, sampaikan kepada teman grup membaca kalau aku tidak bisa hadir di pertemuan,”kata Meri.
“Tenang saja aku akan sampaikan,”kata Tea yang keluar dari ruangan.
Di dalam ruangan yang hanya ada Meri dan pak Erik.”Apa kamu baik saja,”ucap Erik dengan santai setelah Tea keluar.
“Aku baik saja, tapi bagaimana perkembangan hasil penelitian yang sudah di rencanakan,”ucap Meri yang mengubah sikapnya setelah Tea pergi.
“Untuk sekarang sedang dalam tahap kedua, tapi kamu tidak ingin pergi ke pelelangan,”akat Erik.
“Pelelangan,”ucap Meri sambil berpikir. “Iya,”kata Erik yang memberikan tiket masuk.
“Tidak untuk sekarang, karena masih ada hal lain yang harus aku kerjakan,”kata Meri.
“Pertemuan kedua organisasi,”ucap Erik. “Itu benar pertemuan akan diadakan tiga hari lagi di tempat biasa. Jujurnya aku males jika dia tidak hadir,”kata Meri.
“Seperti biasa kamu masih males. Saat aku bertemu dengan kamu sikap kamu tegas tapi lama kelamaan kamu agak menyebalkan ya,”ucap Erik.
“Menyebalkan.. bukan itu kamu,”kata Meri.
“Jika kamu sudah selesai dengan luka di lutut berikan aku barang yang aku minta,”kata Meri dengan tajam. Erik memberikan barang yang di minta oleh Meri dan beberapa buku yang dia cari.
“Tidak aku sangka kamu bisa menemukan buku yang berjudul Hidup dan Matinya Dirinya,”kata Meri yang terlihat senang dengan barang yang diberikan oleh Erik.
“Karena kamu mendesak, makanya aku bisa menemukannya. Tapi kenapa kamu menyukai buku ini,”kata Erik.
“Tidak aku hanya suka mengoleksi buku kuno saja karena menarik dan bisa menjadikan referensi cerita novel yang aku buat,”kata Meri.
Sampai bel berbunyi mereka berdua saling berbincang.”Kamu ingin masuk kelas atau minta ijin,”kata Erik.
“Aku akan masuk kelas karena hari ini ada kelas ujian dari pak jarwo,”kata Meri.
Meri berjalan perlahan menuju pintu sampai Tea yang hendak membuka pintu bertatap langsung dengan Meri.”Kamu mau kemana?,”ucap Tea yang melihat Meri berjalan menuju pintu keluar.
“Ke kelas, hari inikan ada ujian dari pak jarwo,”kata Meri.
“Tapi kamukan masih terluka,”kata Tea yang masih khawatir dengan Meri. Meri hanya tersenyum dan berjalan melewatinya sambil berkata,”Aku tidak apa-apa hanya luka kecil saja kok.”
“Apa kamu serius tidak apa-apa,”kata Tea. Meri hanya berjalan saja sampai Tea tidak bisa berkata apa-apa. Mereka berjalan menuju ruang kelas bersama, sampai di depan pintu kelas mereka melihat Bela dan kawan yang lain sedang berbincang riang.
Meri dan Tea duduk setelah sampai di kelas menuggu pak jarwo datang. Satu menit telah berlalu pak jarwo datang sambil berkata,”Persiapkan kertas karena hari ini kalian akan aku beri soal, untuk kalian kerjakan.”
Semua siswa seperti bisanya mengeluh dengan ujian dadakan. Sampai lembaran soal datang kemeja semuanya. Meri yang melihat soal mengerjakan dengan santai. Tapi di tengah mengerjakan bel alarm berbunyi semua siswa bingung apa yang terjadi karena belum waktunya bel berbunyi. Pak jarwo yang tahu bel alarm berbunyi tanda bahaya. Menyuruh siswa yang ada dikelas untuk tenang sampai ada pemberitahuan yang pasti tentang apa yang terjadi.
Tidak lama kemudian pemberitahuan di sampaikan lewat pengeras suara yang dipasang di setiap ruangan.”Di beritahukan kepada seluruh siswa untuk kembali ke rumah masing-masing. Karena kondisi sekolah saat ini tidak memungkinkan untuk melanjutkan proses pembelajaran,”ucap salah satu petugas penyiar.
Semua siswa yang bingung bertanya kepada pak jarwo,”Pak ada apa kenapa pulang lebih awal.”
“Bukannya kalian senang kita pulang lebih awal,”ucap siswa yang lain karena tidak perduli dengan apa yang terjadi.
“Bapak, tidak tahu tapi semua siswa harus pulang sekarang dan lembar jawaban kalian segera di kumpulkan. Ujian hari ini akan dibatalkan sampai minggu depan,”kata pak jarwo. Semua siswa senang karena tidak jadi ujian.
“Pak kenapa lembaran jawaban harus di kumpulkan jika tidak jadi ujian hari ini,”kata siswa yang lain.
“Kumpulkan saja,”kata Pak Jarwo. Siswa yang lain hanya menuruti perkataan pak Jarwo mengumpulkan lembar jawaban setelah itu mereka keluar satu persatu.
Tea dan Mari yang masih mengemas barang bawaannya. Sampai Tea berkata,”Kamu mau kemana setelah ini?.”
“Aku akan pergi ke toko buku lalu ke perpustakaan kota. Apa kamu mau ikut?,”ucap Meri. Tea melihat ke arah jam tangan dan lalu berkata,”Maaf Meri aku kayaknya tidak bisa ikut ada jadwal part time. Sebenarnya aku ingin ikut kamu, tapi aku hanya bisa hari sabtu dan minggu.”
“Tidak masalah, jika seperi itu hari sabtu dan minggu kita bertemu dan belajar bersama bagaimana untuk kenaikan kelas. Bukannya sebentar lagi ujian kenaikan kelas,”kata Meri.
Tea langsung senang mendengar ucapan Meri dan mereka keluar bersama sampai mereka melihat mobil ambulan terparkir di halaman sekolah. Mereka berdua hanya menatap satu sama lain sampai Tea berkata lebih dahulu,”Apa yang terjadi?.”
“Aku tidak tahu,”kata Meri yang juga penasaran.
Setelah keluar dari gerbang mereka berdua berpisah ke arah yang berbeda. Meri yang terhenti di belakang gang sekolah mencari tahu apa yang sedang terjadi di sekolah karena dia melihat ambulan. Meri yang melompat dari dinding sekolah dan menuju tempat dimana semua orang perkumpulan. Di tempat yang tidak terlihat dia mendengarkan pembicaraan dokter bersama dengan guru yang lain. Kalau ada siswa yang bunuh diri di gudang penyimpanan barang bekas.
Meri yang melihat siapa yang bunuh diri terkejut dengan wajah yang dia lihat di pagi hari saat dia datang lebih awal.”Bukankah dia adalah wakil osis,”ucap Meri.
‘Itu benar,”kata Jesi. Meri yang tahu kalau Jesi dan John anak kelas sebelah datang karena ingin mencari tahu informasi.
“Kita bertemu lagi Meri,”kata John. Meri hanya tersenyum dan menatap mereka.”Sejak kapan kalian di sini,”kata Meri.
“Bisa dibilang sebelum kamu datang kami sudah ada,”kata Jesi.
“Jadi kalian tahu apa yang terjadi sebenarnya di sana,”kata Meri yang melihat ke arah kerumunan.
“Bukan kamu sudah tahu,”ucap John. “Tahu dari mana,”kata Mari.
“Mereka menemukan jasad wakil ketua OSIS di gudang penyimpanan. Mereka menebak kalau wakil ketua bunuh diri, tapi kami melihat itu bukan bunuh diri melainkan di bunuh oleh seorang. Apa lagi melihat kekasih wakil yang itu wali kelas kamu,”kata John.
“Tunggu wali kelasku dan wakil ketua OSIS sedang menjalin hubungan,”kata Meri yang tidak tahu.
“Kamu baru tahu,”ucap Jesi.
“Iyalah kamu kira aku tahu semuanya,”kata Meri. “Apa yang dia katakan benar juga apalagi dia selalu di buli oleh adiknya sendiri,”kata John.
“Sebenarnya dari pada yang ada didepan aku lebih penasaran siapa kamu Meri. Sikap kamu saat di kelas dan sikap kamu saat tidak ada orang sangat berbeda,”kata Jesi.
“Kamu ingin tahu, jika sudah waktunya,”kata Meri yang masih menatap ke arah kerumunan. Saat mereka bertiga sedang mengamati mereka ketahui oleh Pak Erik yang sedang berjalan keluar ke kerumunan.
“Apa yang kalian dilakukan di atas sana?,”kata Erik. Mereka bertiga yang sudah ketahuan hanya bisa turun dari atas tembok. “Pak Erik apa yang kamu lakukan di sana,”ucap Bu Tira.
“Meri, Jesi John apa yang kalian lakukan di sini,”ucap bu Tira. “Hai bu,”ucap mereka bertiga karena ketahuan melihat.
Semua guru dan kepala sekolah yang ada di tempat melihat mereka berdua. “Bukan harusnya kalian bertiga sudah pulang kenapa kalian masih di sekolahan,”kata kepala sekolah.
“Apa kalian tidak mendengarkan pemberitahuan sekolah,”ucap kepala sekolah.
“Itu pak, bukan saya ingin menyelinap hanya saja buku saya ketinggalan di kelas. Saya mau mengambilnya,”kata Meri yang berbohong.
“Dan kalian berdua,”ucap bu Tira. “Kami sedang ingin pulang bu tapi kebetulan melihat Meri jadi ingin bareng pulangnya,”kata John. Meri yang menatap kearah mereka berdua. Tapi respon yang diberikan oleh mereka berdua hanya santai.
“Sejauh mana kalian mengetahui pembicaraannya,”kata kelapa sekolah. “Maksud bapak apa, saya tidak mengerti,”ucap Meri.
“Betul pak, saya juga tidak tahu maksud dari pembicaraan apa?,”ucap Jesi.
“Kalian tidak mendengarkan percakapan kami semua di dalam,”kata Bu tira.
“Tidak bu, Tapi apa ada sesuatu di dalam,”ucap Jesi yang mencoba melihat dari jauh.
“Tidak ada, jika seperti itu kalian segeralah pulang,”kata kepala sekolah.”Tapi jangan beritahu teman kalian yang lain soal apa yang terjadi,”kata kepala sekolah lagi.
Meri dan kedua temannya hanya menganggukkan kepalanya dan segera pergi ke meninggalkan sekolah. Meri yang pergi ke toko buku seperti rencana awal. “Kenapa kalian berdua mengikutiku, apa kalian tidak ada kerjaan lain,”ucap Meri yang merasa terganggu dengan mereka berdua yang mengikutiku.
“Kenapa kamikan ingin melihat kamu,”ucap Jesi.”Selain Tea apa kamu memiliki teman lain Meri,”kata John.
“Untuk apa kamu ingin tahu,”kata Meri.
Meri yang merasa tidak nyaman hanya bisa berlaku biasa sampai di toko buku langganannya. “Hai Meri, tumben kamu datang bersama dengan kedua teman kamu,”ucap penjaga toko.
“Iya mereka mengikutiku,”kata Meri.
“Apa buku yang aku pesan sudah datang,”kata Meri. “Tentu saja dia ada di tempat biasanya,”kata penjaga toko.
“Buku apa yang kamu beli,”kata Jesi.
“Kalian tetap disini aku akan mengambil buku pesanan dulu,”ucap Meri yang berjalan ke arah pintu yang ada disebelah. Jesi dan John tidak mengikuti Meri setelah dia masuk ke dalam ruangan. Meri yang masuk ke dalam ruangan membuka pintu rahasia yang dimana dia selalu bisa mendapatkan informasi yang dia inginkan.
“Kamu datang,”ucap Jeksen. “Iya bagaimana apa terjadi sesuatu di markas,”ucap Meri yang duduk di tempat biasanya menulis.
“Untuk sekarang tidak ada pergerakan, hanya saja kapan bab novel kamu akan selesai. Para membaca sudah menuggu tulisan kelanjutannya,”kata Jeksen.
“Sabarlah tinggal beberapa bab lagi kamu bisa mengajukan kontrak,”kata Meri yang memulai menulis novelnya.
Jesi dan John yang menuggu Meri sambil melihat rak buku, hingga mereka berdua bertemu dengan preman yang selalu memalak mereka. “Tidak aku sangka kalian ada di tempat ini,”ucap preman sambil merangkul Jesi. Jesi yang tidak suka melepaskan rangkulan dan berlindung di balik tubuh John.
“Untuk apa kamu datang ke sini,”ucap John. “Untuk apa?,”kata preman.
“Bukan kalian tahu hari ini adalah jadwal kalian setor, bukan,”ucap Preman.
“Tidak bisakah menuggu dua hari lagi, kami akan bayar setorannya,”ucap John. “Dua hari...dua hari apa kalian mau aku pukul,”ucap Preman.
Meri yang masih di dalam ruangan telah selesai menulis novelnya dan dia berikan kepada Jaksen.”Ini sudah aku selesaikan novelnya. Untuk yang baru tunggu nanti dan perkembangan tentara elang bagaimana mereka,”kata Meri.
“Masih belum ada kabar sampai sekarang,”ucap Jaksen. Meri yang khawatir dengan rekan perjuangannya hanya bisa menuggu sampai dia liburan sekolah.
“Bukan kamu sebentar lagi akan ada liburan kenaikan kelas,”ucap Jaksen.
“Itu benar makanya aku ingin kamu persiapkan barang ini. Jika tentara elang belum kembali, aku memiliki firasat buruk tentang mereka,”ucap Meri yang berjalan keluar dari ruangan.
“Baiklah apa kamu tidak ingin mengambil bayaran kamu,”ucap Jaksen yang mengingatkan. Meri kembali berjalan ke arah Jaksen dan mengambil amplop coklat yang ada di dekat Jaksen.’Terima kasih sudah mengingatkan,”kata Meri yang keluar.
Meri yang menuju pintu mendengar Jesi dan John berbicara dengan seorang. “Siapa dia?,”kata Meri dari jauh. Sampai penjaga toko menghampirinya,”Kurasa teman kamu punya masalah dengan para preman Meri.”
“Apa itu sudah lama terjadi,”kata Meri.
“Itu terjadi saat kamu masuk ke dalam ruangan,”kata penjaga toko. Meri langsung menghampiri mereka berdua yang sedang bersama dengan para preman.”Apa yang kalian lakukan di sini,”ucap Meri dengan santai.
“Untuk apa kamu ingin tahu, sebaiknya kamu segera pergi jika kamu tidak ingin kami pukuli,”kata Preman.
“Pukul seperti apa yang kamu maksud. Kalian hanya preman yang suka memalak orang lain. Bukankah kalian sampah yang tidak berguna,”ucap Meri sambil tersenyum dingin.
“Apa kamu mengajak kami berantem anak culun,”ucap preman.
“Memangnya ada masalah dengan anak culun yang kamu sebutkan. Pergilah kalian, jika masih kurang kita bisa bermain di belakang toko, jika kamu tidak keberatan,”ucap Meri yang mendekat di wajah mereka dengan dingin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!