Di dalam ruang kerja di sebuah rumah mewah, keenam pria berbeda usia sedang berdebat. Di balik pintu, gadis itu mendengar perdebatan mereka secara tidak sengaja. Betapa terkejutnya gadis itu saat tahu siapa yang sedang mereka perdebatkan.
"Papa yakin kalau dia adalah anak yang selama ini Papa cari?" tanya Kay.
"Papa yakin sekali. Kalian meragukan ucapan papa?" tanya Damar, pria paruh baya yang sedang disidang oleh kelima anak angkatnya.
"Bukan begitu, Pa. Kami hanya takut kalau, Papa, salah mengenali orang," bantah Zayden.
"Tidak. Papa bahkan sudah melakukan tes DNA tanpa sepengetahuan Zesa. Jadi, dia tidak mungkin memanipulasi hasilnya," tandas Damar.
Zesa terperanjat. Tanpa sengaja menjatuhkan vas bunga yang ada di atas meja di samping pintu ruang kerja. Suara itu membuat keenam pria seketika menoleh ke arah pintu yang tertutup.
"Jangan-jangan …." Ian bergegas lari dan membuka pintu. Matanya terarah ke lantai. Pecahan vas bunga berserakan serta ada sedikit noda darah.
"Siapa?" tanya Aron.
"Aku tidak tahu. Tidak ada siapa-siapa, tapi ada vas bunga yang pecah, dan ... noda darah." Ian menjawab sambil mengedarkan pandangan. Mencari orang yang tadi menguping pembicaraan mereka. Namun, ia tidak menemukan siapa pun.
"Apa mungkin itu Zesa?" Zoe bergumam pelan.
Namun, mereka mendengar ucapannya. Mereka berenam pun panik mendapati dugaan siapa yang telah menguping pembicaraan mereka.
"Cari dia! Jangan sampai aku kehilangan dia lagi!" perintah Damar pada kelima putra angkatnya.
Mereka bergegas berlari mengikuti jejak darah dari kaki Zesa yang terluka. Hingga mereka tiba di depan gerbang dan melihat Zesa masuk ke sebuah taksi. Mobil taksi itu melaju dengan cepat, membawa Zesa yang sedang ketakutan.
Bagaimana tidak? Kelima anak angkat itu selalu memperdebatkan siapa yang akan mewarisi harta Damar jika laki-laki itu tiada. Jika Zesa menjadi pewaris semua harta warisan Damar, ia takut kelima putra angkat itu akan mencari masalah dengannya.
Ia sudah cukup nyaman dengan hidupnya selama ini. Meskipun hidup tanpa seorang ayah, Zesa sangat bersyukur memiliki ibu yang sangat penyayang. Ibunya membuka warung sembako kecil-kecilan, sedangkan Zesa bekerja di sebuah toko kue yang cukup terkenal.
Hidup manusia sudah ditulis dalam buku yang sering disebut takdir. Tidak ada yang tahu seperti apa tulisan hidup manusia di masa lalu, atau masa yang akan datang. Seperti hidup Zesa yang berubah secara drastis, dari yang tadinya anak seorang pemilik toko sembako menjadi putri tunggal pengusaha real estate yang sangat kaya raya.
***
Tok! Tok!
Zesa mengetuk pintu rumah dengan terburu-buru. Dengan wajah yang panik, ia menoleh ke kanan dan kiri. Mereka pasti akan mengejarnya dan ia harus segera pergi bersama ibunya.
"Bu! Buka pintunya!" teriak Zesa dengan suara bergetar.
"Sebentar, Sayang!" sahut Kemala, ibu kandung Zesa.
Ceklek!
"Bu, Zesa minta Ibu jangan banyak bertanya dulu. Ikut Zesa pergi sekarang juga, Bu," pinta Zesa sambil menarik tangan ibunya.
"Ada apa, Sayang? Kamu tidak berbuat sesuatu yang melanggar hukum, 'kan?" tanya Kemala dengan cemas.
Zesa tidak bisa menjawab karena lima mobil mewah sudah terparkir di belakang taksi yang menunggu gadis itu. Tidak ada pilihan lain selain masuk ke dalam rumah. Ia menarik ibunya masuk, lalu mengunci pintu.
Zesa menceritakan apa yang terjadi secara garis besar. Kemala marah mendengar cerita putrinya. Ia sudah merawat dan membesarkan Zesa seorang diri. Sekarang, tiba-tiba ayah kandung Zesa ingin membawa gadis itu pergi darinya.
"Kamu tenang saja, Sayang. Ibu tidak akan membiarkan Damar membawamu begitu saja. Dia meninggalkan ibu saat kamu berada di dalam kandungan ibu, lalu dengan seenaknya mau membawamu pergi dari ibu. Tidak! Ibu tidak akan tinggal diam!"
"Pak Damar memiliki anak angkat yang kesemuanya laki-laki dan mereka sangat menakutkan, Bu. Zesa takut," ucapnya dengan tubuh menggigil memeluk ibunya.
"Kamu lari lewat pintu gudang dan jangan kembali sampai mereka menyerah untuk mencarimu. Ibu akan menghalangi mereka," ucap Kemala sambil mengambil semua uang yang ada di dalam tasnya. Ia memberikan uang itu kepada Zesa, lalu menyuruh anak gadisnya untuk segera pergi.
Untuk mengalihkan perhatian, Kemala pergi membuka pintu depan. Ia menghampiri Aron, Zayden, Zoe, Ian, dan Kay, beserta anak buahnya. Kemala yang memiliki penyakit jantung, merasa terkejut melihat banyaknya orang yang hendak menangkap putrinya.
Niat hati ingin melindungi putrinya, tapi ia justru terkena serangan jantung. Kelima pria itu panik dan membawa Kemala ke rumah sakit. Tidak lupa, ia menelepon Damar untuk memberitahukan hal itu.
"Kalian cari Zesa sampai ketemu dan bawa dia ke rumah!" perintah Zayden Uno Wicaksana. Dia adalah anak angkat pertama Damar Wicaksana. Berkepribadian dingin, arogan, dan yang paling berkuasa.
"Baik, Tuan!"
Kelima mobil mewah itu pergi, tersisa dua mobil van yang terparkir lebih jauh dari gerbang rumah Kemala Dewi. Di masa lalu, ia dan Damar menjalin hubungan, hingga melakukan hal terlarang. Ia hamil setelah melakukan hal terlarang dengan Damar.
Namun, bukannya bertanggung jawab, Damar justru menikah dengan gadis lain, padahal Kemala sudah memberitahu bahwa dia sedang hamil. Kemala akhirnya melahirkan tanpa seorang suami dan memiliki putri yang selalu dihina haram karena tidak memiliki ayah.
Para pengawal berhasil mengejar Zesa dan menangkapnya.
"Pergi kalian!"
"Ikutlah bersama kami, Nona," ucap salah seorang pengawal.
Dua orang pengawal menangkap gadis itu dan mencoba membawanya masuk ke mobil. Zesa memberontak. Namun, gadis itu terlalu lemah untuk melawan para pengawal yang rata-rata bertubuh kekar itu.
"Lepaskan aku atau aku akan berteriak!"
"Anda harus ikut dengan kami, Nona Zesa! Maaf jika kami kurang ajar," ucap seorang pengawal bertubuh besar.
Ia memerintahkan dua pengawal itu mengikat Zesa dan membawanya ke mobil. Mereka harus melaksanakan perintah dengan baik atau mereka akan mendapat masalah. Keributan itu hanya menjadi tontonan banyak orang. Tidak ada yang berani ikut campur untuk menolong gadis itu.
Karena sebuah insiden kecelakaan yang tak terduga, Zesa masuk ke rumah Damar. Menjadi pelayan untuk menebus kesalahan dan berakhir menjadi anak dari pemilik rumah. Tidak pernah menyangka sebelumnya, jika ia masuk ke rumah yang seperti kandang serigala.
Rumah yang terasa seperti medan perang perebutan harta warisan. Meskipun Ia adalah anak kandung, tapi ia hanyalah seorang gadis lemah. Berbeda dengan kelima anak angkat yang sudah berada di sana sejak puluhan tahun yang lalu.
Semuanya karena kejadian setahun yang lalu. Peristiwa itu akhirnya membawa Zesa ke dalam masalah ini. Peristiwa yang sangat disesali oleh gadis itu saat ini.
Karena Tidak sengaja menabrak mobil Zayden, ia harus bekerja di rumah laki-laki itu selama setahun. Menjadi pembantu yang akhirnya naik pangkat menjadi nona besar satu-satunya keluarga Wicaksana.
*BERSAMBUNG*
"Kurung dia dan awasi! Jika sampai dia melarikan diri lagi, kalian yang akan menanggung akibatnya. Mengerti?!"
"Mengerti, Tuan."
"Bagus. Aku ada rapat penting di kantor. Tuan besar sedang di rumah sakit, jadi kalian harus pastikan gadis itu baik-baik saja sampai tuan besar pulang," kata Zayden.
"Baik, Tuan."
Zayden melangkah pergi dengan wajah tersenyum. Pria yang selama ini dikenal dingin, pendiam, dan arogan itu tiba-tiba tersenyum. Membuat para pelayan dan pengawal yang tak sengaja melihat pun ketakutan.
Setelah pria itu pergi dengan mobilnya, para pelayan itu berkerumun.
"Kalian melihatnya?"
"Ya, aku melihatnya," jawab mereka.
"Tuan muda Zayden tiba-tiba tersenyum. Dia tidak pernah tersenyum selebar itu selama ini. Aku … tiba-tiba merasa takut," ucap pelayan itu sambil memeluk tubuhnya sendiri.
"Benar sekali. Aku merasa senyumannya sangat manis, tapi seperti ada suatu rencana dalam senyuman itu."
"Apa yang kalian lakukan? Bubar! Bukannya kerja malah menggosip." Pengawal membubarkan para pelayan. Lalu, ia bergumam, "Senyum pria dingin dan arogan memang selalu mengundang kecurigaan. Tapi, ah … tidak ada urusannya denganku."
Pengawal itu kembali ke tempatnya. Ia dan satu pengawal lainnya sedang bertugas menjaga pintu kamar di mana Zesa dikurung. Gadis itu terus berteriak minta dilepaskan, tapi semua juga tahu kalau itu hal yang mustahil. Sebagai pewaris tunggal yang telah lama dicari-cari, ia tidak akan semudah itu bebas.
***
"Kau harus bangun, Kemala. Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu," ucap Damar di samping tubuh wanita itu.
Kemala terbaring di ruang ICU karena serangan jantung. Dokter memberitahu kabar yang tidak baik tentang kondisi kesehatan wanita itu. Kemala tidak memiliki harapan hidup yang panjang karena penyakit jantung yang dideritanya sudah terlalu parah.
"Tidak bisakah melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawanya, Dokter? Berapa pun biayanya akan saya bayar," ucap Damar dengan wajah putus asa.
Ia terpisah dengan Kemala selama dua puluh dua tahun lebih. Selama orang tuanya masih hidup, Damar tidak pergi mencari wanita itu karena takut keadaannya berbahaya. Setahun setelah berpisah dengan Kemala, orang tua Damar meninggal, dan laki-laki itu bercerai dengan istrinya.
Damar dinikahkan secara paksa oleh ayahnya. Mereka tidak merestui hubungan Damar dan Kemala karena wanita itu berasal dari kalangan bawah. Kedua orang tua Damar khawatir kalau Kemala hanya mengincar harta keluarga Wicaksana.
"Maafkan kami, Tuan. Kita hanya bisa berharap ada keajaiban untuk kesembuhan nyonya Kemala," kata Dokter sambil melihat hasil rontgen milik Kemala.
Damar duduk melamun di depan ruang ICU. Sudah belasan tahun ia mencari wanita itu. Namun, saat bertemu, ia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan. Bahkan hanya sekedar meminta maaf pun tidak bisa disampaikan.
"Apa sudah ada kabar dari mereka?" tanya Damar sambil menghela napas berat.
"Tuan muda Zayden sudah memberitahu saya kalau nona besar sudah ada di rumah. Apakah Anda akan pulang sekarang, Tuan?" tanya Leo.
Pria berusia dua puluh delapan tahun itu adalah asisten pribadi Damar. Ia sudah bekerja bersama laki-laki itu selama lima tahun, tepatnya saat ia turun dari posisi presiden direktur 'Damar Pelita Group'. Posisi itu diserahkan kepada Zayden Uno Wicaksana yang dinilai lebih kompeten karena lulusan universitas jurusan bisnis di luar negeri.
Leo menjadi perantara dan membantu tugas Damar yang berada di balik panggung. Meski Zayden memimpin di kantor, tapi semua keputusan tetap harus dirundingkan dengan Damar di rumah. Leo yang bertugas menjadi jembatan antara pekerjaan di kantor dan di rumah.
"Kita pulang sekarang. Bagaimana pun, Zesa harus tahu keadaan yang sebenarnya," jawab Damar setelah terdiam beberapa saat.
Leo mengangguk, lalu mengikuti Damar yang pergi menuju parkiran rumah sakit. Baru kali ini Leo melihat majikannya begitu putus asa. Selama ia bekerja, ia selalu melihat wajah laki-laki itu saat membicarakan cinta pertamanya.
Kemala Dewi dan Damar adalah sepasang manusia yang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Menjalani hari-hari pacaran yang indah, hingga mereka terlena, dan tenggelam dalam hal yang lebih intim. Beberapa kali melakukan hubungan suami istri yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka. Hingga akhirnya Kemala hamil.
Membayangkan hal itu, Leo mengerti betapa besarnya cinta Damar kepada Kemala. Sampai saat ini, pria itu tidak mencari wanita lain. Istri yang dinikahi selama satu tahun pun tidak memiliki anak darinya, karena Damar tidak pernah menyentuhnya sama sekali.
"Apakah ini hukuman dari Tuhan karena aku sudah membuat Kemala dan putriku menderita?" tanya Damar kepada Leo.
"Anda orang yang sangat baik, Tuan. Bagaimana Tuhan bisa menghukum orang yang penuh kasih sayang seperti Anda? Anda bahkan merawat kelima tuan muda sejak kecil dengan kedua tangan Anda sendiri."
"Hah, aku tidak sebaik yang kau lihat. Mereka aku rawat karena aku merasa kesepian di rumah besar itu seorang diri," jawab Damar dengan tatapan mengarah jauh ke luar jendela.
Ia mengingat awal mula membawa kelima anak laki-laki itu ke rumah. Damar melihat wajah mereka cukup tampan dan rasanya sangat disayangkan jika mereka hidup terlantar di jalanan. Ia juga menganggap mereka sebagai investasi jangka panjang. Damar berharap, jika ia tidak bisa menemukan Kemala dan anaknya, kelima anak laki-laki itu bisa mengurus pemakamannya jika ia tiada.
"Apa pun tujuan awal Anda, tapi Anda menyayangi mereka seperti putra kandung Anda sendiri," ujar Leo.
Damar hanya mengangkat sudut bibirnya. Apa yang dikatakan Leo memang benar. Walaupun tujuan awalnya hanya ingin memiliki pewaris pengganti, tapi ia sangat menyayangi mereka. Ia bahkan menyekolahkan mereka semua di luar negeri di universitas terbaik di negara itu.
***
"Buka pintunya!"
Zesa menggedor-gedor pintu menggunakan kedua tangannya. Ia terus berteriak sejak dikurung tadi pagi. Zesa sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya. Ia ingin pergi melihat ibunya.
Gadis itu pikir, ibunya masih di rumah. Ia tidak tahu kalau ibunya saat ini sedang terbaring kritis di ruang ICU rumah sakit swasta. Zesa terus berteriak ingin pulang.
"Buka pintunya! Biarkan aku pulang. Kumohon …." Ia kehabisan tenaga. Suaranya mulai sumbang dan tenggorokannya terasa sakit akibat berteriak. Tubuhnya menggelusur turun dan terduduk dengan posisi punggung bersandar ke pintu.
"Ibu … aku ingin pulang," gumam Zesa sambil menangis terisak.
Kakinya ditekuk, lalu ia menyembunyikan wajahnya di balik lutut yang tertekuk. Ia menangis sesenggukan. Ia tidak ingin menjalani kehidupan sebagai orang kaya yang tidak bisa melangkah bebas semaunya.
Segala kehidupan glamour kalangan atas itu sama sekali tidak membuat gadis itu tertarik. Ia lebih suka hidup sederhana bersama ibunya. Ia ingin kembali ke kehidupan lamanya seperti sebelum bertemu Zayden. Jika saja ia tidak pernah menjadi pembantu di rumah laki-laki itu, hal ini tidak akan pernah terjadi.
*BERSAMBUNG*
Damar menarik napas panjang dengan berat. Ia sudah mengenal Zesa setahun lamanya sejak gadis itu masih menjadi pelayan di rumah Zayden. Hari ini ia akan menemui gadis itu sebagai ayah, bukan tuan besar dari rumah keluarga Wicaksana.
"Jika Anda masih belum siap, sebaiknya jangan dipaksa. Anda bisa menemuinya nanti, Tuan," usul Leo di belakang kemudi.
Ia melirik sang majikan dari kaca spion atas. Mereka sudah tiba di garasi sepuluh menit yang lalu, tapi Damar masih duduk di dalam mobil dengan segala kebimbangannya. Ia yakin putrinya sudah mendengar pembicaraannya dengan kelima putra angkatnya.
"Apa dia akan memaafkanku? Aku ayah yang tidak bertanggung jawab," ucap Damar sambil mendesah berat.
"Saya kurang tahu, Tuan. Tidak ada salahnya dicoba terlebih dulu. Lagi pula, cepat atau lambat, nona besar tetap harus bertemu dengan Anda."
"Benar juga. Ayo temani aku menemuinya," ajak Damar.
Leo segera turun dan membukakan pintu mobil. Damar melangkah di depan Leo dengan penuh kharisma seperti biasanya. Saat mereka memasuki pintu utama, para pelayan menundukkan wajah dan memberi hormat.
"Di mana dia?"
"Di kamar atas, Tuan," jawab pelayan.
Damar kembali melangkah. Ia dan Leo menaiki anak tangga menuju lantai tiga di mansion utama. Tepat di depan kamar, ia mendengar gadis itu sedang menangis.
"Apa yang kalian lakukan? Buka pintunya!" teriak Damar yang khawatir mendengar putrinya menangis.
Mendengar suara Damar, Zesa segera bangkit dan menjauh dari pintu. Ketika pintu terbuka, Zesa menerobos hendak melarikan diri. Namun, kedua pengawal itu sigap menangkapnya.
"Lepaskan aku! Aku ingin pulang!"
"Zesa, putriku," sapa Damar dengan suara bergetar.
"Tuan Besar, tolong perintahkan mereka untuk melepaskanku, aku ingin pulang," ucap Zesa dengan suara serak.
"Tapi ini adalah rumahmu, Nak," kata Damar sambil mengulurkan tangan.
Ia menyentuh puncak kepala gadis itu dengan mata berkaca-kaca. Putri yang telah lama dicarinya selama ini, ternyata dia sudah berada begitu dekat dengannya. Selama setahun melihat gadis itu menjadi pelayan dan terkadang dijahili oleh kelima anak angkatnya.
"Singkirkan tangan Anda, Tuan besar!" hardik Zesa sambil menggerakkan kepalanya menjauh dari tangan Damar.
"Zesa … aku adalah ayahmu, ayah kandungmu. Papa tahu, kau pasti membenci papa karena terlambat menemukanmu. Tapi~"
"Aku tidak memiliki ayah sejak aku lahir. Sampai kapan pun, aku hanya memiliki seorang ibu. Anda tidak punya hak memanggil saya anak," cibir Zesa dengan pandangan dipenuhi kebencian.
"Semua itu bukan kehendak papa. Papa terpaksa melakukan pernikahan dengan orang lain, tapi kami bercerai setelah kakek dan nenekmu meninggal. Setelah itu papa mencari kalian, tapi papa tidak menemukan kalian. Sampai papa tidak sengaja melihat foto wallpaper di ponselmu.
"Sampai detik ini, mamamu adalah wanita yang papa cintai. Papa meminta Leo melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah kau anakku atau anak Kemala dengan suaminya."
"Haha …. Anda bahkan tidak tahu kalau ibu saya tidak pernah menikah. Setiap kali ada laki-laki yang melamar, ibuku menolak mereka. Ibu takut jika memiliki suami, akan membuatku menderita. Dan siapa Anda yang tiba-tiba mengaku sebagai ayahku?" tanya Zesa sambil mencoba melepaskan diri dari para pengawal.
"Dia~"
"Ya, dia tidak pernah menikah. Dia mengorbankan kebahagiaannya demi aku. Aku tidak mau mengakuimu sebagai ayahku! Tidak akan pernah!"
Damar membelalak mendengar ucapan Zesa. Gadis itu benar-benar membencinya. Bahkan bersumpah tidak akan pernah mengakui Damar sebagai ayahnya.
"Papa akan membayar hutang papa kepada kalian. Semua harta milik papa bisa kalian miliki. Kalian tidak akan hidup kekurangan lagi," ujar Damar.
"Tch! Anda pikir semua harta yang Anda miliki ini cukup untuk membayar penderitaan kami? Tidak. Sekalipun Anda memberikan seluruh bintang di galaksi, itu tidak akan pernah mampu membayarnya," kata Zesa dengan kebencian yang semakin memuncak.
Zesa merasa direndahkan oleh kata-kata laki-laki itu. Ia tidak pernah bermimpi untuk menjadi orang kaya. Lalu, Damar bicara seolah Zesa dan ibunya gila harta, hingga dengan iming-iming harta warisan Damar berharap mereka mau memaafkannya.
"Sumpal mulut kotor gadis itu! Beraninya dia menghina papa seperti itu," kata Kay dengan wajah merah padam. Ia paling tidak suka jika ada yang membuat ayahnya bersedih, sekalipun itu adalah anak kandung Damar.
Zesa sudah lama mengenal laki-laki itu. Suasana hatinya selalu berubah drastis. Jika ada yang tidak disukai, dia akan sangat marah, sama seperti saat ini. Karena melihat ayahnya dimaki-maki oleh gadis itu, emosinya mendadak meluap bak air bah.
Kay melepas dasi dan menghampiri Zesa. Ia hampir saja lepas kendali dan benar-benar menyumpal mulut Zesa menggunakan dasi. Damar menghadang laki-laki itu dan meminta Leo membawanya pergi.
"Lepas! Dia harus diajari bagaimana caranya bersikap hormat kepada orang tua," ujar Kay yang terus menyingkirkan Leo dari hadapannya.
"Yang dirawat olehnya adalah kalian, bukan aku. Seharusnya kalian senang karena aku menolak harta warisan tuan besar," cibir Zesa dengan tatapan sinis mengarah kepada ayahnya.
Kay bersiap membuka mulut, tapi sebuah panggilan telepon menginterupsi. Ia merogoh ponselnya. Dengan pandangan yang tidak lepas dari gadis itu, ia menjawab panggilan telepon dari rumah sakit. Wajahnya yang semula dipenuhi kemarahan, berubah menjadi tatapan iba.
"Dari siapa, Kay?" tanya Damar.
Kay seketika berubah dan Damar sudah hafal dengan sifat anak angkat ketiga itu. Hatinya begitu perasa. Baik yang membuatnya marah atau yang membuatnya bersedih, semua bisa dibaca dari ekspresi wajah yang selalu berubah drastis.
"Dari rumah sakit, Pa. Mereka bilang~"
"Mereka bilang apa?" tanya Damar, penasaran.
"Nyonya Kemala meninggal lima menit yang lalu," jawab Kay sambil memandang Zesa.
Gadis itu tahu siapa Kemala yang dimaksud mereka. Ia mematung dengan kedua mata berembun. Penglihatannya mulai samar dan akhirnya ia terkulai ke lantai dengan kedua lutut menopang tubuhnya. Zesa menangis sejadinya, berteriak-teriak memanggil ibunya, lalu ia terbaring tak sadarkan diri.
Kay mengangkat gadis itu dan membawanya kembali ke kamar, sedangkan Damar dan Leo kembali ke rumah sakit. Sebelum pergi, ia menitipkan putrinya pada Kay. "Tolong jaga dia, Kay."
"Baik, Pa."
***
Zesa baru sadar setelah malam menjelang. Namun, ia seperti mayat hidup. Ia tidak mau bicara, tidak menangis, atau bergerak dari tempat tidurnya.
"Zesa … apa kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Damar sambil menggenggam tangan gadis itu dengan penuh kasih sayang.
Hening. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Ia hanya berbaring dengan tatapan kosong mengarah ke langit-langit kamar. Kehilangan sosok ibu membuat gadis itu merasa tidak ada gunanya lagi ia hidup.
"Papa yang sabar. Zoe yakin, Zesa akan baik-baik saja. Dia gadis yang kuat."
"Benar, Pa. Zesa masih syok karena kehilangan ibunya. Kami semua mengenal Zesa dengan baik. Saat ini, dia hanya butuh waktu untuk menenangkan diri."
Kay menambahi ucapan Zoe. Waktu satu tahun sudah cukup untuk mereka mengenal kepribadian gadis itu. Selama tinggal di mansion sebelah, mereka sering mengerjai Zesa, tapi dia tetap tangguh dan bersemangat.
Mansion utama ditempati Damar, sedangkan mansion kedua yang terletak di samping mansion utama ditempati oleh kelima anak angkatnya. Di sanalah Zesa tinggal selama setahun terakhir. Kenangan setahun yang lalu pun terlintas di benak mereka.
*BERSAMBUNG*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!