Seorang wanita baru saja turun dari bis setelah bekerja lembur di kantornya. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, jalan menuju rumahnya sudah sepi, apalagi dia tinggal daerah pinggiran kota. Saat sedang berjalan memasuki jalan kecil menuju rumahnya, tidak sengaja melihat seorang tergeletak di pinggir jalan dengan posisi tengkurap.
Wanita itu menghentikkan langkah kakinya untuk memastikan penglihatannya. Ketika dia yakin kalau itu adalah manusia, dia kemudian berlari lalu berjongkok di samping pria itu. "Tuan, bangun. Apa yang terjadi padamu?" Wanita itu menepuk lengan pria itu beberapa kali.
"Tuan, apa kau baik-baik saja?"
Wanita itu memiringkan kepalanya untuk melihat wajah pria itu, tetapi tidak terlihat jelas karena di sana sedikit gelap. Wanita terus berusaha membangunkan pria itu, tetapi tidak berhasil. Pria itu tidak meresponnya sama sekali.
Wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, berharap ada orang yang lewat, tetapi tidak jalanan nampak sepi. Wanita itu kemudian berjalan menuju jalan raya yang berjarak sekitar 100 meter dari tempatnya berada untuk mencari taksi.
Ketika dia sudah mendapatkan taksi, dia kembali ke tempat pria itu lagi dan meminta supir taksi membantunya mengangkat pria itu ke dalam taksi. Ketika wanita itu sudah mengatakan tujuannya, taksi tersebut langsung melaju dengan kecepatan sedang.
Dalam perjalanan wanita itu meneliti wajah pria yang ada di pangkuannya. Dia sempat tertegun sesaat melihat wajah pria itu. Meskipun dalam taksi cahaya minim, tapi wanita itu bisa melihat wajah tampan pria itu. Setengah jam berlalu dan supir taksi memberitahukan padanya kalau mereka sudah tiba di rumah sakit.
Wanita itu lalu meminta petugas rumah sakit untuk membawa yang ada di dalam taksi ke IGD karena pria itu masih tidak sadarkan diri. Dengan bantun petugas rumah sakit, pria itu akhirnya di bawa masuk menuju IGD.
"Apa yang terjadi dengannya?"
Seorang pria yang memakai jas putih dan kaca mata bening bertanya pada wanita itu mengenai kondisi pria sebelum dibawa ke rumah sakit. Pria itu adalah salah satu dokter yang sedang bertugas di IGD.
"Begini Dokter, aku juga tidak tahu apa yang terjadi dengannya sebelumnya. Aku menemukannya tergeletak di pinggir jalan dengan keadaan pingsan," jelas wanita itu.
Dokter menoleh sejenak pada pria yang terbaring di ranjang pasien lalu beralih pada wanita itu. "Jadi kau tidak mengenalnya?" tanya Dokter itu.
"Tidak," jawab Wanita itu cepat.
Dokter itu mengeryit sesaat lalu berkata, "Baiklah, aku akan memeriksanya, kau bisa tunggu di luar dulu."
Wanita itu mengangguk lalu berjalan keluar, dia menghentikan langkahnya sebentar lalu menoleh ke belakang dan melihat tirainya sudah tertutup. Sebenarnya ada keraguan dalam dirinya saat dia akan membawa pria itu ke rumah sakit. Dia takut kalau orang yang dia tolong nanti ternyata orang jahat.
Dia tidak mau niat baiknya, akan menjadi boomerang baginya suatu saat nanti, tapi saat melihat pria itu, entah kenapa hatinya tergerak untuk menolongnya.
Wanita itu memutuskan untuk menunggu di depan IGD, sekitar 15 menit kemudian, seorang perawat datang menghampirinya. "Permisi Nona, Dokter Pras sudah selesai memeriksa kekasihmu. Kau bisa masuk."
Sepertinya perawat itu salah mendunga kalau pria yang dibawa oleh wanita itu adalah kekasihnya.
Wanita itu mengangguk lalu mengikuti perawat tersebut menuju ranjang di mana pria yang dia tolong terbaring. "Bagaimana Dokter keadaan pria ini?" tanya Wanita itu ketika dia sudah berada di samping ranjang pria itu.
"Dia tidak apa-apa. Selain luka di wajahnya, tidak ada hal serius dengannya. Kau bisa menunggunya sampai sadar."
"Baik Dokter, terima kasih."
Dokter itu mengangguk lalu meninggalkan wanita itu bersama dengan perawat tadi. Wanita itu memutuskan untuk duduk di kursi samping ranjang pria itu. Dia menelitih kembali wajah pria itu. Meski di wajahnya terhadapan beberapa luka, tapi wajahnya masih terlihat tampan, bahkan sangat tampan menurut wanita itu.
Setelah puas memandang wajah pria itu, wanita itu terlihat menyandarkan kepalanya di nakas yang ada di sampingnya karena dia merasa tubuhnya lelah. Sebenarnya dia merasa sangat mengangtuk, hal merepotkan seperti itu, belum pernah dia lakukan untuk orang lain. Apalagi untuk orang yang baru saja dikenalnya.
Bagaimana tidak, lahir di keluarga kaya membuatnya terbiasa dilayani oleh orang lain. Nona muda yang memiliki segalanya yang membuat banyak orang merasa iri padanya, tetapi itu dulu, sebelum dia diusir oleh keluarganya.
Dia adalah Sheryn anak dari pengusaha terkenal di kota J. Dia harus merasakan hidup susah setelah di asingkan oleh keluarganya di luar negeri karena difitnah oleh ibu tiri dan saudara tirinya.
Ayahnya yang lebih mempercayai saudara tiri dan ibu tirinya, memutuskan untuk mengirimnya jauh dari negaranya agar dia tidak menimbulkan masalah. Tidak hanya di fitnah, saudara tirinya bahkan merebut kekasihnya.
Saat sedang larut dalam lamunannya, tangan pria di sampingnya bergerak dan matanya seketika terbuka. Dengan gerakan cepat, Sheryn duduk tegak saat pria itu berusaha untuk bangun dari tidurnya.
"Tuan, apa yang kau rasakan? Apa bagian tubuhmu ada yang sakit?" tanya Sheryn dengan cepat.
Pria itu menoleh pada Sheryn ketika mendengar pertanyaannya. Dia tidak menjawab Sheryn, melainkan menatapnya dengan tatapan bingung. Pria itu terus menatap Sheryn tanpa berkata apapun sehingga membuat Sheryn jadi salah tingkah.
Saat dia bertemu tatapan dengan pria itu, dahinya mengeryit. Pria di depannya itu, ada yanh aneh dengannya. Tidak ada emosi apapun dalam tatapan mata pria itu.
Apa ini? Kenapa tatapan pria ini seperti itu? Sorot matanya terlihat kosong dan terlihat bingung. Dan lagi ekpresi wajahnya terlihat seperti orang.... bodoh.
Melihat pria itu diam saja, Sheryn kembali bertanya, "Tuan, apa kau baik-baik saja?"
Pria itu masih menatap Sheryn dengan tenang tanpa menjawab satu pun peetanyaannya. "Siapa namamu?" tanya Sheryn lagi.
Pria itu masih bungkam, beberapa detik kemudian dia berkata, "Melvin."
Sheryn menghela napas tanpa sadar ketika mendengar pria untuk menjawab pertanyaannya. Tadinya dia pikir pria itu mungkin tidak bisa bicara saat melihat pria itu sedari tadi hanya diam ketika dia mengajukan beberapa pertanyaan.
"Baiklah, tuan Melvin, apa kau memiliki nomor ponsel keluargamu? Aku akan menghubungi mereka agar datang menjemputmu."
Saat dia menemukan pria itu di pinggir jalan, dia sempat memeriska tubuh pria itu untuk mencari kartu identitasnya, tetapi tidak menemukan apapun, bahkan dia tidak memiliki ponsel. Sheryn sempat merasa heran, bagaimana pria dewasa tidak membawa kartu identitas sama sekali di tubuhnya.
Melvin tidak menjawap pertanyaan Sheryn, melainkan terus menatap ke arahnya. "Apa kau tidak tahu nomor ponsel keluargamu?" tanya Sheryn lagi dengan wajah bingung.
Melvin dengan tenang menggelengkan kepalanya. "Lalu di rumahmu? Aku akan mengantarkanmu pulang."
Melvin kembali menggeleng dan itu membuat Sheryn seketika mengeryit. "Kau tidak memiliki keluarga atau kau tidak tahu di mana rumahmu?"
Melvin kembali menggeleng, Sheryn terlihat menjadi semakin bingung. "Siapa nama keluargamu?" Sheryn terlihat masih belum menyerah untuk mengorek informasi pria itu.
"Tidak tahu," jawab Melvin dengan ekpresi bodohnya.
Apa kepalanya terbentur saat dia pingsan sehingga membuat dia amnesia dan melupakan jati dirinya? Tapi ekpresi wajahnya sangat aneh....
"Kau tunggu di sini. Jangan ke mana-mana."
Sheryn berbalik lalu melangkah pergi. Dia ingin mencari dokter yang menangani Mevin tadi untuk memintanya melakukan pemeriksaan lagi karena dia merasa ada yang janggal dalam diri Melvin.
Bersambung....
"Dokter, tolong periksa kembali pria itu," ucap Sheryn setelah dia berada di depan meja dokter Pras. Dokter yang tadi memeriksa Melvin.
"Apakah dia sudah sadar?" tanya Dokter Pras.
"Sudah, tapi aku merasakan ada yang aneh padanya. Dia seperti...." Sheryn menggantungkan ucapannya tidak sanggup mengatakannya.
"Seperti apa?" Dokter Pras menatap bingung pada Sheryn.
"Lebih baik Dokter lihat sendiri." Sheryn hanya takut salah bicara, maka dari itu dia memutuskan untuk tidak menjelaskannya.
"Baiklah." Dokter Pras berdiri lalu berjalan menuju ranjang Melvin bersama dengan Sheryn.
Saat mereka berdua tiba di ranjang Melvin, mereka melihat kalau Melvin sedan duduk diam tanpa melakukan apapun. Tatapannya tertuju ke satu titik dengan tatapan kosong.
"Nona, silahkan urus administrasinya dulu, aku akan memeriksanya kembali."
Sheryn menoleh pada Melvin sejenak kemudian mengangguk lalu berjalan keluar IGD. Dia berjalan meninggalkan ruangan IGD dengan langkah cepat. Dia bahkan tidak mengenal pria itu sama sekali, tapi kenapa dia mau bersusah payah untuk mengurus keperntingan pria yang bahkan tidak tahu jati dirinya.
Kalau dulu saat dia masih menjadi nona muda dari keluarga kaya, dia tidak akan mau direpotkan hal seperti. Selalu ada yang akan mengurus untuknya, tapi saat ini, dia mau direpotkan oleh pria yang tidak di kenal, meskipun dalam kondisi keuangan yang bisa dikatakan hanya cukup untuk dirinya sendiri, dia mau melakukan demi pria itu.
Bukankah dia memiliki hati yang mulai? Tidaaaak. Dia bahkan tidak tahu apa alasanya menolong pria itu. Iba, mungkin saja, tapi dia tidak punya waktu untuk memikirkan nasih orang lain, di saat nasibnya sendiri saja menyedihkan.
Nona muda dan ahli waris sah dari keluarga terpandang di negaranya, kini itu sudah tidak ada artinya baginya. Ada orang lain yang sedang menikmati apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Saudara tirinya dan ibu tirinya, suatu saat dia akan membalas permbuatan mereka berdua dan mengambil semua yang menjadi miliknya. Itu adalah janji Sheryn ketika dia diasingkan keluarga negeri oleh ayahnya sendiri.
Untuk itulah dia berusaha berjuang untuk bertahan hidup di negeri orang, meskipun harus hidup menderira. Karena saat ayahnya mengirim dirinya ke luar negeri, dia tidak pernah lagi mendapatkan uang dari ayahnya. Bahkan komunikasi saja seolah ditutup.
Sangat sulit baginya untuk menghubungi ayahnya. Bahkan paspornya saja ditahan oleh ayahnya saat dia tiba di negeri orang agar dia tidak bisa kembali tanpa seijin ayahnya. Saat dia mengingat kehidupan sebelum ibunya meninggal dan sekarang, dia merasa kalau takdir sedang mempermainkannya.
Selama hidup dia tidak pernah menyusahkan hidup orang lain, kecuali orang itu sendiri mencari masalah dengannya. Bagaimana bisa dia mendapatkan nasib yang begitu buruk, sementara ibu tiri dan saudara tirinya yang jahat dan memiliki hati busuk justru mendapatkan kehidupan yang baik dan nyaman.
Tidak adil... itu yang di rasakan Sheryn saat dia harus hidup menderita. Meksioun begitu dia harus tetap bertahan dengan tujuan suatu hari nanti dia akan pulang untuk mengembalikan kehidupannya dulu.
Selesai mengurus administrasinya, Sheryn kembali ke ruangan IGD untuk bertemu dengan dokter. "Bagaimana Dokter keadaannya?" Sheryn menghampiri dokter Pras yang sedang melakukan pemeriksaan pada Melvin.
Dokter itu menoleh pada Sheryn. "Ikut aku sebentar." Dokter itu berjalan menjauh dari ranjang Melvin lalu menoleh pada Sheryn.
"Sepertinya dia mengalami amnesia, tapi itu hanya dugaan sementara, aku harus melakukan pemeriksaan CT Scan dan pemeriksaan pendukung lainnya, tapi kau tahu sendiri pemeriksaan ini tidak murah, apa kau bersedia menanggung biayanya?"
Saat Sheryn mengatakan kalau dia tidak mengenal pria itu, dokter itu tentu saja harus berdiskusi dulu dengan Sheryn, bagaimana pun pemeriksaan tersebut tidak bisa dilakukan jika tidak ada yang mau menanggung biayanya.
Sheryn berpikir sejenak, dia juga tidak memiliki begitu banyak uang, tapi dia memiliki sedikit tabungan. Jika dia tetap ingin melakukan pemerisaaan itu artinya dia harus memakai semua tabungannya. Pria itu bahjan tidak mengingat siapa dirinya, itu artinya tidak ada yang bertanggung jawab mengenai pengobatannya jika dia tidak mau membayarnya.
"Aku akan menanggung semua biayanya. Dokter bisa lakukan pemeriksaan padanya."
Susah ya susah saja. Kalau uangku habis. Aku akan mencari lagi.
Dokter itu mengangguk. "Kalau begitu silahkan urus dulu pembayarannya, setelah itu baru kami lakukan pemeriksaan selanjutnya."
Sheryn mengangguk. Dia kembali berjalan menuju kasir untuk membayar tagihan lalu kembali ke ruangan IGD. Sebelum Melvin di bawah ke ruangan Radiologi, Sheryn berbicara sebentar pada Melvin. Sebelum berbicara, Sheryn memandang wajah Melvin sejenak. Wajah terlihat masih tenang dan saat menatap Sheryn.
"Melvin, aku Sheryn. Aku mengahabiskan semua tabunganku untuk pemeriksaanmu, aku harap tidak terjadi hal serius padamu. Setelah ini kau akan diperiksa, cukup ikuti apa yang dikatakan Dokter, apa kau mengerti ucapanku?" tanya Sherin sambil sedikit membungkuk menatap ke arah wajah Melvin.
Dengan wajah yang terlihat bodoh, Melvin mengangguk. "Bagus." Sheryn tersenyum senang.
Dia kemudian mengikuti kemana dokter dan perawat membawa Melvin. Saat tiba di depan ruanh Radiologi. Melvin sempat menoleh pada Sheryn. "Semua akan baik-baik saja," ucap Sheryn. Dia berpikir kalau Melvin sedikit takut untuk masuk ke dalam ruangan tersebut, maka dari itu dia menoleh padanya.
Setelah mengucapkan itu, Melvin kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Setelah pintu tertutup, Sheryn duduk bersandar di depan ruang Radiologi sambil memejamkan matanya. Setelah menunggu selama 45 menit, pintu ruangan Radiologi terbuka.
Melvin kemudian digiring ke ruangan lain untuk pemeriksaan lainnya. Sheryn kembali menunggu hingga semua pemeriksaan Melvin selesai dilakukan. "Untuk malam ini, biarkan pasien menginap di sini. Hasilnya akan keluar besok. Silahkan urus ruang rawat inap untuk pasien," ucap Dokter Pras.
Sherin kembali mengangguk dan pergi, beberapa menit kemudian dia kembali lagi ke ruangan IGD. Setelah itu, Melvin di pindahkan ke ruang perawatan. Karena uang yang terbatas, Sheryn terpaksa memilih kelas paling rendah, ruangan yang terdiri dari 6 tempat tidur dalam satu ruangan.
Di ruangan tersebut sudah terisi 3 dari 6 empat tidur yang tersedia. Setelah Melvin dipindahkan ke tempat tidur, perawat itu pun pergi. Seorang wanita paruh baya menatap ke arah Sheryn dan Melvin dengan wajah ramah.
"Nona, suamimu sakit apa?" Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh salah satu keluarga pasien yang berada di samping kanan tempat tidur Melvin.
Sheryn menoleh karena terkejut dengan pertanyaan wanita itu. Sepertinya dia salah paham terhadapnya dan Melvin. "Ibu jangan menggodanya, sepertinya mereka adalah pengantin baru," ucap anak wanita itu yang sedang terbaring di tempat tidur.
Saat melihat wajah malu dan canggung dari Sheryn, ibu itu tersenyum. "Maafkan aku Nona, aku tidak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman," ucap wanita itu ramah.
Sheryn mengangguk. Dia kemudian menarik tirai mengelilingi tempat tidur Melvin lalu beralih menatap Melvin yang terlihat sudah sudah memejamkan matanya. Sheryn memutuskan untuk duduk di kursi sambil memejamkan matanya.
Esok harinya, Sheryn bangun lebih dulu, sementara Melvin masih tertidur dengan wajah damainya. Sheryn kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ketika dia kembali, Melvin terlihat sudah bangun. Sheryn tersenyum lalu duduk di sampingnya.
"Melvin, apa kau lapar?" Dari semalam, Melvin memang belum makan sama sekali.
Melvin menoleh pada pada Sheryn dengan wajah bodohnya lalu mengangguk. Sheryn kemudian mengambil makanan yang disediakan dari rumah sakit dan memberikan pada Melvin. "Makanlah."
Melvin menunduk menatap sejenak makanan yang ada di pangkuannya. "Kenapa? Apa kau tidak suka?" tanya Sheryn ketika melihat Melvin hanya memandang makanan itu dan tidak menyentuhnya.
Melvin tidak menjawab. "Makan saja yang ini dulu. Aku akan membelikanmu makanan enak nanti setelah bertemu dengan dokter," bujuk Sheryn. Dia merasa kalau Melvin tidak menyukai makanan dari rumah sakit, sebab itulah dia tidak mau menyentuhnya.
Setelah mendengar ucapan Sheryn, Melvin meraih sendok dan menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Gerakannya pelan dan gayanya nampak elegan, sangat kontras dengan wajahnya yang terlihat seperti orang bodoh. Jika dilihat sekilas dia seperti tuan muda dari keluarga kaya raya.
Setelah Melvin selesai makan, Sheryn berpamitan sebentar pada Melvin untuk keluar. Dia harus mengisi perutnya jika tidak dia yang akan pingsan nanti.
Setelah selesai sarapan, Sheryn kembali ke ruangannya. Hari ini dia sebenarnya harus bekerja, tapi karena tidak bisa meninggalkan Melvin sendirian, Sheryn memutuskan untuk ijin tidak masuk, apalagi dia harus menunggu hasil pemeriksaan Melvin siang nanti.
Saat siang harinya, Dokter Spesialis Bedah Syaraf melakukan kunjungan kepada Melvin dan menjelaskan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Melvin. "Nona, tuan Melvin pernah mengalami kecelakaan sebelumnya yang menyebabkan cidera pada kepala sehingga dia mengalami Amnesia. Karena kecelakan itu juga membuat tuan Melvin memiliki IQ anak berumur 7 tahun."
Sheryn nampak terkejut. Matanya membesar saat mendengar penjelasan dokter. Dia kemudian menatap ke arah Melvin yang terlihat sedang menatap lurus ke depan dengan wajah bodohnya.
Jadi, itu sebabnya dia berlaku tidak seperti pria pada umumnya dan terlihat seperti pria idiot karena dia pernah mengalami kecelakaan yang menciderai otaknya.
Setelah dokter menjelaskan semuanya pada Sheryn, dokter itu pamit dan sudah memperbolehkan Melvin pulang. "Melvin," panggil Sheryn. Dia membungkuk di depan Melvin sambil tersenyum manis.
"Apa kau mau ikut aku pulang? Sebenarnya kondisi hidupku tidak begitu baik, aku hanya tinggal di sebuah rumah sewa kecil di pinggir kota. Kalau kau tidak keberatan dengan itu, kau bisa tinggal sementara denganku sampai kita menemukan keluargamu."
Melvin menoleh pada Sheryn dan menatapnya sejenak lalu berkata, "Mau," jawab Melvin dengan wajah polosnya.
Saat Melvin berbicara, tidak ada perubahan dalam ekpresi wajahnya selain wajah yang terlihat seperti orang bodoh dan idiot.
Bersambung....
Sheryn turun dari taksi bersama dengan Melvin dia sebuah rumah kecil dan sederhana berwarna putih yang memiliki pagar hitam. Rumah itu adalah rumah yang disewa oleh Sheryn selama tinggal di negara J.
Setelah mengurus kepulangan Melvin dan menebus obatnya, Sheryn membawa Melvin pulang ke rumahnya menggunakan taksi. Kalau biasanya, dia akan menggunakan bis untuk pergi ke mana-mana, karena kali ini dia membawa Melvin, dia terpaksa naik taksi, walaulun keuangannya sudah sangat menipis.
Setelah membuka pintu, Sheryn menoleh pada Melvin yang berdiri di belakangnya. "Ayo masuk." Sheryn melangkah masuk. Ketika dia merasa tidak ada langkah kaki dibelakangnya, dia menoleh. "Kenapa? Apa kau tidak mau tinggal di sini?" tanya Sheryn.
Melvin tampak hanya berdiri dengan bodoh dan menatap lurus ke depan. "Kalau kau tidak mau tinggal di sini, aku akan membawamu ke panti."
Setelah mengatakan itu ada perubahan sedikit di wajah Melvin. Melvin lalu menatap ke arah Sheryn sejenak kemudian berjalan masuk ke dalam tanpa mengatakan apapun.
Tatapan apa itu? Ada apa dengan sorot matanya?
Itu pertama kalinya Sheryn melihat sorot mata Melvin berbeda dengan sebelumnya. Tidak mau banyak berpikir, dia kemudian menyusul Melvin yang sudah lebih dulu masuk. Terlihat Melvin sudah duduk di ruang tamu dengan wajah bodohnya.
"Melvin, ikut aku. Akan aku tunjukkan kamar untukmu."
Melvin hanya diam, tetapi dia melangkah mengikuti Sheryn. "Ini kamarmu. Kamu akan tidur di sini." Sheryn kemudian menunjuk kamar yang bersebalahan dengan kamar Melvin, "dan itu kamarku," tunjuk Sheryn.
Melvin mengikuti arah jari telunjuk Sheryn setelah itu masuk ke dalam kamarnya. Karena dia tidak memiliki pakaian pria, Sheryn memutuskan untuk mengajaknya berbelanja di salah satu mall yang dekat dengan tempat tinggalnya.
*******
Esok harinya sebelum berangkat bekerja, Sheryn melapor ke polisi bahwa dia menemukan seorang pria yang hilang ingatan yang tidak memiliki identitas apapun. Dia berbaharap polisi bisa menemukan keberadaan keluarganya atau mungkin saja keluarganya akan melaporkan kehilangan salah satu anggota keluarga mereka.
Setelah melapor ke polisi, Sheryn pergi ke kantornya. Hari ini dia tidak bisa ijin lagi, sebab itu dia harus masuk kerja. Sebelum berangkat, dia sudah menyiapkan semua kebutuhan Melvin di rumah termasuk makanannya sampai sore hari. Sebenarnya dia takut meninggalkan Melvin sendiri, bagaimana pun IQ-nya seperti anak-anak. Sheryn hanya takut terjadi apa-apa dengan Melvin ketika dia meninggalkannya.
Setelah jam kantor berakhir, Sheryn buru-buru untuk pulang ke rumahnya. Sedari pagi pikirannya terus tertuju pada Melvin. Ketika membuka pintu, Sheryn melihat Melvin sedang duduk di ruang tamu sambil menatap ke arah pintu. Sheryn mengerutkan keningnya sejenak lalu melangkah mendekati Melvin.
"Apa kau sedang menungguku?" tanya Sheryn.
"Iyaaa." Melvin mengangkat kepalanya menatap tenang ke arah Sheryn yang sedang berdiri di depannya.
Sheryn tersenyum lalu mengajak Levin untuk masuk ke dalam. "Aku membawakanmu makanan enak." Sheryn meletakkan makanan yang dia bawa di atas meja.
"Apa kau sudah lapar?" Sheryn kembali bertanya sambil membuka 2 bungkus makanan yang tadi dia bawa.
Melvin merespon dengan anggukan. "Baiklah, ayo kita makan bersama."
******
Sheryn mendatangi kamar Melvin pada siang hari setelah selesai menyiapkan semua barang Melvin. "Melvin, bersiaplah. Sebentar lagi kita akan pergi."
Hari ini rencananya Sheryn akan mengantar Melvin ke panti sosial. Sudah seminggu lebih berlalu, tetapi belum ada juga yang mencari keberadaannya. Sheryn tidak bisa menampung Melvin lebih lama lagi.
Di samping karena hidupnya susah, mereka juga tidak memiliki ikatan pernikahan. Sheryn masih memegang teguh adap timur dan menganggap tinggal bersama tanpa adanya ikatan adalah hal, meskipun di negara C menganut adat kebaratan.
Melvin memiringkan sedikit wajahnya sambil menatap Sheryn. "Kita mau ke mana?"
Sheryn sedikit terkejut mendengar pertanyaan Melvin. Ini pertama kalinya Melvin bertanya padanya. Biasanya Melvin hanya diam dan menuruti apa yang selalu dikatakan padanya. Melvin layaknya anak kecil yang baik dan sangat penurut.
"Pergi ke suatu tempat. Aku yakin kau akan suka. Kau tidak akan kesepian lagi dan akan memiliki banyak teman nantinya." Sheryn berjongkok di hadapan Melvin yang sedang duduk di tepi tempat tidur.
Hari ini adalah hari libur Sheryn, itu sebabnya dia mempunyai waktu untuk mengantar Melvin ke panti sosial. Mereka berdua mengendari taksi menuju panti asuhan yang letaknya jauh dari rumah Sheryn. Dia bagian utara kota J, sementara tempat tinggal Sheryn berada di selatan kota J. Selama dalam perjalanan, baik Sheryn maupun Melvin, tidak ada yang membuka suara hingga mereka tiba di panti sosial.
Sheryn langsung menemui orang yang bertugas di panti tersebut dan memberitahukan maksud kedatangannya. Setelah selesai berbicara dengan petugas panti, Sheryn mengajak Melvin untuk berkeliling sekitar panti lalu duduk di sebuah taman yang berada di belakang panti.
"Melvin, mulai sekarang kau akan tinggal di sini sampai orang yang mencarimu. Semua orang yang ada di sini akan menjadi keluargamu. Kau tidak kesepian kalau tinggal di sini."
Melvin yang sedari tadi menatap lurus ke depan dengan tatapan tenang seketika menoleh pada Sheryn. Raut wajahnya tidak terbaca, sorot matanya menajam, ada sedikit emosi yang terlihat di dalam sorot matanya, tetapi Sheryn tidak tahu apa arti dari tatapan tersebut.
Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia marah? Kecewa? Atau kesal?
Karena merasa bersalah, Sheryn kemudian memegang tangan Melvin. "Kau akan hidup menderita jika ikut denganku. Kita juga tidak bisa tinggal bersama tanpa adanya ikatan. Aku janji akan sering menjengukmu di sini."
Melvin masih terus menatap Sheryn tanpa mengatakan apapun. Sorot matanya berubah menjadi dingin. Karena merasa tidak nyaman ditatap terus oleh Melvin, Sheryn kembali berkata, "Lebih baik di sini. Aku juga tidak bisa mengurusmu. Hidupku sendiri berantakan."
Sorot matanya menajam dan seolah menembus ke dalam hatinya dan membaca pikirannya. "Aku tidak mau tinggal di sini," ucap Melvin dengan wajah dingin.
Kali ini nada bicaranya tidak seperti biasanya yang seperti anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Ekspresi wajahnya pun seperti pria dewasa pada umumnya.
Ekpresi wajah apa ini? Kenapa dia terlihat seperti... Pria normal yang sedang marah dan kecewa?
"Melvin, hidupmu akan susah jika tinggal denganku."
Pegangan tangannya pada Sheryn menguat. "Jangan membuangku."
Ada perasaan tidak nyaman saat melihat ekpresi wajah Melvin yang nampak sedih dan putus asa.
Bagaimana bisa pria ini menunjukkan ekpresi seperti itu?
Sheryn berusaha untuk membujuk Melvin kembali. "Aku tidak membuangmu. Aku akan sering datang ke sini untuk melihat dan membawakanmu makanan enak. Suatu saat kau akan mengerti kalau aku melakukan ini untukmu."
Siang harinya saat akan pulang, petugas panti dan Melvin mengantar Sheryn sampai depan panti. Sebelum naik ke taksi, Sheryn berbicara sebentar pada Melvin. "Melvin, aku pulang dulu. Aku akan mengunjungimu minggu depan saat libur bekerja. Jadilah anak baik di sini. Jangan merepotkan orang lain."
Melvin tidak merespon ucapan Sheryn, ekspresi wajahnya tidak dapat di deskripsikan. "Jaga dirimu baik-baik."
Setelah berpamitan dengan petugas panti dan Melvin, Sheryn berjalan ke arah mobil taksi. Dia kemudian melambaikan tangan pada Melvin saat mobil melaju. Ada perasaan tidak rela sebenarnya saat dia harus meninggalkan Melvin di panti.
Dari kejauhan Melvin nampak hanya diam dan berdiri mematung sambil menatap ke arah taksi yang ditumpangi Sheryn. Mata hitamnya begitu pekat dan memunculkan aura dingin yang tak berujung. Melvin terus menatap sampai mobil taksi tersebut hilang dari pandangannya.
*******
Hari terus berlalu, tidak terasa sudah 3 hari Sheryn menjalani hidup tanpa Melvin. Dia merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya saat Melvin tidak lagi tinggal bersamanya. Sepulang bekerja, Sheryn berencana untuk mengunjungi panti untuk melihat keadaan Melvin.
Beberapa hari ini, dia terus memikirkan Melvin. Ini pertama kalinya dia memikirkan orang lain selain dirinya setelah dia diusir oleh ayahnya.
Sebelumnya yang ada di kepalanya hanyalah bertahan hidup sampai dia bisa membalas dendam pada saudara tiri dan ibu tirinya dan mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya, tapi kini, Melvin seolah berhasil masuk ke dalam hidupnya dan mengusik hatinya.
Saat tiba di panti, Sheryn menemui petugas panti yang dulunya menerima Melvin. Sheryn mengobrol sebentar bersama wanita itu mengenai Melvin.
Dari petugas itu dia tahu kalau selama Melvin tinggal di panti, dia hanya makan sedikit, tidak pernah mau bicara dengan orang lain dan hanya duduk berdiam diri di taman belakang tempat Sheryn dan dia duduk sebelum Sheryn meninggalkannya.
Sampai saat ini, belum ada juga yang mencari keberadaan Melvin. Bahkan Sheryn sempat berpikir mungkinkah Melvin memang terlahir di jalanan dan tidak memiliki keluarga, tapi pikiran itu dia tepis saat melihat wajah dan penampilan Melvin yang tidak seperti orang yang tinggal di jalanan.
Setelah mengobrol dengan petugas panti, Sheryn menyusul Melvin yang sedang duduk di taman belakang, seperti yang biasanya dia lakukan. "Melvin." Sheryn berjalan mendekati Melvin yang sedang duduk sendirian di bawah pohon.
Melvin menoleh dan saat melihat Sheryn, dia berdiri lalu menghampiri Sheryn. "Apa kau merindukan aku?" Sheryn nampak terkejut ketika Melvin tiba-tiba memeluknya dengan erat. Sheryn bahkan membelalakkan matanya sebentar karena terkejut.
"Aku tidak bisa bernapas Melvin," ucap Sheryn sambil menepuk lembut punggung Melvin.
Perlahan pelukan Melvin mengendur lalu dia menjauhkan diri dari Sheryn dan kembali duduk di tempatnya seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Bagaimana kabarmu?" Sheryn melangkah dan duduk di samping Melvin yang nampak sedang menatap lurus ke depan.
"Aku merindukanmu, Melvin," lanjut Sheryn lagi ketika melihat Melvin nampak masih diam dan tidak memperdulikannya.
Ketika mendengar itu, Melvin menoleh. "Kau sudah membuangku."
Kata-kata Melvin seperti pisau tajam yang langsung menusuk hati Sheryn. "Maafkan aku. Ini semua aku lakukan untuk kebaikanmu."
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!