NovelToon NovelToon

Pelangi Di Ujung Rindu

1. Prolog

Pernikahan pertamaku harus berakhir dengan perceraian. Bahkan itu terjadi ketika putra kami masihlah seorang bayi yang masih merah, baru berumur satu bulan saja.

Dan alasannya adalah karena wanita yang sesungguhnya dicintai oleh suamiku waktu itu sudah kembali. Hah, tanpa aku sadari ternyata aku hanyalah seorang pengganti saja. Benar-benar sangat miris.

Aku dan putraku menjalani kehidupan kami dengan tidak mudah. Cercaan dan bully-an kami dapatkan dari sebagian besar masyarakat karena statusku yang seorang janda dan putraku yang tidak memiliki seorang ayah.

Tapi tiba-tiba saja seorang laki-laki datang dalam kehidupan kami. Dalam waktu singkat laki-laki tersebut langsung melamarku dan menyatakan keseriusannya untuk membina rumah tangga denganku. Memberikan keluarga yang lengkap untuk aku dan putraku.

Sempat meragu, namun akhirnya aku pun bersedia menerima pinangan laki-laki tersebut.

Kehidupan rumah tangga baru yang kami jalani bersama tidak mudah pada awalnya. Mengingat kami berdua yang belum terlalu lama saling mengenal satu sama lain. Belum lagi dengan ibu mertuaku yang masih belum bisa menerima kehadiran diriku dengan sepenuh hati pada waktu itu.

Tetapi aku sangat bersyukur karena ibu mertuaku tersebut sangat menyayangi putraku. Itu kenapa aku tetap bersedia untuk meneruskan rencana pernikahan kami waktu itu.

Seiring berjalannya waktu, setelah terbiasa hidup bersama dan semakin mengenal satu sama lain, akhirnya aku pun bisa menerima sepenuhnya kehadiran suami keduaku tersebut. Aku mulai terbiasa dengan kehadiran suami baruku itu.

Suami baruku adalah orang yang sangat baik dan humoris. Dia mampu menjadi sosok seorang ayah sekaligus teman yang baik untuk putraku, yang memang juga sudah sangat menginginkan kehadiran seorang ayah sejak dulu itu. Dia juga selalu bisa mengerti isi hatiku dan memberikan rasa nyaman kepada diriku.

Hubungan rumah tangga kami berjalan dengan baik dan harmonis. Masalah yang datang menghampiri juga dapat kami selesaikan dengan baik. Dan kebahagiaan kami semakin lengkap ketika akhirnya aku dinyatakan hamil dan mengandung benih cinta kami berdua.

Sikap ibu mertuaku juga mulai berubah menjadi baik terhadapku. Dan aku sangat bersyukur untuk hal tersebut. Kehamilanku membawa kebahagiaan tak terhingga untuk semua keluarga kami.

Namun sayangnya, tiba-tiba saja sebuah kejadian yang tidak terduga datang menghancurkan semua kebahagiaan tersebut. Suamiku mengalami kecelakaan dan bahkan dinyatakan hilang dan belum diketahui keberadaannya.

Aku dan semua keluarga benar-benar merasa sangat syok dan terpukul. Ibu mertuaku bahkan sampai jatuh sakit setelah mendengar kabar tersebut.

Aku yang sedang hamil muda sebenarnya juga tidak kalah terpukulnya. Tetapi aku menyadari bahwa saat ini aku tidak boleh merasa tertekan, karena itu bisa berpengaruh terhadap kondisi janin yang sedang aku kandung saat ini. Jadi sebisa mungkin aku berusaha untuk tetap berpikir tenang dan tidak terlalu larut dalam kesedihan.

Tetapi dalam hatiku aku sangat yakin bahwa suamiku itu baik-baik saja. Itu kenapa aku tetap optimis kalau suamiku itu pasti akan segera ditemukan dan bisa segera berkumpul kembali bersama dengan kami semua.

Aku dan semua keluarga yang lainnya juga tidak pernah berputus asa dan selalu memanjatkan do'a kepada Allah Subhanahu wata'ala. Kami selalu berdo'a semoga dimanapun suamiku itu berada saat ini, dia berada dalam keadaan baik-baik saja. Kami juga berdo'a semoga suamiku itu dapat segera ditemukan dan akhirnya bisa berkumpul kembali bersama dengan kami semua.

🍁🍁🍁

Assalamu'alaikum semuanya .....

Jumpa kembali dengan mamah di novel keempat mamah ini yang berjudul 'Pelangi Di Ujung Rindu' 😘😘😘

Novel ini merupakan season kedua dari novel mamah sebelumnya yang berjudul 'Aku Bisa Tanpamu' 😊

Sengaja mamah pisahin, biar jalan ceritanya sesuai dengan judulnya 😁

Semoga kalian semua juga suka ya dengan novel keempat mamah ini 😊

Jangan lupa sajennya untuk mamah ya, biar mamah makin semangat lagi buat nulis 😁

Please tekan ❤️ dan favorit kan dulu, ya. Setelah itu jangan lupa kasih like, komen, gift, vote, dan rate bintang 5 nya ya 🤗🤗🤗

Terima kasih banyak atas dukungan kalian semua selama ini untuk mamah 🙏🙏🙏

Tanpa kalian dan tanpa dukungan dari kalian semuanya, mamah bukan apa-apa 😊

Mamah sayang kalian semua 😘😘😘

BIG THANKS AND HUG FOR YOU ALL,,, LOVE YOU ALL 😘😘😘

Salam sayang 😘

iin nuryati

2. Dikelilingi Orang-orang Baik

Setelah kecelakaan yang dialami oleh suamiku, Mas Awan, akhirnya aku memutuskan untuk resign dari tempat kerjaku dan memilih untuk meneruskan mengelola usaha kafe milik suamiku ini.

Beruntungnya semua karyawan di kafe Mas Awan ini bisa menerima kehadiranku dengan baik. Dari semenjak kami belum menikah dulu, aku dan Keinan memang sudah sering diajak Mas Awan kesini, jadi aku dan Keinan juga sudah lumayan dekat dengan semua karyawan disini.

Dan sebuah keberuntungan lain untukku karena semua karyawan di kafe Mas Awan sangat perhatian denganku dan Keinan. Mereka juga seringkali membantuku dalam segala hal. Mereka ingin memudahkan pekerjaanku karena mengingat kondisiku yang sedang hamil saat ini.

Aku benar-benar sangat beruntung karena dikelilingi oleh begitu banyak orang-orang yang baik, perhatian, dan menyayangiku dengan tulus.

Seperti siang ini, Keinan sudah pulang dari sekolah dengan dijemput oleh Adit.

"Assalamu'alaikum, Bunda," salam Keinan begitu memasuki ruangan kerja Mas Awan yang sekarang aku tempati.

Adit berjalan mengikuti Keinan di belakangnya. Mulai sekarang tugas untuk menjemput Keinan pulang dari sekolah setiap harinya diambil alih oleh Adit. Dan lagi-lagi, itu karena para karyawan tidak ingin aku kecapekan. Mereka berlima begitu perhatian kepadaku dan Keinan, juga calon bayi yang sedang aku kandung saat ini.

"Wa'alaikumsalam. Eh, kakak udah pulang," balasku setelah mendongak dari layar laptop yang sedang aku tekuni.

Keinan meminta untuk mulai dipanggil dengan sebutan 'kakak'. Itu kenapa sekarang aku dan semua orang pun memanggil Keinan dengan sebutan 'kakak' seperti keinginannya.

"Udah, Bun," ucap Keinan yang kemudian mencium punggung tangan kananku.

"Gimana tadi di sekolah? Kakak bisa ngerjain tugas dari Bu guru atau enggak?" tanyaku seraya mengusap lembut kepala Keinan.

"Bisa dong, Bun. Tadi pas latihan membaca juga kakak langsung lulus. Temen-temen kakak ada yang langsung lulus juga, tapi banyak yang harus diulangi juga. Terus tadi Fahri lupa nggak bawa bekal, Bun. Akhirnya kakak bagi bekal kakak sama Fahri deh," jawab Keinan, bercerita kepadaku.

"Fahri yang dulu suka gangguin kakak itu?" tanyaku dengan mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat.

"Iya, Bun. Yang dulu suka ngeledekin kakak itu. Tapi kan kata Papa sama Bunda, kakak nggak boleh bales jahatin. Makanya kakak baikin dia. Terus sekarang kita jadi temenan deh," jawab Keinan dengan gaya khas anak kecilnya.

"Pinter anaknya Bunda," ucapku memuji sikap putraku itu.

"Oh iya, makasih ya, Dit, udah jemput Keinan," akupun mengucapkan terima kasih kepada Adit yang masih berdiri di belakang Keinan tersebut.

"Sama-sama, Bu Bos," balas Adit. "Kalau gitu saya langsung balik ke depan ya, Bu Bos. Pengunjung lagi lumayan rame," lanjut Adit, berpamitan.

"Iya, Dit."

"Makasih, kak Adit," ucap Keinan juga dengan tersenyum.

"Sama-sama, kakak Bos," balas Adit ikut tersenyum juga.

"Jangan lupa pesanan Kei ya, kak Adit," lanjut Keinan lagi.

"Siap. Nanti kalau udah jadi, milkshake coklat sama kentang gorengnya pasti kak Adit anterin kesini," balas Adit yang sudah sangat hafal dengan kesukaan Keinan itu.

"Oke, siip," ucap Keinan dengan mengacungkan kedua jempol tangannya.

Adit ikut mengacungkan kedua jempol tangannya sama seperti Keinan. Setelah itu Adit pun kemudian meninggalkan ruangan ini dan kembali melanjutkan tugas dan pekerjaannya. Aku tersenyum, seperti itulah kedekatan Keinan dengan Adit, begitu juga karyawan yang lainnya disini.

🍁🍁🍁

Tiiin. Tiiin.

Terdengar suara klakson mobil dari arah luar kafe. Itu mobil Papa Surya yang memang sengaja menjemput aku dan Keinan.

"Mbak Maya, aku sama Keinan pulang dulu ya," pamitku pada Mbak Maya yang sedang duduk di belakang meja kasir.

"Iya, Bu Bos. Hati-hati, ya," pesan Mbak Maya padaku.

"Iya, Mbak. Nanti tutup kayak biasanya aja, ya," kataku berpesan pada Mbak Maya.

"Siap, Bu Bos," balas Mbak Maya.

"Oke. Adit, Danu, Dedi, kami duluan, ya. Tolong pamitin ke chef Yudha juga nanti," pamitku kemudian kepada Adit, Danu, dan Dedi.

"Siap, Bu Bos. Hati-hati," balas Adit, Danu, dan Dedi serempak.

"Assalamu'alaikum," salamku dan Keinan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Mbak Maya, Adit, Danu, dan Dedi.

Aku dan Keinan kemudian berjalan keluar dari kafe. Benar saja, mobil Papa Surya sudah menunggu di parkiran kafe tersebut. Aku dan Keinan pun kemudian segera naik ke dalam mobil.

"Assalamu'alaikum, Pa, Pak Yanto," salamku begitu naik ke dalam mobil.

"Assalamu'alaikum Opa, Pak Yanto," salam Keinan juga.

"Wa'alaikumsalam," balas Papa Surya dan Pak Yanto, sopir yang sekarang dipekerjakan oleh Papa Surya tersebut.

Aku dan Keinan kemudian bergantian mencium punggung tangan kanan Papa Surya. Setelah itu Pak Yanto pun kemudian mulai menjalankan kembali mobilnya, meninggalkan parkiran kafe.

Papa Surya sengaja mempekerjakan seorang sopir sekarang untuk mengantar-jemput aku, Keinan, dan juga Papa Surya sendiri. Papa Surya dan Mama Wulan tidak ingin aku sampai kecapekan kalau harus membawa sepeda motor sendiri setiap harinya.

🍁🍁🍁

"Assalamu'alaikum," salamku, Keinan, dan Papa Surya begitu kami sampai di rumah.

"Wa'alaikumsalam," jawab Mama Wulan menyambut kedatangan kami bertiga.

Mama Wulan kemudian mencium punggung tangan kanan Papa Surya. Setelah itu gantian aku dan Keinan yang mencium punggung tangan kanan Mama Wulan.

"Udah jam setengah lima, kakak mandi sama Oma, yuk," kata Mama Wulan kepada Keinan.

"Kakak bisa mandi sendiri kok, Oma. Kan kakak udah besar," ucap Keinan.

Mama Wulan tertawa kecil mendengar perkataan Keinan. Aku dan Papa Surya pun juga ikut tersenyum.

"Iya deh, yang sekarang udah besar," goda Mama Wulan.

"Kan kakak udah mau punya adek, Oma. Jadi kakak harus bisa mandiri dong. Biar nanti bisa bantuin Bunda juga," kata Keinan lagi.

"Duh, pinternya cucu Oma ini. Gemes banget deh, Oma," puji Mama Wulan dengan mencubit gemas pipi Keinan.

"Ya udah, yuk kakak naik dulu sama Bunda. Kakak mandi, biar Bunda siapin pakaian ganti buat kakak," kataku.

"Oke, Bunda. Kakak mandi dulu ya, Oma, Opa," kata Keinan.

"Iya, kak," balas Mama Wulan dan Papa Surya.

"Kami naik dulu ya, Ma, Pa," pamitku juga.

Mama Wulan dan Papa Surya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Aku dan Keinan pun kemudian menaiki anak tangga dan menuju ke kamar kami yang berada di lantai dua rumah ini.

Aku sangat bersyukur, karena meski tanpa Mas Awan saat ini, semua keluarga begitu perhatian kepadaku dan Keinan. Baik Papa Surya, Mama Wulan, begitu juga Bang Langit, Kak Jani, dan juga semua keluarga yang lainnya.

Kasih sayang dan perhatian dari mereka semua membuat aku dan Keinan merasa nyaman tetap tinggal disini meski sekarang tidak ada Mas Awan bersama kami, untuk sementara waktu ini.

3. Rindu Nasi Goreng Mas Awan

Malam ini lagi-lagi aku terbangun di malam hari. Aku tengok jam yang tergantung di dinding kamarku ini. Sudah jam satu dini hari. Tidak setiap malam memang aku mengalami hal seperti ini, terbangun di tengah malam karena merasa lapar. Hanya kadang-kadang saja.

Aku usap perutku penuh sayang.

"Adek lapar, ya? Pengen makan nasi goreng lagi? Yuk, Bunda buatin, ya," lirihku seakan mengajak bicara bayi yang sedang berada di dalam perutku tersebut.

Entah kenapa setiap kali terbangun di malam hari dan merasa lapar seperti ini, yang aku inginkan hanyalah memakan nasi goreng saja dan bukan makanan yang lainnya.

Ah, aku jadi rindu nasi goreng spesial buatan Mas Awan. Biasanya setiap kali aku terbangun di malam hari seperti ini pasti Mas Awan yang akan memasakkan nasi goreng untukku. Nasi goreng spesial dengan bumbu cinta katanya. Dan aku pasti akan langsung menghabiskan nasi goreng yang dibuat Mas Awan itu tanpa tersisa.

Kedua mataku seketika langsung berkaca-kaca. Buliran bening itu kembali terjun bebas tanpa bisa aku cegah. Aku sangat merindukan suamiku itu. Satu bulan sudah berlalu semenjak terjadinya kecelakaan itu. Dan sampai sekarang masih belum ada kabar tentang keberadaan Mas Awan.

Tetapi di dalam hatiku aku masih sangat yakin kalau suamiku itu baik-baik saja, meski entah dimana keberadaannya saat ini. Dan satu do'aku yang selalu aku panjatkan kepada Allah Subhanahu wata'ala, semoga nanti ketika aku melahirkan aku bisa ditemani oleh Mas Awan. Dan Mas Awan-lah yang akan mengumandangkan adzan pertama untuk buah hati kami nanti.

Aku mengusap air mata yang mengalir di pipiku menggunakan tangan kananku. Menarik nafas dalam, berusaha menenangkan kembali diriku sendiri. Setelah memastikan Keinan masih terlelap dalam tidurnya, aku pun kemudian bergegas untuk turun dari tempat tidur.

Aku menuruni anak tangga kemudian menuju ke arah dapur. Mempersiapkan semua bahan dan bumbu yang diperlukan, setelah itu aku pun kemudian mulai memasak nasi goreng yang aku inginkan tersebut.

Setelah nasi goreng buatanku matang, aku kemudian menuangkannya ke atas piring. Membawanya ke meja makan, aku pun kemudian mulai memakan nasi goreng buatanku itu.

Tetapi baru saja satu suapan yang aku makan, tiba-tiba perutku langsung terasa mual. Aku langsung bangun dari dudukku kemudian berlari ke arah wastafel. Aku memuntahkan kembali isi perutku di wastafel.

Beberapa saat kemudian, setelah perutku terasa lega, muntahku pun berhenti. Aku segera menyiram muntahanku lalu berkumur sekaligus mencuci mulutku menggunakan air dari kran wastafel.

Aku usap wajahku. Rasanya lemas sekali kalau habis muntah seperti ini. Aku menopang tubuhku dengan berpegangan pada pinggiran wastafel. Air mataku kembali mengalir lagi. Kali ini aku menangis sesenggukan, meski dengan menahan suaraku, tidak ingin mengganggu yang lainnya yang sedang beristirahat.

Selalu saja seperti ini. Rasanya lapar, pengen banget makan nasi goreng. Tapi begitu aku makan nasi goreng buatanku sendiri pasti langsung aku muntahin lagi.

"Adek kenapa nggak mau makan nasi goreng buatan Bunda? Nggak seenak nasi goreng buatan Papa, ya?" tanyaku seraya mengusap lembut perutku.

"Adek kangen ya sama Papa? Adek kangen nasi goreng spesial buatan Papa, ya?"

Dan aku justru semakin sesenggukan karena mendengar kata-kataku sendiri.

"Bunda juga kangen banget sama Papa, Dek. Kangen nasi goreng spesial buatan Papa juga, hiks hiks. Kita berdo'a sama-sama ya, Dek. Semoga dimanapun Papa berada, Allah Subhanahu wata'ala selalu melindungi Papa. Dan semoga Papa bisa segera kembali dan berkumpul dengan kita semua lagi. Aamiin Yaa robbal 'aalamiin, hiks hiks," kataku di sela-sela isak tangisku, masih dengan mengusap-usap lembut perutku.

Tiba-tiba saja,

"Shofi."

Aku berbalik begitu mendengar suara Mama Wulan memanggilku.

"Mama," lirihku.

Aku melihat Mama Wulan nampak berjalan tergesa-gesa menghampiriku.

"Kamu kenapa, Shof?" tanya Mama dengan memegangi pundakku.

"Biasa, Ma. Habis muntah," jawabku masih sedikit lemas.

"Terus kenapa ini nangis?" tanya Mama lagi seraya menghapus air mata di pipiku.

Aku tak kuasa untuk menjawab pertanyaan dari Mama itu. Mama kemudian memutar tubuhnya dan melihat ke arah meja makan.

"Kamu kebangun karena lapar lagi? Pengen makan nasi goreng lagi?" tanya Mama, yang juga sudah hafal dengan kebiasaanku itu.

"Iya, Ma," jawabku.

"Terus kenapa dimuntahin lagi? Karena bukan Awan yang masak nasi gorengnya?" tanya Mama lagi, menebak.

Aku kembali menangis begitu mendengar Mama menyebut nama Mas Awan. Mama Wulan kemudian langsung memelukku. Ditepuk-tepuknya punggungku pelan, berusaha meredakan tangisanku.

Beberapa saat kemudian, setelah tangisanku sedikit mereda, Mama kemudian melepaskan pelukannya.

"Udah, jangan nangis lagi. Kamu duduk dulu. Biar Mama yang masakin nasi goreng buat calon cucunya Mama ini," kata Mama dengan mengusap lembut perutku.

"Nggak usah, Ma. Udah malem, Mama pasti capek," tolakku merasa sungkan.

"Nggak pa-pa. Nggak capek kok. Cuma masak nasi goreng aja. Udah, kamu duduk dulu aja. Yuk!"

Mama Wulan kemudian menuntunku untuk berjalan menghampiri meja makan kembali. Aku lalu didudukkan di kursi makan oleh Mama. Tangisanku sudah berhenti untuk saat ini.

"Tunggu sebentar, ya," kata Mama.

"Iya, Ma," balasku.

Mama Wulan kemudian berjalan menuju ke arah dapur dan mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Dengan cekatan Mama Wulan kemudian memasak nasi goreng tersebut.

Beberapa saat kemudian, Mama Wulan sudah kembali menghampiriku dengan membawa sepiring nasi goreng buatannya tersebut. Aroma nasi goreng yang sedap langsung menyeruak masuk ke dalam hidungku.

"Nih, udah mateng. Ayo kamu cobain. Semoga kali ini nggak dimuntahin lagi dan calon cucunya Mama suka dengan nasi goreng buatan Oma-nya ini," kata Mama Wulan.

"Iya, Ma. Makasih ya, Ma," balasku.

Mama Wulan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Mama Wulan kemudian duduk di sebelahku. Aku pun kemudian mulai memakan nasi goreng buatan Mama tersebut.

Satu suap, dua suap. Dan ternyata benar kata Mama Wulan, aku sama sekali tidak merasa mual. Bahkan nasi goreng buatan Mama Wulan ini terasa sangat enak.

"Beneran nggak mual, Ma," kataku dengan wajah riang.

"Syukurlah kalau gitu. Ayo dihabisin," kata Mama Wulan dengan tersenyum.

Aku kemudian melanjutkan memakan nasi goreng buatan Mama Wulan itu dengan sangat lahap. Tidak butuh waktu lama, satu piring nasi goreng itupun sudah berpindah ke dalam perutku. Selesai makan aku kemudian meminum air putih.

"Alhamdulillaah. Makasih banyak ya, Ma," ucapku berterima kasih kepada Mama Wulan.

"Iya, sama-sama. Syukurlah kalau calon cucu Oma ini suka dengan nasi goreng buatan Oma-nya. Seenggaknya, selama Awan nggak ada, Mama bisa masakin nasi goreng buat kamu dan calon cucu Mama ini," kata Mama Wulan dengan kembali mengusap lembut perutku.

"Iya, Ma. Terima kasih banyak," ucapku dengan kedua mata yang sudah kembali berkaca-kaca.

Mama Wulan kembali memelukku.

"Kita harus tetep yakin dan selalu berdo'a. Awan pasti akan segera kembali dan berkumpul bersama dengan kita semua lagi," kata Mama Wulan.

"Iya, Ma," balasku yang sudah kembali meneteskan air mataku.

Aku merasakan pundakku basah. Aku tau Mama Wulan juga sudah meneteskan air matanya. Aku memeluk Mama Wulan semakin erat. Kami berdua berpelukan dan saling menguatkan satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!