NovelToon NovelToon

You Are My Sunshine

Chapter 1

Ayuna Kinanti Pradipta seorang gadis berusia 17 tahun yang sekarang menjadi seorang anak yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan yang terjadi sepuluh tahun yang lalu.

Semenjak kepergian orang tuanya, gadis yang biasa disapa Yuna itu kini tinggal bersama om nya, adik dari mamanya, bernama Davian Robert pria berusia 30 tahun. Davian Robert adalah seorang om yang sangat menyayangi Yuna melebihi apapun, bahkan dirinya sendiri.

Seperti saat ini, Yuna tengah menatap wajah om nya yang tertidur dengan kepala di sisi ranjangnya yang kosong, setelah semalaman menjaganya yang sedang demam. Saat siang tadi, Davian langsung meninggalkan pekerjaannya begitu mendengar Ayuna sakit.

Perlahan Yuna mengubah posisi tidurnya hingga miring menghadap Davian. Dengan ragu Yuna mengulurkan tangannya, dan mengelus wajah pria yang sudah merawatnya selama 10 tahun.

"Dengan om yang selalu di sampingku, aku rasa aku tidak butuh laki-laki lain untuk menjagaku," ucap Yuna dalam hati.

Ditelusuri seluruh wajah Davian yang tampak tenang dalam tidurnya, hingga tibalah jari mungil Ayuna di bibir Davian. Diusapnya bibir itu dengan lembut, "Bolehkah aku…" gumamnya dan buru-buru Yuna menarik tangannya saat dia melihat Davian menggeliat.

Dan benar saja tak lama perlahan mata pria itu terbuka, dengan pandangan yang masih sayu, Davian menegakkan badannya dan menempelkan punggung tangannya di kening Ayuna.

Deg

Merasakan sentuhan seperti itu saja membuat jantung Ayuna berdebar, tidak tahu sejak kapan, tapi kira-kira sekitar satu tahun yang lalu Ayuna merasakan hal semacam itu. Dan semakin lama perasaan Ayuna semakin bergejolak.

"Sudah tidak demam," ucap Davian pelan kemudian berdiri dan membereskan peralatan yang dia gunakan untuk mengompres Ayuna yang semalam demam.

"Om!" Rengek Yuna menatap Davian.

"Kenapa? Apa ada yang sakit?" Davian langsung mendekat bahkan wajah pria itu langsung cemas mendengar rengekan keponakannya.

Yuna menggeleng, "Aku lapar," ucapnya mencoba bangun tapi kembali membaringkan tubuhnya karena masih terasa lemas.

Davian yang melihat itu langsung membantu Yuna untuk duduk. "Baringan saja jika masih merasa lemas," ucapnya.

Ayuna menggeleng, "Tidak mau, tiduran terus malah semakin pusing," ucap Ayuna yang menyadarkan kepalanya di dada Davian yang kini duduk di sampingnya sambil menyusun bantal untuk dijadikan sandaran untuk Ayuna.

"Masih pusing?" Tanya pria itu.

 

Melihat Ayuna yang sakit seperti itu rasanya Davian tidak tega. Apalagi baru kali ini Ayuna sakit, sebelumnya gadis itu sangat jarang sakit.

"Sedikit," jawabnya manja.

"Ya sudah kamu tunggu disini ya, biar Om buatkan sarapan, setelah itu minum obatnya," ujar Davian membantu Ayuna duduk bersandar dan merapikan rambut Yuna yang berantakan.

"Tunggu Om!" Ayuna menggeser duduknya dan menarik tangan Davian agar pria itu duduk di sampingnya, kali ini saja, Ayuna ingin bermanja pada Davian, apalagi mengingat Davian yang sibuk akhir-akhir ini.

Davian menurut dan duduk di samping Ayuna. Tiba-tiba Ayuna duduk di pangkuannya menghadap ke arah Davian. Gadis itu kemudian memeluk Davian erat.

Nyaman itu yang  Ayuna rasakan bersama Davian, dan Ayuna tidak ingin jauh dari om nya, Yuna ingin selalu seperti ini, berdua dengan Davian. Ayuna bahkan berharap waktu berhenti saat ini juga.

"Katanya kamu lapar? Om akan memasakkan untukmu, kamu tunggu disini ya!" Davian hendak menurunkan Ayuna dari pangkuannya tapi Ayuna menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Sebentar Om, biarkan seperti ini!" Ucap Ayuna lirih. "Lima menit, hanya lima menit," tambahnya menghirup aroma Davian dalam-dalam.

Ayuna semakin erat memeluk Davian seolah itu adalah hari terakhirnya bersama Davian, air mata Ayuna terjatuh, dia takut, benar-benar takut jika sampai Davian tahu perasaannya, Davian akan meninggalkannya.

Davian merasakan degup jantung Ayuna yang tidak beraturan saat memeluknya, merasa aneh dengan hal itu, Davian pun segera menepisnya.

Perlahan tangan Davian terangkat hingga akhirnya membalas pelukan gadis itu. Cukup lama mereka berpelukan mungkin lebih dari lima menit tidak seperti yang Ayuna katakan.

"Sudah," kata Ayuna melepaskan pelukannya dan menatap Davian. 

"Kenapa? Tanya Davian melihat Ayuna yang menatapnya tanpa berkedip.

Ayuna menggeleng, "Ayuna sayang Om," ucapnya kemudian.

Davian tersenyum mendengar penuturan keponakannya. Dirapikannya rambut Ayuna yang berantakan, Davian menangkup kedua pipi Ayuna yang terlihat sedikit tirus padahal baru satu hari sakit.

"Om juga sayang Ayuna," ucap Davian dan mencium kening gadis itu.

Darah Ayuna seakan berdesir mendengar ucapan sayang dari om nya, walaupun Ayuna tahu jelas maksud kata sayang yang om nya ucapkan, mengingat itu, rasanya Ayuna merasa sedih, Ingin Ayuna berharap jika dirinya tidak dilahirkan dari rahim ibunya, atau kalau tidak Ayuna berharap jika Davian  bukan adik dari ibunya, Ayuna pasti akan merasa  senang, karena dengan itu perasaan yang dia rasakan tidak salah, tapi semua itu hanyalah harapan Ayuna saja. Bahkan Ayuna juga terus berharap ada keajaiban yang bisa mendukung perasaannya terhadap Davian, tapi semua tidaklah mungkin terjadi.

"Kenapa pipimu memerah?" Tanya Davian menyentuh kedua pipi Ayuna membuat gadis itu jadi salah tingkah.

"Tidak, oh ya ayo katanya Om mau memasak," kata Ayuna mengalihkan pembicaraan.

Ayuna tidak ingin jika Davian tahu, kedua pipinya memerah karena ucapan Davian tadi yang bilang sayang padanya.

"Oh ya, Om hampir lupa," Davian menurunkan Ayuna dari pangkuannya, kemudian dirinya pun turun dari ranjang.

"Gendong!" Ucap Ayuna manja.

Davian tersenyum, membalikkan badannya membelakangi Ayuna, sedikit membungkukkan badan, agar Ayuna bisa naik ke punggungnya.

Ayuna merasa senang, inilah yang paling Ayuna suka, om yang selalu perhatian dan baik padanya, rasa suka yang kini berubah menjadi rasa cinta.

"Sudah?" Tanya Davian dan Ayuna pun mengangguk mengiyakan.

Ayuna melingkarkan kedua tangannya di leher Davian yang kini berjalan keluar dari kamar Ayuna menuju ke dapur.

Ayuna terus saja menatap wajah Davian dari arah samping. Davian yang masih tampan di usianya yang sudah menginjak 30 tahun, bagaimana Ayuna tidak tertarik dengan pria  yang berstatus sebagai om nya itu. Andai saja Davian bukan om nya, tentu saja Ayuna akan pastikan jika Davian akan menjadi miliknya.

"Kenapa Om Davian harus menjadi Om ku?" Gumam Ayuna tepat di telinga Davian hingga Davian bisa mendengar gumaman Ayuna dengan jelas.

"Memangnya ada masalah jika Om jadi om kamu?" Davian menolehkan sedikit kepalanya agar bisa melihat wajah Ayuna.

"Hah? Oh itu? Tidak, tidak, sama sekali tidak masalah karena Yuna suka punya Om seperti Om Davian, bahkan Yuna sangat  beruntung karena Om Davian adalah Om kesayangan Yuna yang paling the best," kata Yuna mencubit kedua pipi Davian merasa gemas dengan Davian yang saat ini tengah tersenyum bangga mendengarkan ucapan Ayuna barusan.

Chapter 2

Davian menarik kursi dengan satu tangannya, kemudian mendudukan Ayuna disana.

"Kamu duduk disini, Om akan memasak dulu," ucap Davian mengacak rambut Ayuna.

Davian berjalan menjalan meninggalkan Ayuna menuju ke dapur, yang letaknya tidak jauh dari ruang makan dimana tadi dia meminta Ayuna duduk menunggunya.

Davian mengambil celemek dan memakainya, menoleh sebentar ke arah Ayuna yang kini sedang menopang dagu memperhatikannya. Davian tersenyum dan Ayuna pun membalas senyumannya.

Davian mengambil wajan dan menyalakan kompor memulai memasak untuk keponakannya tersayang.

Ayuna memperhatikan Davian yang kini memotong sayuran, bahkan Ayuna memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri mengikuti gerakan Davian, Ayuna tersenyum melihat itu. Tak menuruti ucapan Davian, kini Ayuna mendorong ke belakang kursi yang tadi didudukinya. Bangun dan berjalan mengendap-endap menghampiri Davian yang terlihat serius dengan peralatan memasaknya.

Ayuna berjinjit dan mengintip, "Om Yuna sedang memasak apa?" Tanyanya kemudian.

"Ayuna kau membuat Om terkejut saja," Davian memegang dadanya.

"Hehe maaf Om, sini Ayuna bantu!" Ayuna merebut spatula dari tangan Davian.

"Tidak perlu Ayuna, kamu duduk saja, lihatlah kamu memegangnya saja salah seperti itu," Davian hendak merebut kembali tapi dengan cepat Ayuna menghentikannya.

"Bagaimana kalau Om ajarin Yuna," kata Yuna penuh harap. 

Davian menghela nafasnya, kemudian tangan kanannya membantu Ayuna memegang spatula dengan benar, hingga tangan kanan Davian kini berada di atas tangan Ayuna.

Ayuna melirik ke belakang dimana tangan kiri Davian berada, dengan perlahan Ayuna meraih tangan kiri Davian dan melingkarkan di pinggangnya.

Davian tersentak saat tiba-tiba Ayuna meraih tangan satunya yang bebas dan melingkarkan di pinggang gadis itu. Davian hendak menariknya tapi Ayuna dengan kuat menahannya, hingga Davian pun pasrah, jangan sampai mereka jadi ribut apalagi di depan kompor yang menyala.

Sementara itu debaran jantung Ayuna semakin cepat, apalagi merasakan hembusan nafas Davian yang terasa menggelitik tengkuknya.

"Harum," ucap Davian tanpa sadar, hingga membuat Ayuna menoleh dan cup tanpa sengaja bibir Ayuna menempel tepat di bibir Davian.

Davian begitu terkejut dan segera menarik dirinya menjauh dari Ayuna yang juga sama terkejutnya. Davian menatap Ayuna yang juga berbalik badan menatapnya. Davian mematikan kompor dan segera berlalu meninggalkan Ayuna.

Ayuna memegang dadanya, jantungnya seperti akan melompat dari tempatnya, Aluna mengangkat tangannya dan memegang bibirnya, walaupun tadi hanya sekilas, tapi Ayuna masih merasakan betapa lembut bibir Davian, mengingat itu, Ayuna tiba-tiba tersenyum sendiri.

Rasa lapar Ayuna hilang begitu saja, gadis itu segera berlari menaiki tangga menuju kamarnya, dirinya akan bersiap-siap untuk berangkat sekolah,

Sesampainya di kamar Ayuna langsung menjatuhkan dirinya di atas ranjang. Ayuna menghentak-hentakkan kakinya di atas tempat tidurnya.

"Mencium Om Davian, senang sekali rasanya, yeah aku mencium Om Davian, rasanya ingin lagi…" Ayuna menutupi wajahnya dengan bantal tak lama dirinya bangun dan memukul-mukul bantal tadi membayangkan jika dia akan kembali mencium om kesayangannya.

Ayuna kemudian meletakkan bantal di sampingnya turun dari ranjang dan menuju kamar mandi, gadis itu terus saja bersenandung, mengingat hari ini adalah hari keberuntungannya karena bisa mencium Davian, bukan pipi atau kening melainkan bibir pria itu.

Selesai bersiap Ayuna berjalan menuruni tangga dan berlalu begitu saja berjalan keluar.

"Sarapan dulu!" Kata Davian dari arah belakangnya.

Ayuna menoleh dan melihat wajah Davian, tidak, lebih tepatnya melihat bibir pria itu, membuat wajah Ayuna memerah bahkan pipinya terasa panas apalagi mengingat ciuman tadi. Davian kini sudah rapi dan terlihat tampan dengan setelan jasnya.

"Tidak Om, Yuna sudah tidak lapar, jadi Ayuna langsung berangkat saja," tolak Ayuna, saat ini Ayuna tidak tahu harus bagaimana bersikap hingga dia pun mencoba menghindar dari Davian untuk sementara waktu, lebih tepatnya hari ini saja.

Davian yang tidak suka mendengar penolakan Ayuna, berjalan menghampiri Ayuna dan menarik tangan gadis itu menuju ruang makan dan menyuruhnya duduk dan sarapan lebih dulu sesampainya disana.

"Makan! Setelah itu, Om akan mengantarmu," ucap Davian kembali meninggalkan Ayuna.

Ayuna menekuk wajahnya, bagaimana bisa Davian meninggalkannya dan membiarkannya makan sendiri.

Dengan malas, Ayuna mengambil sendok dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya tidak semangat. Begitu selesai, Ayuna segera berjalan keluar menuju ke mobil Davian, dimana om nya itu sudah menunggunya di dalam mobil.

Ayuna masuk ke dalam mobil dan Davian segera melajukannya menuju ke sekolah Ayuna lebih dulu. Di dalam mobil Ayuna terus saja menatap Davian yang hanya diam saja. Davian terlihat marah tapi Ayuna sama sekali tidak tahu apa yang membuat om kesayangannya itu marah sampai mendiamkannya. 

"Om kenapa?" Tanya Ayuna yang tidak bisa terus didiamkan.

Davian menoleh ke arah Ayuna sekilas kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya.

"Sudah sampai," kata Davian datar.

"Om…"

"Nanti kamu terlambat Ayuna," ujar Davian dan Ayuna pun terpaksa turun.

Begitu Ayuna sudah benar-benar turun, Davian segera melajukan kembali mobilnya menuju ke kantor.

...

Davian turun dari mobil yang langsung disambut Reza asistennya. Dengan langkah tegap, Davian melewati begitu saja karyawan yang menyapanya tanpa membalas sapaan mereka. Reza sang asisten berjalan di belakangnya mengangguk menjawab sapaan karyawan mewakili Davian.

Davian masuk ke dalam ruangannya, berjalan menuju ke kursi kebesarannya dan duduk disana.

"Katakan apa saja jadwalku hari ini, oh ya laporan yang saya minta kemarin apa sudah disiapkan?" 

"Sudah Pak," jawab Reza dan pria itu pun membacakan jadwal Davian tanpa terlewat sedikitpun.

"Dan ini laporan yang kemarin Anda minta," Reza menyerahkan map berisi laporan permintaan Davian.

"Baiklah, dan kau bisa melanjutkan pekerjaanmu, dan jangan biarkan ada seorangpun masuk, saya sedang sibuk dan tidak ingin diganggu," peringat Davian, dan Reza mengangguk kemudian berlalu keluar.

Sepulang sekolah, Ayuna datang ke kantor Davian. Ayuna ingin mengajak om nya untuk makan siang di luar bersama sekalian menanyakan apa yang membuat Davian tiba-tiba mendiamkannya.

"Om Reza, Om Davian mana?" Tanya Yuna menghampiri seorang pria yang kini sedang berkutat dengan laptopnya.

"Oh Ayuna, ada kok om kamu, dia ada di dalam, sibuk dan tidak mau diganggu," Reza mengangkat wajahnya, melihat siapa yang datang.

"Ya sudah Yuna masuk dulu ya Om," pamit Ayuna pada Reza, kemudian Ayuna berjalan menjauh dari meja Reza menuju ke ruangan Davian.

Reza mengangguk, tapi kemudian gerakan tangannya yang menari diatas keyboard terhenti saat mengingat ucapan Davian yang mengatakan tidak ingin diganggu siapapun.

"Ayuna tung…" ucapan Reza terhenti saat melihat Ayuna sudah lebih dulu masuk ke ruangan bosnya.

Reza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, hingga tak lama pria itu mengedikan bahunya dan yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, karena bagaimanapun orang yang menerobos masuk adalah keponakan yang sangat disayangi bosnya.

Semenatara itu di dalam ruangan, Davian berteriak saat tiba-tiba ada seseorang yang masuk.

"Saya sudah bilang tidak ingin diganggu!" 

"Om Davian!" Ayuna terkejut mendengar suara Davian yang berteriak padanya. Bahkan mata gadis itu sudah berkaca-kaca.

"Ayuna, ternyata kamu," Davian buru-buru bangun begitu melihat Ayuna yang sudah hampir saja menangis.

"Yuna maafkan Om, Om kira tadi Reza," kata Davian menyesal.

"Om itu kenapa sih sebenarnya dari pagi? Om diemin Yuna, om juga tadi bentak Yuna," air mata Yuna jatuh juga pada akhirnya, karena baru kali ini dia mendengar suara Davian yang bersuara tinggi padanya.

"Tidak apa-apa, biasa hanya masalah kerjaan, Om tidak mendiamkan kamu kok, dan tadi om bukan bermaksud membentak kamu, tapi pada Reza yang tidak baik dalam bekerja," Davian menghapus air mata Yuna yang hampir membasahi seluruh wajah gadis itu.

"Jadi Om tidak marah sama Ayuna?"

Davian menggeleng dan memeluk Ayuna. Jika tidak memeluknya, Davian yakin jika Ayuna pasti akan menganggapnya marah.

"Oh ya kenapa kamu kemari tidak menghubungi Om dulu?" Davian merangkul Ayuna dan membimbingnya duduk di sofa yang ada di ruangannya.

"Aku tahu om sibuk, jadi ya sudah Ayuna kesini sendiri. Ayuna mau mengajak om untuk makan siang di luar," kata Ayuna penuh harap.

"Baiklah ayo!" Jawab Davian cepat. Pria itu bangun dan mengulurkan tangannya. 

Mendapat persetujuan Davian membuat Ayuna begitu senang dan dengan segera menyambut uluran Davian bergelayut manja pada pria itu sampai mereka keluar meninggalkan ruangan Davian menuju ke basement dimana mobil Davian diparkirkan.

"Om yang terbaik," tanpa sadar, Ayuna mencium pipi Davian begitu masuk ke dalam mobil pria itu.

"Ayuna apa yang kau lakukan? Bisa-bisanya kamu sampai kelepasan dan mencium pipi Om Davian," dalam hati Ayuna terus merutuki dirinya sendiri.

Ayuna perlahan menatap ke arah Davian, menunggu tanggapan pria itu.

"Keponakan om rupanya sudah besar," kata Davian tersenyum kemudian mengacak rambut Ayuna.

"Om!" Ayuna menyingkirkan tangan Davian dari kepalanya.

"Ayuna dengarkan om, Ayuna sudah besar, jadi Ayuna jangan seperti ini lagi ya, terutama sama pria lain," tambah Davian memberitahu Ayuna.

Fokus Ayuna bukan ucapan terakhir Davian, melainkan ucapan Davian yang mengatakan dirinya keponakan, yang entah kenapa membuat Ayuna tidak suka. 

Chapter 3

Ayuna terus menatap Davian yang kini sudah sibuk kembali dengan berkas-berkas di tangannya setelah pulang dari makan siang tadi. Ayuna yang awalnya ingin pulang dulu, mengurungkan niatnya saat teringat ajakan Winda. Ayuna akan meminta izin pada Davian berharap Davian akan mengizinkannya.

"Kenapa? Apa ada yang ingin kamu katakan pada Om?" Tanya Davian tanpa merubah pandangannya pada berkas-berkas yang sedang dibacanya sebelum ditandatangani.

Ayuna terkejut dan tidak menyadari jika ternyata Davian sedari tadi memperhatikannya.

Davian mengangkat wajahnya, menatap Ayuna yang kini menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Om, Ayuna nanti malam mau ke rumah sakit jenguk teman Ayuna, bolehkan?"

Davian terdiam seperti memikirkan sesuatu, tapi tak lama pria itu mengangguk.

"Boleh, tapi Om yang antar ya," Davian menawarkan diri untuk mengantar Ayuna.

"Tidak, tidak," tolak Ayuna cepat.

"Hmm maksud Ayuna, Om pasti lelah, Ayuna bisa kok sendiri, dan Om tidak perlu khawatir," ucap Yuna beralasan.

"Baiklah kalau begitu biar Reza yang mengantarmu," putus Davian.

"Tapi Om…"

"Kalau kamu tidak mau, Om tidak akan mengijinkan kamu pergi," kata Davian tegas dan Ayuna tidak punya pilihan lain selain menuruti Davian.

"Baiklah," pasrah Yuna akhirnya.

Seperti apa yang Davian katakan kini mobil yang biasa dipakai Reza benar-benar sudah ada di depan rumah datang menjemput Ayuna untuk mengantarkan gadis itu ke rumah sakit.

Reza buru-buru turun dari mobil, begitu melihat Ayuna keluar dan cepat-cepat pria itu membukakan pintu untuk Ayuna.

"Om Reza sendiri, Om Yuna belum pulang?" Tanya Ayuna begitu masuk ke dalam mobil.

"Belum, tapi mungkin sebentar lagi," ucap Reza setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Ayuna mengangguk, Reza pun menjalankan mobilnya ke rumah sakit yang tadi Yuna sudah katakan dimana alamatnya. Untung saja malam ini jalanan tampak sepi, hingga tak lama mobil yang dikendarai Reza pun kini sudah terparkir di pelataran rumah sakit.

"Sudah sampai," ucap Reza yang kemudian langsung turun, untuk membukakan pintu untuk Ayuna.

"Terima kasih Om," Yuna pun segera keluar dari mobil setelah mengatakan itu.

Reza mengangguk dan kemudian berlari kecil dan membuka pintu mobil, masuk dan duduk di tempatnya tadi. Reza menyalakan mesin dan segera melajukan mobilnya, Ayuna yang melihat itu melambaikan tangannya. 

Setelah mobil yang mengantarnya pergi, Ayuna buru-buru mengambil ponselnya untuk menghubungi Winda. Ayuna memasukkan kembali ponselnya, saat tahu temannya itu sebentar lagi sampai. Dan benar saja, tak lama, mobil Winda pun sudah berhenti di depannya. Ayuna segera masuk ke dalam mobil dan Winda dengan segera menjalankan mobilnya ke tempat janjian yang sebenarnya. Jalanan yang tidak begitu ramai membuat mobil Winda kini cepat sampai di sebuah bar yang baru dibuka. Winda dan Ayuna turun dan segera masuk ke dalamnya.

Begitu masuk, terdengar dj memainkan musik, Winda menarik tangan Ayuna  mengajaknya menari.

"Ayo Yuna!" Teriak Winda agar Ayuna bisa mendengarnya. Winda menarik turunkan kedua tangan Yuna mengajak gadis itu untuk menari.

Ayuna pun tersenyum dan kini ikut menari  mengikuti musik. Keduanya pun kini sudah hanyut dalam tarian mereka, tidak peduli lagi dengan sekitarnya.

***

Davian bolak-balik merubah posisi tidurnya, dirinya tidak bisa memejamkan mata mengingat kejadian tadi pagi. Buru-buru Davian menepis pikirannya.

"Tidak mungkin," gumamnya pelan.

Davian bangun, menyibak selimutnya turun dari ranjang. Sejak pulang dari kantor, tepatnya sehabis makan siang bersama Ayuna, dia sengaja menghindari Ayuna, sengaja menyibukkan diri dengan pekerjaannya, hingga saat Ayuna meminta izin padanya untuk menjenguk teman yang sedang di rawat di rumah sakit, Davian dengan cepat menyetujuinya, karena untuk saat ini Davian ingin mengurangi waktu berdua hanya dengan Ayuna, tidak ingin kejadian di antara mereka terjadi lagi.

Davian mengambil ponsel dan iseng melacak keberadaan Ayuna, ya diam-diam Davian memasang alat pelacak di ponsel Ayuna, untuk berjaga-jaga saja.

Davian dengan segera mengambil jaket dan memakainya, pria itu juga tak lupa mengambil dompet dan kunci mobilnya di atas nakas, begitu tahu Ayuna sekarang ada dimana.

Davian buru-buru keluar menuju mobilnya, masuk dan segera melajukan mobil sesuai petunjuk arah yang ada di ponsel yang akan membawanya ke tempat dimana lokasi Ayuna berada.

Davian mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga tak membutuhkan waktu lama, mobil yang dikendarai Davian sudah sampai di tempat tujuan, apalagi jalanan yang tadi dilaluinya juga cukup renggang. Davian berhenti dan memarkirkan mobilnya asal. Kemudian pria itu buru-buru masuk ke dalam bar mencari keberadaan Ayuna. Davian mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tepat di lantai dansa, Davian melihat Ayuna tengah meliuk-liukan tubuhnya dengan beberapa gadis sebayanya, walaupun mereka jauh dari para lelaki, tetap saja hal itu membuat Davian tidak suka.

Sementara itu, Ayuna yang sedang asyik menari langsung berhenti ketika dia melihat tidak jauh dari tempatnya, seorang pria yang sangat dikenalnya sedang memperhatikan bahkan menatapnya tajam.

"Matilah aku!" Gumamnya dan menutupi wajah dengan tasnya, berbalik badan dan hendak pergi tapi tiba-tiba tangannya ditarik paksa.

Ayuna menggigit bibir bawahnya merasa gugup, gadis itu pun menurunkan tas yang tadi digunakan untuk menutupi wajahnya kemudian berbalik dan tertawa bodoh.

"Hehe Om Davian ternyata, kok Om bisa ada disini?" Tanya Ayuna sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Bukannya menjawab, Davian justru menarik tangan Ayuna membawanya pergi dari tempat itu. Tidak peduli pada pandangan para teman Ayuna padanya.

"Om tunggu Om! Ayuna baru saja sampai, memangnya Om mau mengajak Ayuna kemana?" Kata Ayuna terus memberontak mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Davian.

Davian berhenti, menoleh dan menatap Ayuna tajam, membungkukkan badannya dan segera mengangkat tubuh Ayuna seperti karung beras, segera membawa Ayuna untuk pulang ke rumahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!