.
.
.
Pagi yang dingin, terdengar hembusan angin menggoyangkan daun pohon kelapa di sekeliling rumah. Beberapa tupai sudah mencari makanannya lompat dari satu pohon ke pohon lainnya.
Ding dong Ding dong
Alarm berbunyi, terbangun dari tidurnya. Menghela nafas, dan membuka mata. Wanita yang bernama Laira itu meraba ponselnya, dengan mata setengah tertutup dilihatnya jam tepat pukul 06:00. Dari sudut gorden jendela nampak mentari sudah mulai meninggi.
"Oke berawal lagi," ucapnya beranjak dari kasur dan di sahutnya handuk yang tergantung di belakang pintu, membuka pintu menuju kamar mandi.
Terdiam beberapa saat, menatap cermin tanpa berkata apapun, dia melepas daster santai bercorak burung flamingo dan menggantungnya.
Menghidupkan keran Deerrrdeerr air keluar mengisi bak mandi fiber yang hanya menampung 220liter.
Sekitar beberapa menit "Huuuu entah segar atau dingin, tapi bulu kuduk ini berdiri," lalu memakai baju putih dan rok abu yang ukuranya di atas lutut.
Berkulit putih, tinggi badan sekitar 162cm dan wajah berbentuk daun, dengan mata sipitnya terlihat begitu sempurna untuk seorang gadis remaja yang tinggal di perkampungan.
Kembali ke kamarnya, wanita itu duduk berdandan, meneteskan handbody ke telapak tangan lalu di gosok pelan ke bagian tangan, paha sampai kaki. Mengoleskan pelembab ke seluruh wajah, di tambah dengan bedak, menyisir alis dan memakai lipcream berwarna nude.
Sret Sret Sret memakai minyak wangi.
"Oke finish, hari ini harus lebih kuat lagi iya, kenyataan itu pahit!" ucapan untuk menguatkan diri sendiri.
Tiiittt Tiittt!! terdengar suara klakson motor yang di kendarai oleh seorang pria sedIkit berlaga seperti perempuan.
"Buruan Raaa!"
Dia Iki teman sekelas Ira. Mereka menemukan banyak kecocokan lalu saling mengenal dan membuatnya menjadi teman dekat, apalagi ketika Iki tau bahwa jarak rumah Ira tidak jauh dari rumahnya.
Wanita itu berlari kecil menuju teras, nampak Iki sedang duduk di atas motor Honda beat berwarna hitam menunggunya.
"Sepagi ini? lo gak nelepon gue dulu, belum kelar nih tunggu," kembali ke kamarnya.
"Yaudah gue tunggu, jangan sengaja di perlambat iya mau santai nih di jalan," jawabnya sambil merapihkan rambutnya menatap kaca spion motor.
"Sabar sayang," membawa jaket yang tergantung lalu keluar, dia duduk di lantai dan mengenakan sepatu sport pink dengan kaus kaki putih selutut.
Merasa ada seorang yang berdiri di belakangnya sontak Ira menoleh, gadis kecil memakai seragam merah putih berdiri di ambang pintu memperhatikannya.
"Mau berangkat kak?" dia Tia, adik terakhir dari ayah tirinya.
"Iya," mengambil uang 10 Ribu dari sakunya, "Nih buat jajan"
"Makasih," gadis itu tersenyum menerimanya.
Wanita itu menghampiri Iki dan siap berangkat ke sekolah, dia menaiki motornya tanpa berpamitan, "Mah berangkat" sambil menancap gas.
**
Ira anak kedua dari lima bersaudara. Sejak lulus SMA Kakaknya pergi bekerja dan tinggal di sana. Lalu adik ke dua dan ke tiga tinggal bersama nenek dari sejak mereka kecil.
Di rumah Ira tinggal, hanya ada Ibu dan Tia. Sebenarnya bukan tak ingin sarapan atau meminta uang jajan seperti anak lainnya.
Tapi hubungan di dalam rumah tidak seperti ibu dan anak pada umumnya, mungkin merasa canggung hingga membuatnya jarang bertegur sapa apalagi saling bercerita.
Karna menurut Ira, ibu dan ayah bukan lagi peran penting di kehidupan nya. Di dalam hatinya hanya ada rasa sakit dan dendam, sedari kecil dia terbiasa di tinggalkan bekerja oleh sang ibu keluar kota, di rumah dia hanya tinggal bertiga dengan ayah dan kakak. perempuannya.
Pada umur 8 tahun orangtuanya bercerai, waktu yang tidak di inginkanpun tiba. Di tinggalkan oleh ayahnya karna seorang duda mungkin akan berkelana, dan ibunya pergi kembali ke luar kota.
Selama beberapa tahun Ira hidup bersama kakek dan nenek yang di sibukkan dengan mengurus enam cucu. Iya bagaimana tidak? semua cucu perempuan. Dua kakak dari saudari ibu, bertambah Ira, lalu kakak dan adik-adiknya tinggal dalam satu rumah.
Menurut anak-anak mungkin bahagia saja karna bisa bercanda ria, berbagi pekerjaan rumah, mandi bersama, tidur bersama, tertawa di setiap detiknya, sambil menutupi luka masing-masing yang kadang rindu akan Kehadiran orang tua. Meskipun jika di bandingkan, lebih banyak akan rasa kecewa.
Hal yang paling menyakitkan baginya bukan hanya perceraian orangtua. Tapi ketidakbertanggung jawabannya. Seingat Ira, mereka meninggalkan anak-anaknya tanpa ada penjelasan apapun. Tetapi entah jika kepada kakaknya yang saat itu dia sudah menjadi gadis remaja.
Semakin hari luka itu terlihat sangat jelas ketika satu persatu kepunyaan miliknya lenyap, pergi tinggal di rumah nenek, kemudian satu rumah yang penuh dengan kenangan kecilnya di bongkar lalu di pisahkan dari adik ke 3. Di situlah semuanya di mulai, kepedihan, kenakalan, pelajaran dan suka duka. Untuk anak kecil yang tidak tau apa-apa mungkin hal yang tak seberapa, jika sekarang dia bercerita pun hanya permasalahan biasa, tapi bagi dia yang mengalaminya, saat itu adalah waktu yang paling menyakitkan. Dimana sekarang mengingatnyapun tak berkeinginan.
***
Kiiiitttttt!! tiba di sekolah.
"Raaaa?" sapa Anggi teman sebangkunya, dia berlari kecil menghampiri.
"Aaaa sayangku," peluk Ira.
"Ayo kantin, mustahil seorang Ira sarapan di rumah," ajak Anggi merangkul pundaknya.
"Yuk lapar nih," tambah Iki.
"Simpen tas dulu ke, masuk kelas, jaket juga belum di buka. Masa iya mau makan dengan keadaan repot gini, gila lo?" ucap Ira mengehentikan langkah mereka.
"Haha iya santai aja jangan ngegas," jawab Anggi bantu mengambil tas Ira.
Mereka naik ke atas menuju kelas, saat itu ruangan kosong, mungkin masih pagi atau sebagian orang nongkrong di warung belakang sambil meroko.
Di setiap penjuru ruangan hanya ada beberapa siswa perempuan yang sedang saling berbincang, jarang para pria memenuhi lingkungan sekolah selain waktu jam pelajaran.
Kembali ke bawah, berjalan menuruni tangga menuju kantin. Mereka duduk dan masing-masing membuka satu bungkus nasi kuning, dengan potongan telur dadar dan orek tempe di tambah sedikit sambal. Mesikpun berbadan mungil tapi porsi makan Ira tidak cukup sedikit, di antara ketiganya wanita itu yang paling banyak makan.
Keadaan sekolah juga biasa, tidak sama dengan sekolah pavorit lainnya. Menu makanan di kantin pun hanya nasi uduk dan bakwan, serta jajanan sederhana lainnya.
"Teh bakwan 5 sama minumnya es jeruk 3 iya!" pesan Ira.
"Siap," teh kantin menyiapkan.
"Nanti kemana Ra?" tanya Anggi.
"Iya gak kemana-mana tapi gue sibuk gak bisa di ganggu atau di ajak keluar"
"Ahh lo pura-pura gak tau, diakan selalu punya urusan yang peting tanpa ada yang tau," ucap Iki sambil mengunyah bakwan.
"kadang penasaran, tapi cari tau juga percuma karna iya karakter lo jika punya rencana selalu berjalan dengan baik tanpa di ketahui orang, santai gue udah biasa ko tanda tanya gini," Anggi dengan senyum mengerinyai.
"Apaan si kalian haha"
Dalam hati kadang terpikir jika teman baiknya atau bahkan satu sekolah tau bahwa dia adalah seorang pelac*r berkedok siswa SMK apa yang akan terjadi? tidak ada jaminan mereka akan menetap seakrab ini.
Ira wanita yang cantik, kepribadiannya yang kadang baik bak malaikat membuat dia akrab dengan siapapun. Dan kadang memiliki sikap seenaknya, tidak peduli dengan pendapat orang lain hingga dia menjadi satu-satunya perempuan yang bergaul dengan para brandal sekolah. Melanggar aturan, dan di cap buruk oleh sebagian guru. Bagi orang-orang tertentu mungkin sebenarnya sudah mengetahui tentang nya, tetapi banyak dari mereka yang hanya bungkam sambil berusaha menggodanya.
Sayang sekali, Ira bukan wanita yang mudah menaruh hati terutama pada seorang pria. Mungkin karna patah hati pertamanya di beri oleh ayahnya sendiri, sehingga dia menjadi tidak percaya pada siapapun terutama tentang cinta. Dia tidak tau bagaimana caranya mencintai dan merasakan di cintai. Bagi wanita sepertinya, mungkin hidup akan lebih baik tanpa harus melibatkan perasaan.
*
Tengtengteng *j**am pertama akan di mulai*
Bunyi bel menandakan waktunya masuk kelas. Dia masih asyik dengan makannya, sehingga tidak menyadari murid lain berlalu-lalang masuk ke kelasnya masing-masing. Melirik jam di tangannya waktu sudah menunjukkan pukul 07:20 tetapi dia masih duduk tidak beranjak.
"Gue ke atas duluan iya?" ucap Anggi beranjak dari duduknya.
Wanita itu hanya mengangguk tanpa berkata apapun, "Gue tunggu di kelas," ucap Iki berjalan menaiki tangga bersamaan dengan Anggi.
"Iya duluan sana!" membiarkan ke-dua temanya pergi. Dia menatap ke sekeliling, bangku-bangku yang di penuhi oleh murid sekarang nampak kosong. Hanya ada Ira dan beberapa murid pria yang sengaja melambat masuk ke kelasnya.
"Hei masuk, makan terus," ucap seorang pria sambil mengusap punggungnya.
Wanita itu menoleh dan menatap pria yang berdiri sampingnya.
"Lagi makan Ri, duluan sana!"
Ari duduk di samping Ira yang sedang makan. Mereka memiliki hubungan dekat yang sebenarnya tidak berstatus apapun, tetapi sebagian sekolah mempercayai bahwa mereka berpacaran.
"Orang belajar ini makan"
"Udah ko," wanita itu berdiri lalu mencuci tangannya.
"Teh nih, sisanya buat nanti," menyimpan uang di atas meja.
"Iya, masuk dulu sana!" jawab seorang perempuan paruh baya yang berjualan di kantin.
"Yuk?" perlahan berjalan menaiki tangga, terlihat kelas lain sudah memulai pelajarannya.
"Duluan iya?" wanita itu masuk ke kelas, sementara Ari berjalan lurus menuju kelasnya yang terletak di ujung.
Tok tok
Guru wanita yang sedang menulis di papan itu menoleh, "Dari mana baru masuk?" tanyanya.
"Dari toilet Bu," ucap Ira berjalan masuk lalu duduk di kursinya.
Dia bukan murid yang baik dalam hal belajar. Bahkan jarang sekali memperhatikan guru ketika menjelaskan. Tetapi dia juga orang yang mudah mengerti hanya dengan mendengarkan.
*****
.
.
.
Istirahat jam pertama.
Guru perempuan mengakhiri pelajarannya, membereskan buku, lalu berjalan keluar dari kelas.
Wanita muda itu sekarang duduk bersandar pada dinding memainkan ponselnya.
"Ikut gak?" ucap Ari yang sudah berdiri di hadapannya.
Ira menatap kemudian beranjak.
"Nggi gue belakang iya?"
Anggi hanya mengangguk melihat wanita itu keluar kelas.
Mereka berdua berjalan menuruni tangga menuju warung belakang, tempat biasa para murid beristIrahat. Lebih tepatnya smoke free place.
"Kok diem?" tanya Ari.
"Mau diem"
"Ada masalah?"
"Enggak"
Mereka tiba di warung.
"Kopi hitam tan!" pesan Ari sambil menyulut sebatang roko.
"Satu?" Ira meminta sebatang roko padanya.
"Meroko terus!"
"Bunek! bisalah," sambil menyulut roko.
Bagi orang yang sering berjumpa dengan Ira mereka akan bersikap biasa saja karena dia tidak menutupi kenakalannya, tapi adik kelas yang baru melihat itu akan menatapnya dengan terheran heran.
"Ko berani terang-terangan iya padahal cewe," perkataan itu yang biasa Ira dengar.
Ira hanya menatapnya tanpa menghiraukan.
Klik suara pesan masuk (Gadun) sebutan populer untuk pria hidung belang pemburu anak SMA atau kuliahan.
"Nanti malam bisa ketemu gak?"
Dia orang yang sudah bersama dengan Ira selama 4 tahun. Dia yang tak pernah berpaling dan menetap. (Gadun1)
Pertama bertemu dengannya pada saat Ira berumur 15 tahun. Saat itu dia tidak tahu tentang kabar ayah dan ibu, hanya tau mereka sudah menikah, dan Ira punya adik baru dari lain ayah.
Disinilah keperihan itu di mulai, akan di adakan ujian pelulusan, pembayaran sekolah Ira menunggak, setiap hari dia selalu di peringati oleh guru jika tidak di lunasi dia tidak akan bisa mengikuti ujian.
Untuk anak SMP hal seperti itu sudah menjadi ketakutan terbesar. Mengadu pada siapa? meminta pada siapa? sedangkan dia jauh dari orangtuanya. Saat itu tidak sama dengan sekarang. Apalagi ayahnya yang tak punya handphone untuk di hubungi. Siapa? Ibu? sejak menikah ibu jarang sekali menanyakan kabar anaknya. Lalu?
Hingga akhirnya dia memberanikan diri berbicara pada kakanya. Dan apa jawaban dari kakanya? secara langsung dia mengatakan bahwa dia menjual tub*hnya. Uang jajan yang dia berikan pada Ira dan adik-adiknya tidak cukup hanya dari gajih restorant. Kesalahan itupun terjadi, dia seolah mengarahkan Ira untuk terjun kedunia kelam karna dia sudah tidak peduli lagi tentang perasaan seseorang. Sama dengan Ira saat ini yang bahkan ingin menangispun rasanya mata sudah tak mampu mengeluarkan airnya.
Mengapa tidak berbicara pada kakek dan nenek? tidak, karna Ira tau kehidupannyapun sudah menjadi beban untuk mereka. Ira hanya bocah SMP. Ke 3 kakanya anak SMA yang bahkan perlu lebih banyak biaya. Sedangkan kakek dan nenek hanya bekerja sebagai tukang pijit. Bayaran yang tak seberapa.
Apalagi saat itu kakek sedang sakit. Hanya nenek yang bekerja sembari mengurus adik kecil Ira. Dengan keadaan seperti itu apa mungkin jika harus menambahnya lagi?
Karna keadaaan sudah sangat mendesak tanpa berpikir panjang dan tidak banyak pengetahuan akan seperti apa kedepannya nanti akhirnya Ira meng-iyakan yang di katakan oleh kakanya.
*
Sore menjelang malam yang dingin dengan perasaan tidak karuan.
Dia di antar oleh kakanya sendiri menuju sebuah hotel di tepi pantai. Kakanya sudah mengenal pria itu lebih dulu. Sebenarnya dia tidak memaksa jika memang Ira tidak mau.
Tapi wanita itu tidak memikirkan apapun selain dari menghasilkan uang. Ira di ajak pergi ke sebuah kamar oleh kakanya untuk melihat-lihat sebelum pria tua itu datang.
Suasana kamar yang elegan. Ira hanya ingat di sudut ruangan tepi jendela terdapat pot bunga hiasan yang di terangi lampu kuning dari sisi bawah.
Dia masih sempat mengambil foto karna suasananya yang indah dan Ira merasa dia sangat cantik malam itu. Hingga saat ini jika Ira melihat foto itu, hatinya teriris perih mengingat smuanya dari awal.
Pria itu masuk, bertemu untuk pertamakalinya. Tapi Ira hanya meng-iyakan semuanya yang bahkan dia tidak tahu sama sekali harus melakukan apa.
*
Terakhir kalinya menjadi gadis perawan.
Pria itu mengisyaratkan kakanya untuk menunggu di luar. Kejadian itu singkat, sesaat berbincang dengannya lalu lampu di matikan....
Pada saat melakukannya. dia tidak merasakan apapun. Mungkin karna terpaksa dan orang itu tidak dia kenal apalagi dia cintai. Saat itu yang dia rasakan hanya perih pada kemalu*nnya, air keringat bercucuran menetes pada tubuh Ira membuatnya geli karena ini pertama kalinya. Dalam dunia pelac*an wanita paling beruntung bukan hanya tentang uang, tapi bertemu dengan pria yang memperlakukannya dengan baik itu sudah cukup. Karena terkadang ada seorang pria bersikap seperti harimau yang merusak tubuh mangsanya.
Dia hanya ingat satu hal. Ini pengalaman pahit pertama dan terakhir kalinya. Tapi kenyataan berkata lain, keadaan memaksanya bertahan hingga saat ini.
**
Tersadar dari lamunan.
"Gimana? bisa?" (pesan masuk)
"Iya, dimana?"
"Di tempat biasa. Mau di jemput atau ada orang yang nganterin?"
"Di jemput aja, mau makan ikan bakar dulu," pinta Ira.
"Iya tunggu jam 8 malam".
"Heummm," menghela nafas.
Sebenarnya dia sudah bertemu dan menemani oranglain tadi malam. Lelaki tua yang dia sukai dengan perlakuan lembutnya. Sebut saja dia (gadun 2).
Tapi dia tau perkara keinginan seorang lelaki tidak bisa di tunda. Jika pria itu yang berpaling, Ira sendiri yang akan merasa rugi telah kehilangan pelanggan setianya.
Karna Ira tidak secara terang-terangan open B* atau nongkrong di tempat remang-remang. Jadi tidak banyak yang mengenal dia jika bukan orang yang pernah bertemu dengannya.
**
Jam kosong adalah hal yang paling menyenangkan bagi semua murid. Di isi dengan kejahilan mengganggu kelas sebelah, nongkrong di kantin, saling mengobrol dan sebagian dari mereka biasanya tidur di kelas.
Begitu juga Ira yang duduk sambil membungkuk pada meja dan tertidur.
"Raaa Ira ada waktu kosong tidur aja lu dasar kang molor, kerja apa sih lo pulang sekolah kaya semaleman gak tidur aja, capek iya?" ucap seorang lelaki dengan nada menyindir.
"Bangun, tersentak hatinya bergetar."(Ira merapihkan penampilan)
"Iyaa gue cape, kerja godian suami orang haha. Bercanda a*jing," jawab Ira dengan sengaja.
"Ta* Lo," jawabnya pergi.
Bercanda? padahal yang dia katakan memang benar.
Bisa di katakan dengan jelas, dia seorang wanita malam. Hidup tanpa orangtua, lalu siapa yang akan memenuhi kebutuhannya? terutama soal uang. Jika bukan diri sendiri siapa? bekerja? emang pekerjaan apa yang bisa di dapat oleh seorang siswi tanpa putus sekolah? ada alasan yang tidak bisa di jelaskan secara langsung. Sulit untuknya bercerita, sebenarnya dia sudah sangat merasa lelah dengan semuanya. Lalu ?
Tengtengteng jam terakhir telah selsai
Menandakan ketenangan ini telah berakhir berubah menjadi sebuah ketidak karuan. Ira seringkali memperlambat waktu pulang karna di sekolah setidaknya dia mendapat ketenangan dan bisa tertawa melepas beban.
"Pulang yu udah sore?" ajak Iki melihat jam tangan tempat pukul 15:00.
"Hmmm yu, tapi santai aja iya."
"Anggi, gue duluan iya?"
"Oke bertemu besok (pelukan) awas kalo besok gak masuk gue jemput lo ke rumah" ucap Anggi.
"Iya iya besok pasti gue masuk ko" Ira turun menuju parkiran.
"Nggi" teriak Ira pada Anggi yang sedang berdiri di depan kelas.
Anggi menoleh ke bawah.
"Daaah..." Ira melambaikan tangan pada Anggi perempuan alim yang sudah bosan dengan kehidupan berjadwal.
Orang yang baik dengan didikan yang baik pula. Tapi sama seperti manusia pada umumnya ada kalanya jenuh dengan kehidupan dan keseharian yang seperti itu berulangulang.
"Gue bahkan lelah harus selalu bersikap baik!" yang sering dia ucapkan.
"See you." ucap Ira.
"Daaah."
Menancap gas menuju rumah.
Jalanan sangat padat di penuhi dengan murid sekolah lain. Seolah para anak muda itu sedang berlomba siapa yang akan sampai rumah paling dulu.
Memperhatikan kenakalan remaja yang bebas biasa bagi Ira. Karena pasti ada penyebabnya. Kebanyakan permasalahan yang utama ada di dalam rumah. Setiap anak pasti mempunyai masalahnya masing masing. Sebagai anak kadang orangtua selalu menuntut untuk patuh, dengan alasan yang terbaik di masa depan nanti.
Tanpa mengerti perasaan. melihat bagaimana kehidupan kita sehari-hari. Nyaman atau tidaknya menuruti semua aturan yang di berikan oleh orangtua. Atau banyak penyampaiannya yang kurang di mengerti oleh anak hingga anak menyangka hal yang lain.
Iya, komunikasi itu penting. kadang selalu bertentangan. Anak salah di mata orangtua, dan sebaliknya orangtua salah di mata anak. Membuat orangtua dan rumah yang seharusnya tempat berlindung tempat ternyaman. Justru menjadi tempat yang sesak. Hingga banyak dari anak yang memilih menghabiskan waktu di luar. Atau bahkan menginap di rumah teman.
*
Terlihat ada seorang perempuan yang secara terang terangan di tunggu oleh seorang (gadun) di sebrang jalan sekolah.
Mungkin karena Ira seorang pelac*r dan sudah memiliki pengalaman dia tau dari sekian kenakalan remaja yang paling banyak adalah **** bebas, pelac*an dan pembelian. Ira bisa melihat apa yang di lakukan seseorang hanya dari gerak geriknya.
Sembari melaju melihat anak anak brandal nongkrong sambil meroko di warung pinggir jalan dengan seragam utuh, memakai baju putih, celana abu, dan sepatu hanya saja dia menutupi atribut sekolah menggunakan jaketnya.
Satu pasangan berboncengan pulang ke kos-kosan dengan alasan istirahat sejenak. Padahal tau apa yang di maksudnya.
Pemandangan seperti ini sudah biasa di lihat. Katanya masa remaja adalah masa coba-coba. Masa penuh dengan kebebasan. Jika orangtua terlalu menuntut dengan tekanan justru akan ada percecokan membludak hingga pada akhirnya orangtualah yang menyerah mendidik anak anaknya dengan kalimat "Terserah!"
*****
.
.
.
Satu jam menempuh perjalanan cukup melelahkan. Ira terdiam memperhatikan rok abunya yang nampak kusut di terpa angin dan debu. Kaus kaki yang putih bersih berubah warna menjadi kecoklatan.
"Ngelamun Ra?" sikut Iki menyenggol tubuhnya.
"Enggak sih, Ki gue boleh minta tolong gak?
"Apa?"
"Besok pulang sekolah coba ke rumah ayah gue yu?"
"Haha kenapa lo tumben-tumben?"
"Gak papa sih, hati gue luluh aja ada rasa sedikit rindu. Siapa kali 2 tahun gak ketemu ngasih gue duit gede."
"Iya lumah ada maunya. besok gue anter, tapi kalo nemu kecewa jangan marah-marah lu!"
"Iya emang mau minta apalagi kalau bukan duit? Hmmm,, gue agak ragu sih, tapi coba aja. Butuh duit nih sepatu gue udah rusak harus beli lagi. Masa iya gue pake sepatu bolong ke sekolah." ucap Ira mengeluh.
"Iyaa iyaa."
Membelokan motor menuju arah rumah Ira karna tempat tinggalnya tidak di pinggir jalan besar. nelusur jalan cor kecil di kelilingi pohon akasia besar dan pohon Kelapa tinggi berjejer di setiap jalan dan belakang rumah warga . Disana tidak terlalu banyak rumah tapi dari mereka banyak yang memiliki anak kecil. Jadi tempat lingkungannya tinggal selalu terlihat ramai.
"Makasih sayangku." ucap Ira turun dari motor.
"Jihh naj*s." balas Iki sembari jalan menancap gas.
Ira tersenyum melihat punggung Iki yang sedang melaju dengan motornya hingga hilang di belokkan.
Melihat kakek dan neneknya duduk di depan rumah Ira hanya tersenyum melewatinya jalan kaki masuk ke rumah. Begitulah dia, dingin atau lebih tertutup orangnya.
"Teteh udah pulang?" tanya adiknya.
"Iyaa teteh cape." nyelonong masuk ke rumah yang tadinya pintu sudah terbuka.
"Kreeek!!" membuka pintu kamar.
Duduk melepas sepatu dan kerudung serta jaketnya lalu.
"Brruuugg!" banting diri di atas kasur.
Tanpa melepas seragam Ira rebahan.
Ketika akan memejamkan mata *Duut duut!!* ponselnya bergetar panggilan masuk.
Di lihatnya dari (Mamah Rani) pemilik sebuah cafe remang-remang.
"Gimana kabarnya cantik?"
"Baik mah" balasnya merasa heran sudah lama sekali dia tidak menelepon.
"Kapan main ke mamah?"
"Hmm belum ada waktu luang mah, nanti kalo ada aku mampir iya."
"Butuh seseorang gak? mamah ada nih!"
"Enggak mah makasih."
"Iya udah, kapan-kapan mampir iya!" ucapnya mengakhiri panggilan.
Ira kembali memejamkan mata.
Meskipun Ira seorang pelac*ur tapi dia tidak sembarang menerima oranglain apalagi dia tidak tau tentang kesehatannya. Bagaimana jika membawa penyakit?
Ira kenal dengan mamah rani dari temannya. Karena dulu dia pernah pergi ke tempat itu dan menunggu tamu disana mungkin terlalu terang-terangan sehingga ada sesorang yang melihatnya.
Akhirnya hari esok ketika pergi ke sekolah Ira mendapat panggilan dari BK lalu mendapat surat DO (drop out). Sebelum di sini, Ira pernah masuk ke sekolah favorit. Mana ada pihak sekolah yang mau menerima murid dengan status wanita malam? hanya mencoreng nama baik sekolah saja.
Sejak saat itu Ira menjadi sangat tertutup. Gadunnyapun hanya beberapa yang menghubunginya lewat telepon saja.
*
Tak lama Ira terbangun oleh rasa lapar, beranjak dan pergi ke rumah nenek.
"Nek makan sama apa?" tanyanya melangkah ke dapur.
"Itu ada sayur asem sama goreng ikan asin, makan sok!"
Irapun mengabil piring satu cetong nasi di tuangkan memenuhi piringnya. Di tambah dengan sayur asem, sambal terasi dan goreng ikan asin. Menu yang amat sederhana tapi paling nikmat.
Duduk di depan tv "Nek makan?" Menawari.
"Iya kamu yang kenyang. Tubuhmu makin hari makin kurus aja neng!" ucap Nenek.
Karna ada berdarah sunda di lingkungannya Ira biasa di panggil dengan sebutan "Neng".
"Iya, kuruskan karna cape sekolah jauh bulak balik terus. Mau ngekos kan gak di bolehin sama kakek."
"Kalo ngkos kakek takutnya neng gak bisa jaga diri. Nanti ngikut temen-temen yang gak bener." ucap Kakek.
"Gak mau nenek sampai apa yang orang omongin tentang neng itu bener. Katanya ada yang liat neng suka pergi di jemput sama lelaki yang beda beda." tambahnya.
Ira yang sedang makan mendengar perkataan itu seolah menusuk hatinya. Perih rasanya. Selera makannyapun langsung hilang. Jantungnya berdegup kencang. Seyakin itu kakek dan nenek pada cucu cucu perempuannya? padahal kita memiliki keburukan masing-masing yang sengaja di sembunyikan. Oh tuhan bagaimana jika suatu saat keburukan cucunya dia ketahui. Bagaimana perasaannya nanti? mereka yang susah payah di repotkan mengurus anak-anak yang di tinggalkan oleh orangtuanya di balas dengan?
"Hhmmm.." Ira menghela nafas.
Pergi ke dapur minum segelas air putih dan keluar pulang.
"Neng pulang iya, udah makannya mau mandi soalnya nanti malem mau ke rumah temen ada acara makan bersama." izinnya pada orangtua itu.
"Iya sana perawan udah sore belum mandi. Jangan di biasain neng rematik! " balas sang Nenek.
Iya sebenarnya kakek dan nenek termasuk membebaskan cucunya pergi keluar siang atau malam bahkan menginap sekalipun. Asal dengan syarat harus jelas pergi kemana? dengan siapa? tapi sayang, kepercayaan itu di manfaatkan oleh cucunya demi keuntungan dirinya sendiri.
**
Di liriknya jam dinding menunjukan pukul 17:30 waktu begitu cepat berlalu membuat Ira jarang sekali beristirahat dengan tenang. Karna bagi seorang wanita malam, siang jadi malam dan sebaliknya malam menjadi siang.
Bergegas menuju kamar mandi. "Byur byur!!" suara air yang menimpa badan jatuh ke lantai. Beberapa saat Ira selsai. nampak lebih segar dari sebelumnya.
Pergi ke kamar memakai baju kaos pendek dan celana jeans. Tak lama terdengar adzan maghrib berkumandang.
Dia pergi ke kamar mandi mengambil air wudhu. Bukan merasa suci tapi dia selalu ingat akan kata-kata seseorang.
"Meskipun kita sebagai manusia memiliki banyak dosa, tetapi sebagai Islam sholat itu kewajiban semua umatnya. walau pekerjaan kita sebagai seorang pelac*r, atau bahkan maling. sholatlah, setidaknya sebelum kita melakukan hal itu hati kita sudah tenang" ucap seorang tamu manis yang tak pernah Ira terima lagi. karna dia merasa lelaki itu terlalu baik untuknya.
Dulu Ira seorang anak yang taat agama. tetapi, sejak kehidupan kelamnya di mulai dia bahkan ragu pada siapapun termasuk Alloh. dia merasa kecewa kepada-Nya karna dia hidup dalam ketidakadilan ini.
Dia selalu berpikir salah apa aku? apa yang telah aku perbuat? sehingga keadaanya seperti ini. Orangtua yang bercerai. hidup sengasara kurangbiaya. kurang kasih sayang dan sekarang? menjadi seorang pelac*r. umurnya baru menginjak 17 tahun. kehidupannya masih panjang. tentu juga dengan semua masalahnya.
Bahkan dia tak pernah memikirkan masa depannya. tujuannya. cita-citanya. itu semua mustahil. baginya kehidupan kini dan seterusnya hanya suram, suram dan suram.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!