NovelToon NovelToon

Mas Duda Mencari Ibu Susu

Proses Demi Proses

Di sebuah Rumah Sakit, seorang suami sedang menemani istrinya bersalin. Jika masa kehamilan terasa begitu indah, tetapi tidak persalinan karena wanita cantik dan masih berusia 25 tahun itu berkali-kali merintih dan menangis.

“Sakit banget, Mas … aku gak kuat,” rintih Cellia yang miring ke kiri dengan mengusapi perutnya.

Menikmati proses demi proses pembukaan membuat tubuhnya terasa begitu sakit. Tubuhnya pun terasa panas. Sungguh, ini adalah rasa sakit yang tidak pernah Cellia rasakan sebelumnya.

“Sabar Sayang … sudah pembukaan lima. Itu artinya sudah setengah jalan. Sebentar lagi, pasti adik bayi akan lahir. Aku temani yah,” balas Tama dengan memberikan usapan di punggung istrinya yang tengah merasakan sakit bersalin itu.

Akan tetapi, Cellia menggelengkan kepalanya. Rasa sakit yang menghantamnya berkali-kali, membuat wanita itu terus-menerus menangis dan merintih.

“Aku … aku enggak kuat, Mas. Ini sakit banget. Aku gak kuat,” ucap Cellia dengan wajah berlinangan air mata.

Ya Tuhan, mendengar istrinya yang tercinta mengeluh kesakitan dan merasa tidak kuat, Tama sangat terguncang. Tidak kuasa menemani istrinya melahirkan dalam kondisi yang seperti ini.

“Sabar Sayang … kamu pasti kuat. Kamu pasti bisa melewati semuanya ini. Tenang saja, aku akan selalu menemani kamu. Aku usapin punggungnya ya. Sembari kita berdoa kepada Allah, biar mempercepat proses pembukaannya,” balas Tama dengan masih menggerakkan tangannya, memberikan usapan di punggung Cellia.

Menit demi menit berganti. Ada kalanya Cellia menangis dan merintih, ada kalanya pula Cellia tertidur untuk sesaat. Gelombang kontraksi yang benar-benar dahsyat hingga membuat wanita itu berwajah sembab, memerah karena kesakitan.

Tama pun sebenarnya tidak tega melihat istrinya kesakitan seperti ini. Akan tetapi, sebelum memutuskan persalinan, Cellia dan dirinya sudah mendiskusikan akan mencoba melahirkan secara normal mengingat bahwa kepala janin sudah masuk ke dalam panggul, tidak ada lilitan di tubuh bayinya, dan juga berat bayi yang masih normal. Dokter memang memberikan advice kepada keduanya untuk bisa melahirkan secara normal. Kendati demikian, pasien memiliki kebebasan untuk memilih melahirkan secara normal atau pun caesar. Sekarang, melihat betapa sakitnya Cellia merasakan tubuhnya yang sakit dan merintih terus-menerus, Tama menyesali dengan keputusan keduanya.

Lebih baik mengambil metode caesar dan istrinya itu tidak akan mengalami rasa sakit sedahsyat ini. Namun, semuanya sudah dijalani. Pembukaan terus terlanjut. Kian bertambahnya pembukaan, kian terasa sakit di sekujur tubuh Cellia.

***

Lima Jam kemudian ….

“Sudah pembukaan delapan ya Bapak dan Ibu. Dua pembukaan lagi dan adik bayinya akan lahir. Jangan menangis Bu Cellia. Jika terlalu banyak menangis, nanti tenaga Ibu akan terkuras habis. Padahal untuk melahirkan lagi membutuhkan tenaga untuk mengeluarkan adik bayi,” pesan dari perawat yang memantau Cellia dengan intensif.

Lagi-lagi air mata lolos begitu saja dari mata Cellia. Wanita itu menggelengkan kepalanya perlahan, “Sakit banget Suster … saya tidak kuat,” balas Cellia.

Tiap kali Cellia mengatakan dirinya tidak kuat, rasanya hati Tama bagai dihantam benda berkekuatan besar. Hatinya begitu pilu mendengar langsung suara lirih istrinya yang sudah dinikahinya selama 1,5 tahun itu.

“Stttss, jangan begitu Sayang … semangat yah. Tidak lama lagi kok. Putri kecil kita akan lahir. Kamu harus kuat, Allah akan berikan kita kekuatan,” ucap Tama.

“Yang dikatakan suami Ibu benar … semangat Bu Cellia. Dua pembukaan lagi. Jika sesuai prediksi, satu atau dua jam lagi, Ibu sudah bisa mendengar tangisan pertama si baby. Sudah bisa menatap wajah ayunya,” balas sang perawat.

Usai mengecek kondisi Cellia, Tama pun kini duduk di sebuah kursi yang berada di depan brankar dan menggenggam tangan istrinya itu.

“Yuk semangat Sayang … aku ada di sini buat kamu. Kita akan menyambut putri kecil kita bersama-sama yah. Aku cinta kamu,” ucap Tama dengan lembut.

Perlahan Cellia tersenyum, “Aku juga cinta kamu, Mas … sangat cinta kamu. Namun, jika nanti aku akhirnya menyerah … maafkan aku ya Mas. Aku melahirkan putri kecil kita. Berikan nama yang sudah kupilih atasnya. Nama yang menjadi bukti betapa Ibunya sangat mencintainya,” balas Cellia dengan tergugu pilu.

Ya Tuhan, betapa hancurnya hati Tama. Tidak kuasa, hingga air matanya berderai begitu saja. Kali ini dadanya terasa kian sesak, dan dalam hatinya Tama terus memanjatkan doa, memohon agar sang Istri mendapat kekuatan dari yang kuasanya.

“Mas Tama … sakit Mas … sakit banget,” rintih Cellia kali ini. “Aa … sakit Mas, kayak ada yang mau keluar,” teriak Cellia kali ini.

Tangan Tama pun segera memencet tombol yang terkoneksi dengan perawat, sehingga perawat pun segera datang dan mengecek kondisi Cellia.

“Bagaimana Pak?” tanya seorang perawat yang masuk dan seorang Dokter Kandungan yang juga sudah siaga.

“Istri saya mengeluh perutnya sakit sekali, Dok … mungkin saja pembukaannya sudah lengkap,” balas Tama.

“Baik kita akan cek yah,” ucap perawat itu.

Sang perawat menunduk dan melihat ke jalan lahir milik Cellia. Di sana sudah membuka sepuluh centimeter, dengan kepala bayi yang sudah kelihatan.

“Ya, pembukaan sudah lengkap. Sudah waktunya untuk melahirkan,” jelas perawat itu.

Dokter kandungan pun bersiap dan mulai memberikan instruksi kepada Cellia.

“Bu Cellia, dengarkan instruksi saya yah … ketika terjadi kontraksi dan perut terasa sakit dan kencang, Ibu ambil nafas dan dorong di panggul, untuk mengeluarkan bayinya. Sekarang ya Bu … yuk, satu … dua … tarik nafas … dorong, yak!” Dokter Indri itu memberikan instruksi kepada Cellia.

Beberapa kali juga Cellia mengerahkan segala tenaganya untuk mengeluarkan bayinya. Akan tetapi, beberapa kali percobaan, sia-sia saja usahanya.

“Capek Dok … saya capek,” ucap Cellia dengan suara yang sudah begitu lirih.

“Dokter, apa bisa dipasangkan oksigen … kondisi istri saya begitu lemah,” ucap Tama yang meminta untuk pemasangan oksigen kepada istrinya.

“Baik Pak,” jawab Dokter Indri.

Perawat segera memasangkan oksigen ke hidung dan mulut Cellia, dan Dokter Indri kembali memberikan instruksinya.

“Yuk, Bu Cellia … satu atau dua kali dorongan lagi dan si baby sudah keluar,” jelasnya.

Tama menggenggam tangan Cellia, “Yuk Sayang … kita berjuang bersama-sama yuk. Putri kecil sudah ingin digendong Mama dan Papanya. Semangat yah … yuk, bisa!”

Cellia mengumpulkan seluruh kekuatannya, dengan menggenggam erat tangan Tama. Dia menarik nafas sebanyak mungkin, mengeluarkannya perlahan, dan mendorong panggulnya.

“Hhhh, Mas Tama,” ucapnya dengan teriakan yang seakan tertahan.

Di saat yang bernama tangisan yang begitu kencang dari bayi menggema di ruang bersalin itu. Seorang bayi perempuan yang cantik telah lahir untuk Tama dan juga Cellia.

“Kamu berhasil Sayang … putri kita sudah lahir. Lihatlah buah hati kita berdua,” seru Tama dengan mendaratkan kecupan demi kecupan di kening Cellia.

Sungguh luar biasa proses yang dijalani mereka kali ini. Dengan mata kepalanya sendiri, Tama melihat bagaimana istrinya berjuang, mengerahkan segala daya upaya untuk melahirkan buah cinta mereka berdua.

Baby C!

“Kamu berhasil Sayang … lihatlah, bayi kecil kita sudah lahir ke dunia. Buah cinta kita berdua,” ucap Tama dengan perasaan yang begitu bahagia.

Sungguh, beberapa menit yang lalu dadanya begitu sesak saat mendengarkan istrinya tercinta mengeluh kesakitan dan merasa tidak kuat. Namun, kini Tuhan gantikan kesesakan itu dengan kebahagiaan yang tiada taranya.

“Selamat Ibu Cellia dan Bapak Tama, bayinya berjenis kelamin perempuan yah … seperti hasil pemeriksaan dengan USG jika bayinya berjenis kelamin perempuan,” ucap Dokter Indri.

Air mata pun berlinang dari sudut mata Cellia. Tidak mengira bahwa dia bisa mendengarkan tangisan bayinya. Wanita yang masih lemah itu seakan mendapatkan suntikan energi kembali. Tangisannya kian pecah, saat Dokter Indri menaruh bayi yang baru lahir itu di dadanya untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini.

“Putri kita, Mas … putri kecil kita,” ucap Cellia dengan tergugu pilu.

“Benar Sayang … putri kecil kita,” balas Tama.

Keduanya sama-sama takjub melihat bayi yang baru saja dilahirkan itu sudah begitu pandai mencari sumber pertama kehidupannya itu. Bahkan terlihat berusaha untuk meminum ASI langsung dari sumbernya.

“Si baby masih belajar, Sayang,” ucap Tama dengan menghela nafas.

Sementara saat si baby berusaha menemukan sumber kehidupan pertamanya, di bawah sana Dokter Indri dan perawat berusaha mengeluarkan plasenta, dan menjahit jalan lahir yang sebelumnya sudah terbuka. Benang yang terbuat dari gelatin yang pada akhirnya akan menjadi daging dan membentuk jaringan baru mulai dijahitkan di bawah sana.

“Sudah diberi nama babynya Bu Cellia?” tanya Dokter Indri.

“Sudah Dokter … namanya Citra Eira Kinanthi, panggilannya Citra,” balas Cellia.

Dokter Indri dan Tama pun sama-sama tersenyum mendengar nama yang begitu indah yang disematkan oleh sang Ibu kepada bayinya itu.

Seorang putri yang cantik dan bersinar serta memiliki karakter yang lembut, itulah arti dari Citra Eira Kinanthi. Nama yang dipilih dan disiapkan langsung oleh Cellia. Sebagaimana kesepakatan mereka bersama bahwa, jika anak pertama mereka perempuan, mereka akan memberi nama dengan awalan huruf C, mengikuti nama Cellia. Sementara jika anak pertama mereka laki-laki, mereka akan memberi nama dengan awalan huruf T , mengikuti nama Tama. Kini, yang lahir adalah seorang bayi perempuan, maka nama Citra pun dipilih sebagai nama untuk anak pertama mereka.

“Jahitan ini menggunakan benang dari gelatin ya Bu Cellia, sehingga tidak perlu melepaskan benang. Sekarang, bayinya akan kami ambil untuk mendapatkan suntikan vitamin K dan juga Hepatitis B (HB-0). Perawat juga akan membersihkan Bu Cellia yah. Dalam satu jam ini tolong jangan tidur ya Bu, kita harus observasi tubuh Bu Cellia dulu. Lantaran ini kelahiran normal, Ibu sudah boleh minum,” jelas Dokter Indri.

Setelahnya, Dokter Indri menatap kepada Tama, “Tolong diawasi Bu Cellia untuk satu jam ke depan ya Pak Tama. Usahakan tidak tidur, alihkan perhatiannya,” jelas Dokter Indri kepada Tama.

Pria itu pun menganggukkan kepalanya, dan akan berusaha membuat istrinya itu untuk terjaga. Dengan segenap usaha, Tama akan memastikan bahwa Cellia akan tetap terjaga.

Pria itu kembali menggenggam tangan istrinya, “Kamu hebat Sayang … kamu Ibu yang hebat. Citra akan bangga banget memiliki kamu,” ucap Tama dengan tulus.

Melihat besarnya pengorbanan Cellia melahirkan, Tama sepenuhnya yakin bahwa istrinya itu adalah seorang wanita yang hebat. Seorang wanita yang berhasil mengisi kekosongan hatinya, dan mencintainya dengan tulus. Pengalaman berkali-kali gagal saat berpacaran, melabuhkan Tama pada seorang wanita cantik dengan usia yang terpaut tiga tahun darinya, yaitu Cellia Benita.

“Aku biasa saja kok Mas … kamu dengar sendiri, betapa payahnya aku tadi. Aku merasa tidak kuat untuk melahirkan putri kecilku sendiri. Bagaimana bisa kamu menyebutku hebat, padahal aku sendiri nyaris menyerah,” balas Cellia.

“Tidak, di mataku … di hati, dan di hidupku kamu adalah wanita yang kuat. Sangat kuat. Kamu mau merasakan semua sakit yang rasanya meremukkan semua tulangmu ini untuk melahirkan Baby C. I Love U, Sayang,” balas Tama.

Sungguh, Tama mengatakan dengan tulus dan sungguh-sungguh, bahwa baginya Cellia adalah wanita yang sangat kuat. Walaupun sempat hendak menyerah, tetapi Cellia bisa berjuang sampai akhir.

Senyuman pun tersungging di sudut bibir Cellia, “Kamu bisa aja … kita officially jadi Papa dan Mama ya Mas. Jadilah Papa yang baik dan hebat untuk Baby C. Jadilah sahabat dan cinta pertama untuk dia. Aku yakin kamu akan menjadi seorang Papa yang hebat untuk Baby C!”

Cellia berbicara dengan sungguh-sungguh, dan juga dia sangat yakin bahwa suaminya itu akan menjadi seorang Ayah yang hebat, dewasa, dan bijak untuk bayi kecilnya yang mulai dia panggil dengan sebutan Baby C itu.

“Kamu juga Sayang … kamu akan menjadi Mama yang hebat. Mama yang memiliki kasih sayang bagai surya yang menerangi dunia. Aku cinta kamu, sangat,” balas Tama.

Sebab, usai melihat dengan mata kepalanya sendiri. Hanya ucapan cinta yang bisa Tama ucapkan. Ya, dia sangat mencintai Cellia. Amat dan sangat mencintai Cellia. Bahkan dia akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Cellia dan putri kecilnya, Baby C.

Keduanya sama-sama tersenyum. Momen melahirkan seorang bayi memang mendebarkan, dramatis, tetapi berujung dengan kebahagiaan yang tiada terkira. Sama halnya yang dirasakan Cellia dan Tama kali ini.

“Mau minum? Aku ambilkan,” tawa Tama kepada istrinya itu.

“Enggak … nanti aja. Sekarang aku malahan enggak haus. Aku kembali mendapatkan kekuatan usai melahirkan Baby C,” jawab Cellia.

Jika, beberapa waktu yang lalu Cellia merasa sangat lelah, nyaris saja menyerah, tetapi kini dia merasakan sudah mendapatkan kembali kekuatannya. Hadirnya Baby C benar-benar berpengaruh untuk Cellia. Kalau pun sekarang Cellia menangis dan meneteskan air mata, tentunya itu karena Baby C yang sudah lahir.

Perjuangan sepenuh daya dan upaya dia kerahkan, hingga Cellia berhasil menjadi seorang Ibu seutuhnya dan sepenuhnya untuk Baby C. Air mata kepedihan dan merasa tak mampu, kini berganti menjadi air mata bahagia.

“Nah, gitu … jantungku rasanya sesak sekali mendengar rintihanmu tadi. Melihat kamu yang semangat kayak gini, aku juga makin semangat. Makasih Sayangku … perjuanganmu sangat luar biasa,” ucap Tama.

Itu adalah ungkapan yang jujur. Hati Tama rasanya sangat pedih mendengarkan rintihan dan ucapan patah semangat dari istrinya. Namun, kini saat Cellia mengatakan bahwa dirinya mendapatkan kekuatan kembali, tentu saja Tama merasa sangat bahagia. Dalam hati kecilnya, Tama memanjatkan doanya kepada Allah untuk keluarga kecilnya, kiranya Allah selalu lindungi. Dia, Cellia, dan juga Baby C bisa mengisi hari-hari dengan penuh syukur, menjadi keluarga kecil yang bahagia dan juga sejahtera.

Tentu itu bukan impian yang muluk-muluk, tetapi sepenuhnya Tama berharap hal demikian. Menghabiskan hari-hari bersama istri tercinta dan putri kesayangannya.

“Sekarang Baby C di mana Mas?” tanya Cellia kemudian.

“Diobservasi dulu, Sayang … dimasukkan inkubator. Nanti kalau sudah stabil, Baby C bakalan diantar sama perawat ke sini lagi kok,” balas Tama.

Cellia lagi-lagi tersenyum, “Menurutmu, dia mirip aku atau mirip kamu, Mas?” tanyanya.

Tama diam, mencoba berpikir dan mengingat apakah putri kecilnya itu mirip dengannya atau dengan istrinya. Perlahan, Tama pun kembali bersuara, “Dia mirip sama kamu … cantik,” balasnya.

“Bohong,” sahut Cellia dengan tertawa.

“Serius, Mamanya saja cantik kayak gini. Sudah pasti Baby C juga cantik,” balas Tama.

“Berarti lihat aku pasti serasa lihatin Baby C yah?” tanya Cellia lagi.

“Benar … mirip kamu. Cantik,” balas Tama dengan tersenyum dan menatap Cellia dengan begitu lembut.

“Makasih Papa … padahal menurutku, Baby C mirip Papanya. Cuma, kalau Papa bilang si Baby C mirip Mamanya, aku juga tidak keberatan,” balas Cellia.

“Mau mirip aku atau kamu, yang pasti dia mirip kita berdua. Dia mewarisi baik wajah, sifat, dan genetif kita,” sahut Tama.

Ya, dominan Papa atau Mama tidak masalah. Yang terpenting Baby C Adalah putri mereka. Buah hati dan sekaligus buah cinta keduanya.

Patah Hati Terpahit

Selang enam jam setelah melahirkan, rupanya Baby C sudah diantarkan oleh perawat untuk masuk ke dalam ruang perawatan Cellia. Betapa senangnya kedua pasangan itu melihat Baby C yang tertidur dengan beberapa kali tersenyum, walau matanya masih terlelap.

“Lihat Sayang, lucu banget kan Baby C kita,” ucap Tama kepada istrinya yang masih terbaring lemah di atas brankarnya.

Cellia pun menganggukkan kepalanya, “Benar Mas … lucu dan cantik banget,” balas Cellia. Wanita itu tersenyum, mengamati Baby C yang memang begitu lucu dan juga menggemaskan.

Rasanya ingin Cellia menggendongnya dan juga melakukan berbagai hal seru bersama Baby C. Hanya saja, Cellia masih merasakan tubuhnya yang begitu lemah. Pangkal pahanya juga masih terasa sakit. Untuk itu, Cellia hanya bisa melihat Baby C yang terlelap di dalam box bayi dari Rumah Sakit itu.

“Segera pulih ya Sayang … biar nanti kita bisa pulang ke rumah. Kita asuh Baby C bersama-sama,” ucap Tama.

Di dalam benaknya, Tama sudah memiliki berbagai impian dan juga harapan yang akan dia lakukan bersama istri dan putri tercintanya. Banyak impian yang ingin dia gapai. Setelah melihat Baby C, rasanya kian banyak impian di hati dan kepala Tama untuk putri kecilnya itu. Rasanya, semua yang terbaik ingin dia lakukan untuk putri kecilnya.

“Iya Mas … kamu seneng banget ya Mas?” tanya Cellia kepada suaminya itu. Dengan suara yang lirih, Cellia masih berusaha untuk bersuara dan bertanya kepada suaminya itu.

Tama pun menganggukkan kepalanya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya, “Seneng … seneng banget. Baby C adalah anugerah terindah dalam hidupku,” balas Tama.

Tama hanya pria biasa. Dulu, dia pernah mencintai seseorang gadis, tetapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Bertahun-tahun lamanya, Tama baru bisa move on. Mencoba berpacaran lagi dengan gadis lain, tetapi ada satu hal yang membuatnya kembali putus, dan pada akhirnya cinta Tama pun berlabuh pada Cellia.

Sekarang, dengan memiliki Cellia sebagai istrinya dan juga Baby C sebagai putrinya, membuat Tama begitu bahagia. Seolah dadanya membuncah dengan kebahagiaan. Wajah pria itu terus tersenyum karena anugerah besar yang sangat luar biasa ini.

“Syukurlah … aku seneng banget, lihat kamu sebahagia ini,” balas Cellia.

Tama pun menggenggam tangan istrinya yang masih dipasangi selang infus itu, “Kamu mau makan sesuatu? Tadi kan kamu makannya masih sedikit. Makan lagi yah, aku suapin … biar tenaga kamu cepat pulih,” ucap Tama.

Akan tetapi, Cellia menggelengkan kepalanya, “Enggak … aku enggak lapar kok Mas. Aku rasanya capek banget deh Mas, aku mau tidur sebentar boleh enggak?” tanya Cellia kepada suaminya itu.

Tama mengingat pesan Dokter dan perawat bahwa tidak boleh tidur, satu jam setelah melahirkan. Akan tetapi, sekarang … sudah tujuh jam. Itu berarti bahwa Cellia bisa beristirahat sebentar. Lagipula, sejak semalam Cellia diterpa badai kontraksi yang memberikan rasa sakit yang luar biasa. Namun, kenapa Tama merasakan tidak enak di hatinya.

“Sebentar … aku tanyakan ke perawat dulu ya Sayang,” balasnya. Sebab, Tama sendiri hanya tidak ingin terjadi sesuatu dengan istrinya, lebih baik dia bertanya kepada perawat terlebih dahulu.

Tama kemudian keluar sebentar dari kamar rawat inap istrinya dan menghampiri perawat yang berjaga, bertanya apakah istrinya boleh tidur untuk sebentar. Berdasarkan perhitungan dari perawat pun, Cellia bisa diperbolehkan istirahat karena sudah tujuh jam berlalu sejak melahirkan subuh tadi.

Usai mendapat jawaban dari perawat, Tama segera masuk kembali ke dalam kamar perawatan Cellia. Pria itu tersenyum, melihat Cellia yang masih terjaga dan tersenyum mengamati bayinya yang begitu mungil dan berwarna merah itu.

“Boleh tidur Sayang … ya sudah, tidur boleh,” ucap Tama.

Cellia pun menganggukkan kepalanya, “Aku tidur ya Mas … jaga putri kecil kita yah,” ucapnya dengan tersenyum menatap Tama.

Beberapa jam berlalu, di kamar itu begitu sepi. Mungkin hanya terdengar suara AC saja yang tak seberapa. Hingga akhirnya, Baby C pun terbangun dan menangis dengan begitu kencangnya. Tama yang memang tidak bisa tidur, bangun dari sofa yang didudukinya dan melihat bayi kecilnya itu.

“Baby C sudah bangun yah? Sebentar yah … Papa bangunkan Mama dulu, mungkin Baby C haus dan ingin ASI yah?” ucap Tama dengan menowel pipi chubby bayinya itu.

Tama kemudian mendekat ke brankar, dan membangunkan Cellia di sana.

“Sayang, Sayang … bangun dulu yuk. Baby C bangun tuh, dia nangis, mungkin saja minta ASI,” ucap Tama.

Akan tetapi, Cellia tidak menunjukkan tanda-tanda hendak bangun. Tama mengernyitkan keningnya, dia mengamati wajah pucat Cellia dengan matanya yang terpejam rapat, “Sayang … bangun dulu yuk,” ucap Tama.

Namun, yang dipanggil masih tidak menunjukkan tanda-tanda hendak bangun. Menggeliat pun tidak. Tama akhirnya menggenggam tangan Cellia, tetapi betapa kaget dan takutnya dia saat merasakan telapak tangan Cellia yang begitu dingin di genggamannya.

“Sayang, bangun Sayang ….”

Di tengah kepanikan yang melanda, Tama memencet tombol yang menghubungkan ke perawat, dia sudah ketakutan, jantungnya berdebar-debar. Air matanya lolos begitu saja. Ya Tuhan, mungkinkah ini sebuah mimpi buruk … di kala kebahagiaan yang baru saja dia cecap, justru Tama harus mengalami kenyataan terpahit dalam hidupnya.

Selang beberapa menit, perawat pun datang. “Tolong istri saya … kenapa istri saya seperti ini,” ucap Tama yang sudah begitu panik.

Bertambah panik karena Baby C yang terus-menerus menangis. Bukan hanya perawat, Dokter pun juga masuk dan memastikan kondisi Cellia. Namun, Dokter menunjukkan sorot mata yang redup.

“Bapak Tama, mohon maaf … Bu Cellia sudah menghadap yang kuasa.”

Deg!

Hancur sudah hati dan hidup Tama. Kali ini dia harus menelan kenyataan pahit. Pamit istrinya beberapa jam yang lalu untuk tidur, rupanya justru membuat sang Istri tidur untuk selamanya. Tama meraung, dia sangat hancur. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan mengalami patah hati yang membuatnya begitu hancur lebur.

“Cellia … bangun Cellia! Lihat aku, lihat Baby C, Cellia! Kamu tidak boleh pergi seperti ini!”

Tangisan dan teriakan Tama memenuhi kamar perawatan itu. Bercampur dengan tangisan Baby C yang juga begitu kencang. Tidak mengira, hidupnya dijungkir-balikkan Tuhan hanya dalam waktu satu hari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!