Assalamu'alaikum Imamku 2!
Main Cast :
Aziz x Khumaira
***///*
Muhammad Abdul Aziz (29), Height 184 cm. Sifat : Narsis, baik, ramah, asal bicara, sarkasme dan bertanggung jawab serta setia.
Pekerjaan, seorang pengusaha muda. Jabatan CEO dan sudah tidak jadi Dosen.
***///*
Khumaira Syafa Al-Marwa (22), Height 154 cm. Wanita shalehah yang sangat mencintai Suami. Sifat : Baik hati, ramah, pengertian dan penyayang.
Pekerjaan guru Madrasah dan Ibu rumah tangga.
****
BLURB
Khumaira terdiam dengan pandangan kosong. Matanya tidak ada kehidupan bahkan terkesan mati rasa. Tidak ada pancaran teduh pasalnya jiwa khumaira sudah tidak berbentuk. Seluruh hidup terbawa Azzam yang telah kembali ke Rahmatullah.
Khumaira menatap potret pernikahan mereka dengan sendu. Sedetik kemudian dia menangis tersedu sembari merengkuh bingkai foto Azzam. Hati rapuhnya semakin rapuh mengingat semuanya telah di renggut dalam hidup. Azzamnya telah pulang ke sisi Allah tanpa peduli betapa sakit hatinya.
"Mas, ya Allah."
Tangis pilu terus terdengar di kamar mewah milik Khumaira dan almarhum. Bahkan Khumaira tidak bisa berhenti menangis sejak Azzam di kebumikan. Mata coklat Khumaira terasa kosong dengan derai air mata. Wajah ayunya terlihat layu tanpa ada sinar kehidupan.
Ridwan terus menangis dalam dekapan Maryam, tetapi anak tampan duplikat Azzam ini tidak kunjung diam. Yang dia butuhkan hanya pelukan Khumaira. Namun, bahkan sampai sekarang Ibunya tidak kunjung merengkuh tubuhnya. Dia butuh khumaira untuk memberikan pelukan penenang.
Khumaira berjalan ke arah Ridwan. Dia bersimpuh sembari merengkuh Putra semata wayang dengan erat. Pada akhirnya Khumaira mampu merengkuh Ridwan. Walau hatinya begitu sakit melihat duplikat sang Suami.
"Tole, sabar Umi ada di sini," lirih Khumaira.
Ridwan merengkuh Khumaira erat sembari menangis merasakan betapa pilu Ibunya. Pesan Abinya terlintas bahwasanya ia tidak boleh cengeng. Tetapi, apa yang bisa di perbuat anak kurang 3 tahun menyikapi masalah ini?
"Umi," tangis Ridwan.
Khumaira merengkuh Ridwan erat sembari mengatakan maaf. Dia menggendong Putranya untuk ikut ke kamar. Di pikiran khumaira hanya satu merengkuh mengajak Ridwan tidur. Sungguh Khumaira tidak sanggup bertahan tanpa ada penopang.
Mata keluarga besar Abah Hasyim dan Pak Sholikhin berkaca-kaca melihat Khumaira serta Ridwan. Hati mereka begitu sesak melihat Khumaira dan Ridwan begitu memprihatinkan. Bisakah mereka bertahan tanpa sosok Azzam yang penuh kehangatan.
"Mas Azzam, aku tidak bisa menjaga mereka seperti amanatmu. Apa yang harus kulakukan? Bisakah aku merubah duka menjadi tawa? Sungguh Aziz hanya ingin melihat mereka bahagia, Mas. Jika boleh berharap, Izinkan Aziz menopang kepiluan Mbak Khumaira dan Tole Ridwan. Semoga Mas di tempatkan di Surga-Nya Allah, Aamiin!" batin Aziz.
Aziz melihat potret Azzam dengan pandangan kosong. Dia sangat tertekan melihat kepiluan khumaira dan Ridwan. Kenapa Allah menguji hamba-Nya begitu berat? Bisakah pelangi hadir kembali? Bisakah warna hadir ketika warna kelabu menutup segalanya.
Harapan Aziz sangat sederhana tidak ada yang berat. Harapan cukup melihat Khumaira dan Ridwan bahagia selalu tanpa kendala. Sungguh dia sangat menyayangi keduanya layaknya Mbak dan anak. Aziz mengagap Ridwan sebagai Putranya sendiri. Lalu untuk Khumaira tidak ada yang istimewa, pasalnya Aziz menghormati wanita itu sebagai Kakak ipar sekaligus Adik.
"Doaku selalu menyertai Kalian, semoga Mbak Khumaira dan Tole Ridwan cepat mendapat kebahagiaan. Aamiin"
****
Inilah kisah, Aziz berusaha membuat Khumaira tidak terpuruk kembali.
Kisah pernikahan turun ranjang yang butuh pengorbanan, kesabaran, ujian dan kepiluan.
Kisah cinta tulus bertepuk sebelah tangan.
Cinta tulus hanya untuk Suami yang telah tiada.
Raga Khumaira memang milik Aziz tetapi hati dan pikiran hanya untuk Azzam.
Bisakah Aziz membuat Khumaira mencintainya?
Apakah Aziz akan menyerah pada Khumaira dan memilih Zahira?
Apakah Khumaira mengikhlaskan Aziz bersanding kembali bersama Zahira?
****
Copyright © Rose_Crystal 030199
05*10*19
Khumaira temenung dengan derai air mata pilu. Sehari Azzam dinyatakan meninggal ia seperti mayat hidup. Tahlil di laksanakan di rumahnya, tetapi dia malah meringkuk di ranjang sembari merengkuh foto Azzam. Khumaira tidak pernah bisa berhenti menangis melihat Azzam yang telah pergi.
"Mas, hiks."
Khumaira meringkuk semakin menyesakkan. Air mata terus berjatuhan membuat Khumaira tidak sanggup. Mungkin karena lelah ia tertidur sembari merengkuh foto Azzam.
Pak Sholikhin, Bu Maryam dan Bahri menatap Khumaira tidak sanggup. Mereka begitu terpukul melihat Khumaira terpuruk tidak mempedulikan sekitar.
Bu Maryam menyelimuti Khumaira dan mengecup kening Putrinya. Hati rapuh Ummi Safira semakin sakit melihat Putrinya tidak berdaya. Semoga saja khumaira mampu berjuang mempertahankan diri demi Ridwan, Aamiin.
"Putriku yang malang, semoga Allah terus memberikan kekuatan padamu, Aamiin."
Bu Maryam tidak kuasa menahan tangis karena Khumaira begitu memprihatinkan. Ibu mana yang tega melihat buah hatinya tersiksa begitu dalam? Ya Allah, izinkan Khumaira bahagia walau sulit. Bu Maryam tidak berani berharap lebih untuk Putrinya karena sangat tahu, khumaira begitu terluka.
Lain sisi Ridwan terus menangis sesenggukan dalam dekapan Mbah Uti. Dia sangat berharap Uminya merengkuh, tetapi tidak terjadi. Si kecil terus berharap akan ada kebahagiaan untuk dia dan Uminya. Sedih sekali sampai Ridwan tidak mau berhenti menangis.
Aziz meminta Ridwan dari Ummi Safira. Di rengkuh tubuh mungil Ridwan sembari menciumi wajah rupawan duplikat almarhum Azzam. Sesak sekali melihat mata besar keponakannya sembab. Air mata Ridwan terus berlinang tanpa mau berhenti dan itu membuat Aziz sedih.
Ridwan merengkuh erat leher kokoh Pamannya. Sungguh ia tidak mau lepas dari Pamannya hingga tidak lama tertidur. Dia butuh istirahat karena si kecil begitu lelah menangis.
Aziz mengusap rambut dan punggung Ridwan. Di ciumi puncak kepala keponakan penuh sayang. Hatinya terasa tertikam belati tumpul pasalnya anak sekecil ini di tinggal Abi untuk selamanya. Apa lagi khumaira sekarang memilih diam tanpa menyentuh Ridwan. Ya Allah, kuatkan hati Ridwan dan lapangankan hati Khumaira.
"Le, bawa Tole Ridwan ke kamar. Ummi tidak kuat melihatnya, sesak sekali." Ummi Safira begitu sedih mengingat Ridwan terlantar.
"Enggeh, Ummi."
Aziz membawa Ridwan ke kamar. Dia hendak melepas pelukannya tapi Ridwan langsung bangun sembari merengkuh lehernya. Tangis Ridwan kembali terdengar membuat Aziz langsung merebahkan diri sembari merengkuh keponakan.
Karena kehangatan sekaligus usapan lembut Aziz membuat Ridwan tertidur kembali. Dia takut di tinggal sendiri oleh orang-orang yang disayangi. Sungguh Ridwan ingin Uminya segera merengkuh erat tubuhnya.
Aziz mengecup kening Ridwan dengan setitik air mata. Di usap pipi bulat keponakan penuh sayang. Ya Allah, semoga lekas ada pelangi dalam diri Ridwan.
"Le, yang kuat Insya Allah, Paman akan selalu menjaga, Tole. Jangan takut, Le."
Hari ke tiga, Azzam kembali ke Rahmatullah.
Tahlil terus di lakukan, dan selama itu Khumaira mengurung diri di kamar. Bahkan Ridwan tidak merasakan pelukan Ibunya.
Aziz menatap iba Ridwan, selama 3 hari terlantar. Dadanya sesak tanpa bisa di kendalikan. Ingin marah pada Khumaira, tetapi kondisi Mbaknya juga sama. Harus bagaimana dia menyikapi situasi rumit ini?
Ridwan di rengkuh Sholikhin. Mereka melakukan Tahlil bersama orang kampung di Pagerharjo. Si kecil yang belum tahu apa pun hanya ikut saja.
Lain sisi Khumaira terdiam sepi di kamarnya bersama Azzam. Dia Menatap foto pernikahan mereka yang terpampang jelas. Hatinya sangat sakit melihat Azzam tersenyum tipis begitu manis.
"Ya Allah, hamba terlalu berdosa karena belum ikhlas Mas Azzam kembali ke sisi-Mu. Ya Allah, hamba mohon ampun karena sampai sekarang tidak bisa menerima kepergian Suami hamba kembali ke sisi-Mu. Ya Allah, ampuni hamba menelantarkan Putraku Ridwan. Begitu sesak sampai tidak mampu menahan air mata saat melihatnya. Sakit sekali ya Allah melihat Putraku terlantar. Setiap melihat Tole rasanya pilu karena mengingat Mas Azzam dan tidak kuasa melihat kepiluannya. Tolong ampuni hamba ya Allah."
Khumaira menghapus air matanya perlahan. Dia belum suci pasalnya darah nifas akibat keguguran itu masih deras. Dia hanya biaa berdiam diri tanpa mau keluar kamar. Yang dapat dilakukan Khumaira hanya menatap foto Suaminya sembari mengusap kaca bingkai.
"Mas Azzam, lihat saat Adek ambil foto ini Mas tidak menyadari Adek potret. Saat sadar Mas protes, mengingat Mas merajuk karena foto ini lucu sekali. Adek sangat mencintai Mas karena Allah dan sangat rindu."
Khumaira mencium foto Azzam penuh kerinduan. Dia seka air mata saat jatuh di kaca bingkai. Rasanya Khumaira lelah ingin berlari menghampiri Azzam.
"Mas, apa boleh Adek berkhayal tinggi meminta pada Allah untuk keajaiban? Kata mereka Mas di temukan di bibir sungai. Adek ingin menyangkal kalau itu bukan Mas. Tetapi, apa daya cincin dan pakaian jenazah itu sama yang di kenakan Mas saat hendak menjalankan tugas. Adek sangat mencintai Mas sampai kapan pun. Tenang, Adek akan menjaga cinta suci kita, Insya Allah. Tunggu Adek ya, Mas."
Khumaira menaruh foto Azzam di nakas lalu mengambil foto lainya. Senyum tipis ciri khas Suaminya akan selalu Khumaira ingat. Ya Allah, wajah teduh Suaminya adalah hal paling menyenangkan ketika di tatap. Khumaira jadi merindukan Azzam sedang tersenyum manis.
"Mas tahu, Adek begitu rindu senyum tipis Mas. Di dada Adek selalu sesak mengingat kita sudah beda alam. Setiap melihat foto Mas, hati Adek terasa di remas kuat. Apa Mas tahu betapa terpuruk Adek?"
Khumaira mencium kaca bingkai pas di kening Azzam. Air mata terus berlinang tanpa mau di cegah. Berjalan ke ranjang untuk tidur sembari memeluk potret Azzam. Dia begitu sakit hidup sendiri tanpa ada sang Suami. Walau ada Ridwan, tetapi Khumaira takut sendirian.
Tanpa Khumaira tahu Aziz mendengar keluh kesahnya. Tadi dia hendak melapor Ridwan panas. Tetapi, tidak jadi karena mendengar perkataan Khumaira. Hatinya begitu ngilu akan situasi menyesakkan. Rasa pilu dan iba begitu dominan membuat Aziz tidak kuasa melangkah pergi.
"Mbak, bisakah aku menepati amanat Mas Azzam? Rasanya tidak karena aku tidak bisa mengobati dan menjaga kalian. Mendengar keluh kesah Mbak antah kenapa Aziz tidak mampu berkutik. Mas Azzam, maafkan Aziz tidak bisa menepati janji. Ya Allah, tolong beri hamba kekuatan untuk bertahan demi mempertahankan amanah walau berat. Jika menyerah pasti Mas Azzam marah dan tidak tenang. Insya Allah, untuk saat ini Aziz akan berusaha kuat."
***
7 hari kemudian ....
Khumaira tambah mengenaskan pasalnya hanya di kamar dengan tangis menyayat hati. Tidak ada kehangatan serta pancaran teduh di mata besarnya. Mata itu kosong disertai derai air mata membelenggu. Khumaira seperti robot tanpa nyawa dan alat kontrol.
Ridwan terasingkan tidak ada kehangatan melingkupi tubuh mungilnya. Umi tersayang mengabaikan keberadaannya. Setiap hari Ridwan menunggu Umi Khumaira keluar kamar lalu merengkuh erat tubuhnya. Ya Allah, rasa sakit untuk di terima bagi anak sepertinya.
"Paman, apa Umi tidak sayang lagi sama, Dedek? Hiks huhuhu Umi tega meninggalkan Dedek seperti Abi. Abi tolong Dedek terasingkan tanpa, Umi," tangis Ridwan.
Aziz membisu mendengar perkataan polos Ridwan. Hatinya sakit bakteriris melihat ke rapuhan bocah mungil. Dengan segera Aziz memangku Ridwan dan memberikan ciuman sayang di pipi.
"Tenang Le, ada Paman. Jangan takut Umi hanya butuh waktu. Ingat Tole tampan, Umi sangat menyayangi dan mencintai, Tole. Jangan berpikir aneh yang perlu Tole lakukan tetap bersama Umi lalu tetap hibur Umi. Jangan menangis karena Umi dan Abi tidak suka melihat Dedek menangis. Sekarang cerialah jangan menangis karena Paman tidak suka."
Ridwan menitikkan air mata sembari menatap Paman Aziz dalam. Dia berusaha mencerna perkataan Pamannya. Seulas senyum Ridwan perlihatkan agar kembali ceria. Uminya sangat menyayanginya maka harus semangat menghibur sang Ibu.
"Paman, mulai sekarang Dedek akan ceria kembali agar Umi tidak sedih!" riang Ridwan.
Kini giliran Aziz yang menangis dalam diam. Ya Allah, bisakah ia tetap menenangkan Ridwan di kala kepiluan menyerang? Sungguh Aziz tidak kuasa menahan tangis mengingat semuanya.
"Ya Allah, maafkan hamba tidak tahan menghadapi situasi ini. Dik Zahira, maafkan aku," gumam Aziz.
Aziz POV!
Aku merasa sakit sekali melihat Mbak Khumaira terpuruk, lebih pilu melihat Tole Ridwan telantar akibat duka Uminya. Ya Allah rasanya tidak tega melihat mereka terlantar begini. Tolong maafkan aku belum bisa menepati amanah.
Mas Azzam, apa melihat dari alam sana bahwa Istri dan Anakmu terpuruk? Lihat Mas mereka begitu memilukan atas kehilangan hadirmu.
7 hari aku melihat mereka dengan keterpurukan. Tidak ada kehidupan melainkan kehancuran. Mbak Khumaira bak mayat hidup, sementara Tole Ridwan terus menangis menyayat hati.
Kalau begini, aku harus bagaimana?
Ya Allah, kenapa takdir begitu kejam pada mereka? Setitik air mata luruh melihat nisan Mas Azzam. Aku usap nisan Masku penuh rindu dan kesedihan.Hatiku remuk mengingat amanat Mas Azzam.
Mas, apa yang harus kulakukan?
Maafkan Aziz tidak bisa menepati amanah Mas dengan baik.
Mbak Khumaira kehilangan calon anak kedua kalian, dan aku hanya bisa melihat tanpa bisa melakukan apa pun. Mas Azzam, aku tidak bisa menjaga Mbak Khumaira dan Tole Ridwan. Tolong maafkan Aziz yang salah tidak becus menjaga.
Tole Ridwan begitu pilu kehilangan, Mas. Mas, lihatlah betapa mengenaskan Tole Ridwan selama kehilangan dirimu. Tidak ada keceriaan melainkan tangisan. Tole Ridwan terus meronta meminta Mbak Khumaira, tetapi Mbak menolak.
Aku sangat tahu betapa terpuruk Mbak Khumaira : pertama menerima takdir bahwa Mas Azzam pulang ke Rahmatullah, kedua kehilangan calon anak dan terakhir Tole Ridwan.
Wajah Tole Ridwan begitu mirip dengan Mas Azzam, sangat tampan dengan ukiran yang sama. Setiap melihat Tole rasanya melihat Mas Azzam kecil.
Aku pernah mengalami hal yang sama seperti Mbak Khumaira. Yaitu kehilangan Adiba sama hanya kehilangan arti kehidupan. Gadis yang kusayangi telah pulang ke Rahmatullah sebelum aku mengutarakan akan menikahinya.
Mungkin kehilangan Mbak Khumaira lebih menyakitkan dari apa yang kualami. Sangat sakit tetapi harus ikhlas menerima cobaan seberat itu.
Ya Allah, inikah jalan menuju takdir yang selalu tergambar melalui mimpi dan petunjuk-Mu?
Apa aku harus melangkah lebih jauh agar membuat Mbak Khumaira dan Tole Ridwan menghilangkan rasa sakit akan keterpurukan?
Dengan mengucap Bismillah semoga hajatku mendapat Ridho Allah.
Dik Zahira, maafkan aku harus melakukan ini. Kita memang tidak berjodoh dan bodohnya aku menyetujui perjodohan itu. Aku berpikir Dik Zahira jodohku, tetapi di mimpi itu Allah selalu menunjukkan wanita lain. Sekarang aku yakin mimpi itu benar adanya.
Ya Allah, aku tidak ingin menyakitinya, tetapi ini takdir. Aku melawan takdir dan berusaha menyangkal dengan menerima Dik Zahira. Tetapi, kuasa Allah lebih dahsyat.
Di sinilah aku berada tepat bersama keluargaku.
"Tole Aziz, ada apa?" tanya Ummi lembut.
"Aziz ingin membatalkan pernikahan, Ummi!"
Singkat padat dan langsung ke inti. Apa aku pria gila? Tidak, aku melakukan ini demi amanah dan tanggung jawab atas kuasa Allah.
Aku sudah memutuskan hal benar dengan melangkah menuju amanat Mas Azzam. Mas, tolong maafkan Aziz menepati amanat dengan jalan pernikahan. Mas Azzam, tolong maafkan aku yang hendak mengambil Mbak Khumaira.
"Apa maksudmu, Tole Aziz?" hardik Abah.
"Sekali lagi maaf ... maafkan Aziz akan mengatakan hal mengejutkan. Pertama, aku ingin acara pernikahan batal, kedua aku ingin menepati amanah, ketiga izinkan Aziz menjadi sandaran Mbak Khumaira dan Tole Ridwan!"
Dengan satu tarikan napas akhirnya mampu mengatakan kalimat panjang. Ku tatap mereka tampak terkejut. Aku berusaha menetralkan diri saat Abah menatapku tajam.
"Kamu sadar apa yang kamu bicarakan? Katakan alasan kenapa kamu mengatakan itu semua!"
Abah begitu tenang tetapi nada bicaranya berat serat akan emosi. Orang yang paling aku takuti adalah Abah dan Ummi. Alasanya karena murkanya mereka berarti Allah juga murka padaku. Tenang Abah pasti setuju jika kamu jelaskan secara baik-baik dan sopan.
Aku sakit saat Abah memanggil aku dengan sebutan kamu. Pasti beliau marah sekali padaku. Maafkan Aziz, sungguh Abah ini kulakukan demi kebaikan bersama.
"Aku ingin membatalkan pernikahan karena Aziz tidak bisa melihat Tole Ridwan terlunta. Menepati amanah karena Mas Azzam sebelum wafat berpesan menyuruh menjaga Mbak Khumaira dan Tole Ridwan. Menjadi sandaran Mbak Khumaira dan Tole Ridwan agar Aziz bisa leluasa menjaga mereka sembari menjalankan kewajiban. Aziz ingin menikahi Mbak Khumaira agar Tole Ridwan dan Mbak bisa merasa ada sandaran serata tempat untuk berkeluh kesah. Izinkan Aziz menikahi Mbak Khumaira sembari menjalankan amanah serta kewajiban!"
Ya Allah, semoga hamba mampu menjaga serta menjalankan apa yang ku ucapkan. Hatiku penuh akan keyakinan tanpa keraguan. Semoga Allah Ridho akan keputusan ini.
"Tole Aziz," lirih Abah dan Ummi.
Mereka menatap diriku penuh arti. Banyak makna sampai mereka menangis.
"Apa ucapan itu benar, Le? Ingat Tole, kamu hanya perlu menjaga tanpa menikah. Nduk Zahira, pasti sangat kecewa dan sakit hati pada keputusanmu. Niatmu sangat mulia, tetapi pikirkan sekali lagi. kamu mau menikahi Istri dari mendiang Masmu yang notabennya Nduk Khumaira sangat mencintai Masmu? Ingat, Mbak Khumaira itu janda dari Masmu. Kamu berhak mendapatkan gadis bukan janda. Apa lagi Nduk Zahira sangat mencintaimu, lalu apa tanggapan mereka? Tole Ridwan bisa kamu jaga bukan menjadi anak. Coba pikirkan lagi dengan masak!"
Ummi menasihati dengan pandangan teduh sembari menggenggam tanganku. Aku tersenyum sewaktu Abah menepuk bahu dan pandangan mereka begitu dalam. Ya Allah, kalau begini aku tambah yakin bahwa apa yang menjadi hajatku tersampaikan.
Mungkin kisah hidupku tidak akan mulus dan pastinya penuh derita. Insya Allah hamba ikhlas menerima takdir itu. Ya Allah, tolong beri hamba kekuatan untuk menjalani ini semua.
"Aku sudah memutuskan apa yang ku anggap benar. Aku akan memberi pengertian pada Dik Zahira serta keluarganya. Aziz tidak bisa hanya menjaga tanpa di dekat mereka. Mbak Khumaira dan Tole Ridwan butuh sandaran dan pelukan. Aziz mana bisa merengkuh Mbak Khumaira tanpa ada ikatan pernikahan? Mereka membutuhkan pelukan untuk bersandar. Rasulullah menikahi Ummu Khadijah janda lebih tua, kenapa Aziz tidak bisa? Demi Allah, Aziz ingin menjalankan ibadah dengan menjalankan amanah. Tolong restui Aziz melangkah memenuhi amanah terakhir, Mas Azzam."
Aku sudah benarkan?
Mas Azzam, maafkan Aziz berniat menikahi Mbak Khumaira. Mas, sekarang Aziz akan menjaga Istri dan Putramu sepenuh hati. Tolong maafkan aku yang tega melangkah mengambil jalur ini.
Ummi merengkuhku dengan tangis. Beliau menciumi puncak kepala dengan mengucap nama Allah. Ummi, Ridho anakmu yang ingin berbuat baik.
"Le, apa kamu tidak malu menikah turun ranjang? Lalu apa kamu siap kelak cintamu bertepuk sebelah tangan? Apa kamu siap menjalani hari sulit?" tanya Abah sembari mengusap rambutku.
Dengan mantap aku menjawab, "Insya Allah, Aziz siap!"
***
Keputusan itu mereka setujui dengan lapang dada. Sekarang sekeluarga menghaturkan maaf pada keluarga Dik Zahira. Semoga saja semua terselesaikan secara baik-baik, Amin.
Aku menjelaskan semua dan segala hajat yang ingin kulaksanakan. Awalnya mereka menolak keras dengan kemarahan.
Abah, Mas Nakhwan dan Ummi ikut serta membela dan memberi pengertian. Mereka begitu tulus meminta maaf sembari mengatakan maksudku.
Kini aku berhadapan dengan Dik Zahira di taman usai pembatalan pernikahan. Ku tatap dirinya yang menangis dalam diam. Aku tidak tega, namun juga tidak bisa melakukan apa-apa.
"Mas, aku sangat mencintaimu. Bisakah kita bersama? Aku janji akan memberi pengertian saat Mas menjaga, Tole Ridwan."
Aku menarik napas berat.
"Maafkab aku, Dik. Maukah Adik tetap menjalin hubungan sebagai saudara? Kamu gadis cantik yang sangat berprestasi ... Aku yakin banyak pria mengantri mendapatkan kamu. Sekali lagi maaf."
"Sekarang bisa apa jika terus begini, Insya Allah Zahira ikhlas. Entah apa bisa kita menjalin hubungan seperti itu dikala hati sudah tidak berbentuk? Aku sudah lama mencintai, Mas. Jawab pertanyaanku, apa Mas mencintaiku?"
Sedih sekali menyakiti gadis baik ini. Maafkan aku, Dik. Mas harap kelak kamu mendapat pria lebih baik dari pada, aku. Semoga jodohmu pria yang benar-benar mencintaimu dengan tulus.
"Tolong ikhlaskan semua ini dan maafkan aku, Dik. Maaf karena aku tidak pernah memiliki perasaan khusus untuk, Adik."
Kejam, maaf!
Zahira menangis lebih keras. Maafkan aku Dik Zahira.
"Mas terima kasih sudah jujur tentang semua ini. Tunggu apa Mas mencintai, Mbak Khumaira?"
Degh
"Aku tidak mencintainya, cintaku selama ini hanya untuk almarhum, Adiba. Adiba adalah gadis yang ingin kunikahi tetapi sudah meninggal. Maaf ... maafkan aku, Dik."
Setelah mengatakan itu aku berlalu meninggalkan Dik Zahira sendiri. Maafkan aku, Dik Zahira. Tolong ikhlaskan segala yang terjadi walau sebenarnya dari awal kita memang tidak di takdirkan bersama. Maafkan aku, Dik Zahira!
Aziz POV End!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!