NovelToon NovelToon

System Of Sea

Son Of The Sea

Di pinggiran kota kecil nan indah yang berada di pesisir pantai. Awan pagi yang memukau dan langit biru tak berujung terlihat jelas dengan keagungannya.

Dari kejauhan mulai terlihat seorang anak muda dengan seragam sekolah yang sedikit kumuh tengah berlari dengan terburu buru karna telat ke sekolah. Nama anak itu adalah Adrian Devano.

“Sialan, lagi-lagi alarm hpku tak berfungsi.”

Dengan tergesa gesa, Adrian yang sudah telat berlari sekuat tenaga menuju sekolahnya.

Karna tinggal di pinggiran kota kecil dan tak banyak trasportasi umum membuat Adrian harus pergi dan pulang berjalan kaki ke sekolahnya.

Di kota Bluesky memang pembangunan belum terlalu merata dan saat ini memang pembangunan sedang gencar gencarnya. Apalagi sejak era digital melanda seluruh negeri, kota kecil itu juga sangat merasakan efeknya.

“Huh, akhirnya sampai, semoga saja Pak Bambang juga telat seperti biasanya.”

Setelah merapikan baju dan mengelap keringat yang bercucuran, Adrian langsung memasuki kelasnya yang memang keadaan di sana sudah sangat ramai dan bising.

“Seperti yang di harapkan dari Pak Bambang.” ucap Adrian dengan lega.

Dengan santai Adrian berjalan dan duduk di bangkunya yang terletak di paling pojok belakang sebelah kanan dekat dengan jendela.

Bukan tanpa alasan Adrian memilih posisi duduk yang sekarang ia tempati. Selain dapat menghirup udara segar dari lautan secara langsung, dari tempat duduknya juga ia bisa melihat dengan jelas pemandangan indah pantai Bluesky dan laut pasifik secara langsung.

Baru saja duduk, seorang wanita cantik yang memang duduk di depannya langsung berbalik arah dan mulai mengerutu ke arah Adrian.

“Lagi-lagi kamu telat, untung aja hari ini Pak Bambang yang masuk jam pertama.” Ucap seorang gadis mungil yang terlihat cantik dengan rambut hitam panjang yang di ikat dua dan mata hitam seperti permata di lautan dalam.

“Hehehe, maklum Bell, alarm hpku kumat lagi.”

“Kan bisa beli yang baru, harga hp sekarang juga gak mahal mahal amat kok.”

“Iya kamu enak ngomong gitu, dari pada buat beli hp mending uangnya buat beli bibit ikan atau alat pancing baru.”

“Heeeeh, kamu nih dari dulu selalu aja ikan ikan, karna selalu ngurus ikanmu itu baumu juga udah sama kaya mereka.” Ucap Bella yang merupakan teman masa kecil Adrian.

Bukan tanpa alasan Bella berbicara kasar seperti itu kepada Adrian. Sebenarnya pria bernama Adrian itu jika di perhatikan dari dekat cukup tampan.

Mata biru mewarisi gen sang ibu, lalu tubuh juga tinggi dan sedikit berotot karna memang hobi berenangnya sejak kecil seperti membentuk tubuhnya menjadi seperti sekarang.

Tapi semua kelebihan fisiknya justru tertutupi oleh kelakuan Adrian itu sendiri. Mata biru indahnya tertutupi oleh kantung mata hitam khas ikan mati.

Lalu tubuh idealnya juga tertutupi oleh seragam yang terlihat kumuh dan yang terpenting bau ikan yang menjadi ciri khas Adrian membuat setiap wanita pasti tak akan kuat jika berlama lama di dekatnya.

Tepat sesaat Adrian duduk di bangkunya, Pak Bambang yang merupakan Guru Fisika juga langsung masuk dan memulai pelajaran.

“Maaf ya bapak telat, tadi di jalan ada nenek-nenek minta di tolong.” Ucap Guru muda tersebut dan pelajaran pun di mulai.

Setelah pelajaran selesai, Adrian yang memang tak mempunyai uang jajan hanya duduk di tempat duduknya dan tak pergi ke kantin.

“Kirimanmu pasti belom dateng ya?”

“Iya, kayaknya udah lupa dia sama anak sendiri, hahaha.”

“Hus, jangan ngomong gitu, emang buat siapa bapakmu rela kerja di tengah laut pagi dan malam gitu kalo bukan buat keluaganya.”

“Iya iya bawel, aku cuman bercanda.”

Sambil bercanda dengan Adrian, Bella yang sudah tau kalau tanggal tua Adrian akan kelaparan seperti ini memang sudah membawa bekal makanan lebih.

Dengan cepat ia menyerahkan kotak makanan berwarna biru yang memang sudah ia siapkan untuk sahabat kecilnya itu.

“Nih, dah ku bawain makanan buat kamu.”Ucap bella sambil menyerahkan kotak nasi.

“Bell beneran aku-“

“Sssshhh, makan dan jangan komplain, kamu gak bisa bohong di depan aku.”

Saat mendengar ucapan Bella, Adrian hanya bisa menatap wanita cantik itu sambil berterima kasih dalam hati. Ia yang memang belum makan sejak malam tadi saat ini memang sudah kelaparan.

Bella Gianira, anak kepala nelayan kota Bluesky memang selalu baik padanya sejak mereka masih kecil.

Dulu sebelum sang ayah bekerja di kapal pencari ikan, ayah Adrian dan ayah Bella sangat dekat dan memang berteman.

Tapi semenjak sang ibu sakit sakitan, ayah Adrian yang memerlukan biaya lebih harus bekerja di kapal asing dan mencari ikan di lautan lepas.

Parahnya lagi sang ayah hanya pulang beberapa hari saja setelah kepergiannya yang berbulan bulan di lautan.

Tapi mau bagaimana lagi, sang ayah harus melakukan itu karna hasil melaut sekarang sudah sedikit berkurang.

Apalagi dengan adanya persaingan kapal kapal pencari ikan yang lebih modern, itu seperti membuat nelayan kecil seperti ayah Adrian makin tertinggal dan alhasil sang ayah lebih memilih pekerjaannya yang sekarang.

“Ahhhh, kenyang.”

“Makasih makanannya.”

“Nih minumnya abisin sekalian.”

“Siap bos.”

Saat selesai makan, Bella yang memang sudah ada janji dengan temannya langsung pergi meninggalkan Adrian yang sudah kekenyangan.

“Bell, yuk ke perpus, katanya hari ini mau pinjem novel baru.” Ucap Siska yaitu teman sekelas Bella.

“Ehh iya, ampir lupa...yaudah yuk cepet, dikit lagi abis nih jam istirarahat.”

Sambil berjalan, Siska yang tak suka dengan kedekatan Bella dengan Adrian mulai mengeluakran kebiasaan buruknya yaitu julidtin orang lain.

“Kamu kenapa sih peduli banget sama tuh orang?”

“Adrian?"

“Iya siapa lagi, si manusia ikan di sekolah kitakan cuman ada satu.”

“Hemmm, ntahlah...aku cuman kasihan aja sama dia, semenjak ibunya sakit, hidup keluarganya memang makin sulit.”

“Iya aku tau itu, cuman kenapa kok kamu bisa tahan sama baunya itu, sumpah di sekolah ini mungkin cuman kamu yang bisa tahan lama-lama sama dia apa lagi sampe makan bareng, huekkk bayanginnya aja aku mau muntah.”

“Kan kamu udah tau aku kenal dia dari kecil, jadi aku dah kebal sama baunya dan udah gak terlalu ngefek.”

“Bell...bell, bukan maksud aku julid ya, aku cuman gak pengen ke populeranmu menurun gara-gara deket sama dia.”

“Iya-iya aku tau, yok cepetan ke perpus, ntar keburu masuk lagi.”

Setelah kenyang makan, Adrian terlihat hanya duduk di tempat duduknya dan tak bergerak sedikitpun. Dalam hatinya ia sadar dengan perlakuan semua orang.

Tapi mau bagaimana lagi, ia yang hidup miskin untuk makan saja sudah kesulitan. Boro-boro mikirin bau badannya, uang untuk beli sabun aja kadang sampe gak ada.

Adrian yang sadar dengan kondisi keluarganya hanya bisa mencoba bertahan sampai setidaknya tamat sekolah.

Adrian yang saat ini sudah kelas tiga SMA hanya memiliki satu keinginan. Segera lulus sekolah dan bisa mulai bekerja.

Ia yang sejak kecil bermimpi untuk menjadi nelayan sukses sudah tak terlalu memikirkan impiannya itu.

Sejak sang ibu sakit sakitan, keluarganya memang membutuhkan biaya besar dan Adrian berniat membantu sang ayah bekerja.

“Huuuhhh, hidup ini benar benar tidak adil ya.” Ucap Adrian sambil tersenyum tipis dan melihat pemandangan lautan biru pantai Bluesky.

Saat melihat laut, yang pertama di ingatnya pastilah sosok ibunya. Adrian bahkan masih ingat dengan jelas kalau ia lahir di badai besar tepat di tengah laut pasifik.

Waktu itu sang ibu sering bercerita kalau dirinya yang sedang hamil besar dan sedang dalam perjalanan menemui dokter kandungan harus melahirkannya di tengah badai besar.

Tapi entah kenapa saat Adrian lahir, laut seolah olah tenang dan badai besar itu langsung berubah menjadi pemandangan indah.

Cerita tentang kelahiran dirinya selalu ia ingat ketika melihat laut biru yang tak berujung tersebut.

Hitung Berkahmu Bukan Kekuranganmu

Setelah belajar yang melelahkan, akhirnya bel tanda pulang sekolah berbunyi. Adrian yang memang sudah ada rencana untuk memancing dan menjual ikan hari ini langsung pulang ke rumahnya.

Sesampainya di depan rumah, dua orang mencurigakan terlihat sedang melihat lihat rumah Adrian.

Sambil berjalan mendekat, Adrian yang menyadari itu ternyata suruhan Pak Wijaya hanya bisa menghela nafas sambil nyamperin mereka.

“Pak, mau ngapain lagi ke sini?”

“Akhirnya pulang juga kamu, ini...ada surat dari Pak Wijaya.”

“Surat?...surat apa pak?”

“Surat pelunasan hutang cicilan rumah kamu yang udah di lunasin pak Wijaya di bank, pas bapakmu pulang langsung kasih ke dia.”

Setelah memberikan surat tersebut, kedua pria berpenampilan preman itu langsung meninggalkan Adrian.

Adrian sendiri sudah hafal betul dengan wajah dua orang tadi. Mereka memang kaki tangan Pak Wijaya.

Wijaya Kusuma, orang kaya baru dari kota Bluesky yang memang sedang ingin memperluas hotel miliknya yang berada tepat di samping rumah Adrian.

Sebenarnya sudah lama ia ingin membeli rumah keluarga Adrian. Tapi karna surat rumah sedang di gadaikan di bank membuat ayah Adrian tak ingin menjualnya atau bahkan jika rumah itu tak di gadaikan juga sang ayah tetap enggan menjualnya.

Bisa di bilang rumah dan tanah luas itu adalah satu satunya harta keluarga mereka. Ayah Adrian juga mendapatkan tanah itu dari orang tuanya dulu yang kini tinggal di rumah sang kakak di kota Jakarta.

Jika tanah dan rumah itu di jual, maka mau tinggal di mana lagi mereka dan hilang sudah sejarah panjang keluarga mereka sebagai Pelaut Bluesky.

“Hemmm, udah di bilang gak di jual masih aja tuh orang.”

“Mau sampe kapan dia maksa gini.” Ucap Adrian sambil melemparkan sebuah dokumen ke sofa.

Adrian yang sadar makin lama Pak Wijaya makin memaksa hanya bisa kesal. Saat dia kecil dulu ia ingat sekali pria tua itu pernah menangis tersedu sedu di depan pintu rumahnya untuk meminjam uang buat biaya berobat sang anak.

Tapi setelah menjadi kaya raya ia seakan lupa dengan semua jasa yang pernah keluarga Adrian berikan. Bahkan sekarang masih saja memaksa keluarganya untuk menjual satu satunya rumah mereka.

Setelah meletakkan baju dan berganti pakaian, Adrian langsung ke belakang rumahnya yang memang sudah seperti rumah akuarium mini.

Di sana ada banyak akuarium mulai dari kecil sampai besar yang memenuhi belakang rumah Adrian.

Kecintaannya terhadap lautan dan keadaan keluarganya yang makin sulit membuat anak muda itu ingin berbisnis ikan hias.

Tapi ternyata itu semua tak semudah yang ia bayangkan. Air bersih, listrik, kebersihan, semua aspek penting yang baru dasarnya saja sudah membuatnya cukup kewalahan.

Belum lagi masalah pakan, bibit, obat dll yang juga memerlukan biaya yang tak sedikit membuat Adrian hanya bisa berangan angan suatu saat nanti mimpinya bisa menjadi kenyataan.

Tapi walaupun begitu, Adrian tetap merawat ikan-ikan kesayangannya yang ia tangkap sendiri di laut seperti merawat anaknya sendiri.

“Huh, capek juga bersihin akuarium sebanyak ini...coba aja ada orang yang bantuin pasti bakalan mudah.” Ucap Adrian setelah tiga jam membersihkan rumah akuarium mininya.

Setelah beres beres dan membawa beberapa ikan hias untuk di jual, Adrian akhirnya pergi mengendarai motor Astrea Legenda sang ayah.

Ia pergi ke pusat kota Bluesky yang memang agak jauh dari rumahnya. Karna bahan bakar minyak harganya amat mahal di tempatnya, Adrian sampai rela berhemat dan hanya menggunakan motor sang ayah ketika ada keperluan penting saja.

“Lima Clown Fish{ikan Nemo}, dua Botana Blue Tang{ikan Dori di finding nemo}, dan satu ekor Lion Fish size M...kalo laku semua cukuplah untuk beli beras beberapa hari.”

Dengan sangat hati-hati, Adrian mulai mengeluarkan sepeda motor miliknya dan membawa ikan ikan kesayangannya untuk di jual.

Ikan-ikan yang ia tangkap dan besarkan dari kecil itu terpaksa ia jual karna sudah tak ada uang untuk makan.

Walaupun memang tujuan awalnya untuk bisnis, tapi entah kenapa masih ada rasa tak menerima ketika ia harus menjual ikan ikan peliharaannya.

Sambil mengendarai Astrea Legenda sang ayah, Adrian memulai perjalanannya ke pusat kota Bluesky.

Jika kalian pikir kota kecil di pelosok indonesia itu ketinggalan jaman maka kalian salah besar.

Mungkin di pinggiran kota pembangunan masih belum merata, tapi di pusat kota Bluesky, hampir semua hal sudah tersedia.

Hotel berbintang lima, Mal dan kawasan perbelanjaan juga sudah ada. Terlebih lagi taman bermain dan Istana Aquarium yang ada di sana juga menjadi daya tarik kota di pesisir pantai tersebut.

Tapi tetap saja yang menjadi bintang utama dari itu semua adalah keindahan pantai dan lautnya yang tiada tara.

Kota Bluesky yang awalnya tertinggal memang meningkat pesat semenjak Walikota baru mereka yang berdarah campuran Indonesia - Jepang terpilih secara mengejutkan dan memenangkan pemilu.

Awalnya semua orang ragu kalau Pak Walikota yang bukan orang asli sana bisa memimpin dengan baik.

Tapi setelah melihat perkembangan kota Bluesky yang sudah tak perlu di pertanyakan lagi membuat semua orang hanya bisa menghormati dan menghargai pemimpin mereka.

“Ahhhh, akhirnya sampai juga.”

Setelah memakirkan motornya, Adrian langsung membawa beberapa ikan hias miliknya ke sebuah tempat penjualan ikan.

Di sana terlihat cukup ramai dan sibuk karna memang toko ikan hias tersebut sering mengambil dari para petani ikan hias sekitar untuk di jual lagi bahkan di Ekspor.

“Koh, saya mau jual ikan ini.” Ucap Adrian kepada seorang pria tua berdarah tiongkok.

“Ohh kamu...mana, sini kokoh liat dulu.”

Degan cepat Adrian memberikan ikan hias miliknya dan sang pemilik toko langsung melihat keadaan ikan tersebut.

Setelah di lihat dan di periksa dengan seksama, Koh Atong yang memang sudah terkenal sebagai salah satu pengepul ikan hias di kota Bluesky langsung menawarkan harga yang membuat Adrian sedikit kaget.

“Hemmm, cincai cincailah, semua seratus ribu.”

“Huh, seratus ribu...gak salah koh?”

Mendengar harga yang di tawarkan Koh Atong, Adrian hanya bisa kebingungan. Pria muda itu memang tidak terlalu menonjol di pelajaran. Tapi kalau soal ikan ia adalah sang juaranya.

Ia yang membawa lima Clown Fish dewasa saja harusnya sudah mendaptkan harga seratus ribu rupiah jika mengikuti harga standar kota Bluesky.

Belum lagi dua ikan Botana Blue yang memiliki size S. Dari dua ekor ikan itu harusnya ia bisa mendapatkan dua ratus ribu rupiah.

Di tambah satu Lion Fish size M yang harganya mungkin kisaran lima puluh ribu. Dari total semua ikan harusnya Adrian bisa mendapatkan tiga ratus lima puluh ribu rupiah.

Okelah jika harga di pengepul lebih murah, tapi kalau sampai selisih sebanyak itu tentu saja ia sangat terkejut. Bahkan baru bulan lalu Adrian menjual sebagain ikannya dan harganya masih normal normal saja.

“Kok harganya bisa berubah jauh banget koh?”

“Iya, emang stok lagi meningkat dan pembeli lagi kurang, mangkanya harga di pasaran jadi menurun.”

Setelah mendengar penjelasan Koh Atong, Adrian yang memang sudah tak punya pilihan akhirnya menjual semua ikan hiasnya.

Dalam hatinya ia merasa di curangi karna di lihat dari ramai dan sibuknya para karyawan di sana yang membungkus ikan untuk di jual secara online tak seperti stok sedang melimpah atau pembeli sedang sepi.

“Jadi jual gak, kalo jadi sini Kokoh tarik kalo gak sana ke tempat lain...di sini masih sibuk jadi jangan ganggu.”

“Yaudah Koh saya jual.”

“Bagus...nih duitnya.”

Setelah menjual ikan miliknya, belum jauh Adrian berjalan, suara Koh Atong terdengar di telinganya.

“Rul...langsung bungkus nih ikan, kalo gak salah ada yang mesen Batona Blue kan?”

“Bener koh.”

Dari suara itu Adrian hanya bisa menghela nafas dan tersenyum tipis.

Dia memandang awan sore kota Bluesky sambil berjalan meningalkan tempat pengepulan ikan hias.

Di saat-saat seperti ini ia selalu ingat perkataan sang ibu yang membuat pemuda itu selalu tegar.

“Hitung berkahmu bukan kekuranganmu.”

Pandora Sea

Sebelum kembali ke rumah dan pergi memancing, Adrian sempat mampir ke toko sembako dan membeli beberapa kilo beras dan lainnya.

Semua uang seratus ribu hasil menjual ikan sudah habis tak tersisa. Bahkan untuk sekedar membeli air minum saja tidak ada.

Dengan cepat karna hari sudah semakin sore, Adrian memacu motor Astrea Legendary milik sang ayah dan kembali ke arah rumahnya.

Tapi sebelum ke rumah, ia mampir dulu ke sebuah dermaga kecil dan berniat memancing beberapa ikan di sore itu.

“Huh, semoga saja masih sempat...karna kelamaan bersihin akuarium jadi ke sorean begini.” Ucap Adrian yang langsung memakirkan motor miliknya dan bergegas ke dermaga kecil di dekat rumahnya.

Saat sampai di sana, terlihat beberapa nelayan lokal yang baru saja pulang memancing melirik ke arahnya.

“Adrian, ngapain sore sore ke sini?”

“Eh, Pak Mamat...saya mau mancing dikit pak buat makan malam.”

“Ohh, hari dah mau sore dek, air juga udah mau pasang jadi jangan kelamaan.”

“Iya pak, santai.”

“Terus jangan terlalu ke tengah laut, cuaca sekarang susah di tebak jadi harus pinter-pinter.”

Saat melihat Pak Mamat yang juga nelayan lokal hanya membawa sedikit tangkapan melaut, Adrian teringat dengan sang ayah di laut sana.

Sejak perkembangan kota Bluesky itu sendiri yang sangat cepat, tentu saja perkembangan itu menguntungkan banyak orang. Tapi ada beberapa orang yang justru di rugikan, contohnya adalah sang ayah dan beberapa nelayan lokal.

Dengan kapal butut yang sudah tua, mereka tak bisa melaut lebih jauh di tambah persaingan memancing dengan para turis asing yang kian banyak membuat ikan yang ada di sana sedikit berkurang.

Di tambah beberapa nelayan yang sudah membeli kapal baru yang lebih modern membuat sebagian ikan di sikat habis dan ikan di dekat laut Bluesky sudah tak sebanyak dulu.

Apa lagi pencemaran lingkungan yang kian parah akibat beberapa limbah industri yang masih saja di buang asal asalan.

Walaupun sudah ada hukum dan peraturan tapi masih banyak orang yang tak menghargai lingkungan dan dengan kejamnya membuang sampah ke laut.

Untungnya Pak Walikota bertindak cepat dan pencemaran bisa di minimalisir. Tapi dampak dari itu belumlah hilang seutuhnya dan sebagian laut Bluesky masih menerima efeknya.

Dulu pas Adrian masih kecil ia ingat bisa memancing banyak ikan di pinggir dermaga, tapi sekarang itu hanya tinggal kenangan karna sebagain air dan terumbu karang di sana memang masih dalam tahap pemulihan dan ikan ikan jadi jarang ke sana.

Setelah menaiki kapal butut sang ayah yang sudah terlihat keropos dan tak terurus, Adrian langsung pergi agak jauh ke tengah laut untuk memancing ikan.

Mungkin waktunya sudah tak banyak, tapi Adrian yang memang hanya berniat memancing untuk setidaknya menangkap beberapa ikan untuk makan malam tak ambil pusing karna ia juga sudah sering memancing sampai sore.

“Heeh, bensinya tinggal dikit lagi, Tapi cukuplah buat dua atau tiga kali keliling di sekitaran sini.”

Setelah mengendarai kapal kecil sang ayah, Adrian yang memang sudah membawa perlengkapan memancing langsung mulai memancing di sekitaran laut Bluesky.

Dengan pancingan seadanya yang hanya terbuat dari bambu, Adrian mulai memancing.

Karna memang sejak kecil sudah sering ikut sang ayah memancing dan dengan keahliannya, Adrian dengan mudah langsung mendapatkan ikan seukuran telapak tangan.

Lalu ia melanjutkan mancing manjanya di kala senja sambil menikmati pemandangan yang indah.

Laut Bluesky yang memang kaya akan sumber daya alam lautnya tak membuat seorang Adrian harus kesulitan untuk mencari makan sendiri.

Sejak kelas satu SMA, pria penyendiri itu memang sudah hidup mandiri dan tak ingin lebih membebani sang ayah ataupun orang lain.

Setelah beberapa menit memancing, Adrian yang menangkap ikan ke lima belas miliknya berniat menyudahi kegiatan memancingnya di sore hari itu.

“Strikeeee.....lagi lagi ikan Baronang{ikan yang biasa hidup di terumbu karang}...lumayanlah buat makan beberapa hari.”

Setelah melihat cuaca yang menjadi sedikit aneh, Adrian yang memang sedikit paham akan ada badai langsung menghidupkan mesin kapal kecil miliknya.

Dengan cepat ia mencoba menghidupkan mesin butut yang memang sering kali bermasalah.

“Ayolah, kenapa meski sekarang sih kambuhnya....tadi di dermaga baik baik aja padahal.”

Sambil terus mencoba menghidupkan kapal butut sang ayah, tak terasa awan dan angin dari badai mulai mendekat ke arahnya. Saat ini angin kencang juga mulai membuat Adrian sedikit panik.

“Plissss nyala...plisss....”

Dengan bersusah payah anak muda itu terus mencoba menghidupkan mesin kapal miliknya. Tapi mau apapun yang Adrian lakukan itu semua percuma.

Takdir seakan akan membencinya dan mesin kapal tak juga menyala setelah hampir satu jam ia mencoba.

“Haaah, capek...”

Sambil beristirahat, kini cuaca di sekeliling Adrian sudah berubah drastis, langit yang awalnya terang dan bersahabat berubah menjadi mendung dan angin kencang terus membuat kapalnya tak seimbang dan menjauh dari tepi laut.

Adrian yang sudah kelelahan mencoba bangkit untuk terakhir kalinya dan mencoba menghidupkan mesin kapal. Tapi tetap saja percuma, bahkan karna terlalu sering di tarik, tali mesin menjadi rusak karna memang sedikit berkarat dan putus.

Saat melihat itu, Adrian hanya bisa merasa bersalah. Kapal sang ayah kini terombang ambing di laut dan makin menjauh dari daratan.

Bisa saja ia meninggalkan kapal itu dan berenang, Adrian yang jago berenang juga masih yakin bisa sampai di pinggir pantai.

Tapi bagaimana dengan kapal sang ayah, jika di tinggal kapan butut itu sudah pasti akan hancur karna terbawa ombak.

“Sialan, kenapa lagi lagi terjadi padaku."

“Sialan...”

Sesaat Adrian berteriak, saat itu juga hujan lebat langsung turun seakan akan mengejek nasibnya.

Adrian yang di timpa nasib sial tak menyerah dan menggunakan kayu kecil serta tangan miliknya untuk mencoba kembali ke dermaga.

Tapi ombak besar seperti tak kenal ampun dan menyapu pemuda tersebut bersama kapal kecil miliknya.

“Ayah...apa yang harus ku laukan.”

Saat makin menjauh di bawa ombak ke tengah laut, Adrian yang memutuskan untuk meninggalkan kapal sang ayah langsung berniat berenang sekuat tenaga kembali ke dermaga.

Tapi tanpa di sangka-sangka, ombak besar muncul dari belakangnya seakan ingin melahap Adrian bulat-bulat.

Saat melihat ombak besar itu, Adrian hanya bisa pasrah dan ketakutan. Seumur hidup baru kali ini ia melihat ombak sebesar itu. Mungkin tinggi ombak itu mencapai seratus meter dan membuat Adrian pucat seketika.

Di tambah hujan yang makin deras dan petir yang mulai menyambar menambah ketegangan saat itu.

Seperti mimpi saja, baru beberapa jam yang lalu ia memancing dengan happy dan kini semuanya berubah seakan laut mengerjainya.

Saat ombak itu makin mendekat ke arahnya, saat itu juga Adrian berpegangan erat dengan kapal sang ayah dan tanpa berbelas kasih, ombak besar itu langsung menghantam Adrian beserta kapal bututnya hingga hancur berkeping keping.

“Hhhhooooaaakkkk.”

Di hantam ombak besar, Adrian langsung terpental jauh dan tenggelam di lautan luas. Tapi karna memang pria itu hidup sejak kecil di laut, ia masih bisa bertahan.

“Ka-kapal auah...”

Sambil menahan air matanya yang terus keluar karna melihat kapal sang ayah sudah hancur lebur, Adrian terus mencoba bertahan dan berenang ke tepi pantai.

Ia berenang sekuat tenaga di kala ombak besar terus menghantamnya seperti mainan.

Sampai akhirnya, sebuah ombak besar yang lebih besar dari yang ia lihat di awal muncul dan dengan penuh kasih sayang memeluk Adrian dengan erat.

“Daaaabooooom”

Ombak besar menghantam tubuh Adrian dan seketika itu juga Adrian mulai kehilangan kesadarannya. Saat ini ia bisa merasakan semua paru parunya sedang di isi oleh air dan kesulitan bernapas.

“Ayah....maaf.”

“Ibu...”

Akhirnya pria muda itu tenggelam di laut pasifik yang merupakan tempat kelahirannya.

Di alam bawah sadar Adrian...

“Di mana ini...kenapa gelap sekali?"

Saat ini Adrian terbangun di kegelapan tak berujung dan tidak bisa bergerak. Semua indra di tubuhnya tak dapat ia rasakan.

Jika ada yang dapat ia rasakan itu adalah suara aneh seperti suara makhluk laut yang memenuhi isi kepalanya. Suara Paus, Lumba-lumba dan mahkluk laut lainnya terdengar jelas di kepalanya.

“Di mana aku?...kenapa gelap sekali di sini?.”

Saat suara-suara itu terus terdengar, tanpa di duga sebuah suara aneh seperti suara tombol di tekan terdengar nyaring di telinga Adrian.

\[Ting\]

\[Selamat tuan telah di pilih oleh Pandora Sea sebagai pemilik baru\]

\[Memulai rekonstruksi data pada tubuh tuan\]

Dengan cepat kegelapan tak berujung yang menyelimuti Adrian berubah dan menghilang.

Kini pemandangan indah dan menakjubkan dari sebuah cahaya besar berbentuk kubis yang berwarna biru laut memanjakan matanya.

“Si-siapa kau?”

\[Ting\]

\[Rekonstruksi data pada tubuh tuan telah selesai\]

\[Apakah tuan menginginkan berkah dari seluruh lautan dan bersedia menjadi pemilik baru\]

\[Ting\]

\[Harap pilih opsi Yes/No\]

“Huh, apa maksudmu?”

Tanpa bisa bergerak sedikitpun dan masih sedikit pusing, Adrian melihat sebuah panel hologram seperti di game muncul dengan warna biru laut yang sangat indah di depan matanya.

Di sana terlihat jelas sebuah pilihan Yes/No.

\[Ting\]

\[Apakah tuan menginginkan berkah dari seluruh lautan dan bersedia menjadi pemilik baru\]

\[Ting\]

\[Harap pilih opsi Yes/No\]

Karna tak terlalu jelas, Adrian tanpa pikir lagi langsung memilih tombol Yes.

“Yes, aku memilih Yes, tolong keluarkan aku dari tempat aneh ini.”

\[Ting\]

\[Jawaban telah di terima\]

\[Memulai penyatuan sistem pada tubuh tuan\]

\[10%\]

\[20%\]

\[40%\]

\[60%\]

\[80%\]

\[100%\]

\[Ting\]

\[Proses penyatuan sistem dengan tubuh baru telah selesai\]

\[Selamat tuan telah resmi menjadi pemilik baru Sistem Pandora Sea\]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!