NovelToon NovelToon

Dia HANYA Anakku

Satu_ Penyatuan

Melati dan Arjuna adalah siswa-siswi di Sekolah Menengah Umum Nusantara, mereka berdua sudah menjalin hubungan asmara selama hampir satu tahun.

Hubungan mereka berdua terjalin semenjak Melati bergabung dalam kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah satu tahun yang lalu, tepatnya ketika Melati baru naik ke kelas dua dan Arjuna naik ke kelas tiga.

Intensitas pertemuan yang tinggi sebagai sesama pengurus OSIS serta seringnya kebersamaan di ruang yang sama, membuat kedua muda-mudi itu saling jatuh cinta dan kemudian menjalin komitmen serius untuk berpacaran.

Meskipun Melati berasal dari keluarga sederhana, namun karena kecerdasan serta kepribadian baik dan selalu optimis yang dimiliki oleh gadis berhidung mancung tersebut, membuat Arjuna sang idola di sekolah menjatuhkan pilihan hatinya pada Melati.

Padahal banyak gadis di SMU Nusantara yang derajatnya sepadan dengan putra pejabat tinggi di kota tersebut yang lebih pantas untuk mendapatkan cinta Arjuna, tetapi nyatanya remaja bertubuh tinggi dengan otot-otot yang terbentuk sempurna itu lebih memilih seorang gadis dari keluarga yang sederhana seperti Melati.

Hingga hubungan mereka berdua, mendapatkan penolakan serta cibiran dari teman-teman Arjuna dan imbasnya Melati-lah yang seringkali mendapatkan hinaan serta cacian dari teman-teman kekasihnya itu jika Ia sedang tidak bersama Arjuna.

"Dasar murahan, jual diri paling si Melati ke Arjun. Makanya si Arjun nempel terus!" tuduh teman yang satu kelas dengan Arjuna, kala Melati sedang melintas di hadapan teman-teman wanita Arjuna tersebut.

"Rasanya bagaimana Mel? Punya Arjun pasti besar ya? Secara badannya Arjun kan kekar? Hati-hati lho Mel, nanti robek punya kamu kalau sering dimasuki." ledek yang lain dengan begitu vulgar, yang disambut tawa oleh teman-temannya.

"Paling sudah kendor punya Dia! Pasti bukan cuma si Arjun yang memakai!" hina yang lain lagi, dengan lebih sinis.

Melati meneruskan langkahnya, tanpa menoleh atau pun memberikan tanggapan sama sekali. Bagi gadis berkaki jenjang itu, hinaan, umpatan, sindiran, cacian atau apapun namanya yang mereka lontarkan, Ia anggap sebagai lolongan anjing semata.

Gadis cerdas yang selalu mendapatkan juara umum itu, tidak pernah ambil pusing dengan apa pun yang Ia dengar selama ini.

Karena bagi Melati, yang terpenting adalah perhatian serta dukungan yang selama ini diberikan oleh Arjuna kepada dirinya. Remaja berkulit putih yang merupakan kakak kelasnya itu, selalu memiliki waktu jika Melati mengajak Arjuna untuk berdiskusi tentang pelajaran di sekolah.

Sebab dukungan dari sang kekasih itulah, gadis berambut hitam panjang dan bergelombang indah tersebut bisa mendapatkan beasiswa berprestasi di sekolah. Beasiswa yang sangat bergengsi, karena hanya siswa berotak encer yang bisa mendapatkannya.

Di tengah terpaan hinaan dan cacian dari para gadis yang memperebutkan perhatian Arjuna, gadis yang selalu tampil sederhana itu tetap menikmati masa-masa indah kebersamaan dengan sang kekasih selama setahun ini, tanpa memperdulikan hujatan teman-teman yang tidak suka dengan hubungan mereka berdua.

Tin,,, tin,,,

Bunyi klakson motor Ninja yang terdengar merdu di telinga Melati, saking hafal nya gadis itu dengan suara klakson motor kesayangan sang kekasih tersebut, membuat Melati segera menoleh kearah sumber suara.

Dilihatnya, sang Arjuna telah menghentikan motor sport berwarna hitam garang tersebut dan kemudian membuka helm. Senyum menawan laki-laki pujaan hati Melati itu sanggup menyejukkan tubuh gadis berseragam putih abu-abu, yang saat ini sedang kepanasan karena terik mentari di siang hari sepulang sekolah yang terasa menyengat membakar kulit.

Ya, Melati baru saja berjalan melintasi tempat parkir yang cukup luas menuju gerbang sekolah, karena tadi sewaktu jam istirahat kedua Arjuna mengatakan bahwa siang ini remaja berahang kokoh itu tidak bisa mengantarkan Melati pulang. Sebab di kelasnya, ada jam tambahan pelajaran menjelang ujian akhir sekolah.

Sehingga Melati memutuskan untuk naik angkot seperti waktu Ia masih kelas satu, ketika gadis yang berlesung pipit itu belum menjalin hubungan asmara dengan Arjuna.

"Tadi mas bilang, tidak bisa mengantar Mela pulang karena ada tambahan jam pelajaran? Tapi kok tiba-tiba nyusul Mel?" Melati mengerutkan dahi, sembari menatap sang kekasih yang masih mengulas senyum manis di bibir.

Arjuna menjulurkan tangan tanpa menjawab pertanyaan Melati, merapikan surai hitam sang kekasih yang menutupi dahi dan menyelipkan di telinga Melati. Remaja berkulit putih bersih itu kemudian mengusap keringat di kening sang gadis dengan ibu jarinya, "kasihan pacarku, sampai keringetan begini," ujar Arjuna.

Melati tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang putih bersih dan rapi. "Cuacanya panas banget hari ini," keluh pacar Arjuna tersebut.

"Ayo naik, kita ngadem dulu di kafe," titah Arjuna seraya memakaikan helm untuk sang gadis, Melati hanya diam dan menurut.

Setelah helm terpasang dengan baik di kepala, Melati segera naik ke boncengan motor ninja yang tinggi tersebut.

"Pegangan yang kenceng ya, aku akan ngebut," pinta Arjuna, dan kemudian segera melajukan motor sport miliknya itu dengan kecepatan tinggi.

Begitulah hari-hari Melati dan Arjuna selama hampir satu tahun terakhir, dimana setiap hari Melati pasti diantar pulang oleh kekasihnya itu.

Hingga tanpa terasa, Arjuna kini telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum tersebut dan meninggalkan Melati yang harus menjalani hari-hari di sekolah tanpa sang Arjuna, kekasih hati.

Tetapi gadis itu tetap optimis, bahwa ini hanya untuk sementara karena mereka berdua telah berkomitmen sebelum Arjuna meninggalkan Melati dan masuk ke asrama.

Kala itu, Arjuna yang beberapa bulan lalu dengan dibantu oleh Melati mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Pamong Praja melalui pendaftaran online, telah dinyatakan lulus setelah menjalankan berbagai tes masuk ke Sekolah Tinggi bergengsi tersebut.

Untuk merayakan kelulusannya itu, Arjuna mengajak sang kekasih untuk membuat pesta kecil-kecilan di danau buatan yang terdapat di belakang villa milik keluarga remaja tersebut di daerah puncak.

Melati yang sedari pagi telah bersiap, segera keluar dari kamar sempit tempat Ia mengistirahatkan tubuh lelahnya setelah seharian beraktifitas di sekolah dan sepulang dari sekolah, masih harus membantu sang ibu untuk menunggui warung kecil di pinggir jalan raya tempat sang ibu berjualan bakso.

"Bu, saya minta ijin untuk mengajak Dik Melati keluar." pinta Arjuna dengan sopan kepada bu Nilam, ibunya Melati.

Wanita yang berwajah jauh lebih tua dari usia yang sebenarnya itu mengangguk, "hati-hati di jalan ya, Nak Arjuna. Tidak perlu ngebut di jalan raya, yang penting jaga keselamatan diri," pesan bu Nilam pada teman dekat putrinya.

Arjuna mengangguk patuh, dan kemudian segera menyalami bu Nilam untuk berpamitan. Melati pun melakukan hal yang sama, gadis yang mengenakan stelan kulot plisket dipadukan dengan kaos oblong berwarna putih itu mencium punggung tangan sang ibu dengan takdzim.

"Mela berangkat dulu Bu, assalamu'alaikum," pamit Melati seraya mengucap salam, dan kemudian segera keluar bersama sang kekasih.

Bu Nilam mengangguk seraya menjawab salam putrinya, "wa'alaikumsalam .... "

Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, motor sport yang dikendarai oleh Arjuna berbelok dan memasuki pintu gerbang sebuah villa yang terbuka lebar.

Rupanya, satpam yang menjaga villa orang tua Arjuna telah mengetahui kedatangan putra sang majikan itu. Sehingga pak Satpam sudah membuka pintu gerbang villa, agar motor Arjuna bisa langsung masuk ke halaman villa tersebut.

Arjuna memarkir motor dengan asal, dan kemudian buru-buru mengajak Melati untuk menuju danau buatan di halaman belakang villa keluarganya.

Hari masih pagi dan udara di sekitar pegunungan itu sangat sejuk, yang membuat Arjuna dan Melati merasa nyaman berada di ruang terbuka.

"Dik kita naik perahu yuk," ajak Arjuna sambil bergegas menuju perahu dayung yang terparkir di pinggir jembatan. Perahu tersebut sengaja disediakan oleh ayahnya Arjuna, untuk digunakan jika ada anggota keluarga yang ingin memancing ke tengah danau.

Melati hanya bisa mengekor langkah sang kekasih, mereka berdua kemudian segera naik ke atas perahu dayung dan dengan gesit Arjuna mendayung perahu menyusuri luasnya danau buatan.

Setelah agak ke tengah, remaja tampan itu berhenti mendayung.

"Kenapa berhenti di sini, Mas? Mas Arjun capek? Mela takut Mas? Mela enggak bisa berenang?" cecar Melati dengan banyak pertanyaan. Wajah gadis belia itu menunjukkan rasa ketakutan yang sangat.

"Jangan takut Dik, ada mas di sini," hibur Arjuna seraya menggenggam tangan gadis cantik tersebut.

Tapi Melati masih menunjukkan kecemasan di wajah ayunya, hingga kemudian Arjuna bergeser dari tempat duduknya dan memeluk tubuh langsing sang kekasih.

Berada dalam dekapan laki-laki gagah seperti sang kekasih, membuat gadis remaja itu merasa nyaman. Hingga entah siapa yang memulai, keduanya kini telah saling menyatukan wajah dengan deru nafas yang saling memburu.

Kedua remaja yang saling jatuh cinta tersebut, kini saling *******, menghisap dan menyesap nikmat.

Tangan Arjuna pun telah menelusup kedalam kaos Melati, menyusuri bukit kembar milik sang kekasih dan meremas benda kenyal itu dengan gemas, hingga membuat sang empunya mendesah manja.

Dua remaja yang dimabuk cinta itu semakin menggila, pakaian keduanya bahkan sudah tidak terpasang lagi dengan sempurna.

Kulot berwarna hitam milik Melati, kini sudah berada dibawah kaki gadis itu. Begitu pun dengan dalemannya yang berwarna merah cerah.

Kaos putih gadis cantik itu juga telah naik ke atas hingga ke batas leher, dengan bra yang tersingkap dan menampakkan dua bukit indah dengan bulatan ranum diatasnya yang mulai mengembang karena sentuhan nakal tangan sang kekasih.

Sedangkan kaos yang dikenakan Arjuna tadi, kini tergeletak begitu saja di samping tubuh Melati dan celana remaja tampan itu melorot hingga ke bawah lutut.

Arjuna yang saat ini berada di atas tubuh sang gadis, menggesekkan miliknya yang telah mengeras ke tubuh bagian bawah Melati.

Remaja calon Praja tersebut menatap netra bulat sang gadis dengan tatapan sayu, dan Melati hanya bisa mengangguk pasrah seraya menggigit bibir bawahnya. Melati memejamkan mata.

Teriakan kecil Melati yang disertai dengan ******* ketika benda keras milik Arjuna melesak ke bagian inti, membuat Arjuna menghentikan sejenak aktifitasnya.

"Jangan menangis sayang, aku pasti akan menikahimu. Berjanjilah untuk setia menungguku, lima tahun ... dan aku pasti akan datang untuk melamarmu Dik," bisik Arjuna lembut di telinga sang kekasih, sambil memompa dengan pelan.

Melati terhanyut mendengar bisikan sang kekasih, gadis itu semakin terhanyut karena Arjuna terus memompa tubuhnya semakin cepat.

Lenguhan panjang keduanya disertai ledakan cairan milik Arjuna yang menyembur kedalam rahim Melati yang terasa hangat dan nikmat, mengakhiri penyatuan manis mereka berdua di atas perahu dayung di tengah danau buatan di halaman belakang villa milik keluarga Arjuna.

TBC,,,

🌹🌹🌹

Buat yang baru saja gabung di novel ini, karya ini sudah TAMAT ya... tapi tetep, tolong tinggal kan jejak kalian di sini 😉😉

Dengan Like, komen, vote dan hadiah yang banyak, dan jangan lupa klik tombol hati/ masukkan favorit 🥰🥰

Dan jika kalian suka dengan cerita nya, jangan lupa berikan rating bintang lima dan katakan lah sesuatu untuk menyemangati ku 😊🙏

Makasih yah, hadir nya,,, 🤗🤗

Salam hangat dan Happy Reading,,,

Dua_ Maafkan Mela, Bu

Hari-hari berikutnya, Melati lalui tanpa adanya sosok sang kekasih karena Arjuna telah lulus dari sekolah dan masuk ke asrama Sekolah Tinggi calon Praja di luar kota.

Melati juga telah menyelesaikan ujian semester genap dan siswi cerdas itu naik ke kelas tiga dengan mendapatkan kembali gelar juara umum, seperti yang Ia raih tahun lalu.

Liburan akhir tahun pelajaran baru kali ini, Melati habiskan hanya dengan membantu sang ibu berjualan bakso di warung kecil peninggalan almarhum ayahnya. Setiap pagi, setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, Melati akan langsung ke warung untuk menggantikan sang ibu agar bu Nilam bisa beristirahat sejenak.

Seperti hari ini, putri semata wayang bu Nilam itu tengah menggantikan sang ibu berjualan di warung. Ketika Melati sedang meracik bakso untuk seorang pembeli, tiba-tiba saja Melati merasakan kepalanya berputar-putar. Gadis belia itu meringis menahan sakit di kepala.

Kekasih Arjuna itu masih berusaha untuk melayani pembeli dan setelah pembeli tersebut pergi, Ia kemudian segera duduk di kursi plastik dengan warna yang telah memudar dan menyandarkan tubuh rampingnya pada dinding kayu dengan cat yang telah usang. Melati memijat pijat sendiri keningnya yang semakin berdenyut.

Kumandang adzan dzuhur terdengar dari kejauhan, Melati merasa sedikit lega karena sebentar lagi sang ibu pasti akan datang untuk menggantikannya kembali.

Benar saja, lima belas menit setelah kumandang adzan dzuhur tersebut, bu Nilam nampak sedang mengayuh sepeda bututnya menuju warung. Wanita yang terlihat letih itu kemudian menyandarkan sepeda di halaman samping warung dan segera masuk ke dapur.

Bu Nilam mengernyitkan dahi kala mendapati sang putri tengah memejamkan mata, sambil menyandarkan tubuh ke dinding. "Mela, kamu kenapa Nak?" tanya bu Nilam panik.

Melati membuka mata dan tersenyum pada sang ibu, agar ibunya itu tidak khawatir. "Mela tidak apa-apa Bu, cuma ngantuk saja kok," balas Melati yang terpaksa berbohong. Gadis itu tidak mau membebani sang ibu, dengan mengatakan bahwa dirinya sakit.

"Ya sudah, pulang sana dan tidur di rumah," titah bu Nilam tanpa rasa curiga.

Melati pun kemudian pamit, gadis itu mengambil sepeda mini yang telah berkarat di sana-sini yang berjajar dengan sepeda sang ibu dan segera mengayuhnya menuju rumah sederhana yang terletak di gang sempit.

Setibanya di rumah dan setelah melaksanakan kewajiban menunaikan ibadah sholat dhuhur, Melati segera merebahkan tubuh di atas kasur kapuk yang tidak lagi terasa empuk.

Gadis berkulit kuning langsat itu masih merasakan pening di kepala, namun Melati tidak menganggapnya serius. Ia hanya berfikir, mungkin dirinya hanya kecapekan dan butuh beristirahat. Putri tunggal bu Nilam tersebut mencoba memejamkan mata, namun kepalanya dirasakan semakin berdenyut.

Melati kembali bangkit untuk mengambil minyak angin, menggosok kening serta tengkuk hingga terasa hangat dan kemudian kembali merebahkan diri. Tidak berapa lama, gadis itupun tertidur dengan sendirinya.

#####

Tahun ajaran baru telah dimulai, semua siswa dan siswi di Sekolah Nusantara telah kembali masuk ke sekolah, termasuk Melati yang hari ini berangkat dengan malas-malasan tidak seperti hari-hari biasanya yang Ia lalui dengan penuh semangat.

Selain karena tidak ada lagi sang kekasih hati di sekolah, gadis itu juga merasakan tubuhnya akhir-akhir ini mudah lelah, sering merasakan pusing dan tidak bernafsu untuk makan. Bahkan di pagi hari, Melati sering merasakan mual meskipun tidak sampai memuntahkan isi dalam perutnya.

Sang ibu tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi pada Melati, karena putri tunggal bu Nilam tersebut tidak pernah mengeluh di hadapan sang ibu dan Melati selalu menampakkan keceriaan jika berada dihadapan ibunya.

Sepanjang mengikuti pelajaran di sekolah pagi ini, Melati sama sekali tidak dapat fokus sebab rasa pusing yang sering datang melanda. Ketika jam istirahat kedua, kekasih Arjuna itu memutuskan pergi ke UKS untuk sekedar merebahkan tubuh dan berharap rasa pusing di kepalanya sedikit berkurang.

Melati menatap langit-langit ruang UKS yang berwarna putih bersih karena ruangan berukuran tiga kali empat meter itu memang dirawat dengan baik, agar siswa-siswi yang membutuhkan tempat untuk beristirahat merasa nyaman.

Tiba-tiba bayangan Arjuna melintas di sana dan rekaman demi rekaman kebersamaan Melati dengan sang kekasih di hari terakhir mereka berdua bertemu, terlihat sangat jelas di pelupuk mata gadis berambut hitam bergelombang tersebut.

Melati langsung terbangun dan mengingat sesuatu, "kalender, mana kalender?" Melati mengedarkan pandangan dan gadis bermata bulat dengan bulu mata lentik itu bergegas turun dari ranjang.

Kekasih Arjuna itu menuju ke sisi dinding dimana terdapat kalender yang menggantung di sana, dengan seksama Melati mengamati angka-angka yang tertera dalam kertas putih tersebut.

Melati menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, tubuh ramping itu bergetar dan langsung merosot ke lantai. Air mata luruh begitu saja dari kedua sudut mata gadis pemilik ranking tertinggi di sekolah, "tidak, ini tidak mungkin," Melati melirih dengan isak tangis yang tertahan.

"Ayah, ibu ... maafkan Mela," rintih putri tunggal bu Nilam di sela isak tangis. Melati merasa sangat bersalah kepada kedua orang tuanya, terutama sang ibu yang telah berjuang membesarkan dan menyekolahkan Melati seorang diri tanpa sosok sang ayah.

Setelah lelah menangisi perbuatannya beberapa minggu yang lalu bersama sang kekasih, Melati kemudian mencuci wajah di kamar mandi UKS. Gadis itu merapikan pakaiannya yang kusut, menyisir rambut dengan jari dan bergegas kembali ke ruang kelas.

Pulang dari sekolah, putri bu Nilam yang selalu kembali ke rumah tepat waktu itu menyempatkan diri untuk mampir ke apotik. Melati ingin memastikan kecurigaannya dan mengetes sendiri urinnya dengan alat tes kehamilan yang di jual bebas di apotik tersebut.

Tatapan curiga penjaga apotik yang menatap Melati dengan penuh tanya, membuat nyali kekasih Arjuna itu menciut dan perasaan bersalah kembali menyandera. Buru-buru Melati membayar, agar bisa segera berlalu dari sana dan terbebas dari tatapan kecurigaan penjaga apotik.

Setelah mendapatkan apa yang Melati inginkan, gadis berkaki jenjang itu mengayunkan langkah dengan cepat menyusuri gang sempit untuk pulang ke rumah sederhana yang Ia tempati bersama sang ibu.

Setibanya di rumah, putri semata wayang bu Nilam itu segera menuju ke kamar mandi sempit yang terletak di samping dapur yang tidak kalah sempit.

Melati membuka alat yang baru saja Ia lihat sepanjang hidupnya dengan tangan bergetar, membaca aturan pakai alat tes kehamilan tersebut dengan menahan perasaan yang bergejolak di dada, entah apa yang ada dalam benak kekasih Arjuna saat ini.

Setelah menggunakan alat tes kehamilan sesuai petunjuk yang tertera di sampul belakang, gadis berlesung pipit yang memiliki senyuman manis itu memejamkan mata dan berhitung mundur.

"Tidak Tuhan, tidak ... jangan sampai aku hamil," rintih Melati penuh harap.

"Mas Arjun sudah di asrama dan aku tidak mungkin merusak impiannya yang ingin menjadi seorang calon Praja. Aku juga tidak mau membuat ibu kecewa, karena ibu berharap banyak aku bisa menjadi guru seperti yang ayah inginkan dulu. Tolong aku Tuhan .... " Do'a Melati dengan sungguh-sungguh, namun nyatanya semua telah terlambat.

Karena begitu kekasih Arjuna tersebut membuka mata dan melihat kearah benda pipih yang berada di telapak tangan kanannya, netra bulat itu semakin membulat sempurna. Dua garis merah terpampang nyata dalam alat tes kehamilan yang baru saja Ia gunakan, Melati menangis tanpa bersuara dengan tubuh ramping yang luruh begitu saja ke lantai kamar mandi yang basah.

Melati menangis seorang diri, menyesali perbuatannya yang tidak mungkin dapat Ia perbaiki kembali. Nasi telah menjadi bubur dan hanya menyisakan penyesalan seumur hidup kekasih Arjuna tersebut, bukan hanya penyesalan tetapi mungkin juga penderitaan akibat dari kenikmatan sesaat yang Ia lakukan dengan penuh kesadaran bersama sang kekasih.

Jika saja waktu bisa di putar kembali ... tetapi sayangnya, sang waktu tidak pernah berjalan mundur. Hanya penyesalan yang tiada berarti lagi, bagi orang-orang yang melakukan kesalahan seperti dirinya.

Gadis manis itu masih menangis di dalam kamar mandi, ketika sang ibu kembali ke rumah untuk memastikan apakah dirinya sudah pulang. Sebab Melati tadi terburu-buru, sehingga tidak sempat mampir ke warung sang ibu seperti yang biasa Ia lakukan.

"Mela, kamu sudah pulang, Nak?" panggil bu Nilam, sambil memasuki rumah sederhana miliknya.

Bu Nilam membuka pintu kamar sang putri dan melongokkan kepala kedalam, namun kamar tersebut kosong. Ibunya Melati itu kemudian menuju ke dapur dan mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup rapat, "Mela, apa kamu di dalam, Nak?" tanya bu Nilam memastikan.

"I... iya bu," balas Melati dari dalam kamar mandi dengan suara parau karena kebanyakan menangis.

Bu Nilam mengernyitkan dahi, "kamu kenapa, Nak? Apa kamu sakit? Buka pintunya, Nak?" Bu Nilam terus mengetuk pintu kamar mandi dengan penuh rasa khawatir.

Tak berapa lama, putri tunggal bu Nilam tersebut keluar dari kamar mandi dengan mata sembab dan langsung bersimpuh di kaki sang ibu. Melati kembali menangis tersedu sambil memeluk kaki ibunya, hingga membuat bu Nilam bertanya-tanya.

"Maafkan Mela Bu, maaf ..." rintih Melati dengan penuh penyesalan.

Bu Nilam masih terdiam, wanita yang terlihat tua karena penderitaan itu masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi pada anak semata wayangnya.

"Mela ... Mela, ha ... hamil bu," Melati terbata dengan lirih, namun bagi bu Nilam terdengar bagai suara petir yang menggelegar memecah angkasa raya.

TBC...

Tiga_ Ancaman Bagi Karir Arjuna

Tubuh bu Nilam merosot ke lantai dapur yang lembab dan sempit, tubuh ringkih itu terlihat semakin tidak berdaya dan sama sekali tidak bertenaga. Ibunya Melati tersebut tidak mampu menangis, saking bingungnya dengan apa yang Ia rasakan saat ini.

Rasa kecewa, sedih, marah dan menyesal bercampur menjadi satu. Ia marah pada dirinya sendiri karena sebagai orang tua, bu Nilam merasa telah gagal menjaga dan mendidik putri tunggalnya.

Ia menyesal, mengapa mengijinkan Melati bergaul dengan pemuda yang bukan mahromnya dan hanya berdua-duaan saja. Wanita kurus itu kecewa pada diri sendiri, juga kecewa pada Melati.

Melati memeluk sang ibu dan menangis di sana, gadis itu terus mengucapkan permintaan maaf dan penyesalan yang sayangnya sudah sangat terlambat.

Setelah beberapa saat, bu Nilam bangkit dan dengan tertatih sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba sesak, ibunya Melati itu menuju ke kamar tanpa sepatah kata pun. Meninggalkan sang putri yang masih menangis dan kebingungan seorang diri.

Bu Nilam mengunci pintu kamar dan kemudian membuka laci meja, Ia ambil beberapa butir obat dan kemudian meminum obat yang sudah lama Ia konsumsi jika rasa sesak di dada kambuh tanpa sepengetahuan sang putri.

Wanita rapuh itu kemudian membaringkan diri di kasur tipis dengan sprei yang telah memudar warnanya, sambil memandangi langit-langit kamar yang banyak terdapat bocor di sana sini. Pikiran wanita kurus itu menerawang jauh.

Setelah dirasa cukup beristirahat, wanita yang terlihat kusut itu kemudian keluar hendak menemui putrinya. Bu Nilam terkejut tatkala membuka pintu dan mendapati sang putri tengah duduk bersimpuh di depan kamarnya.

"Mela, apa yang kamu lakukan disini, Nak?" tanya bu Nilam lembut.

Bukannya menjawab, Melati malah menubruk kaki sang ibu dan kembali mengucapkan permintaan maaf untuk yang kesekian kali.

Bu Nilam menghela nafas panjang, "semua sudah terjadi Nak, bangunlah," dengan penuh kasih, Bu Nilam membantu Melati berdiri dan kemudian menuntun sang putri untuk duduk di kursi busa yang sudah usang.

Ibu dan anak itu kemudian duduk bersisihan, "siapa ayah bayi itu, Mela?" Lirih bu Nilam bertanya, setelah beberapa saat.

"Mas Arjun, Bu," balas Melati dengan lirih.

Ibunya Melati itu memejamkan mata dan menghela nafas dengan berat, "keluarga kita jauh berbeda dengan keluarga Nak Arjun, Mel. Ibu tidak yakin mereka akan bisa menerima semua ini, tetapi kamu harus mengatakan dengan jujur kepada Nak Arjun dan keluarganya, Mela," ujar bu Nilam lirih, nyaris bergumam.

Melati terdiam, gadis itu sama sekali tidak pernah menyangka bahwa apa yang Ia dan sang kekasih lakukan saat itu akan berakhir serumit ini. Melati juga bingung, bagaimana mungkin Ia memiliki keberanian untuk menemui orang tua sang kekasih yang bahkan belum pernah ditemuinya?

Kekasih Melati itu belum pernah sekali pun mengajak Melati berkunjung ke rumah, hanya nama besar orang tua Arjuna sebagai orang paling berpengaruh di kotanya saja yang sering Melati dengar. Sementara wajah orang tua Arjuna, hanya bisa Ia lihat di poster dan spanduk yang terpasang di setiap sudut kota dan di tempat-tempat strategis lain.

"Makanlah, Mel. Setelah itu segera temui keluarga mereka. Meski nak Arjun tidak dapat kamu temui, tetapi keluarganya harus tahu tentang kebenaran semua ini," titah bu Nilam, seraya menatap sang putri dengan sendu dan membuyarkan lamunan Melati.

Melati mengangguk lemah, gadis itu tidak sanggup menolak titah sang ibu setelah berita buruk yang Ia berikan kepada orang tua satu-satunya yang Melati miliki tersebut.

#####

Langkah kecil Melati dihadang oleh satpam di rumah megah yang hendak gadis itu tuju, "mau ada perlu apa, Dik?" tanya satpam yang berwajah sangar, yang sedang berjaga di kediaman orang tua Arjuna.

"Saya mau bertemu dengan orang tua mas Arjuna, Pak," jawab Melati takut-takut.

"Sudah ada janji?" selidik satpam tersebut.

Melati menggeleng lemah, "belum Pak, tapi ini sangat penting. Ada hubungannya dengan mas Arjuna, Pak. Saya Melati, temannya mas Arjuna. Bisa kan, Pak. Saya bertemu dengan beliau?" Melati memohon dengan menangkup kedua tangan di depan dada.

Satpam tersebut menatap Melati dari ujung kepala hingga ujung kaki, matanya menyipit melihat penampilan gadis di depannya yang sama sekali tidak meyakinkan jika Melati adalah teman Arjuna, putra bungsu sang majikan.

"Tunggu sebentar, saya tanyakan dahulu pada nyonya." Satpam tersebut bergegas menuju kediaman sang majikan, untuk memberitahukan pada nyonya majikannya.

Setelah beberapa saat menunggu, "silahkan, Dik. Nyonya Sonia bersedia menemui Dik Melati." Satpam yang berjaga itu memberitahukan, bahwa sang majikan bersedia menemui dirinya.

Melati tersenyum lega, "terimakasih banyak, Pak. Permisi," pamit kekasih Arjuna itu dengan mengangguk sopan.

Dengan langkah pasti, Melati bergegas menuju rumah megah yang jaraknya cukup jauh dari pintu gerbang. Dari kejauhan, Melati dapat melihat seorang wanita dengan penampilan berkelas tengah berdiri di teras rumah megah tersebut dan sedang menanti dirinya.

"Assalamu'alaikum, Bu," ucap salam Melati dengan sopan, sambil mengulurkan tangan hendak menyalami wanita paruh baya yang terlihat anggun tersebut.

Namun wanita pemilik rumah tersebut bergeming dan tangannya tetap bersidekap, wanita paruh baya itu hanya sekilas melirik tajam kearah Melati. Seolah menyelidik gadis yang berdiri di hadapannya, gadis biasa yang dengan berani datang ke kediamannya yang megah dan hal itu membuat nyali kekasih Arjuna menciut.

"Tidak perlu basa-basi, katakan saja apa tujuan kamu kemari?" Dengan ketus wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Arjuna itu bertanya, tanpa mempersilahkan Melati untuk duduk terlebih dahulu.

"Saya Melati, Bu. Sa-saya, saya pacarnya ... mas Arjuna," Melati memperkenalkan dirinya dengan terbata dan kemudian menundukkan kepala.

"Cih!" Ibunya Arjuna berdecih, wanita itu terlihat makin jijik menatap gadis berpenampilan sederhana di hadapannya. "Lelucon apa yang kamu mainkan, Gadis Miskin! Tidakkah kamu sadar, saat ini kamu sedang berbicara dengan siapa?" geram bu Sonia, yang merasa dipermainkan oleh gadis belia yang baru saja dilihatnya.

"Kalau kamu mau minta sumbangan, bukan seperti ini caranya! Pakai ngaku-ngaku sebagai teman Arjuna segala!" maki ibunya Arjuna tersebut, yang membuat nyali Melati semakin menciut.

"Berapa yang kamu mau? Lima ratus ribu, saya rasa cukup untuk orang-orang miskin seperti kalian, bukan?" ejek bu Sonia.

Melati menggeleng cepat, "bu-bukan itu, Bu. Saya kemari hendak menyampaikan bahwa, bahwa saya, saya saat ini tengah ... " sejenak Melati menjeda ucapannya, tangan gadis itu gemetaran karena rasa takut yang teramat sangat.

"Sa-saya tengah me-mengandung anaknya mas Arjuna, Bu," dengan terbata-bata, Melati memberanikan diri untuk berkata jujur.

"Apa?" Bu Sonia terlihat sangat terkejut, "jangan menyebar fitnah murahan seperti ini, gadis bodoh! Saya bahkan bisa menjebloskan kamu ke penjara, atas tuduhan pencemaran nama baik!" Bu Sonia nampak sangat geram.

"Jangan pernah kamu berfikir, kalau saya akan percaya begitu saja dengan fitnah murahan seperti ini!" tuding bu Sonia, "saya tahu persis seperti apa putra saya, Arjuna tidak mungkin bergaul dengan gembel seperti dirimu!" ejek bu Sonia dengan melirik jijik kearah Melati.

Melati kemudian mengeluarkan alat tes kehamilan, yang Ia simpan di dalam saku bajunya dan kemudian mengulurkan kepada bu Sonia. "Ini buktinya, Bu. Kami melakukannya di danau di villa keluarga ibu, beberapa hari sebelum mas Arjun berangkat ke asrama," terang Melati dengan tangan yang semakin gemetaran.

Bu Sonia mengibaskan tangan Melati dengan kasar, hingga benda pipih dengan dua garis merah itu terlempar jauh. "Saya tetap tidak percaya!" Ibunya Arjuna itu menatap tajam Melati.

"Maaf, Bu. Saya tidak meminta Ibu untuk percaya, saya hanya ...."

"Cukup! Hentikan omong kosong mu!" hardik bu Sonia. Wajah wanita paruh baya itu terlihat sangat marah, dadanya turun naik karena emosi yang meluap.

"Satpam!" seru bu Sonia sekuat tenaga.

Dengan berlari cepat, satpam lain yang bertugas menghampiri sang nyonya yang terlihat sangat marah.

"Usir gadis ini!" titah bu Sonia, sambil melemparkan lembaran uang kertas merah kearah wajah Melati.

Mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang tua sang kekasih, membuat hati Melati hancur berkeping-keping. Gadis itu juga merasa terhina dengan apa yang telah dilakukan oleh orang tua Arjuna kepada dirinya, Ia sama sekali tidak berminat untuk mengambil lembaran uang pecahan ratusan ribu rupiah tersebut.

Hardi, satpam yang bertugas masih terdiam. Laki-laki berbadan tegap dan berkulit hitam itu nampak kebingungan.

Sementara Melati juga masih terpaku di tempatnya, bukan hanya syok mengetahui kenyataan pahit ini namun Melati juga bingung, bagaimana nanti Ia menyampaikan kepada sang ibu.

"Cepat! Seret gadis itu, Hardi!" bentak bu Sonia dan Hardi langsung melaksanakan titah sang majikan.

Dengan kasar, satpam tersebut menyeret lengan Melati. Kekasih Arjuna itu hanya pasrah saja, ketika pak Hardi menyeretnya menjauh dari teras rumah Arjuna.

"Maaf mbak, sebaiknya mbak segera pergi dari sini," titah pak Hardi dengan tak enak hati, setelah mereka agak menjauh dari bu Sonia.

Melati mengangguk patuh dan segera berlalu, meninggalkan kediaman orang tua Arjuna yang megah dengan langkah lunglai.

Sementara bu Sonia masih berdiri dengan angkuh di teras rumahnya, nampak wanita paruh baya itu menghubungi seseorang melalui sambungan telepon.

"Ricko! Kamu ajak salah satu orangmu dan ikuti gadis yang baru saja keluar dari rumahku! Selidiki gadis itu, cari tahu siapa orang tuanya dan segera laporkan kepadaku! Jangan sampai gadis miskin itu menjadi ancaman bagi karir Arjuna!" titah bu Sonia, pada seseorang di seberang telepon.

TBC...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!