NovelToon NovelToon

SATU BAGI DUA

Menikah

"Nak, kami memanggilmu kemari karena kami ingin mengajukan sebuah permintaan padamu. Bersediakah kamu mengabulkannya". Tanya kyai Rahman saat santriwati yang dipanggilnya sudah ada dihadapannya.

Hamdan putra tunggalnya juga berada di ruangan itu, duduk disamping ibunya. Sang santriwati menunduk takdzim, diam tak bergeming menunggu kalimat kyai Rahman selanjutnya.

"Aku memintamu untuk bersedia menjadi menantuku. Mendampingi putraku menjalani mahligai rumah tangga".Lanjut kyai Rahman. Umi Habsoh mengangguk. Sedangkan Hamdan melihat sekilas santriwati bernama Alifa Humaira itu dengan penuh harap.

Alifa memilin-milin ujung hijabnya, wanita cantik yang sudah 12 tahun menjadi santri kyai Rahman itu terlihat kikuk, wajahnya bersemu sekaligus menegang, ia mendadak gugup.

Sesekali ia melirik putra kyai Rahman yang sebenarnya sudah lama mencuri hatinya, namun ia tak berani terlalu berharap mengingat pria sholeh itu bukanlah pria berbadan sembarangan. Alifa masih diam belum menjawab dan masih nampak syok, lebih tepatnya kaget.

"Bagaimana, nduk?".Tanya umi Habsoh lembut.

"Jawablah dengan tenang, jangan takut. Kami tidak akan memaksa bila kamu keberatan". Ucap umi Habsoh lagi, tersenyum lembut.

Hamdan melirik Alifa dengan harap-harap cemas, begitu pun kyai Rahman dan umi Habsoh.

Alifa masih diam, lidahnya terasa kelu kesulitan menelan salivanya sendiri, jantung berdetak dengan kencang dan gugup.

"Sa...sa...saya bersedia kyai". Jawab Alifa terbata-bata saking gugupnya juga malu.Mukanya tertunduk.

"Alhamdulillah, ya Allah". Pekik Kyai Rahman

beserta istrinya dan putranya seraya mengusapkan kedua tangan secara bersamaan. Bahkan Hamdan bersujud syukur hingga meneteskan air mata kemudian

berhambur memeluk ibunya, sedang kyai Rahman menepuk-nepuk punggung putranya lembut.

Alifa terkejut melihat respon sepasang suami istri tersebut, terlebih putra semata wayangnya yang hanya beberapa kali saja ia lihat karena jarang pulang dari pondok tempatnya menggali ilmu.

"Terimakasih, nduk. Karena kamu sudah setuju maka kami akan segera menemui kedua orang tuamu untuk pembicaraan selanjutnya" Ucap Kyai Rahman antusias.

...****************...

Orang tua Alifa, bapak Sofyan dan ibu Rani menerima dengan suka cita pinangan Kyai Rahman untuk putra tunggalnya Hamdan Al Akbar.

Alifa akhirnya dipersunting Hamdan Al-Akbar, putra tunggal kyai Rahman, pengasuh sekaligus pemilik yayasan pondok pesantren Ar-Rahman. Wanita cantik yang sudah menjadi tenaga pengajar sejak dua tahun yang lalu itu menerima permintaan kyai Rahman untuk menjadi pendamping hidup putranya yang baru kembali dari menuntut ilmu disebuah pondok pesantren terbesar di Indonesi.

Akad nikah digelar dirumah mempelai wanita dengan penuh khidmat dan sederhana dihadiri oleh keluarga dekat dan para tetangga. Rasa hormat dan keramahan sangat lekat pada dua keluarga yang menyatu dalam ikatan pernikahan ini. Mereka bersukacita sambil menikmati hidangan yang disajikan sebagaijamuan setelah ritual akad dilaksanakan dengan suasana syahdu.

Resepsi pernikahan mereka diselenggarakan dengan sangat mewah. Maklumlah, Hamdan adalah anak tunggal dari orang yang sangat disegani. Keduanya tampak sangat serasi dengan balutan baju pengantin yang dipersandingkan di pelaminan. Rona kebahagiaan terpancar dari wajah kedua keluarga mempelai terutama dua insan yang sudah sah sebagai suami istri itu. Senyum bahagia tak henti-hentinya terulas dari bibir keduanya, meremukan hati seorang santriwati yang sedari tadi memperhatikan dengan sorot mata iri, tidak suka dan terluka. Tangannya mengepal dan giginya gemretuk menahan marah dan juga kebencian.

Setelah acara resepsi selesai, Hamdan memboyong istrinya ke rumah yang telah dipersiapkannya. Rumah itu dibangun tepat di samping rumah kyai Rahman. Rumah sederhana namun nyaman. Terdiri dari ruangtamu, dapur dan 3 kamar dilengkapi dengan kamar mandi, yang digunakan sebagai kamar utama, kamar tamu dan ruang kerja.

Alifa bangun saat terdengar alunan ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan seorang santri melalui pengeras suara. la segera beringsut turun dari kamar mandi, sejenak seulas senyum terukir indah di bibirnya, dipandanginya lelaki yang masih lelap bergelung selimut dan sudah sah menjadi imamnya itu. Dengan langkah tertatih dan sedikit meringis menahan rasa nyeri di bagian intinya, Alifa masuk ke kamar mandi membersihkan diri menyegarkan badannya yang terasa pegal-pegal dibawah guyuran air yang menyejukkan.

Hamdan tersenyum pada istrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi, keduanya bersitatap dengan penuh arti. Alifa meminta suaminya untuk segera mandi dan pergi ke masjid menunaikan shalat subuh berjamaah. Alifa segera berpakaian dan menyiapkan pakaian suaminya. Saat Hamdan keluar darikamar mandi, Alifa sedang membaca Alqur'an sambil menunggu waktu shalat subuh tiba. Dengan cekatan, ia memakai baju yang sudah disiapkan oleh istrinya itu, dan bergegas pergi ke Masjid setelah berpamitan dan dibalas anggukan oleh istrinya.

Alifa sedang menyiapkan sarapan di dapur ketika suaminya kembali, ia sudah hafal jadwal mengaji suaminya itu. Suaminya mempunyai jadwal kajian kitab kuning setiap ba'da subuh. Terdengar ucapan salam dari arah pintu. Alifa segera menghambur menyambut suaminya sambil menjawab salam. Sesaat kemudian, pintu terbuka, song suami tampannya berdiri di depannya dengan mengulurkan tangannya, Alifa menyambutnya dan mencium takdzim. Hamdan mencium kening istrinya dengan mesra, mereka berjalan beriringan menuju dapur sambil saling menggoda, tangan kekar Hamdan memeluk pinggang dan Alifa bergelendot manja memeluk lengan suaminya. Alifa meminta suaminya untuk duduk dulu di meja makan, sudah disiapkannya jamu kuningtelur bebek dicampur madu dan sedikit taburan bubuk merica untuk menjaga stamina suaminya, Hamdan meminum jamu itu dengan nikmat sampai tandas. Sedangkan Alifa segera berlalu ke dapur menyelesaikan pekerjaannya yang masih tertunda di dapur tadi karena menyambut kedatangan suaminya.

Alifa sedang asyik menggoreng tempe tanpa tepung ketika tanpa disadarinya, Hamdan masuk ke dapur dan memperhatikan istrinya yang nampak begitu bahagia. Saat Alifa mengangkat gorengan tempe yang terakhir, Hamdan mendekati istrinya dan memeluknya dari belakang, menggoda dan mencium pipinya. Alifa berjingkat dan sangat terkejut dengan kelakuan suaminya itu. Belum hilang rasa terkejutnya, tubuhnya terasa melayang, ia pun terpekik kaget seraya mengalungkan tangannya ke leher suaminya. Hamdan mengangkat tubuh istrinya namun sebelumnya ia sudah mematikan kompor yang masih menyala. Dengan diiringi tawa mesra berderai mereka, langkah cepat kaki Hamdan membawa mereka ke peraduan, menghabiskan pagi dengan suasana syahdu penuh cinta menghangatkan ranjang romantis dan berbagi kenikmatan.

Pukul 10, Hamdan dan Alifa duduk mesra di meja makan menuntaskan sarapan mereka yang tertunda karena momen dadakan khas pengantin baru yang baru saja mereka lewati. Sendau gurau dan saling menggoda mewarnai kegiatan sarapan mereka, Mereka makan dengan lahap berbagi sarapan dalam satu piring, saling menyuapi dan sekali-kali tingkah jahil dilakukan keduanya menambah hangatnya suasana. Selesai sarapan keduanya membereskan bekas sarapan dan mencuci gelas piring dan membersihkan dapur bersama, saling membantu dan tak lupa diselingi adegan romantis yang menambah suasana berbunga-bunga di hati keduanya.

Setelah sarapan Hamdan mengajak istrinya untuk memantau perkebunan buah yang sudah kyai Rahman manfaatkan kepadanya untuk dikelola. Keduanya berboncengan sepeda montor menyusuri jalan perkebunan, mereka nampak begitu bahagia dengan tawa kecil dan candaan yang tak henti terulas di bibir keduanya. Dari sudut pondok putri, sepasang mata mengintai dengan sorot mata beringas dan tatapan kecewa luar biasa menyiratkan palung terluka dihatinya begitu dalam. Setelah dua sosok pengantin baru itu hilang dari pandangannya, dengan langkah tergesa, santriwati itu segera berjalan ke arah dapur kyai Rahman untuk menyelesaika tugasnya piket 'ndalem'.

Kelebihan hormon testosteron

Hamdan dan istrinya menyusuri perkebunan sambil bercengkrama, mereka menyapa ramah pada pekerja yang sedang sibuk membersihkan Kebun, adapula diantara mereka yang sedang memanen buah. Buah buah itu dimasukkan ke dalam sebuah peti setelah disortir terlebih dahulu. Ada beraneka buah diperkebunan itu, ada anggur, apel, jambu madu, jeruk Sunkist dan juga jambu kristal yang dirawat dengan baik sehingga menghasilkan buah yang berkualitas dan siap masuk pasaran nasional. Hamdan dan Alifa menyisihkan beberapa kantung buah untuk mereka nikmati di rumah. Suara adzan Zuhur berkumandang saat mereka masih asyik berbaur dengan para pekerja, memantau mereka dan memastikan pekerjaan dilakukan denga baik dan benar. Keduanya kemudian meminta para pekerja untuk menghentikan pekerjaan mereka dan mengajak mereka menunaikan kewajiban sebagai umat Islam dengan berjamaah di mushola yang dibangun di tengah perkebunan untuk mempermudah para pekerja menunaikan kewajiban mereka terhadap sang pencipta. Keduanya pulang dengan hati yang riang, menikmati makan siang romantis bersama dan menyempatkan diri mampir berbelanja kebutuhan rumah tangga mereka yang sebelumnya belum sempat terbeli. Tidak butuh waktu lama, mereka bergegas memacu kendaraan roda dua mereka, meluncur dengan kecepatan sedang menuju pulang karena sore ini keduanya memiliki jadwal mengajar di pondok pesantren.

Hamdan dan Alifa begitu menikmati kebahagiaan rumah tangga mereka, keduanya terlihat begitu saling mencintai walau tanpa pacaran sebelumnya. Momen pacaran sesudah halal menjadikan mereka sangat romantis dengan tetap menjaga batasan bila berada dihadapan orang lain atau di tempat umum. Hamdan tak pernah membiarka istrinya menganggur disela-sela kesibukannya mengelola perkebunan dan menjalani rutinitas mengajar yang menjadi tanggung jawab mereka. Hamdan selalu meminta haknya mereguk kenikmatan surga dunia, Alifa dengan senang hati selalu berusaha melayani dengan pelayanan terbaik yang ia mampu, walaupun terkadang Alifa merasa kewalahan meladeni hasrat suaminya yang tak pernah merasa lelah dan bosan untuk beradu raga. Kedua insan halal yang sedang dimabuk cinta ini begitu menikmati kebersamaan mereka. Keduanya seringkali saling memberi kejutan dan perhatian kecil sebagai bumbu penyedap kebahagiaan rumah tangga mereka.

Hari berganti dengan cepat, kehidupan biduk rumah tangga yang dinakhodai Hamdan berjalan begitu manis dan harmonis. Namun ada hal yang sangat menggelitik sanubari Alifa, ia sering mendapati suaminya berpuasa ketika ia sedang menstruasi. Pada awalnya, Alifa tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang dilakukan suaminya itu. Namun, semakin lama jiwa ingin tahunya semakin meninggi. Hamdan, suaminya rutin berpuasa berturut-turut setiap ia datang bulan, dan akan meghentikan rutinitas puasanya bila ia telah bersuci. la sangat khawatir sekaligus curiga dengan apa yang dilakoni suaminya selama ini. la sangat takut suaminya menyimpan suatu rahasia yang kelak membahayakan kehidupan suami dan rumah tangganya. Pikiran buruk menggelayuti otaknya, ia takut suaminya penganut ritual menyimpang atau bahkan pesugihan. Ditepisnya pikiran buruk tersebut, ia tidak mau bersuudzon terhadap suaminya. Jalan satu satunya yang saat ini ingin ia lakukan ialah bertabayun pada suaminya untuk mengklarifikasi dan meminta penjelasan terkait ritual puasa yang selalu dilakukan suaminya semenjak mereka menikah. Keingintahuannya yang memuncak membuat dirinya memberanikan diri untuk bertanya walau terbesit rasa takut dalam hatinya, suami yang dicintainya itu tersinggung dan salah paham padanya.

"Mas boleh aku bertanya suatu hal, tapi aku mohon mas jangan tersinggung dan tolong jawab dengan jujur ya?". Tanya Alifa dengan suara gemetar, suatu malam pada suaminya.

Hamdan tersenyum dan mengangguk, dipandangnya wajah istrinya yang terlihat sangat tidak nyaman.

"Mas, mengapa kamu selalu berpuasa kalau aku sedang menstruasi. Bukan hanya sehari tapi mas puasa berturut-turut dan mas berhenti berpuasa ketika aku sudah suci". Tanya Alifa dengan sorot mata ingin tahu menerobos manik mata suaminya.

Hamdan tersenyum, menutup mulutnya dengan tangan kiri, membenahi cara duduknya dengan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan memberi kode pada istrinya untuk datang kepelukannya.

Tika menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.Ciuman lembut mendarat di ujung kepala Alifa. Tangan Hamdan terasa lembut membelai rambutnya yang panjang.

"Mas memiliki kelainan hormon, sayang...". Jawab Hamdan menjeda ucapannya.

Alifa tersentak, reflek ia mengangkat kepala dan menatap suaminya dengan iba sekaligus khawatir. la sangat khawatir teriadi hal-hal yang tak diinginkan pada diri suaminya. Hamdan tersenyum, ia memahami kegundahan istrinya, direngkuhnya tubuh wanita yang amat dicintainya itu dengan penuh kasih sayang. Diciumnya dengan lembut keningnya, tangannya pun tidak berhenti mengelus-elus mahkota indah istri kesayangannya itu.

"Hormon estrogen yang berlebihan pada tubuh mas menyebabkan gejolak birahi mas menjadi sulit dikendalikan. Makanya mas maunya selalu menghabiskan waktu mereguk kenikmatan denganmu. Untuk itulah ketika kamu berhalangan melayani mas, mas memilih berpuasa sebagai solusinya seperti yang telah mas lakukan saat mas masih bujangan". Lanjut Hamdan menjelaskan kondisinya.

Air mata Alifa jatuh berderai, dia malu dengan pikiran buruk yang bersarang di otaknya. la sungguh tidak menyangka suaminya sedang memikul beban berat dalam kurun waktu yang cukup lama. Ia membayangkan betapa beratnya suaminya harus mengendalikan Air mata Alifa jatuh berderai, dia malu dengan pikiran buruk yang bersarang di otaknya. la sungguh tidak menyangka suaminya sedang memikul beban berat dalam kurun waktu yang cukup lama. Ia membayangkan betapa beratnya suaminya harus mengendalikan dirinya sebelum ada keberadaannya sebagai seorang istri yang siap untuk meredakan gelora nafsu birahinya setiap saat. Tangisnya semakin tersedu manakala ia menyadari betapa tersiksanya suaminya berada dalam satu atap dengannya namun ia tak mampu membantunya meredam gejolak birahinya karena sedang menstruasi dan suaminya memilih berpuasa. Rasa bersalah menyeruak dari relung hatinya. Rasa tak tega dengan penderitaan yang dialami belahan jiwanya membuatnya bertambah tenggelam dalam kesedihan yang berlipat ganda.

Hamdan terpekur melihat respon istrinya, bingung melihat betapa terpuruknya istrinya setelah mengetahui keadaannya, begitu kecewanyakah istrinya dengan hal yang memang belum pernah dibicarakannya itu?. Begitu tersakitikah istrinya saat ia memutuskan berpuasa sebagai upaya meredam gelora hasratnya untuk bercinta?. Begitu banyak pertanyaan yang melesak menembus tempurung otaknya hingga terbesit rasa takut di hatinya bahwa tanpa ia sadari ia telah menoreh luka di hati wanita amat ia cintai itu. la sangat merasa bersalah tidak mengkomunikasikan keadaannya pada istrinya, padahal sebaiknya istrinyalah orang yang seharusnya paling tahu kondisinya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dikemudian hari.

Alifa mengangkat kepalanya manik matanya menembus bola mata Hamdan yang diliputi rasa gelisah dan rasa bersalah. Ia sangat ingin memberikan solusi atas masalah yang dihadapi suaminya, akan tetapi ia merasa tidak yakin suaminya bersedia melakukannya. Ia sangat tahu dan paham bahwa suaminya begitu sangat mencintainya. Rasa cintanya yang begitu besar, pasti akan membuatnya sulit menerima saran yang didalamnya menuntut pengorbanannya sebagai istri walaupun ia sebagai istri ridho dan mendukung demi kebaikan sang suami.

Saran dari Alifa

"Maafkan mas, sayang".

Maafkan adek, sayang". Ucap keduanya bersamaan.

Dengan perasaan bersalah yang amat besar di tariknya tubuh istrinya dalam pelukannya. Dipeluknya begitu erat, ada terbesit rasa takut kehilangan wanita yang beberapa saat terakhir menjadi sumber kebahagiaannya itu.

"Mas yang salah, sayang. Seharusnya ini bisa kita diskusikan agar kita bisa saling mendukung. Mas minta maaf, bukannya mas hendak menyembunyikan hal ini. Mas kira ini bukanlah masalah besar, mas yakin bisa mengatasinya sendiri. Mas tidak menyangka kalau adek bakal bersedih dan kecewa pada mas sehingga nampak begitu terpuruk. Maafkan mas ya, sayang. Mas nggak bermaksud melukai hatimu." Ujar Hamdan, tangannya tak henti-hentinya mengusap pelan rambut hitam istrinya yang panjang. Ada rasa bersalah menghujam dadanya.

Alifa kembali mengangkat kepalanya, Mata kedua insan yang sedang terbuai asmara itu bersitatap. Alifa melihat ada penyesalan begitu dalam dari sorot mata imamnya itu. Dihapusnya sisa air mata di pipinya dengan punggung tangan kanannya, bibirnya melekuk senyum disela-sela sesenggukan yang masih terdengar.

"Jangan bersedih dan merasa bersalah, sayang. Justeru aku yang harusnya minta maaf. Aku sudah berburuk sangka padamu, sayang". Alifa menunduk malu.

"Aku sudah berburuk sangka padamu, sayang. Aku sudah mengira mas sedang menjalankan suatu ritual ilmu gaib atau bahkan pesugihan". Lanjut Alifa terkekeh kecil.

Hamdan menggelengkan kepalanya, ia pun terbahak mendengar ucapan istrinya. Diacaknya gemas rambut istrinya dan menjawil dagunya.

Wajahnya Alifa tertunduk pilu sekaligus malu, Pilu karena mengingat selama ini suaminya sudah berjuang begitu berat untuk tetap menjaga kehormatan agar tak terperosok kedalam lembah kenistaan. Malu karena ia telah berburuk sangka pada suaminya, menganggap suaminya sedang melakoni ritual ilmu hitam atau bahkan pesugihan. Matanya kembali berkaca-kaca. bulir-bulir air mata kembali meluncur tanpa bisa ia cegah. Sesaat kemudian pandangannya lurus menerobos manik mata suaminya.

"Sebaiknya mas menikah lagi agar mas tidak tersiksa bila adek berhalangan melayani mas...". Ucap Alifa tertahan.

Pandangan mata Alifa luruh seiring air mata yang berlomba-lomba menyeruak dari pelupuk matanya, bukan perkara mudah baginya menyarankan solusi agar suaminya menikah lagi ada perasaan yang harus ia korbankan, ada raga yang sebelumnya seutuhnya menjadi miliknya harus ia bagi dengan wanita lain, ada cinta yang ia pertaruhkan. Tapi ia juga khawatir bila ia tak sanggup melayani dan memenuhi kebutuhan *** suaminya, suaminya justru akan tergoda pada suatu hal yang tidak halal dan akhirnya mencari jalan yang keji lagi hina untuk pelampiasan. Membayangkan hal buruk menimpa suaminya seketika ia bergidik.

Hamdan mengangkat dagu Alifa, ditatapnya manik mata biru yang selalu membuatnya terpesona dan jatuh cinta berulang-ulang itu. Tangannya terulur menghapus air mata yang masih setia membanjiri pipi wanita pujaan hatinya itu. Sekilas dikecupnya bibir seksi yang begitu menggoda dimatanya, kemudian kecupan sayang mendarat berkali-kali di wajah wanita terkasihnya dengan penuh cinta, pada akhirnya, kecupan hangat berlabuh di keningnya cukup lama hingga wanita cantik itu disentak halus dan dengan nyaman kepalanya bersandar manja di dada bidang laki-laki sholeh itu. Alifa begitu tersentuh dan terharu diberlakukan begitu manis oleh suaminya terkasih.

" Mas bersedia menikah lagi?". Tanya Alifa yang masih berada dipelukan hangat suaminya. Tangisnya sudah mereda, pelukan suaminya membuat ia merasa lebih tenang dan nyaman.

Hamdan tidak segera menjawab pertanyaan Alifa. Ia terdiam cukup lama mencari jawaban pertanyaan istrinya yang bahkan tidak pernah terfikirkan di dalam benaknya.

"Jangan meminta sesuatu yang akan membuat kita terluka terutama dirimu sayang, mas hanya mau kamu dan tidak menginginkan yang lain lagi. Mas nggak sanggup kalau harus melihat adek terluka dan itu adalah hal pasti yang tidak bisa dihindari saat kalau mas harus menikah lagi".Jawab Hamdan dan berharap istrinya puas dengan jawabannya serta tak mendesaknya lagi.

"Tapi....".ucap Alifa terpotong

"Mas akan baik-baik saja, percayalah". Tukas Hamdan cepat memotong ucapan yang hendak membantah jawabannya.

Bibir manis Alifa terbuka hendak membantah lagi namun disambar oleh Hamdan dengan ********** sehingga Alifa pun pasrah.

Hamdan tersenyum lega, ia tidak memberi kesempatan istrinya membantah lagi. Keduanya kemudian larut dalam aktivitas mesra, bergumul dengan suka cita menghangatkan ranjang pengantin mereka dan mereguk kenikmatan halal yang sudah disediakan oleh sang Pemberi Nikmat. Alifa melayani suaminya yang seolah tiada lelah hingga larut malam. Rasa syukur tak terhingga selalu terlantun pada Sang Kuasa yang telah memberikan kesabaran pada suaminya atas ujian yang diberikan padanya.

Sejak tahu keadaan suaminya itu, ia menanamkan pada dirinya untuk selalu memberi dukungan dan pelayanan maksimalnya pada suaminya agar jangan sampai memperturutkan hawa nafsu sehingga terjerumus pada kenistaan dan kehinaan. Alifa juga selalu menjaga pakaiannya tetap tertutup saat ia sedang menstruasi, ia tidak mau benteng pertahanan suaminya runtuh. Ia berkomitmen untuk berusaha membantu suaminya melewati masa-masa sulit yang sedang dihadapinya. Sikap mesra tetap ditampilkannya tapi juga tetap menjaga batasan agar tidak mengundang nafsu syahwat suaminya.

...****************...

Hoek...Hoek...Hoek

Hamdan yang sedang duduk di meja makan, menunggu istrinya untuk sarapan terkejut. Seketika ia panik dan berhambur ke kamar mandi dekat dapur dimana istrinya berada.

Hoek....Hoek...Hoek

Alifa memuntahkan cairan kuning berulangkali hingga wajahnya tampak memucat. Hamdan dengan panik memijat tengkuk istrinya. Setelah dirasa mereda Alifa melepas jilbab instannya dan mencuci mukanya. Dengan masih dengan raut wajah panik, Hamdan memapah istrinyahingga wajahnya tampak memucat. Hamdan dengan panik memijat tengkuk istrinya. Setelah dirasa mereda Alifa melepas jilbab instannya dan mencuci mukanya. Dengan masih dengan raut wajah panik, Hamdan memapah istrinya keluar dari kamar mandi dan membantunya duduk di kursi meja makan. Jilbab instan Alifa diletakkannya disandaran kursi, namun baru saja Alifa menghenyakkan bokongnya di kursi rasa mual kembali menderanya. Ia pun lari terbirit-birit ke kamar mandi kembali. Hamdan pun semakin panik. Disambarnya telpon genggamnya yang tergeletak di meja makan, dan mengabarkan pada uminya bahwa Alifa sedang sakit. Ia juga meminta uminya untuk menyuruh sopir pribadi mereka, pak Rasdi untuk menyiapkan mobil agar Alifa bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Panggilan pun diputus tergesa setelah Hamdan mengucapkan salam. la buru buru menghampiri istrinya yang rasa mualnya sudah mereda walau wajahnya nampak semakin pucat. Dipakaikannya jilbab instan istrinya yang sempat ia sambar tadi. Dengan rasa panik yang makin memuncak dibopongnya istrinya dan dengan cepat langkahnya melesat menuju pintu. Dengan susah payah akhirnya pintu terbuka seiring deru mobil memasuki halaman rumahnya. Bergegas ia membawa masuk istrinya ke dalam mobil, umi Habsoh terlihat tak kalah panik, ia menyediakan pahanya sebagai bantalan menantu yang amat disayanginya itu. Hamdan meminta pak Rasdi mengunci pintu setelah tadi membantunya membuka pintu mobil. Setelah pak Rasdi duduk dibelakang kemudi, mobil pun melaju menuju rumah sakit. terdekat. Hamdan memeluk tubuh istrinya dengan erat, ia sangat takut hal buruk akan terjadi pada istrinya. Beling-beling kaca berhamburan dari kedua kelopak matanya. Umi Habsoh berusaha menenangkan anak semata wayangnya dengan mengusap lembut punggung pria yang dilanda panik itu, sedang tangan satunya membela kepala menantunya yang nampak lemah dan pucat. Air matanya juga tak dapat ia bendung. Bibirnya tak berhenti berkomat-kamit meluncurkan doaterbaik untuk kesembuhan menantunya.

Dengan sigap perawat membawa Alifa ke IGD untuk ditangani lebih lanjut. Hamdan diminta segera mendaftarkan pasien di meja administrasi agar bisa segera ditangani semaksimal mungkin.

Raut wajah panik tercetak jelas dari wajah ibu anak ini. Dengan gelisah dan resah yang berkecamuk mereka menunggu Alifa ditangani dokter. Tidak berapa lama, pintu ruangan terbuka, seorang wanita cantik dan anggun berjas putih khas dokter keluar dengan wajah sumringah. Keduanya pun lekas menghampiri tidak sabar untuk tahu keadaan Alifa

"Bagaimana keadaan istri saya, dok?". Tanya Hamdan dengan mimik muka panik yang gagal ia sembunyikan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!