NovelToon NovelToon

BORU JAWA

1.pertemuan

"Mar...Mariani,"panggilan terdengar jelas ditelinga ini.

"Iya-iya,"ternyata itu mas Aryo saudara laki-laki ku yang paling ganteng.

"Apa mas,"aku segera membukakan pintu untuk mas Aryo...dia terlihat sangat rapi dengan seragam dinas nya.

"Mas mau kerja.Kamu kan dirumah sendiri,nanti kalau ada tamu yang gak dikenal datang jangan dibuka kan pintu,"karena aku sudah tamat dari sekolah menengah atas ku jadi aku tidak ada kegiatan hari ini hanya sebatas penjaga gawang (rumah).

"Bapak ibu mana mas?."

"Bapak ada rapat... kalau ibu ikut bapak,"bapak dan ibu ku tidak biasanya berangkat sepagi ini terlebih bapak hanya seorang petani sederhana yang merangkap menjadi kepala desa serta ibu yang mengabdikan dirinya sebagai bidan desa disini.

"Mas...aku izin sama mas mau ke kota,Rini ngajak aku cari buku di toko buku jalan Sudirman."

"Iya udah, intinya kamu hati-hati ."

"Iya mas."

"Nah...mana tau nanti kalian naik becak,"mas Aryo memberikan ku selembar uang Rp 100.000, biasanya juga begitu pasti ia akan menambahi uang saku kalau aku berpergian jauh dengan teman-teman,ini juga yang membuat aku manja dengan 3 mas ku,mas Aryo anak pertama di keluarga ku, sebagai seorang guru SMA dia telah lulus mendidik kami adik-adiknya,mas Anto saudara laki-laki ku yang kedua ia bekerja sebagai manager di salah satu PT yang memproduksi semen, sedangkan mas lewi.Anak yang ke 3,dia masih bersekolah dibangku kuliah, mengambil jurusan kedokteran membuat orang tua ku harus berkerja lebih keras lagi untuk biaya kuliahnya menunggu itu aku harus berhenti setahun dulu untuk tidak melanjutkan kuliah ku,ya tidak apalah lagi pula aku tidak begitu bersemangat untuk kuliah apalagi harus mengambil jurusan yang pinta kedua orang tua.

"Makasih mas,"sampai lupa bilang makasih kepada dia.

"Hat.. jangan genit-genit sama cowok apalagi sama cowok yang gak dikenal,"kata mas Aryo.

"Iya mas."

Siang hari tepatnya pukul 12:45 Rini sahabat ku datang bersama pacarnya Soni yang kebetulan adalah kakak kelas serta ketua PMR waktu kami bersekolah dulu.

"Mar...kita endak usah naik becak ke kota nya ya,naik motor masing-masing wae,"walaupun sudah tinggal di daerah yang sudah maju medok Jawa nya Rini tidak ketinggalan sama sekali,kami tinggal di kota Bandung, dimana didaerah kami ini sudah banyak beragam suku dan agama jadi bahasa yang digunakan juga sudah tidak asli Sunda, terkadang kami juga mau berbahasa Sunda itu pun sesekali kalau disekolah atau pun sedang bermain dengan teman kami yang asli orang Sunda.

"Terus aku mau kalian tinggal,atau aku naik becak sendiri,"cetus ku dengan wajah masam.

"Mamad nanti datang jemput mar,"jawab Soni,mamad adalah teman Soni.Jangan salah dengan namanya orang nya juga lumayan tampan ditambah lagi ayahnya adalah juragan tanah disini belum lagi diusia nya yang sekarang dia sudah memiliki usaha kedai pupuk sendiri,nama aslinya Muhammad Akmal,ya tercengang kan,dia itu biasa terkenal dengan sebutan Mamad,calon iman sih kalau bisa hahaha.

"Bareng lah,"pinta ku.

"Manja banget,"balas Soni.

"Awas Lo ya son,"lirik ku tajam.

"Ha itu Mamad,"akhirnya Mamad datang.

Dari jalan yang berbatuan kami sudah menemukan jalan raya yang amat lumayan padat dengan pengendara motor lainya, sepanjang jalan sampai menuju kota kami belum ada bicara tentang hal apapun sama sekali.

"Mau cari buku apa?."

"Buku novel mad,"jawab ku.

Andaikan saat ini aku bisa mengungkap kan perasaan ini ke Mamad,apa mamad terima ya...pasti mamad terima secara dia akan menerima aku sebagai putri tunggal serta anak bontot yang paling disayangi keluarga.Kalau dia sebagai anak pertama yang harus menanggung beban keluarga aku ikhlas menemani nya.

"Mamad ku sayang...,"pekik ku tertawa,ah iseng-iseng berhadiah mana mungkin mamad dengar dengan suara lembut ku,kan suara kendaraan aja sudah cukup menutupi besarnya suara ini.

"Ini toko bukunya masih jauh?."

"Enggak, itu,"kami akhirnya sampai pada tujuan,karena dan pasangannya terlebih dahulu daripada kami akhirnya mereka menunggu kami untuk beberapa saat,tak sabar rasanya untuk memilih dan melihat-lihat buku novel yang cukup dengan dana ku ini.

"Kenapa kurang uang nya,"ucap mamad sembari memandang ku yang menghitung sejumlah uang ditangan.

"Sikit,"balas ku tersenyum.

"Nanti aku yang tambahin,"balas Mamad sembari mengambil buku yang berada dirak atas kepala ku.

"Aku ambil 2 ya,"balas ku sembari memberikan buku yang telah ku pilih kepada mamad.

"Ini aja,"entengnya Mamad memberikan pancingan kematre-an ku untuk keluar.

"Enggak itu aja,"sabar Mariani sabar, Mamad pasti ditangan.

"Berapa?."tanya Mamad kepada penjual buku itu.

"Rp 120.000,Rp 85.000, ditambah Rp 150.00, totalnya Rp 355.000." mahal banget padahal buku yang ku ambil hanya dua saja kenapa buku yang diambil mamad lebih murah.

"Mad,ini."Aku memberikan uang sejumlah Rp 200.000 untuk melunasi hutang ku kepada mamad.

"Udah dipegang aja,nanti kalau kita makan bayar nya pakai itu,"kata mamad.

"Oke,"aku memasukkan uang itu kembali.

Sepanjang perjalanan aku tersenyum tak karuan kala menatap senyum mamad dari spion motor Vario 125 miliknya.

"Mad,dari tadi orang Rini enggak ada mau bicara mau makan dimana,"tanya ku, soalnya lumayan makan perjalanan juga dari kampung kami untuk keluar,atau istilah kami ke kota.

"Tadi Soni bilang kita makan di warung pecal lele ibunya Rini aja,dia kangen katanya sama ibunya."

"Iya udah, ikut aja,"balas ku.

Padahal ibu yang dimaksud itulah adalah ibu tiri Rini,ibu kandung Rini dulu meninggal usai melahirkan adik nya, setelah itu ayahnya menikah lagi dengan ibu Ratna namanya,namun entah mengapa ayahnya menceraikan ibu Ratna dan menikah lagi dengan janda kaya di kampung sebelah, terpaksa lah akhirnya Rini tinggal dengan nenek dan adiknya dirumah mereka.Ibu Ratna segan untuk tinggal disitu karena merasa tidak memiliki hak terlebih lagi ia tidak memiliki anak dari pernikahannya dengan ayah Rini.

"Loh, warung ibu Rini semakin besar ya,"ucap ku terkejut kagum.

"Iya."

Bersama-sama kami memasuki warung dan melihat-lihat suasana yang kebetulan lagi sepi-sepi nya.

"Ibunya ada?."Tanya Rini memasuki warung itu.

"Diatas kak,mau dipanggil?."ucap pelayan nya,dia sudah kenal Rini karena kami juga sudah sering kesini untuk menghantarkan Rini, hanya saja Mamad baru 2,atau 3 kali dari sini.

"Loh Rin,nopo nduk,"ibu Rini langsung merangkul dirinya.

"Rini langsung menangis sejadi-jadinya."

"Bapak Bu...bapak udah 2 bulan enggak datang-datang menjenguk kami, Ririn juga lagi sakit, Rini enggak tau mau gimana Bu."

"Walah,jadi Ririn udah minum obat?."

"Sudah Bu,beli diwarung semalam."

"Besok atau lusa ibu usahakan datang ya Rin,ibu juga belum tau bisa kesana apa enggak, apalagi ini bapak mu jauh Mandah,"jawab ibu Rini, walaupun ia sudah menikah,ia sudah menganggap Rini dan Ririn itu adalah anaknya, terlebih lagi suami baru nya juga sama hal nya dengan ibu Rini,sampai usia pernikahan mereka yang ke 3 Tahun mereka juga belum dikaruniai anak, berbeda dengan bapak kandung Rini yang akan menimang anak kedua nya dari pernikahannya dengan janda gatal itu,ih aku sangat benci dengan ibu tiri Rini yang satu itu.

"Iya Bu,"balas Rini menghapus air matanya.

"Bikin nasi nya Len,"perintah ibu Ratna kepada asisten nya.

"Iya Bu,"panjang lebar Rini bercerita kepada ibunya, tentang ia yang selalu bertengkar dengan neneknya sampai-sampai ia ingin kuliah namun tak ada biaya juga ia sampaikan kepada ibunya itu.

"Semalam bapak juga udah bilang gitu Rin,bapak maunya ngadopsi kalian itu resmi, apabila bapak kandung mu itu nuntut kami ada jaminan buat kami enggak melepaskan kalian,tapi gimana bapak kandung mu enggak berpikir sejauh itu,ibu enggak keberatan ku ngerawat kalian 2, emang kalian orang jauh?, enggak kan.Kalian kan anak ibu,"balas ibunya sedih.

"Dimakan-makan,"kata sambutan ibunya.

Kami pun memakan makanan yang sudah kami pesan dari tadi,selesai itu kami pulang tak lupa Rini dibawa kan bungkusan nasi dan sejumlah uang dari ibunya,kami melanjutkan perjalanan yang amat lumayan masih jauh ini.

"Bisa-bisa sampai sore ini,"ucap mamad.

"Iya."

Aku jadi terbayang, kalau-kalau nasib memberikan ku takdir seperti ibu Rini, sanggup kah aku merawat anak yang tidak terlahir dari rahim ku, sedangkan anak yang lahir dari rahim sendiri saja masih mau melawan gimana yang sudah lain darah dan segi pandang.

"Enggak mau?."

Mamad menghentikan perjalanan kami didepan sebuah kios Boba,segan kali kalau terus minta dibayari Mamad.

"Mau?."

"Iya udah."tanpa pikir panjang mamad memesan minuman viral untuk ku dan dirinya.

Kenapa aku merasa bosan ya... padahal ada sesuatu yang membuat hati ku berbunga-bunga.

"Ini,yok lah pulang,nanti Mariani kena dimarahin sama mas Aryo."Ajak Mamad.

"Ah ngapain cepat-cepat kali,"balas Soni.

"Oh Soni Lubis,aku kalau keluar itu enggak boleh lama-lama sama mas Aryo,nanti bisa -bisa dia berubah jadi..."

"Makanya mas mu itu disuruh kawin,dah tua pun,"balas Soni.

"Sama mbak mu boleh?."Tanya ku.

"Boleh kalau mahar nya cocok,percuma mas mu PNS."

"Lah mbak mu cuman buka toko baju kecil-kecilan mau dilamar berapa?."

Ya beginilah kami kalau sedang beradu argument,bahkan nanti kalau Rini berada dekat kami ia akan sakit hati sendiri mendengar ucapan kami.

"Wooo endak ada otek koe mar (wooo gak ada pikiran kau mar,"terakhir kata dari Soni.

"Wup kok ngamuk,"balas ku.

"Udah-udah ributnya, kalian ini bikin malu aja,ayok pulang aja cepat,"ajak mamad menarik tangan ku.

Motor lanjut dihidupkan bersama itu kami meninggalkan tempat itu dengan sigap.

2.Rencana

Sore hari aku kembali kerumah,hanya berani diantar sampai di gang rumah,ibu menyambut kedatangan ku dengan menyapu halaman,diam tak menyapa begitu juga bapak duduk tak bergerak,waduh habis aku ini.

"Mas,"sapa ku kepada mas Aryo yang sedari tadi memandang ku dari dalam jendela rumah.

"Dari mana?."

"Dari beli buku sama tadi singgah ke warung ibu nya Rini."

"Naik apa?."

"Bec..."

"Becak?... enggak usah bohong sama mas mar,kamu masih bocah kemarin aja udah bohong gitu banget sama mas,mau kamu apa mar?."

"Maaf mas."

"Diantar siapa kamu?."

"Mamad mas"

"Mamad siapa?."

"Anak pak Toni."

"Kamu sekali lagi bohong mas tampar kamu!,"peringatan diberi untuk ku.

Segera aku masuk ke kamar, entah mengapa aku langsung menangis terlebih mengingat mata mas Aryo yang menatap tajam diri ku.

"Mar,besok bangun cepat ya... mas-mas mu besok semua datang, katanya mau merayakan ulang tahun mas Anto bersama dirumah ini,ibu mau masak ayam gulai kesukaan mas mu sama tumis kangkung doyan nya mas Aryo itu,sama ikan nila arsik kesukaan nya mas Lewi,memang aneh mas mu itu,doyan banget sama ikan di arsik macam orang Batak aja,"kata ibu mendekati ku.

"Kalau kesukaan ku Bu?..."

"Kan kamu ikut ibu,tinggal pilih ajalah mau mu apa."

"Hemm."

"Ngomong apa mas mu?."

"Biasalah Bu,kayak enggak tau mas Aryo aja."

"Udah jangan dimasukkan hati,mas mu yang satu itu memang gitu, cerewet,posesif sama mu,tapi sayang nya juga gitu,kan cuman putri Mariani ini adik perempuan mereka satu-satunya jadi harus dijaga betul-betul."

"Iya Bu,"aku berbalik memeluk ibu.

"Bu...nanti aku kuliahnya dimedan ya Bu,aku mau kesana."

"Lah,apa enggak bagusan kamu ke Palembang aja,kalau jurusan yang mau diambil PGSD."

"Tapi kata bapa,aku kalau bisa masuk akuntansi perbankan aja Bu."

"Ah bapak mu itu apa...kayak dulu mas Aryo dipaksa jadi ngambil jurusan kedokteran,toh apa mas Aryo enggak cocok di situ malah nentang bapak kan,terus mas mu itu nunjukin kalau yang dipilihnya itu benar,kamu juga bisa contoh itu."

"Iya Bu...pasti Mariani contoh."

"Kalau gitu ibu tinggal ya,"ibu pergi meninggalkan ku.

***

Pagi hari kami menunggu angkot yang menuju pasar untuk berbelanja,puas ibu memilah-milah barang yang dia inginkan kami kembali menunggu angkot tujuan ke rumah.

"Mar,ibu lapar banget,nanti kita singgah ke warteg dulu lah, takut maag ibu kambuh."

"Iya Bu."

Tak berselang lama kami memilih naik taksi online saja, menunggu angkot semuanya penuh dengan penumpang, akhirnya rumah makan yang kami pilih ia lah rumah makan yang cukup ramai,jalan nya juga tertutup mobil container yang rusak tepat didepan warteg/atau rumah makan itu.

"Aduh enggak Tau lah aku entah apa lagi yang rusak mobil itu Lae,"kata seorang supir mungkin...dia lumayan tampan, mirip-mirip Judika lah, penyanyi top itu,entah mengapa aku seperti langsung menaruh hati padanya.

"Ayam sambalnya dua,"kata ibu memesan, sementara barang-barang kami bawa masuk.

Aku mengambil kursi yang bisa langsung menghadap dia, posisinya sangat bagus untuk menatap dia...haduh kaos singlet hitam itu menyatu dengan kulit nya belum lagi rambutnya lurus nya yang mulai memancang menambah khas ketampanan dia.

"Pasti yang dibelakang ibu ini orang Batak,"kata ibu.

"Emang kenapa Bu?."

"Ibu takut."

"Takut kenapa, mereka kan enggak gigit,"bisik kami.

"Serem mar, ngomong nya bentak-bentakin lihat lah malah bertatto-tatto lagi,"kata ibu.

"Ah ibu ini, jangan ngomong gitu,nanti ibu dikira rasisme lagi."

"Bukan gitu...ah ibu kan cuman bilang takut."

"Udahlah Bu,"kata ku dengan lembut.

"Masih lamanya tukang bengkel ini, dari belum mandi sampai siap Makan enggak datang-datang juga dia, entah kek mana pula lah sikawan ini,"ucap menelepon dengan handphone blackberry lipat yang mungkin sudah langka ku lihat di era sekarang.

"Sabar jo Lae,"kata teman nya.

"Au sabar da Lae,barang ta...,"aku tak mengerti apa yang dimaksud mereka,ibu juga sepertinya ketar-ketir mendengar ucapan mereka.

"I do Lae,"mereka asik berbicara sambil melahap makanannya.

"Kenapa dek...kok serius kali nengok nya,"kata dia menantang dengan wajah sinisnya,ibu menatap ku dengan seksama.

"Enggak ah bang,yang orang Medan nya abang?,"tanya ku balajar logat mereka bicara.

"Kota nya ia dek,kalau kampung kami masih kedalam-dalam nya Berastagi lagi, tau nya kau Berastagi?."

"Enggak bang,"jawab ku.

"Main-main lah sekali kesana,"jawabnya.

Lagi-lagi aku masih memandang nya seolah-olah ada penarik dalam diri supir ini, sampai-sampai ibu ingin marah dengan ku.

"Bawa apa bang,"tanya ku lagi.

"Bawa sayur-sayur sama bawang-bawang kami dek...udah sehari disitu mobil ha,apa enggak dipotong komisi kek gitu,hee pening kepala,"katanya menarik sebatang rokok.

"Mar, ayok cepat,"ibu seperti nya tidak suka dengan keberadaan abang itu.

"Boleh minta nomor Abang?."selagi ibu membayar aku sempat kan minta nomor telepon supir itu, karisma nya sungguh membuat aku tergoda, mungkin itulah rahasia supir-supir kebanyakan,entah mengapa mereka seolah-olah menarik Dimata wanita.

"Untuk?."katanya, mungkin ia heran, biasanya kan cowok/laki-laki yang minta nomor telepon atau mengajak kenalan duluan.

"Adalah."jawab ku.Ia menyodorkan HP layar sentuh miliknya padaku.

"Wa atau nomor telepon mu lah catat disitu,"ucapnya sambil menghembuskan asap rokok itu.

Temanya diam tak ingin ikut bicara terhadap hubungan kami.

"Ini,nomor abang juga udah ku save ya,"ucap ku.

"Iya dek,"datar sama sekali,yang begini aku suka,memperjuangkan bukan diperjuangkan.

"Putri Mariani,"aku menyodorkan tangan ku.

"Harpe Saragih,"balasnya menjabat tangan ku.

"Bang harpe,"aku tersenyum manis,baru ia juga tersenyum pada ku.

"Mariani,"bentak ibu.

"Iya Bu,"aku datang.

"Kamu kalau ngomong sama orang yang gak dikenal itu jangan terlalu akrab,"nasehat ibu.

"Iya Bu,iya,"lagi-lagi kami menunggu taksi atau angkot yang lewat, lewat nya sebuah angkot membuat aku dan bang harpe harus berpisah.

[Save bang Mariani tadi],pesan ku tulis untuk bang harpe.

[Iya Maria], balasnya selang beberapa menit.

[Mariani]balas ku memperjelas nama ku.

[Iya dek] balasnya lagi.

Ibu sedari tadi melihat tingkah laku ku entah mengapa, mmungkin aku ada berbuat salah kepada ibu,ya sudah lah aku matikan saja percakapan ini.

"Pegang barangnya semua,"bentak ibu.

"Iya Bu."

Ibu mulai menurunkan semua barang bawaan dari angkot dan membawa jalan lagi menuju rumah.

"Ngapain mas,"sapa ku melihat mas Aryo yang membaca novel milik ku.

"Alay..."katanya sambil melepaskan novel itu.

"Kan endak ada yang nyuruh mas buat baca."

"Pantes aja kamu itu pacaran aja tau nya,yang dibaca beginian".'Duda kaya membawa berkah' ejek mas Aryo.

"Berkah opo,"kata mas Aryo

Aku menatap sinis dirinya.

3.Telepon

Usai dengan masakan,aku apload gambar ke sw (story WhatsApp), mudah-mudahan aja bang harpe melihat kemudian komentar, wkwkwk apa sih diri ku ini.

'dilihat 5 menit lalu,'mungkin bang harpe lagi sibuk batin ku.

"Ibu,"suara anak kesayangan ibu datang,mas Anto dan mas Lewi.

Mereka ku biarkan berbincang-bincang terlebih dahulu, lalu aku menghampiri mereka setelah beberapa saat.

"Mas Anto tambah tua,"ejek ku saat bertemu dia didepan kamar yang posisinya hampir menyentuh dapur.

"Salam dulu calon mbak mu,"kata mas Anto,ku lirik ruang tamu rupanya ada wanita cantik yang lagi diinterogasi oleh keluarga.

"Mbak,"aku menyalam dia dengan lembut.

"He iya,"dia seperti ragu untuk menyentuh kan tangannya dikepala ku.

"Saingan ni mar,"kata mas Lewi.

Gak beberapa lama mas Aryo datang juga entah darimana membawa seorang wanita cantik juga memang kalau kembar namun tak serupa ini.

"Ibu,"bapak hanya tersenyum geli.

"Enggak mau kalah kamu Yo,"ejek bapak.

Mbak ini juga lumayan cantik,ku kira mas ku bakal jadi sama mbak nya Soni enggak kebayang aku.

"Ambil minum mar,"aku mengambil minum dan menghidangai dibantu mas Anto.

"Yang ini namanya siapa?."

"Erna Bu,"balasnya lembut.

"Kenal sama Aryo dimana?."

"Kebetulan satu tempat kerja Bu,saya guru BK disekolah."

"Oh,"senyum ibu.

"Kalau Dira tadi?."

"Haha masih kuliah Bu,satu fakultas juga sama Lewi."

"Enggak mantan nya Lewi kan?."Tanya ibu sinis.

"Enggak Bu...malah saya teman pacarnya Lewi,"kata dia mengejek mas Lewi.

"Untung calon mbak,"balas mas Lewi membuat tawa kami pecah.

"Makan dulu lah kalau gitu,"ajak ibu.

Kembali menghidangi makanan untuk para mbak ku ini,ha benar kata mas Lewi bakal nambah saingan ini,pasti nanti mas Aryo dan mas Anto tak seperhatian dulu pada ku.

"Udah-udah biar kami aja yang cuci,"tawaran mbak-mbak ku,ya udahlah mau gimana lagi kesempatan kan enggak datang 2 kali.

[Ada acara]balas bang harpe untuk status yang ku kirim tadi.

[Enggak bang,cuma lagi rajin masak,] pencitraan skala besar.

[Baguslah] jawab nya cuek.

[Telepon lah,]tantang ku,sebenarnya ada rasa takut dihati ku, dimana kata orang supir-supir itu kebanyakan meninggalkan setiap wanita di terminal,tapi apa mungkin itu?.

Nada dering ku berbunyi, segera aku kembali masuk ke kamar untuk berbicara lebih privat lagi dengan bang harpe.

"Kenapa dek?"Tanya dia.

"...."belum sempat aku bicara.

"Mar... Mariani,"panggilan mas Aryo.

"Tunggu ya bang."

"Apa mas,"aku membuka pintu kamar tanpa mematikan handphone ku terlebih dahulu.

"Mbak mu..."

"Iya mas kepala ku sakit,"entah apa maksud mas Aryo tapi aku sekak dengan alasan supaya ia tidak memperpanjang masalahnya.

"Iya udah istirahat lah,"kata mas Aryo.

"Iya mas,"kembali pada topik awal.

"Kalau sakit istirahat,"ucap bang harpe.

"Iya bang."

"Boru apa nya kau dek?."Tanya bang harpe mengalihkan panggilan ke panggilan video.

"Jawa,"balas ku sambil mengganti panggilan.

"Pantes,"jawabnya.

"Kenapa?."

"Enggak nampak batak nya,"katanya tertawa.

"Ada-ada aja,"aku tersenyum.

"Udah sampai barang abang?."Tanya ku basa-basi.

"Udah barusan sejam tadi lah dek,ini kawan abang udah tidur,nanti jam 3 gantian abang lah yang tidur."katanya.

"Hem..."

"Masih sekolah adek?."

"Udah tamat SMA,mau lanjut kuliah lah,"jawab ku.

"Bagus-bagus lah dek sekolah nya,abang karena roda berputar inilah makanya enggak sekolah tinggi,tapi kek gitu pun disyukuri lah yang hidup ini,"katanya sambil menatap handphone.

"Matikan lah bang handphone nya, nanti enggak fokus abang nyetir nya."

"Dah biasanya,"balasnya sembari menegguk sebotol minuman mineral.

"Hati-hatilah bang,"sedari tadi ia tidak menatap ku serius, suara-suara kendaraan melintasi suaranya.

"Iya... tidurlah dek."

"Belum ngantuk."

"Enggak bagus begadang,"balasnya menatap ke arah ku.

"Abang begadang,"kata ku.

"Alah dek,kalau supir-supir gini enggak tidur pun dah biasanya."

"Kenapa enggak kuliah Abang?."Tanya ku penasaran.

"Ah banyak tanggung jawab ku dek, enggak usah lah pala dalam kali kau tau hidup ku dek,"ucapnya.

"Kenapa gitu bang?."

"Belum cukup dewasa untuk kau tau itu."

"Udahlah ya,"dia mematikan panggilan nya.

Ku lihat mbak Erna tak lagi disini.

"Mar...mbak Dira tidur sama mu ya,"kata mas Anto.

"Iya mas."

"Dari mana mar,"tanya ibu tetap sinis.

"Kamar Bu."

Semua diam,hanya ibu yang tau kenapa dia seperti itu padaku.Aku pun tidak mau terpikir kali dengan perasaan ibu saat ini.

***

Paginya mbak Dira sudah bangun sudah mencuci piring dan menyapu rumah,ibu dan bapak bersiap untuk bekerja.Aku, mas Anto,mas Lewi serta mbak Dira berencana untuk membuat acara manggang-manggang nanti malam, berhubungan kami sedang ngumpul seperti ini.

"Kabari mbak Erna sama mas Aryo."

"Iya Mbak,"jawab ku atas ucapan mbak Dira.

Kami berinisiatif untuk manggang didepan saja,mas Anto dan mbak Dira pergi ke pasar untuk belanja sementara kami menunggu dirumah.

"Mas boleh pinjam hp mu?."kata mas Lewi masuk ke kamarku.

"Untuk apa mas?."

"Ada perlu."

"Ini mas,"aku memberi kan handphone ku.

Tiba-tiba saja suara nada dering berbunyi, ditambah lagi wajah mas Lewi berubah drastis.

"Siapa?,"tanya nya sambil tersenyum aneh.

"Lah mana aku tau...kalau mas cuman nunjukin case hp nya doang,"kata ku.

"Rini,"baca mas Lewi.

"Rini teman ku Lo mas."

"Benar-benar Rini ini, enggak Rendi?,"ejek nya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!