"Lelaki tampan di sana adalah lelaki terbaik dalam hidupku. Lelaki yang selalu menemaniku kala senang dan sedih. Lelaki yang sangat aku sayangi dan juga amat menyayangiku," aku kembali mengatur nafas dan suaraku. "Malam ini ijinkan aku melamar lelaki tampan tersebut untuk menjadi suami yang sangat kucintai, menjadi tempatku bersandar dan menghabiskan hidupku dengan penuh cinta dan kasih sayang."
****
Flaschback On
Carmen
Suara ketukan di pintu kamar membangunkanku dari tidur lelap nan panjangku. Aku membuka kedua mataku dengan malas seraya melirik jam di dinding. Jam setengah 6 pagi, pantas Abi teriak-teriak di depan kamar! Huft!
"Baby! Sholat subuh dulu!" ujar Abi Agas membangunkanku sekali lagi. Kalau aku belum menjawab maka Abi-ku tersayang akan terus berisik.
"Iya, Abi Sayang. Aku udah bangun!" jawabku. Tak tega juga membuat Abi menunggu lama.
"Yaudah cepat sholat! Abi mau olahraga dulu bareng teman-teman Abi dan Zaky!"
Mendengar nama Zaky membuat kesadaranku pulih sepenuhnya. Mas Zaky ikut olahraga? Aku juga ah!
Cepat-cepat aku bangun dan mengambil wudhu. Sehabis menunaikan sholat subuh aku pun mengganti baju tidur bergambar hello kitty dengan baju lari milikku. Celana 3/4 dengan kaos olahraga bergambar tanda checklist di bagian tengahnya. Aku mematut diriku di cermin, memastikan tak ada bekas iler yang terlihat. Harus kece dan cantik kalau mau ketemu Mas Zaky tersayang!
Aku pergi ke depan sambil membawa sepatu olahraga milikku. Aku menghampiri Mommy Tari yang sedang menyiapkan sarapan lalu memeluknya dengan hangat. Mommy terkejut dengan ulahku.
"Kamu ini! Ngagetin Mommy saja!" omel Mommy namun dengan kelembutan elegan miliknya yang tak ada duanya.
"Abi bilang sama Mommy enggak mau olahraga kemana?" tanyaku langsung pada intinya.
"Katanya mau main badminton di lapangan depan komplek. Tumben kamu mau olahraga pagi-pagi begini?!" tanya Mommy seraya menatap aku si putri manjanya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mommy tahu anaknya belum mandi namun sudah memakai parfum yang wangi.
"Aku mau olahraga, My. Biar sehat! Aku pergi dulu ya, My. Assalamualaikum!" aku salim dengan Mommy Tari lalu pergi ke depan rumah.
Aku melakukan pemanasan sebentar sebelum berlari menuju lapangan serbaguna yang ada di depan komplek. Rambutku sengaja aku ikat tinggi sehingga akan bergoyang ke kiri dan ke kanan saat aku berlari. Komplek sudah agak ramai dengan penghuninya yang ingin berolahraga pagi. Aku mencari keberadaan pria pujaan hatiku dan melihat tubuh kekarnya dari kejauhan.
Aku berlari kecil dan sampai di lapangan yang aku tuju. Keningku sudah berkeringat sehabis berlari. Aku melihat Abi dan teman-temannya sedang asyik bermain badminton. Aku lalu mencari seseorang yang membuatku mau berolahraga pagi, bukan melanjutkan tidur kala libur tiba.
Mataku tertumbuk pada seorang pria tampan dengan tubuh tinggi yang sedang asyik mendrible bola. Pria tampan tersebut berlari sambil membawa bola, melompat dan memasukkan bola ke ring basket yang tersedia.
Wow... Aku benar-benar terpesona melihatnya. Betapa tampannya pria pujaan hatiku itu. Membuatku memuji betapa indahnya ciptaan Tuhan tersebut.
"Mas Zaky..." panggilku. Aku pun semakin bersemangat menghampiri pria tampan yang masih berstatus saudara jauhku tersebut.
"Mas Zaky!" teriakku dengan nafas tersengal-sengal karena si ganteng tak juga menoleh.
Pria tampan tersebut mencari yang memanggil namanya dan tersenyum saat melihat aku datang. "Hi, Baby!" sapanya dengan ramah. Senyum di wajahnya begitu... ah tak tahan aku ingin segera bergelayut manja rasanya.
Sayangnya, aku kelelahan. Aku langsung duduk di lapangan dengan kaki yang diluruskan. "Capek nih, Mas!" kataku dengan manja.
Mas Zaky datang menghampiri dan duduk di sebelahku. Ia berinisiatif memijat kakiku yang jenjang dan putih mulus. "Tadi udah pemanasan dulu belum? Kamu lari dari rumah ya? Lumayan jauh loh!" katanya penuh perhatian.
Aku mengangguk, "Udah. Iya, tadi lari kecil dan langsung lari kencang saat lihat Mas Zaky." jawabku sambil tersenyum.
Mas Zaky tersenyum mendengar jawabanku. Ia lalu mengusap kepalaku dengan penuh kasih seperti biasanya. Sejak kecil Mas Zaky selalu menyayangiku dan menganggapku seperti adiknya sendiri. Adik yang tak pernah ia miliki karena Mama Tara (Tanteku) beberapa kali mengalami keguguran. Namun aku yakin, sekarang Mas Zaky sudah melihatku sebagai gadis cantik. Bukan sebagai adiknya lagi. Lihat saja sorot matanya yang penuh perhatian. Ah... makin tak tahan rasanya aku ....
"Iya, jauh! Sering lari biar kamu terbiasa dan enggak kecapekan lagi." Mas Zaky memberikan air mineral miliknya padaku. "Nih, minum dulu!"
Aku menurut, aku meminum air yang Mas Zaky berikan dan menenangkan diriku yang kelelahan. Mas Zaky sedang menonton Abi Agas yang sedang melawan Papanya, Papa Damar. Nampak seru sekali karena sejak dahulu Abi Agas dan Papa Damar selalu bersaing.
Menurut cerita teman-teman Abi yang aku dengar, Mama Tara (Mamanya Mas Zaky) dulu adalah istrinya Abi Agas. Mama Tara berselingkuh dengan Papa Damar dan bercerai dari Abi Agas.
Abi Agas lalu menikah dengan Mommy Tari yang ternyata adalah saudara sepupunya Mama Tara. Hal ini menjadikan hubunganku dan Mas Zaky masih saudara jauh. Aku bahkan memanggil kedua orang tua Mas Zaky dengan sebutan Papa dan Mama karena mereka sangat menyayangiku.
Sekarang, Abi Agas dan Papa Damar sudah hidup rukun meski sesekali masih suka berdebat akan hal kecil. Rumah mereka pun berhadapan. Kalau aku kangen Mas Zaky, tinggal main saja ke depan rumah deh. Namun, tidak hanya Abi Agas dan Papa Damar saja yang rukun, aku pun ingin Abi Agas memaafkan Mama Tara, aku pun tahu Mas Zaky menginginkan hal yang sama.
"Mas, katanya mau beliin aku sesuatu." rengekku dengan manja. Sebenarnya bukan hadiah yang aku inginkan namun aku ingin lebih lama menghabiskan waktu bersama Mas Zaky.
"Memangnya kamu sudah lulus sidang skripsi?" tanya balik Mas Zaky.
"Udah dong! Minggu ini malah aku wisuda." jawabku dengan bangga.
"Hebat dong! Yaudah, mau Mas beliin apa?" tanya Zaky terlihat bahagia mendengar berita dariku.
"Apa ya? Kado yang beda dari yang lain. Hmm.... Gimana kalau rumah... tangga?" godaku.
Mendengar permintaanku membuat Mas Zaky tertawa terbahak-bahak. "Baru lulus kok sudah ngomongin rumah tangga. Diomelin Abi kamu nanti!"
Aku kembali memanyunkan bibirku. “Yaudah kalau begitu. Beliin aku sepatu aja deh, tapi belinya sama Mas Zaky ya! Terus Mas Zaky traktir aku es krim, makan steak dan main di Time Zone lalu nonton dan-"
"Banyak ya permintaan kamu, Baby?! Oke, Mas kabulkan! Nanti Mas kabari ya kalau Mas ada jadwal kosong!" ujar Mas Zaky seraya mengusap lembut rambutku.
"Yey! Mas Zaky memang paling the best deh!" aku lalu merangkul Zaky dengan manja. Mas Zaky sih sudah biasa dengan rangkulanku namun....
"BABY!!! NGAPAIN KAMU KAYAK GITU?!" teriak Abi Agas yang tak suka melihat putri kesayangannya merangkul lelaki lain selain dirinya.
Cepat-cepat aku lepaskan rangkulanku dan menghampiri Abi. Membujuk Abi agar tidak marah. Habis telinga aku dijewer Abi di depan umum, membuat aku malu dibuatnya. Belum lagi omelan yang aku dapat. Huft....
Sebenarnya memang aku ingin sekali menjadi istri Mas Zaky. Membayangkan kami di pelaminan dan melihat Abi Agas dan Mama Tara yang memberikan kami restu, lalu mereka berbaikan dan berada di tempat yang sama dengan pernikahanku adalah hal yang sangat ingin aku wujudkan.
****
Zaky
Hari ini Dewi akan datang ke rumah Carmen. Aku harus ikut acara makan siang bersama di rumah mereka. Hmm... Telepon Carmen ah agar diajak!
Aku menelepon adik kecilku dan tanpa sungkan adikku tersebut mengajakku makan siang bersama keluarganya. Aku tak sabar ingin bertemu dengan Dewi, cinta pertamaku.
Carmen datang menyambut kedatanganku dengan hangat. Ia merangkulku dan bersikap manja seperti biasanya. Aku dipersilahkan masuk dan makan bersama Wira kakak kandung Carmen dan istrinya Dewi.
Wajah Dewi semakin hari semakin cantik saja. Rasanya cintaku pada Dewi tak akan semudah itu hilang. Dewi adalah sosok wanita yang selama ini aku inginkan. Cantik, mandiri, dewasa, lembut dan pantang menyerah.
Aku rasanya rela memberikan apa saja agar bisa selalu dekat dengan Dewi. Melihat wajah cantiknya saat makan saja sudah membuat aku bahagia. Andaikan ada cara agar aku bisa selalu dekat dengannya....
*****
Kisah Carmen datang nih! Sebelumnya kamu bisa baca novel aku yang berjudul Duda Nackal dan Bisnis Plus Plus ya! Ayo dukung novel ini dengan like, komen, vote dan ⭐⭐⭐⭐⭐ Makasih 😘😘😘
Carmen
Setelah lulus dan wisuda, aku mulai disibukkan dengan rencana bisnis bersama Abangku tersayang. Rencana bisnis plus-plus yang diusung oleh Abang Wira, yakni membuat satu tempat bisnis yang berisi bisnis laundry miliknya, bisnis cafe milik Mommy dan rencananya bisnis salon milikku.
"Kamu cantik sekali Baby hari ini." puji Mas Zaky yang membuatku semakin besar kepala saja.
Sepanjang pembukaan usaha baru kami, Mas Zaky terus berada di sampingku. Menemaniku, Abang Wira dan Kak Dewi menyambut para pelanggan yang datang. Kami seperti pasangan yang serasi. Cocok sekali.
"Mas bisa aja. Oh iya, Mas Zaky masih ada janji loh sama aku! Katanya mau traktir aku?! Ayo lupa ya?!" tagihku.
"Ya ampun aku lupa! Yaudah kamu mau ditraktir apa?" tanya Mas Zaky.
Aku jadi teringat salah satu film yang aku tonton, dimana pemeran wanitanya melamar kekasih hatinya dan diterima. Mereka hidup bahagia selamanya. Sebuah ide tiba-tiba melintas di kepalaku.
"Bagaimana kalau kita jalan jalan di taman aja."
"Cuma jalan-jalan?" tanya Mas Zaky.
"Iya. Bagaimana kalau malam minggu besok?!" tanyaku.
"Oke. Aku kebetulan senggang. Apapun permintaan Baby pasti aku turuti deh!" Mas Zaky mencubit hidungku dengan gemas.
"Asyik! Makasih ya Mas!"
Sudah seharusnya aku yang ambil langkah untuk melamarnya duluan. Mungkin Mas Zaky malu karena aku baru lulus kuliah? Tak masalah Mas, biar aku yang melamar Mas Zaky! Tidak peduli apapun yang harus aku lakukan, aku harus menjadi istri Mas Zaky dan membuat Abi Agas dan Mama Tara memberikan restu kepada kami.
Aku pun menyiapkan segala keperluan untuk acara lamaranku. Aku sudah membeli dress yang cantik. Aku juga membeli balon berbentuk hati, sebuket bunga dan sepasang cincin dari uang tabunganku.
Saat sampai di taman, aku mengajak Mas Zaky duduk di kursi yang menghadap ke panggung kecil tempat musik akustik berlangsung. Aku pamit sebentar dengan alasan ingin ke toilet. Mas Zaky tak menaruh curiga sedikit pun dengan niatku.
Aku lalu mengambil balon, buket bunga dan sepasang cincin yang aku siapkan.
Aku lalu naik ke atas panggung dan membisikkan sesuatu pada pembawa acara. Jujur saja aku sangat grogi.
Tanganku sampai dingin namun aku terus menguatkan diriku. Pembawa acara tersebut lalu memberikanku kesempatan untuk berbicara. Aku mengambil mic dan menatap penonton yang hadir. Mas Zaky nampak tersenyum, tak tahu apa yang akan aku perbuat. Dipikirnya pasti aku mau ikut menyanyi.
"Selamat malam semua!" sapaku dengan suara bergetar.
"Malam!" jawab para penonton.
"Pada malam ini ijinkan aku untuk mengungkapkan perasaanku yang terdalam pada lelaki tampan yang memakai jaket hitam di sana!" semua mata menatap Mas Zaky yang aku tunjuk.
"Lelaki tampan di sana adalah lelaki terbaik dalam hidupku. Lelaki yang selalu menemaniku kala senang dan sedih. Lelaki yang sangat aku sayangi dan juga amat menyayangiku," aku kembali mengatur nafas dan suaraku. "Malam ini ijinkan aku melamar lelaki tampan tersebut untuk menjadi suami yang sangat kucintai, menjadi tempatku bersandar dan menghabiskan hidupku dengan penuh cinta dan kasih sayang."
Mas Zaky terlihat amat terkejut dengan apa yang aku lakukan. Para Penonton pun mulai bertepuk tangan. Pembawa acara lalu meminta Mas Zaky naik ke atas panggung. Meski nampak bingung, Mas Zaky menurut. Kami kini berhadapan.
"Kalau Mas Zaky menerima lamaranku dan mau menikahiku, Mas Zaky pilih cincin dan buket bunga ini. Kalau Mas Zaky menolak lamaranku, Mas Zaky pilih balon bergambar hati ini. Mas pilih yang mana?" tanyaku dengan suara bergetar.
Flashback Off
*****
Zaky
Aku pernah berharap, andai aku punya kesempatan untuk bisa sering bertemu Dewi dan dekat dengannya aku akan memberikan apapun. Aku tak menyangka kalau harapanku akan dikabulkan dengan cepat. Namun kenapa harus dengan cara ini? Apakah tak ada cara lain?!
Aku tak menyangka tujuan Carmen mengajakku ke taman adalah untuk melamarku. Sudah gila memang adik kecilku itu! Punya ide darimana coba dia melamar seorang lelaki?!
Bodohnya aku yang tak memperhatikan dan bertanya lebih lanjut. Carmen berdandan cantik hari ini. Dress yang dipakai pun terlihat begitu pas dan cocok di tubuhnya. Ternyata dia merencanakan sesuatu.
Suara dukungan dari para penonton membuatku bingung harus mengambil jawaban apa. Oh Tuhan... Aku harus apa?!
Terima... tidak... terima... tidak...
Aku mendengar tentang Dewi yang mengalami keguguran dan kini rumah tangganya dengan Wira nampak bak cangkang kosong. Keduanya sibuk dengan bisnis baru mereka setelah kehilangan anak pertama mereka karena keguguran. Kalau aku menerima lamaran Carmen, aku akan sering bertemu dengan Dewi karena mereka mengurus bisnis bersama. Aku bisa sering bertemu dengan alasan menjemput istriku bukan?
Sungguh rencana yang sempurna. Tapi...
Aku harus menikah dengan Carmen. Aku tak mencintainya. Aku hanya menganggap Carmen sebagai adik kecilku saja. Cintaku hanya untuk Dewi seorang!
Aku pernah gagal memiliki Dewi, namun saat hubungan Dewi dan Wira renggang seperti ini bukankah ini kesempatan bagiku untuk masuk dalam hubungan mereka?
Aku menatap Carmen yang terlihat menatapku penuh harap. Aku bisa apa?
Kalau aku terima, aku akan menikahi Carmen. Aku akan menjadi suaminya. Suaminya yang terpaksa menikahinya tanpa ada cinta dalam hatiku.
Kalau aku tolak... ah... Tak mungkin aku menolak Carmen! Bisa malu adik kecilku nanti. Ia akan marah dan aku tak akan bisa bertemu Dewi lagi. Papa dan Om Agas bisa saja bertengkar lagi seperti dulu. Semua akan kacau!
Aku memejamkan mataku sejenak. Ya, masalah nanti biarlah nanti saja! Masalah pernikahan tanpa cinta, biarlah! Kalau tak jodoh, mau bagaimana? Mama saja dengan Om Agas bisa tak jodoh dan sekarang bahagia bersama Papa. Mungkin saja bukan aku akan bahagia bersama Dewi nantinya?
"Terima! Terima! Terima!" suara para penonton seakan tak lelah mendukungku untuk menerima lamaran Carmen.
Tanpa aku pikir lagi, aku ambil buket bunga dan cincin dari tangan Carmen. Carmen terkejut dan ia berjingrak kegirangan. Tepukan tangan penuh senyum bahagia dari penonton menambah euforia suasana malam ini.
"Wow selamat! Akhirnya lamaran Mbak Cantik diterima sama Mas Ganteng!" pembawa acara kembali mengambil alih.
"Sekarang, Mas pakaikan dong cincinnya di jari Mbak Cantiknya!" ujar pembawa acara yang super norak itu. Tidak cukup apa aku dibuat malu malam ini?
Aku membuka kotak cincin dan melihat cincin yang terlihat sederhana namun aku menyukai bentuknya. Kuambil cincin yang berukuran lebih kecil dan memakaikan di jari manis Baby.
Semua penonton kembali bertepuk tangan. Benar-benar ya Baby, aku dibuat malu sekali malam ini!
Carmen lalu mengambil cincin satu lagi dan memakaikan di jari manisku. Kami lalu berfoto sambil menunjukkan jari kami yang memakai cincin baru. Carmen terus tersenyum penuh bahagia sementara aku tersenyum terpaksa.
Acara lamaran dadakan pun selesai. Kami turun dari panggung dengan diiringi ucapan selamat dari setiap penonton yang kami lewati. Kami lalu pergi ke cafe dan aku memesan es kopi dan meminumnya banyak-banyak.
"Jadi Mas kapan akan melamarku di depan Abi?!" pertanyaan Carmen yang membuatku tersedak dan terbatuk-batuk dibuatnya.
Kuminum air mineral yang diberikan Carmen dan menjawab pertanyaannya. "Aku akan datang ke Om Agas setelah kamu bicara sama Abi kamu. Semua. Tentang lamaran yang kamu buat dan tentang jawabanku. Kalau kamu sudah bilang, baru aku akan datang bersama Mama dan Papa untuk melamar kamu secara resmi."
Carmen tersenyum senang, "Aku akan secepatnya Mas bicara sama Abi dan Mommy." senyumnya begitu bahagia. "Mas siap-siap ya datang ke rumahku!"
Aku tersenyum. Terpaksa. Huft... Terpaksa aku menikahi kamu, By!
******
Note: Untuk cerita Abang Wira bisa baca novel aku judulnya Bisnis Plus Plus. Kalo cerita Abi Agas tersayang baca Duda Nackal ya!
Ayo udah +favorit belum? Yuk aku rajin Up nih, kalian bantu vote, like, komen dan ⭐⭐⭐⭐⭐ tentunya ya 😍😍🥰🥰🥰
Carmen
Hatiku sangat berbunga-bunga hari ini. Tak pernah menyangka kalau lelaki tampan di sebelahku akan menerima lamaran dan bersedia menikah denganku.
Aku terus memandangi Mas Zaky yang sedang fokus mengemudi. Tampan sekali calon suamiku ini, boleh peluk enggak ya?!
"Baby, kalau bisa sih kamu bilang sama Abi kamu di saat yang tepat. Hari ini sudah terlalu malam, kamu bisa bilang ke Abi kamu saat dirinya sedang santai. Mm... Besok pagi saat Om Agas sudah selesai trading dan dapat cuan, kamu bisa tuh bilang baik-baik sama Om Agas. Ingat ya, bilangnya dengan lembut dan jangan memaksa!" ujar Mas Zaky.
"Iya, Mas!"
Setelah sampai depan rumah aku rasanya tak mau terpisah dari Mas Zaky. Kalau aku menjadi istrinya pasti aku bisa terus bersama Mas Zaky setiap hari. Pokoknya aku harus mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Abi!
Keesokan harinya aku terus memperhatikan Abi seraya memeriksa laporan salon milikku. Kami memang biasa bekerja bersama di ruang keluarga. Abi trading saham, aku memeriksa laporan dan terkadang Kak Wira dan Kak Dewi ikut serta membuat laporan bisnis mereka.
Mommy datang seraya menyuguhkan cemilan dan minuman untuk teman kami bekerja. Ada Mommy, kurasa ini waktu yang tepat. Tidak terlalu pagi dan dilihat dari wajahnya, Abi sudah cuan hari ini.
"Bi! Aku mau nanya!" kataku membuka percakapan.
"Nanya apa Baby?" tanya Abi dengan lembut seperti biasanya.
"Kalau aku menikah muda bagaimana?" tanyaku tak berani ke intinya. Aku basa-basi dulu barulah nanti aku ke poin pentingnya.
"Hmm... Nikah muda ya? Kalau dari pengalaman Abi dan Kakak kamu Wira sih sebaiknya jangan ya. Menikah itu bukan hanya butuh kesiapan materi saja. Kamu juga butuh kesiapan mental. Kamu saja manja kayak gitu, bagaimana kamu menghadapi permasalahan dalam berumah tangga nanti?!" jawab Abi yang membuatku mulai meragu Abi akan merestui langkahku.
"Kenapa kamu tanya seperti itu, Sayang? Kamu mau nikah muda? Memangnya kamu sudah punya kekasih?!" tanya Mommy dengan lembut.
Mendengar pertanyaan Mommy, Abi terlihat memasang telinga dan wajahnya berubah tegang. Jelas saja, bagi Abi aku masih baby-nya. Siapa yang menjadi kekasihku harus lolos kriterianya. Namun aku yakin, Mas Zaky itu masuk dalam kriteria menantu idaman Abi.
"Sebenarnya... Aku...."
Aku melirik ke arah Abi dengan takut-takut. Abi dan Mommy menunggu aku selesai berbicara.
"Aku mau menikah dengan Mas Zaky." jawabku dengan penuh keberanian.
Abi dan Mommy saling tatap lalu keduanya menertawaiku. "Ha...ha...ha... Abi pikir ada apa! Anak ini masih saja suka berkhayal, My!"
"Iya. Mommy juga deg-degan, By! Kalau kayak begini sih dia udah beribu-ribu kali ngomong!" Mommy dan Abi masih tertawa. Mereka tak menyadari kalau aku bicara serius. Ucapanku berikutnya langsung membuat tawa di wajah mereka hilang.
"Aku sudah melamar Mas Zaky dan Mas Zaky juga menerima lamaranku."
Benar saja, tawa mereka menghilang berganti dengan wajah cemas. "Jangan becanda kamu, Baby!"
"Sayang, kamu lagi ngerjain Mommy dan Abi bukan?!" tanya Mommy yang mulai khawatir.
"Aku serius kok!" kukeluarkan Hp-ku dan kutunjukkan video yang semalam aku minta tolong rekam saat aku melamar Mas Zaky.
Abi merebut Hp milikku dan begitu shock melihat apa yang kulakukan. "Kamu melakukan hal gila kayak gini?!" tanya Abi dengan nada suara yang mulai naik, tak lagi lembut seperti biasanya.
"I-iya, Bi. Aku keren 'kan?!" tanyaku dengan bangganya.
"Ya Allah, Carmen!!! Kamu itu anak perempuan Abi. Seharusnya kamu yang dilamar oleh lelaki baik terpilih, bukan malah kamu yang melamar laki-laki lain! Anaknya Damar pula!" Abi terlihat sangat kecewa dan marah dengan apa yang aku lakukan.
"Loh memangnya kenapa, Bi? Zaman sudah maju, sekarang bukan jamannya lagi perempuan dilamar. Di luar negeri saja banyak kok perempuan yang melamar pria pujaannya. Niat aku baik, Bi. Aku mau menikah, bukankah menikah itu menyempurnakan ibadah kita?!" tanyaku tanpa merasa bersalah sama sekali.
Abi geleng-geleng kepala mendengarku. Ia mengusap kasar wajahnya yang kini memerah karena marah. Mommy memegang tangan Abi, seakan menyuruh Abi bersabar menghadapiku.
"Kamu tahu siapa Zaky? Kamu tahu dia anak siapa?!" tanya Abi terlihat menahan kesabarannya.
"Tau, By. Mas Zaky anaknya Mama Tara dan Papa Damar." jawabku dengan polosnya.
"Kamu juga tau 'kan kalau kedua orang tuanya dulu mengkhianati Abi? Kenapa kamu malah mau menikah dengan anak mereka?!"
"Itu 'kan sudah masa lalu, Bi! Sekarang Abi dan Papa Damar baik-baik saja. Abi juga sudah punya keluarga yang tak kalah bahagianya. Aku tuh cinta mati sama Mas Zaky, Bi. Kurang apa coba Mas Zaky buat jadi menantu Abi?! Ganteng, sukses, kaya dan baik hati. Semua kriteria menantu idaman Abi ada dalam diri Mas Zaky!" jawabku tak mau kalah.
"Enggak! Pokoknya Abi enggak setuju!" Abi berdiri dan meninggalkanku. Cepat-cepat aku menyusul dan merengek pada Abi.
"Bi! Restui ya, please!"
"Enggak! Sekali Abi bilang tidak, ya tidak! Abi enggak mau kamu nikah sama anaknya Damar!" Abi lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.
"Bi! Jangan gitu dong! Mas Zaky saja mau menerima lamaran aku, masa Abi enggak mau merestui sih?!" kataku sambil mengetuk pintu kamar Abi.
Usahaku sia-sia. Abi kalau sudah berkata tidak, maka sulit diubah. Namun jangan sebut aku Carmen, anak Abi yang paling disayang kalau tidak bisa membuat Abi merubah keputusannya.
"Yaudah kalau Abi enggak mau restui, aku akan mogok makan!" aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
Aku pun melaksanakan ucapanku. Aku benar-benar tidak keluar kamar untuk makan. Untunglah masih ada stok cemilan di lemari es kecil milikku. Aman untuk beberapa hari.
Mommy yang paling cemas karena aku tak kunjung keluar kamar untuk makan. Beberapa kali Mommy membujukku untuk makan namun aku tetap tidak membukakan pintu. Maaf ya, My. Kalau aku tidak ngambek kayak gini, Abi tak akan merestui hubunganku dengan Mas Zaky. Usahaku melamar dan mempermalukan diriku akan gagal nantinya.
Sehari... dua hari... aku masih mengurung diri. Stok makananku mulai menipis. Air mineral di dispenser kamarku juga mulai habis. Abi tak juga sekalipun ke kamarku untuk membujukku.
Aku mendengar suara ribut-ribut di depan kamar. Diam-diam aku menempelkan telingaku di pintu dan mendengar Abi dan Mommy bertengkar. Mommy menyuruh Abi membujukku.
"Udah dua hari Carmen mogok makan, Bi! Ayolah! Turunkan ego Abi. Toh Zaky adalah anak yang baik, dia anak sepupu Mommy juga. Lebih baik kita mendoakan Carmen agar pilihannya tepat. Ayo, Bi!" bujuk Mommy.
Abi tak membantah. Ia akhirnya menurunkan egonya karena tak mau melihat aku sakit dan Mommy sedih. Abi pun mengetuk pintu kamarku.
"Carmen, anak nakal! Keluarlah! Abi restui kamu dengan Zaky! Suruh Zaky datang bersama kedua orang tuanya untuk melamar kamu!" kata-kata yang sudah aku tunggu-tunggu akhirnya terucap juga.
Aku cepat-cepat membuka pintu dan memeluk Abi. "Beneran ya, Bi? Makasih, Bi! Abi baik sekali!"
"Tapi kamu janji sama Abi, jangan pernah menyesali pilihan kamu! Kamu harus bahagia dengan pilihan kamu!" pesan Abi.
Aku mengangguk. "Aku janji, Bi! Janji!"
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!