Hari semakin gelap, suasana jalan yang hanya di lewati beberapa kendaraan terlihat sangat sepi, tanda-tanda akan turun hujan pun mulai terlihat.
Di sisi jalan terdapat seorang gadis berjalan kaki menuju arah pulang, tidak adanya kendaraan yang lewat membuatnya sedikit di runduh rasa takut bercampur khawatir.
Aira Jenna Mehrunissa, nama lengkap gadis tersebut. Jenna, merupakan nama panggilannya sehari-hari.
Si gadis manis yang baru saja pulang kerja dari salah satu Toko buku, rupanya dalam keadaan demam.
Hampir satu jam lamanya Jenna terus berjalan pelan menyusuri jalanan yang satu pun tidak ada kendaraan lewat di sana, padahal biasanya ada beberapa pengendara sering melewati jalan tersebut untuk mempersingkat waktu pulang.
Akan tetapi, hari ini sepertinya perkiraan Jenna mungkin salah. Cuaca yang tidak mendukung dan belum lagi kondisi kesehatannya sedang terganggu.
"Kalau nggak ada kendaraan satu pun yang lewat gimana?" gumamnya pelan seraya menggigit bibir menahan sakit di kepala.
Dari arah jalan raya yang mulai terlihat padat kendaraan berlalu lalang, sebuah mobil sedan warna putih yang di kendarai oleh seorang pria di temani sang istri yang duduk di samping kemudi melesat dengan kecepatan sedang.
"Pah, kata Kiky barusan Abang sudah tiba di Bandara." Ucap wanita cantik itu memberi tahu suaminya
"Apa Abang meminta kita menjemputnya?" sahut si pria bertanya.
"Sepertinya tidak. Sudah ada Kiky yang akan menjemputnya," jawab sang istri.
"Baguslah kalau begitu, setidaknya waktu berkunjung ke rumah utama tidak tertunda."
"Papa benar, sebaiknya kita ikut jalan pintas saja! Biar tidak memakan waktu banyak."
Mobil sedan warna putih tersebut melesat dengan kecepatan di atas rata-rata, cuaca yang tidak mendukung karena hujan lumayan keras, sedikit mengganggu perjalanan pasangan suami istri yang kebetulan baru saja pulang dari kantor.
Sengaja mengambil jalan pintas nyatanya kondisi cuaca yang lebih berpengaruh, jika di paksakan hanya akan mengakibatkan kecelakaan yang tidak di inginkan.
Sepanjang perjalanan melewati jalan tersebut, satu pun kendaraan tidak ada yang lewat. Entah memang kebetulan atau mungkin karena adanya hujan yang semakin deras.
"Hati-hati, Pah. Mama tidak ingin sampai terjadi sesuatu." Tegur sang istri khawatir
Akibat jalanan yang tiba-tiba saja berkabut sedikit mengganggu penglihatan pria itu, beruntung ada istrinya yang berusaha membantu sebagai penunjuk arah jalan.
Namun, mereka tidak menyadari jika tepat beberapa meter di depan jalan sana ada seorang gadis yang mulai kehilangan kesadarannya sedikit demi sedikit.
Jalanan yang berkabut serta hujan yang semakin bertambah deras membuat penglihatan pasangan suami istri itu terhalang akibat kaca mobil bagian depan sedikit gelap.
"Awas Pah! Ada orang." Teriak sang istri lumayan kuat membuat pria itu mengerem dengan cepat
Mobil yang tiba-tiba berhenti hampir saja menabrak Jenna yang kebetulan sudah terkapar tidak sadarkan diri.
Tubuh kecilnya ambruk di tengah jalan akibat tidak sanggup lagi menahan sakit di sekujur tubuh dan bagian kepala.
"Cepat Papa keluar! Kasihan itu siapa yang pingsan." Wanita cantik yang sempat di buat terkejut barusan mendadak panik dan heboh
"Astaga, Papa kenapa malah bengong sih?" lanjutnya mulai kesal melihat tingkat kelemotan suaminya.
"Iya, Mah sebentar."
Pasangan suami istri itu segera keluar dari mobil guna menghampiri Jenna yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Pekikan lumayan keras keluar dari mulut sang istri setelah melihat kondisi Jenna yang memucat serta bibirnya sedikit membiru.
"Ya Allah, Papa. Ini anak gadis siapa? Kenapa bisa lewat jalan yang bukan tempat para pejalan kaki."
"Mungkin gadis ini tersesat, sebaiknya kita bawa pulang." Jawab suaminya dengan nada berusaha tidak panik
"Papa yakin? Kalau sampai keluarganya datang mencari gadis ini bagaimana?"
Pertanyaan polos sang istri yang lama menanggapi perkataan suaminya membuat pria itu menggelengkan kepala gemas.
"Apa itu penting sekarang? Lihatlah wajah gadis ini begitu pucat, Mama bisa nggak sih jangan lemot dulu di saat genting seperti ini."
Belum sempat istrinya menjawab, Jenna yang pingsan sudah di angkat pria itu menuju mobil.
"Mama duduk di belakang saja untuk menjaga gadis itu jangan sampai jatuh." Titah sang suami pada istrinya
"Haa. Masa harus Mama juga sih, Pah?" terdengar nada protes tidak terima
"Pindah duduk di belakang atau Papa tinggal Mama di sini!" nada mengancam.
"Iya, iya. Mama pindah nih, dasar suami tegaan sama istri."
"Lebih tegaan mana dengan Mama yang nggak mau bantuin anak orang?"
"Ya ampun, Papa jahat. Awas saja kalau sampai rumah nanti, Mama akan aduin Papa ke Abang."
"TERSERAH."
Entah apa yang akan terjadi bila Jenna tidak di temukan oleh pasangan suami istri tersebut, adu debat pun terus berlanjut sepanjang perjalanan pulang ke rumah hanya karena masalah sepele.
.
.
Tidak ada yang tahu bagaimana seorang gadis manis bernama Aira Jenna Mehrunissa selama lima tahun menjalani hidup sebagai putri angkat dari pasangan suami istri yang menolongnya.
Tinggal dalam satu atap bersama dengan seorang putra tunggal dari kedua orang tua angkatnya ternyata mampu menggoyahkan sedikit demi sedikit pertahanan Jenna dalam menutup rapat hatinya yang sempat terluka.
Melihat bagaimana perjuangan sosok pria tampan yang sering di panggilnya dengan sebutan Abang tersebut, demi membuat Jenna mau menerima lamarannya yang bukan hanya sekali atau dua kali di tolak gadis manis itu mentah-mentah.
"Apa yang membuat mu begitu sulit membuka hati untuk ku, sedangkan yang aku ketahui selama ini hanya aku lah sosok pria yang selalu menemani mu kemana pun."
"Tidak kah ini terlalu berlebihan dan egois jika hanya memberi sebuah penjelasan saja begitu sulit bagimu."
Aksa Adhitama, satu-satunya pria tampan yang hampir setiap saat meminta Jenna agar mau menjadi pendamping hidupnya.
Akan tetapi, lamarannya selalu saja di tolak dengan alasan yang sama setiap kali pria itu meminta.
"Bukankah di luar sana masih ada begitu banyak gadis baik dan masih menjaga kemuliaannya sampai detik ini, kenapa hanya aku yang selalu Abang perhatikan dan meminta untuk di jadikan seorang istri?"
"Cobalah untuk membuka hati pada mereka! Siapa tahu kelak ada satu gadis yang cocok dan menjadi jodoh buat Abang. Dengan begini kehadiran Jenna tidak terlalu di utamakan."
Dinding kokoh dan tinggi yang di bangun Jenna selama ini menjadi penghalang bagi Aksa dalam menyelami dalamnya hati gadis manis tersebut.
Bagaimana perjuangan Jenna dalam mempertahankan prinsipnya yang sudah berjanji tidak akan lagi membuka hati untuk pria mana pun.
Atau tentang Aksa yang merupakan ahli waris satu-satunya kerajaan bisnis milik sang Papa, berjuang keras menghancurkan dinding kokoh yang sengaja di bangun oleh gadis manis kesayangannya tersebut.
🍃🍃🍃🍃🍃
Di lantai tiga, terdapat seorang wanita dengan pakaian rumahannya berusia kurang lebih 40 tahun yang tidak lain adalah Ibu angkat dari Jenna terus saja mengetuk pintu kamar gadis itu lumayan keras.
Kesal karena pintunya di kunci, akhirnya wanita berparas cantik tersebut harus meminta salah satu pelayan di kediamannya untuk mengambil sebuah kunci cadangan.
"Tolong ambilkan saya kunci cadangan kamar milik putri ku di laci dalam lemari samping meja TV!" pinta Lestari pada salah satu pelayannya.
"Segera saya ambilkan Nyonya," sahut sang pelayan bergegas pergi mengambilkan apa yang di minta.
Selang beberapa menit kemudian, pelayan tersebut datang sambil membawa beberapa kunci cadangan yang bukan hanya milik kamar sang Nona muda, melainkan ada beberapa kunci lainnya.
"Ini Nyonya, kuncinya." Ucapnya pelan seraya memberikan beberapa kunci cadangan tersebut pada Lestari
"Terima kasih ya."
Lestari tidak kesulitan mencari kunci mana yang merupakan cadangan untuk membuka kamar milik putri angkatnya.
Sebagai Nyonya Besar yang bertanggung jawab mengurus semua keperluan di rumah tentu bukan masalah besar bagi Lestari menemukan apa yang dia butuhkan.
Ceklek!
Saat pintu kamar berhasil di buka, mata Lestari sontak membulat sempurna ketika langkah kakinya sudah masuk ke dalam kamar milik gadis manisnya tersebut.
"Jenna. Oh, ya ampun anak gadis aku sudah siang belum juga bangun." Pekiknya lumayan keras seraya berjalan mendekat kearah tempat tidur dimana terdapat sang putri masih tidur meringkuk di balik selimut tebal
"Bangun sayang! Ini jam berapa coba, Adek nggak mau pergi kuliah apa?" omel Lestari seraya menarik lumayan kuat kedua lengan Jenna hingga terduduk meski kedua matanya belum juga terbuka.
Hanya itu cara agar putri angkatnya itu segera bangun dari tidur.
Sebenarnya Jenna masih sangat mengantuk, tetapi teriakan sang Mama jauh lebih keras di bandingkan alarm miliknya.
Alhasil meski enggan membuka mata, gadis itu tetap harus bangun, jangan sampai membuat keributan lagi di pagi hari.
"Ngantuk banget Mama, semalam Jenna di minta Abang bantuin kerjakan soal banyak sekali. Tidurnya pas jam 3 subuh, kenapa Mama malah bangunin Jenna masih jam 6 pagi sih?" Adu Jenna sedikit kesal karena sudah di kerjai putra satu-satunya dari orang tua angkatnya tersebut
"Lihat! Sekarang sudah jam berapa, hmm?" titah Lestari tanpa menanggapi aduan yang keluar dari mulut Jenna barusan.
Wanita berparas cantik dan anggun itu tentu tahu sejahil apa sang putra ketika kemauannya tidak di turuti, terlebih selama dua tahun putranya terus meminta Jenna untuk segera di lamar.
Tetapi apa hendak di kata, gadis manis itu selalu saja menolak dengan alasan yang tidak masuk akal.
"Tadi kan, Jenna bilang jam 6, Mama." Jawab malas gadis manis itu kelewatan manja dan masih sangat mengantuk
Entah karena Jenna belum melihat jam yang terletak di samping tempat tidurnya atau karena enggan membuka mata walau sedikit saja.
"Lihat yang benar sayang! Lama-lama Mama panggil Papa biar Adek cepat beres-beresnya, kalau Adek terlambat nanti kena omel Abang mau?" gemas Lestari rasanya ingin sekali mencubit kedua pipi cubby milik putri angkatnya tersebut.
Dengan malas Jenna membuka matanya perlahan kemudian melirik malas ke atas nakas samping tempat tidur, mata indahnya yang belum sepenuhnya terbuka mendadak besar setelah sadar jika dia ternyata sudah terlambat untuk masuk kuliah pagi.
"OMG, Mama. Hari ini Jenna ada kuliah pagi dan Dosen nya sangat galak, Mama kenapa bangunin Jenna baru sekarang?" Jeritnya lumayan kuat segera bangun dari tempat tidur
Langkah kakinya yang panjang berlari cepat masuk ke dalam kamar mandi tanpa peduli pintunya di tutup atau tidak.
Lestari hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak habis pikir anak gadis yang di rawatnya sudah lima tahun ini, menjadi begitu manja dan sangat bergantung padanya.
"Apa karena aku tidak memiliki anak perempuan sampai sang Kuasa mengirimkannya padaku." Gumamnya lirih seraya mengusap air mata yang sudah mengenang di pelupuk mata
Salahkah jika dia bersikap egois?
Dua tahun lalu, kedua orang tua kandung dari Jenna sempat menghubunginya untuk meminta putri mereka agar mau di kembalikan.
Akan tetapi, rasa tidak rela dan tidak ikhlas mampu menjadikan Lestari menjadi ibu yang tidak berperasaan dan sedikit egois, rasa sayang dan cintanya pada Jenna telah membutakan mata hatinya.
Sekeras apapun orang tua kandung Jenna ingin mengambil putri mereka kembali, jangan harap Lestari mau memberikannya sampai kapan pun itu, tentu semua yang di lakukannya tidak luput dari pantauan Jenna sendiri.
Kurang dari dua puluh menit sebelum jam 8 pagi, Jenna berlari turun ke lantai bawah dengan tergesa.
Gadis manis itu bahkan tidak ikut sarapan dan memilih berangkat kuliah di antar oleh Pak sopir.
"Mati aku, sebentar lagi pasti pelajaran akan di mulai." Panik Jenna terus melihat kearah jam di pergelangan tangan kirinya
Waktu yang tersisa memang tidak lah banyak, hanya karena di hukum mengerjakan soal dari sang Abang membuat Jenna bangun terlambat.
"Paman, bisakah lebih cepat lagi? Jenna bisa telat sampai kampus." Pintanya seraya memohon pada sang sopir
"Nanti Paman di marahi Tuan muda lagi Nona." Sahut pria itu takut menuruti permintaan sang Nona muda
"Abang ngga bakal tahu kalau Paman nggak buka suara ke Abang. Ayo lah Paman, nanti kalau sampai telat Jenna nggak di bolehin masuk kelas lagi." Pintanya kembali memohon berharap sang sopir kali ini menyetujui
"Baiklah Nona muda," sahut pria itu mengalah.
Pria berusia 50 tahun itu hanya bisa pasrah melihat raut wajah sedih gadis manis kesayangan dari sang majikan tersebut.
Hanya lima belas menit mobil yang di tumpangi Jenna sudah tiba di depan kampus, dengan segera gadis manis itu keluar dari dalam kereta roda empat tersebut kemudian berlari cepat menuju arah dimana ruangannya berada.
Akan tetapi, baru saja tiba di depan pintu masuk kelas Jenna yang akan melangkah masuk ke dalam ruangan, di kejutkan dengan suara bariton milik seseorang yang sangat dia hapal siapa sosok tersebut.
"Aira Jenna Mehrunissa, pergi ke ruangan saya sekarang! Tunggu sampai saya selesai mengajar satu jam lagi."
DEG
Mampus, aku bilang juga apa telat 'kan masuk ruangannya.
Gadis manis itu merutuki kebodohannya yang tidak sempat memeriksa waktu yang tersisa sebelum memasuki ruangan.
Sementara sosok yang barusan menegur Jenna terlihat begitu fokus pada buku tebal yang di bukanya dengan perlahan, sambil menjelaskan beberapa bagian paling penting kepada teman-temannya yang duduk tenang dalam ruangan.
"Kak, apa tidak bisa masuk ruangan dulu gitu? Lagi pula Jenna telat cuma satu menit saja kan?" mohon Jenna berharap Dosen yang mengajar tersebut memberikan sedikit saja keringanan terhadapnya.
Mendadak dalam ruangan hening seketika mendengar satu kalimat yang keluar dari bibir mungil Primadona kampus tersebut.
🍃🍃🍃🍃🍃
Jenna yang di minta keluar ruangan menuju ruang Dosen yang sering dia katakan galak tersebut, mulai merasakan perasaan tidak nyaman sedari memasuki ruangan.
"Mama, tolong Jenna!" jeritnya frustasi mulai memanggil Lestari.
"Percuma kamu meminta tolong, tidak akan ada orang mau membantumu yang suka telat di M.K pagi." Ucap sang Dosen terkesan ketus dan dingin
DEG
Jenna tidak berani melihat kearah belakang di mana Dosen galak julukannya itu tengah berdiri, jantungnya berdetak kuat saat mendengar suara derap langkah kaki panjang yang kian mendekat.
Mati aku, kali ini hukuman apa lagi. Umpatnya berbicara dalam hati
Minggu lalu gadis itu juga telat masuk kuliah dan penyebabnya sudah pasti orang yang sama, dia sampai di hukum menghapal sepuluh Surah pendek hanya dalam waktu satu jam.
Dan sekarang Jenna kembali melakukan kesalahan yang sama, entah hukuman apalagi yang akan di terimanya kali ini.
.
.
Di hadapan Jenna sudah ada Dosen pria yang sudah siap memberinya sebuah hukuman, matanya tidak berani menatap manik mata berwana coklat bening milik pria itu.
"Sepertinya kamu memang suka sekali di hukum." Ucap Dosen pria tersebut seraya menatap dingin kearah biang rusuh
Tangan Jenna meremas lipatan rok panjangnya lumayan kuat.
"Siapa yang mau di hukum coba, tadi Jenna bangunnya kesiangan untung ada Mama yang bangunin. Semalam ada seseorang yang sengaja menyuruh Jenna mengerjakan soal sebanyak 100 nomor, mana jawabannya panjang semua lagi. Terus kalau sampai salah soalnya malah di tambah mulu." Selak Jenna tidak terima dengan kalimat yang barusan terlontar dari mulut Dosen galak tersebut
Dari ekor mata milik gadis itu, dapat dengan jelas melihat seulas senyum menyeringai tipis menghiasi bibir kemerahan milik sang Dosen yang katanya galak itu.
"Benarkah? Jadi kamu tidak terima karena di paksa mengerjakan soal-soalnya?" ujinya ingin tahu apa tanggapan yang keluar dari mulut Jenna.
"Tidak terima sih nggak juga, cuma lebih ke kesal saja. Memangnya di kira gampang apa menjawab semua soal yang jawabannya sampai selembar kertas, tuh lihat sampai keriting tangan Jenna cuma gara-gara tugas sialan itu." Jawab Jenna sudah kelewatan jujur masih juga ada kata kasar di akhir kalimatnya
#Opss!
Jenna segera menutup mulutnya menggunakan kedua tangan saat melihat tangan Dosen pria itu sudah memegang sebuah mistar besi yang panjangnya sekitar satu meter.
"Bagus, berkali-kali di kasih tahu dan berulang kali di ajarkan bagaimana caranya berbicara yang sopan tetap saja masih ada satu kata itu terselip di setiap kalimat yang keluar dari bibir mungil mu itu, hmm." Tuturnya dengan nada terkesan marah
"Buka Juz 'Amma! lima belas Surah, sepuluh Surah yang panjang dan lima Surah lainnya pendek." Titahnya penuh penekanan
Mata Jenna rasanya ingin keluar dari tempatnya, yang minggu lalu saja dia sampai sakit kepala menghapal sepuluh Surah dalam waktu satu jam.
Sekarang lima belas Surah dan itu pun hanya ada lima Surah yang pendek, apa tidak ada hukuman lain lagi selain hapalan Al-Qur'an.
"Tunggu apa lagi? Ayo cepat hapal semuanya jangan sampai ada yang kamu lupakan," nada sedikit mengancam di berikan sang Dosen.
Waktu yang di berikan pada Jenna menghapal lima belas Surah adalah dua jam, itu artinya masih bagus di bandingkan dengan hukuman sebelumnya.
"Ini namanya penindasan otak," kesal Jenna mengumpat tidak senang karen dia kembali lagi mendapatkan hukuman untuk menghafal ayat suci Al-Qur'an.
Tepat dua jam sudah selesai Jenna langsung menyetor hukumannya, semua Surah yang gadis manis itu ucapkan tidak ada yang salah.
"Pintar. Besok-besok datang telat lagi biar hapalan Surah nya bukan ada pada Juz 'Amma, melainkan Surah yang panjangnya bukan hanya ada 10-50 ayat tetapi lebih dari itu." Ucap sang Dosen seraya tersenyum manis kearah Jenna
Ingin rasanya gadis itu mencakar wajah sok tampan yang mengaku Dosen baik dan berkahlak mulia tersebut, nyatanya apa yang mereka lihat tidak seperti itu aslinya.
Tunggu saja pembalasan ku. Geramnya dalam hati
Baru saja Jenna hendak akan beranjak pergi keluar dari ruangan Dosen galak tersebut, namanya justru kembali di panggil.
"Aira Jenna Mehrunissa, selama kamu masih bersikeras tidak memberi alasan yang tepat soal penolakan waktu itu jangan harap hari-hari mu di kampus akan merasa tenang dan nyaman."
Bibir mungil Jenna seolah mengejek tanpa rasa takut sedikit pun.
"Terserah, lagi pula yang bakal capek sendiri dan bosan bukan aku tapi anda sendiri." Balasnya bergegas meninggalkan ruangan tanpa menghiraukan teriakan sang Dosen yang memanggil namanya berulang kali
"Kapan anak gadis itu mau berkata jujur?" gumamnya pelan menerawang jauh ke masa depan.
.
.
#Di Ruangan Kelas
Akibat telat bangun dan sampai harus menerima hukuman dari Dosen.
Kini Jenna hanya berdiam diri duduk manis di dalam ruangan kelas, enggan mengikuti teman-temannya ke kantin.
Ingatannya kembali berputar pada kejadian dua tahun yang lalu, saat di mana dengan lantangnya seorang pria memintanya untuk menjadi pendamping hidup tanpa mengetahui bagaimana kehidupan masa lalunya dulu.
Berkali-kali di tolak nyatanya tidak membuat pertahanan sosok yang sering dipanggilnya dengan sebutan Abang itu kehilangan harapannya.
Jenna menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan, tidak ada yang berubah selama dia masih menjadi putri angkat dari pasangan suami istri yang merupakan pengusaha kaya raya di kota X tersebut.
Pertemuan mereka bisa di bilang suatu kebetulan yang berakhir dengan ikatan yang sampai detik ini masih menjadi masalah bagi orang tua kandungnya sendiri.
"Ternyata dengan memilih hidup tenang dan nyaman sebagai anak angkat bukanlah pilihan yang salah," gumamnya pelan seraya memperhatikan sebuah foto keluarga di layar ponsel miliknya.
Bayangan akan wajah cantik dan tampan yang tersenyum begitu hangat padanya seakan berputar di pelupuk matanya, dua orang yang paling Jenna sayangi di bandingkan orang tua kandungnya sendiri.
"Seandainya saja masa lalu buruk itu tidak pernah terjadi dalam hidup ku, mungkin sekarang aku masih bisa bersama dengan mereka." Ucapnya terdengar lirih tanpa sadar air mata jatuh mengalir
Ada alasan sangat kuat di balik kerasnya pertahanan diri Jenna selama ini, belum lagi dinding kokoh yang membentengi hatinya tidak mudah di hancurkan oleh siapa pun.
Termasuk sosok pria tampan yang selama lima tahun ini menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.
"Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya, aku tidak akan gegabah dalam mengambil sebuah keputusan di masa depan nanti."
Baginya jodoh, rezeki, amal dan kematian sudah ada yang mengaturnya.
Perihal bagaimana takdir akan merubah kehidupannya di masa depan nanti, biarlah semua menjadi rahasia antara gadis itu dengan sang pemberi hidup.
🍃🍃🍃🍃🍃
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!