Kembali ke peristiwa 7 tahun lalu....
Malam gelap diiringi rintik hujan menjadikan suasana yang kacau menjadi lebih kacau.
Seorang laki-laki berjas almamater biru gelap memandang nanar pada seorang gadis di depannya yang menggunakan jas almamater yang sama.
Gadis itu pun berdiri tegap dengan kedua tangan terkepal yang sama-sama menampakan wajah gondok pada laki-laki di depannya.
Baju mulai basah kuyup karena rintikan hujan berjatuhan. Akan tetapi keduanya masih sama-sama berdiri dengan ego dan keras kepala mereka.
Awalnya Isha berpikir bahwa Kafa terlalu sibuk dengan hobi manggungnya dan hobinya bermain bola basket ternyata selama tak ada kabar, Kafa berboncengan motor dan jalan ke suatu tempat dengan seorang gadis yang diketahui sebagai kenalan dari salah satu teman Isha yakni Vina namanya.
Saat itu juga hati Isha yang seutuhnya untuk Kafa terbelah menjadi dua bahkan hancur berkeping-keping.
Kini sang gadis menghela napas panjang. Hendak mengucapkan beberapa patah kata yang sudah dia persiapkan dan atur dalam pikirannya tadi.
Hatinya sudah tak tahan lagi sangat kesal. Karena laki-laki tersebut hanya mematung dan terdiam tanpa respon apapun setelah ketahuan berbuat salah.
"Kita akhiri hubungan kita sampai di sini ya Kaf aku udah gak bisa lagi ngadepin kamu yang suka mempermainkan perasaan aku, cape aku Kaf!" tegas Isha.
Garis alis Isha menekuk. Suara Isha yang sedikit berat dan serak-serak basah itu terdengar menggema di tengah kesenyapan.
Lalu suara gemuruh menyusul setelahnya.
Adegan dramatis Isha Faradina mengakhiri hubungannya dengan Kafa Devantara di malam gelap.
Pria yang selama 4 tahun menjadi pacarnya dan sekarang sudah menjadi titik terakhir perjuangan Isha menjadi sosok pacar yang sabar.
Sebenarnya ucapannya yang tadi hanyalah sebuah gertakan untuk laki-laki tersebut. Yang dia harapkan adalah respon Kafa setelah dia memutuskannya. Apakah dia akan memohon untuk bertahan atau selesai sampai di sini.
Kafa mendengus dan menampakkan senyum smirk.
Isha sudah angkat bicara soal unek-uneknya. Soal permintaan putus nya namun Kafa yang selalu Isha anggap sebagai cowo gentle hanya diam saja, seperti tak peduli dengan celotehan Isha. Dia bukan lagi cowo gentle bagi Isha, dia hanyalah seorang yang pengecut.
"Kamu udah beda Kaf, gak kaya dulu lagi, kamu gak ngerasa bersalah kah? kamu gak mau minta maaf sama aku begitu? jawab dong Kaf jangan diem aja!" gadis ini makin-makin teruk. Emosi mulai mengendalikannya.
"Kamu bisu?! apa perlu aku tampar kamu supaya kamu bicara?!" bentak Isha lagi lebih-lebih frontal.
"Oke kita putus!"
"Apa?" tanya Isha terkejut.
"Kita putus! itu kan mau kamu?!" Kafa semakin memperjelas ucapannya.
Jawabannya membuat Isha syok. Kafa malah melontarkan jawaban yang tidak ingin didengar Isha sama sekali.
"Kafa!"
"Jelaskan aku bilang?! kita putus!" tandas Kafa lagi.
"Kenapa Kafa berubah? Kenapa Kafa gak cegah biar gak putus? kenapa dia malah minta putus?" batinnya takut jikalau keputusan ini terjadi.
Bukan ini yang Isha harapkan sebelumnya. Bukan ini yang Isha mau. Yang Isha mau adalah Kafa menolak pernyataan putus Isha. Seperti Kafa yang dulu sering memohon dan merayu Isha ketika marah.
"Kafa! kita beneran~"
"Ya udah kita putus aja! beres kan?!" lagi-lagi Kafa menekankan bahwa dia tak menginginkan Isha lagi. Bahkan memungkas ucapan Isha. Jelas saat ini Kafa menginginkan perpisahan ini terjadi.
Yang menjadi pertanyaan bagi Isha. Kenapa tidak dari bulan-bulan lalu saja Kafa minta putus. Sudah sangat jelas perubahan Kafa terjadi sekitar 4 bulan yang lalu, Isha yang begitu peka dapat merasakannya.
Secara tiba-tiba chat dari Isha tidak dibalas selama berhari-hari dan mengaku sibuk sampai tak sempat mengabarinya membuat Isha kehilangan dan kesepian. Membuat dirinya bertanya-tanya.
"apa ada yang salah dengan dirinya"
Pernyataan yang dilontarkan Kafa membuat Isha merasa direndahkan, tidak diinginkan lagi hingga gemuruh itu terus mencuat memenuhi dada membuat napas Isha semakin sesak dan jantungnya berdegup kencang.
Air mata sudah mendesak ke pelupuk mata. Namun Isha harus menjadi gadis yang tegar. Agar dia tidak dianggap lemah dan dianggap sebagai pengemis cinta oleh Kafa.
Kafa sudah tak menginginkannya buat apa Isha memohon. Sudah cukup jelas jawabannya. Isha pasrah meski berat hati untuk melepaskan Kafa dari hidupnya.
Peristiwa yang tidak pernah Isha sangka akan terjadi. Tidak ada lagi alasan untuk memohon. Isha harus tetap jadi gadis yang jual mahal walau secinta apapun Isha pada Kafa.
"Hmmm ya! oke! kita putus! semoga kamu bahagia sama Vina ya, aku gak akan ganggu kamu lagi dan aku mohon jangan pernah kamu muncul di depan aku lagi," jawabnya dengan berpura-pura tegar.
Namun mulut dan mata berkata lain. Air mata tiba-tiba saja mengalir deras.
"Stop Isha jangan nangis! kamu harusnya malu kalau kamu sampai kalah di depan Kafa," batinnya berusaha menguatkan. Diam-diam dia mengusap air matanya dengan lengan jas nya.
Kafa terlihat mengepalkan kedua tangannya kuat dan menggigit bibir bawahnya.
Isha membalikan tubuhnya untuk menutupi kesedihan. Air mata yang sudah tak bisa dibendung lagi harus jatuh di hadapan laki-laki brengsek itu.
Mungkin saja Kafa melihat jelas bagaimana raut kesedihan yang sedari tadi Isha tahan. Berusaha mencoba tegar namun Isha bukan gadis yang kuat. Meskipun dia terlihat kuat, hatinya terbuat dari gula kapas mudah sekali larut.
Isha berjalan dengan langkah gontai menjauh dari Kafa yang masih terdiam mematung. Air mata sudah terlanjur membasahi pipinya. Sesekali dia usap itu dengan lengannya hingga lengan bajunya basah.
"Kenapa? kenapa Kafa tega? di-dia bohong sama aku dan semudah itu bilang putus, aku kira Kafa bakal menolak putus ternyata...engga!" ucapnya dengan terisak hingga ucapan pun tersendat menghirup udara lebih panjang agar dadanya tak sesak. Tangannya pun sesekali memukul dadanya yang berat.
Isha menoleh kebelakang ketika suara gas motor yang ditumpangi Kafa mulai melaju pergi.
Ternyata laki-laki itu tega meninggalkannya sendirian di tengah jalan di gelap malam. Tanpa memikirkan bahayanya jika perempuan berjalan sendirian apalagi banyak penjahat yang berkeliaran.
"Kafa sialan! dia tega ninggalin aku? heuhhh!" geramnya lalu diakhiri tangisan.
"Kenapa sih sha? Isha kamu lemah! kamu gak boleh nangisin Kafa, dia udah bahagia sama pilihannya sendiri," ucapnya dengan diri sendiri berusaha tetap tegar tapi air mata terus mengalir dan rasa sakit tidak bisa dibohongi.
Isha terus berjalan mengikuti kemana kakinya mau melangkah. Kafa sudah menurunkannya di pinggir jalan dan jarak rumahnya masih lumayan jauh. Ada saja cowo macam dia yang begitu tega meninggalkan gadis di gelap malam dan gelapnya jalan gang. Namun Isha terlalu menikmati sedihnya hingga berlarut-larut sampai dia tak terlalu memperhatikan jalan pulang. Batu-batu yang tidak bersalah pun kadang dia tendang jauh. Kaleng bekas pun dia tendang.
Isha biarkan dirinya menikmati kesedihan ini. Mau dipaksa sekuat apapun, mau dipaksa setegar apapun. Dalam situasi yang baru-baru ini terjadi mana mungkin rasa bahagia mendominasi dirinya.
Bohong sekali, seorang Isha tegar. Bahkan dia lebih melankolis dari seorang seniman. Jika terlalu dipaksa baik-baik saja malah akan menyiksa dirinya sendiri.
Seperkian detik Isha menghentikan langkahnya. Mata bulatnya memperhatikan tekstur jalan aspal yang dia injak sekarang. Begitu terlambat dirinya menyadari bahwa ada yang berbeda.
Belum juga tangisnya berhenti. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa langkahnya semakin jauh dari arah jalan pulang.
Benar saja, jalan semakin ngawur entah kemana. Lorong sepi yang hanya muat dilewati satu sepeda motor. Kondisinya becek, penuh semak-semak dan jarang ada rumah di sana. Ditempatnya berdiri adalah jalan buntu.
"Aduhhh jalan buntu, kok bisa aku gak lihat jalan sih, bodoh!" sungutnya. Bahkan dia menoyorkan kepalanya sendiri saking bodohnya.
Kemudian dia merogoh benda kotak bercahaya di dalam tasnya yang sedikit lembap karena rembesan air hujan.
"Hhhh untungnya hpku gak kenapa-kenapa,"
Otak cerdiknya baru bekerja seling beberapa menit, Isha langsung menyalakan senter hp dan menyorot ke plang jalan.
"Ckk!!" Isha berdecak kesal dan sedikit menjambak rambutnya. Ini memang jalan yang berbeda.
"Gimana dong? makin malem lagi," resah berkali-kali lipat ketika melihat jam di hpnya menunjukan pukul sepuluh.
Apalagi suasana jalan sangat gelap terdapat semak-semak di sana. Isha takut ada begal atau hantu yang tiba-tiba muncul dan membuatnya terkencar-kencar.
Atas bawah Isha berkali-kali menggulirkan layar hpnya. Dia baru tersadar kalau dia tak banyak menyimpan nomor teman di kontaknya. Karena sebenarnya Isha tak bisa menyimpan nomor orang yang tak terlalu dekat dengannya. Hanya beberapa saja.
Dia mencoba meminta tolong kepada beberapa temannya. Tapi mereka tidak bisa dan beralasan sibuk.
(Nina)
Nama terakhir yang dia lihat di dalam kontaknya.
"Masa iya aku harus hubungi Nina? kita kan lagi renggang," pikirnya ragu.
Srakkk srekkk
Semak-semak bergoyang menimbulkan suara. Lantas Isha terkejut dengan sesuatu yang misterius di balik semak tersebut dan menimbulkan pertanyaan.
"Apa itu di sana?" ucapnya was-was. Isha memasang kuda-kuda untuk berjaga-jaga. Dia peluk tas nya ke depan dada sambil tetap memperhatikan sisi kanan dan kirinya.
"Ini pilihan terakhir, aku harus minta tolong ke Nina, semoga dia mau bantu aku,"
Segera dia menekan nomor Nina untuk melakukan panggilan.
Akan tetapi panggilan itu lama tidak terjawab.
Akhirnya Isha memutuskan untuk memberi pesan pada Nina melalui whatsapp. Namun setelah menunggu beberapa menit tidak ada balasan sama sekali.
Justru itu Isha makin panik. Perjuangan Isha tak sampai di situ. Berkali-kali lagi dia mencoba menghubungi Nina.
Tut! Tut! Dan tak menunggu lama panggilan pun tersambung.
"Ahh akhirnya," Isha bisa bernapas lega.
Akhirnya Nina mengangkat telfonnya.
(Uhmm hallo Nin) sapanya sedikit canggung.
(Hallo Isha kenapa? ada apa?)
(Aku boleh gak minta tolong sama kamu?)
(Minta tolong apa?)
(Kamu bisa jemput aku engga?)
(Hah jemput?)
(I-iya jemput, bisa kan?) Isha agak gugup.
(Kamu kenapa Sha?) tanya Nina terdengar khawatir.
(Aku tersesat di jalan buntu) jelas Isha.
(Kok bisa?)
(Tolong ya Nin, aku di jalan Kamboja, sekarang juga jemput aku ya, tolong banget) mohonnya.
"Oke oke, nanti aku ke sana dengan cepat, kamu tunggu ya)
(Oke Nin, makasih ya)
Dan panggilan pun berakhir.
Isha akhirnya bisa bernapas lega ada yang mau menjemputnya. Padahal sebenarnya hubungan Isha dan Nina sudah 1 tahun mengalami kerenggangan.
Penyebabnya karena dulu Isha lebih memilih menghabiskan waktunya dengan Kafa ketimbang main dengan Nina.
Isha akui jika dirinya bersalah sebab dia sendiri yang makin memperkeruh keadaan dengan menjauhi Nina.
Dikarenakan Nina selalu memberitahu hal buruk soal Kafa padanya. Nina bilang Kafa berandalan, anak nakal, playboy dan suka tebar pesona. Tapi dia lebih memilih tutup kuping.
Makanya Isha agak gugup saat menelpon tadi. Untungnya Nina tak pernah mempersoalkan itu.
Memang teman Isha yang paling mudah dimintai tolong ya cuma Nina. Dari dulu sampai sekarang meskipun teruk hubungannya. Dia memang teman Isha yang paling baik.
Author : Nur Isthifaiyatunnisa
Sub, like dan komen ya
*Happy reading*
Dari dalam lubuk hati Isha ada perasaan malu.
Apalagi jika Nina tahu dirinya tersesat di jalan akibat habis diputuskan oleh Kafa.
Tapi ini satu-satunya cara agar dia bisa pulang ke rumah.
Air mata tiba-tiba saja berhenti. Meski masih sakit hati. Rasa ingin menangis sudah lenyap berubah menjadi rasa takut. Ketakutannya pada orang jahat lebih besar ketimbang sedih karena mantannya.
Isha berjalan ke gardu kecil pinggir jalan yang jaraknya memang tak jauh dari situ untuk berteduh karena gerimis masih turun.
Duduk meringkuk menutupi sebagian wajah sebab takut sesuatu tiba-tiba muncul dari arah kanan kiri depan belakangnya. Kalau dia berdiri akan sangat nampak terlihat oleh orang lain.Takutnya ada orang jahat yang tiba-tiba melintas lalu menyadari keberadaannya.
Plak plak! tangannya sedari tadi tak bisa berhenti untuk menggeplak nyamuk yang berterbangan.
Disitu juga banyak nyamuk yang sedang mengerumuni dan menggerogoti kulitnya secara beramai-ramai. Kakinya sudah panas sebab sesekali kena tamparan kasar tangan Isha sendiri.
Isha memang suka menyiksa dirinya sendiri. Bukannya dia berjalan menyusuri jalan malah berdiam diri di tempat yang banyak nyamuknya.
Maksud Isha berdiam di dalam gardu karena dia cuma tak mau nanti Nina bingung mencarinya kalau dia pindah-pindah tempat. Makanya dia tetap stay di sana. Dia juga berharap agar Nina cepat sampai.
Isha menengok ke arah kanan. Tepat dimana silaunya lampu sorot motor Nina yang mulai mendekat. Dewi penolongnya sudah datang. Isha sangat senang dan lega.
Nina datang dengan motor scooter kesayangannya dan helm bogo warna pink nya.
Sebelumnya, Isha telah mengirimkan titik posisinya sekarang pada Nina lewat maps. Jadi memudahkan gadis itu mencarinya.
"Hahhhh syukurlah bantuan datang," gumamnya.
Rasanya Isha ingin sujud syukur saat itu juga. Nina masih sangat baik dan tidak menolak bantuannya.
"Maaf Isha nunggu lama ya?" seru Nina.
"Hehehe engga kok,"
'Uhmm Nina baik banget sih, maaf ya aku udah ngecewain kamu, padahal kamu selalu baik sama aku, tapi aku malah milih cowo ngeselin itu' ucap Isha dalam batinnya.
"Maaf ya,"
"Ah gak usah minta maaf Nin, aku gak papa kok, kamu dateng mau nolong aku aja, udah seneng banget," timpal Isha dengan senyum sumringah.
"Ya udah ayo naik, jangan lama-lama di sini, bahaya!" Nina memberi kode dengan tengokan kepalanya agar Isha segera naik ke motornya.
"Oke," Isha pun naik ke atas motor ketika Nina sudah selesai membelokan motornya ke arah jalan yang sama.
"Kok kamu bisa tersesat di jalan ini? malem-malem lagi," seru Nina memulai pembicaraan di atas motor.
Isha sudah menduga Nina tak akan mudah mendengar suaranya karena mengenakan helm walaupun dia menjawabnya.
"Ceritanya panjang Nin, aku cerita di rumah kamu ya besok," alasannya.
Padahal Isha sangat malu untuk menceritakannya. Mau ditaro dimana mukanya kalau gara-gara laki-laki itu mereka renggang. Tapi tetap saja putus.
"Oke," gadis kurus seperti kayu batang bambu dibelah dua ini hanya mengganguk saja. Kacamatanya pun hampir melorot karena anggukanya.
"Pegangan Sha kita ngebut! biar cepet sampe," perintah Nina.
Isha mau tak mau harus memeluk Nina dari belakang. Meskipun canggung, dia makin memperatkan pelukannya.
Tak tanggung-tanggung Nina yang kurus, kelihatan polos dan culun seperti kutu buku itu. melajukan motornya begitu kencang. Motor itu hampir loncat-loncat dalam kecepatan yang luar biasa. Keberanian Nina menerjang malam patut di apreasiasi.
Motor berhenti setelah sampai di depan rumah Isha. Isha turun dan menepuk pundak Nina dengan ramah. Sebagai tanda bahwa Isha sudah berbaikan dengan Nina.
"Makasih ya Nina, kamu udah baik mau nolongin aku, soalnya temen-temen yang lain gak bisa nolongin aku selain kamu, mana ada temen aku yang lain mau nolong pas malem gini," ucap Isha tulus. Bayangkan mereka saat menerima teks pesan dari Isha saat mereka sedang asyik-asyiknya tidur.
Dia jadi teringat masa dulu. Dimana Nina sendiri menceritakan dirinya yang sering tidur malam. Seperti makhluk nokturnal.
Sekali lagi Nina membetulkan kacamata bulat besarnya yang melorot meskipun hidungnya mancung mirip orang India.
"Humm gak papa Sha, aku senang kok bantu kamu, kalau aku gak nolong kamu, takutnya kamu ada apa-apa, apalagi ini udah malem kan," Nina nyengir lebar. Mata belonya seketika jadi sipit saat tersenyum.
"Humm maaf ya Nina, atas kesalahanku waktu itu," ucap Isha dengan nada menyesal.
"Kapan?" justru Nina bingung dengan pernyataannya.
"Gak tau pasti kapannya, tapi aku ngerasa aku udah jahat sama kamu,"
"Gak papa Sha, aku ngerasa gak ada masalah kok sama kamu," binar mata Nina mengatakan bahwa Nina memang berkata tulus. Isha tersenyum lega.
"Ya udah aku masuk dulu ya, aku ceritain besok cerita lengkapnya,"
"Kenapa gak sekarang?" tanya Nina penasaran.
"Aku takut kamu tertawa puas di tengah malam, tawamu takut ngalahin ketawanya mba Kun,"
Sontak Nina terkikik.
"Tuh kan nakutin,"
"Apaan sih? engga dong,"
"Nanti aja, sekarang udah malem,"
"Oke," Nina menaikan satu jempolnya ke depan dada.
"Kamu hati-hati di jalan ya," ucapnya sambil melambaikan tangan.
"Iya,"
Nina memutar arah motornya. Dan melaju seperti Valentino Rossi.
Setelah kepergian Nina, Isha pun membuka gerbang rumahnya dan masuk ke dalam.
Nina sudah menjauh. Sedih yang sempat tertahan tadi secara tiba-tiba muncul kembali.
Isha mulai mendramatisir tangisannya. Berjalan gontai menuju ruangan dalam rumah. Isha tak peduli tangisannya akan membangunkan orang rumah. Sebab dia tahu di jam-jam ini mamanya sudah tertidur.
"Isha malang sekali nasibmu, huaaaa," sendunya sambil menggebuk-gebuk dada yang terasa sesak.
Sekelebat peristiwa menyakitkan yang baru saja dia alami terbayang di otaknya. Menggoreskan duka yang lebih dalam dan kebencian untuknya.
"Kafa sialan! aku janji sama diriku sendiri, kalau dia sampai menyesal nantinya dan minta balikan, aku gak akan mau terima dia lagi, aku yakin aku bisa cepet move on dari dia, aku pastikan itu!" ucapnya meyakinkan diri sendiri dan penuh dendam.
Suaranya yang sudah terlampau serak dan napas yang hampir habis membuatnya sesenggukan.
Kedua tangannya terkepal kuat. Sampai kapanpun dia akan terus mengingat peristiwa dan rasa sakit ini.
Masih banyak laki-laki di luar sana yang mengantri untuk menjadi pacar Isha. Isha pastikan itu.
Saat masih berpacaran dengan Kafa pun, banyak laki-laki yang menyatakan perasaannya pada Isha.
Namun Isha lebih memilih setia kepada Kafa. Setampan dan sekaya apapun laki-laki itu Isha tidak tertarik sama sekali. Seluruh hatinya dan pikirannya sudah dipenuhi oleh Kafa.
***
Berlembar-lembar tisu sudah habis terbuang hanya untuk mengelap air matanya yang terus mengalir deras seperti mata air yang tak pernah mengering.
Tidurnya terganggu, bisa dibilang Isha tak tidur malam ini. Karena setiap kali dia memejamkan mata. Akhirnya dia akan menangis. Tambah lagi sampai subuh hari pun Isha masih dalam keadaan tersadar.
"Sha sayang! udah siang nak! kamu gak mau bangun dan berangkat kuliah?" sambut mama Rita di pagi hari. Suaranya begitu merdu terdengar seperti nyanyian burung.
Sembari mengetuk pintu beberapa kali, mama Rita masih memanggil namanya. Lalu dia menguping.
"Loh gak ada suara kedebugan, biasanya dia udah beres-beres buku,"
"Isha!" kini suaranya memanggil lebih tinggi.
"Hmmm," balasnya dengan berdehem.
"Loh nak kamu kenapa? suaranya kedengeran beda, mama buka ya pintunya,"
"Jangan ma, Isha lagi gak pakai baju,"
"Kamu telanjang?"
"Iya ma,"
"Kamu kan anak mama sendiri, gak papa lah mama lihat kamu telanjang,"
"Gak ma jangan masuk! Isha malu,"
"Kenapa musti malu sama mama?"
Mama Rita tetap membuka pintunya paksa. Gadis itu masih terbalut selimut bahkan wajahnya tak terlihat sama sekali tenggelam dibaliknya. Bak gumpalan awan putih.
"Kamu kenapa sayang? Kamu sakit?" tanya mama Rita yang terus beranjak menghampirinya.
"Gak ma, jangan deket-deket, aku masih bau jigong," gadis ini tetap menyembunyikan dirinya dibalik selimut.
"Anak mama aneh sih, mana coba mukanya?"
Selimut pun tersingkap lebar sebab mama Rita sudah gemas dan menyibaknya ke atas.
"Astaga....," mama Rita tercengang dengan mulut menganga. Tak lupa juga mata yang membola besar.
"Anak mama kenapa? kok matanya bengkak begitu, bibirnya juga, pipinya juga, mirip baso lava," cuitan mama Rita ramai.
"Mama......," Isha terisak lagi memeluk mamanya dipangkuan mama Rita. Begitu pun mama Rita langsung memeluk anaknya dan mengelus kepalanya.
"Kamu kenapa sayang? cerita sama mama, jangan kamu pendem sendiri gak baik,"
"Ma... aku putus sama Kafa,"
"Hah putus?" dia terkejut.
"Iyaaaaa," suara tangisnya terdengar meliuk.
"Kok bisa? dia jalan sama perempuan lain?"
"Iyaaaaa,"
"Sudah mama duga, bisa-bisanya dia selingkuhin anak mama, mama kira Kafa gak akan lakuin itu ke kamu, ternyata laki-laki jaman sekarang aneh-aneh, banyak tingkah," mama Rita ikut tersulut emosinya melihat kesedihan yang dialami Isha.
"Di-dia, dia lebih milih jalan sama perempuan yang baru dia kenal, ternyata dia kenalannya Intan, untung aja Intan kasih tau Isha, kalau Intan gak kasih tau, aku gak tahu ternyata Kafa main dibelakang Isha," Isha benar-benar mengadukan semua yang dia alami pada mamanya.
"Benar-benar ya anak itu, kelihatan kalau Kafa itu cowo nakal, suka main-main sana sini, Isha aja yang buta dan cinta banget sama Kafa, jadi mama gak bisa larang kamu,"
"Maafin Isha mah," ucap Isha sendu.
"Gak papa, mama harusnya marah sama Kafa karena udah nyakitin kamu, seenaknya aja buang anak mama yang cantik ini, udah jangan galau ya nak, kamu pasti dapat yang lebih baik dari Kafa, banyak cowo baik yang gak neko-neko, pokoknya Isha harus kuat dan tabah, nanti mama bakal hibur Isha terus, mama gak akan mau lagi kalau Kafa datang ke sini, Kafa langsung mama usir dari sini," tukasnya.
Ancaman sang mama nampaknya bukan main-main. Mama Rita juga membenci Kafa bukan karena ada alasan lain.
Karena memang Kafa tidak baik untuk Isha dan berani menyakiti anaknya. Sepertinya tidak akan ada lagi pintu maaf bagi Kafa jika suatu saat kembali dan dia menyesal.
Author : Nur Isthifaiyatunnisa
*Happy Reading*
Pagi yang suntuk mengawali harinya. Patah hati membuat dia malas melakukan segalanya termasuk makan.
Bahkan pagi ini pun dia tidak mandi.
"Ayo dimakan Isha, nanti keburu dingin buburnya," perintah mama Rita dengan tatapan khawatir.
Isha memang sedang sakit hati dan malas makan. Biasanya fase ini banyak dialami orang pada umumnya kalau sedang galau. Malas makan, malas mandi, malas keluar. Dan malas-malas lainnya.
"Ma aku gak mau makan buburnya," Isha menggeleng sembari menggeser mangkuk buburnya menjauh.
"Kenapa sayang? Gak enak ya bubur buatan mama?" tanya mama Rita khawatir.
"Bukan gak enak ma, aku emang lagi males makan, nanti deh kalau Isha udah laper banget baru Isha makan,"
"Yahhh ya udah deh buburnya mama makan ya,"
"Iya ma," Isha mengangguk.
Tak masalah dia tak makan buburnya. Karena lidah sudah menjadi kelu sebab semalaman dia menangis.
Akhirnya mama Rita yang menghabiskan bubur milik Isha. Padahal sudah dua mangkuk dia habiskan. Mama Rita memang mencintai masakannya sendiri.
Terdengar tarikan napas yang berat. Sembari menatap kosong ke suatu arah dengan dagu bertumpu pada kedua tangannya di meja makan.
Mama Rita pun mendekati anaknya dengan raut cemas. Lalu mengelus kepalanya lembut.
"Udah sayang, jangan manyun terus, cowo kaya Kafa gak pantes kamu gamonin, mending kamu jalan-jalan, cuci mata cari cowo ganteng di jalan," celoteh mama Rita dengan mulut yang bergerak memutar mengunyah kerupuk.
Mama Rita sadar Isha masih belum bisa menerima kenyataan yang telah dialaminya.
"Mama kok nyuruh aku begitu,"
"Loh mama juga pernah punya pengalaman kaya Isha loh pas muda, waktu itu juga mama sakit hati karena mantan mama selingkuh di belakang mama, tapi cuma semalem mama nangis, besoknya mama hangout sama temen-temen mama, nonton, makan sambil cuci mata, eh ternyata ada cowo yang nyangkut sampe sekarang nih jadi suami mama dan hasilin kamu," ujarnya panjang lebar.
Isha cuma bisa melongo dan manggut-manggut saja mendengar cerita sang mama.
"Mama pernah gitu juga ya, aku baru tahu, mama tuh punya mantan berapa memangnya?"
"Uhukkk!" bubur yang masih mama Rita kunyah muncrat keluar sebab tersedak dan terkejut karena mendengar pertanyaan itu. Mama Rita langsung menyambar segelas air putih yang ada di atas meja.
"Loh mamah batuk artinya mantan mama banyak ya?" goda Isha.
"Nanyanya aneh-aneh kamu nih," elak mama Rita.
"Kasih tau dong ma," paksanya sambil menggelayut manja.
"Kasih tau gak ya...," mama Rita memutar bola matanya bercanda.
"Mama!" Isha manyun.
"Mantan mama gak banyak Sha, cuma 10 aja," ucap mama Rita bangga sambil mengacungkan 10 jarinya ke atas dengan wajah sumringah.
Seketika Isha merasa tercengang. Sungguh tak kira mamanya ini mantan playgirl juga.
"Cuma 10? 10 dikata cuma?"
"Iya kurang banyak menurut mama sih," jawabnya enteng.
"Masih kurang? mama ngoleksi mantan? mantan itu bukan barang mahal ma," protes Isha.
"Mantan kan barang antik bagi mama," celoteh mama Rita membuat Isha terkekeh kecil.
"Mama ini ada-ada aja, mantan Isha cuma satu nih, apa artinya Isha harus nambah mantan lagi?" pikirnya dengan menggosok-gosokkan dagu berkali-kali.
"Udah jangan, nanti kamu nangis lagi," larang sang mama.
"Gak kok ma, buktinya Isha gak nangis lagi sekarang, karena mama selalu ada buat Isha," begitu kata itu terucap mama Rita langsung memeluk anaknya dengan pelukan hangat.
"Tapi gak boleh coba-coba ya, cukup cari yang setia, yang baik juga bakalan pergi apalagi yang kelihatan gak bener,"
"Iya mamaku sayang, aku dengerin nasehat mamaku yang ini,"
Mereka berbalas senyum.
Gruyukkk!!
Suara raungan perut seperti macam mengaum.
"Waduh! bunyi apa tuh?" tanyanya sambil mencari-cari.
Isha menggaruk tengkuknya sambil nyengir kuda.
"Mamaku aku pengen makan,"
"Yahh buburnya udah habis, tadi kamu gak mau makan, sekarang mau makan, gimana sih anak mama ini?!" omel mama Rita.
"Iya ma baru pengen,"
Drrt Drrt
Notifikasi pesan masuk berbunyi. Isha langsung membaca pesan tersebut. Seketika senyum mengembang di bibirnya setelah membacanya.
"Kenapa?"
"Nina ma,"
"Kenapa dia?"
"Katanya mau main sama aku,"
"Serius? kamu udah baikan sama Nina?" tanya mama Rita antusias.
Isha hanya mengangguk.
"Wahh syukur deh anak mama udah akur lagi sama Nina,"
"Hehehe, boleh ya ma aku keluar sama Nina?"
"Ya boleh dong, yang penting anak mama gak sedih lagi,
"Aaaa thank you mamaku," sekali lagi mereka berdua berpelukan seperti Lala dan Poh.
Setengah jam yang lalu Isha sudah menghubungi Nina. Isha mempersilahkan Nina main bersamanya asalkan tidak sibuk dengan tugas kuliahnya.
Apalagi Isha dan Nina 2 semester lagi akan mempersiapkan skripsi. Memang lagi masa-masa skripsi harus fokus kan.
Ya namanya anak jaman sekarang. Pusing sedikit pengennya healing and hangout biar tak terlalu pening memikirkan beban hidup. Begitu juga Isha dan Nina yang sama-sama manusia biasa. Sama-sama hidup di era Gen-Z.
Tak lama kemudian Nina memberitahu lewat chat bahwa dia sudah sampai di depan gerbang rumahnya. Gadis itu sudah menunggunya di depan.
Isha pun dengan tergesa keluar dari rumah menghampiri Nina. Sebelumnya dia sudah berganti baju dan meminta izin pada mama Rita.
"Hai Nina! maaf ya kamu harus repot-repot dateng ke sini," sapa Isha pada Nina. Nina membalasnya hanya dengan tersenyum kecil.
"Gak papa Sha, aku emang niat mau ke sini kok, oh iya mau pakai motor apa pakai mobil?" tanyanya.
Isha berpikir sejenak lalu melihat cuaca hari ini yang semi berawan.
"Pakai mobil aja kali ya, takut hujan sorenya,"
"Boleh, aku nitip motor di kamu ya,"
"Iya Nin masukin aja, bilang ke mama, titip motor Nina gitu, aku mau ke garasi dulu keluarin mobil,"
"Oke," Nina pun membawa motornya masuk menitipkannya di rumah Isha.
Sedangkan Isha mengeluarkan mobilnya dari dalam garasi mobil. Mobil pribadi milik Isha sudah keluar terparkir di halaman. Isha menunggu Nina selesai memarkirkan motornya. Nina keluar dengan berlari kecil menuju mobil.
"Maaf Sha, tadi ngobrol bentar dulu sama mama kamu, yuk berangkat!" ajak Nina.
"Ayo!"
"Humm sini Sha, biar aku aja yang nyetir, mata kamu bengkak gitu, takut masih sakit,"
"Gak papa kok Nin, ini gak sakit, ini cuma gara-gara nangis semalem,"
"Udah biar aku aja, nanti kamu fokus cerita semua kejadian semalem, biar aku yang dengerin,"
"Oke deh," akhirnya Isha pun menyerah dengan permintaan Nina. Memang benar Isha sangat ingin mencurahkan semua isi hatinya pada Nina. Sebab hanya Nina lah yang mengerti dan tidak menghakimi dia. Selain umur mereka sama. Nina juga memahaminya sejak dulu.
"Aku mau denger cerita kamu sampe kamu lega, beberapa orang pernah ngerasain kaya kamu, jadi aku mau bantu kamu lepasin semua beban kamu," binar mata Nina lebih membuat Isha lega.
Rasanya Isha begitu terharu dengan sikap Nina yang begitu memperhatikannya. Begitu leganya ada orang lain yang mau mendengarkan keluh kesahnya.
Dia sudah begitu baik meski Isha dulu mengecewakannya. Dalam hati Isha merasa malu pada diri sendiri yang sudah memperlakukan Nina dengan buruk.
Tapi dia berharap persahabatan ini semakin baik dan semakin langgeng meskipun keduanya sudah berkeluarga.
Author : Nur Isthifaiyatunnisa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!