NovelToon NovelToon

Papa, Aku Cinta Istrimu

Belanda

Juli 2017

Red Light District yang terkenal di Amsterdam adalah kawasan hiburan yang dipenuhi dengan banyak sekali club malam, dengan pekerja komersial berpakaian minim menari di etalase toko, restoran yang menyediakan tanaman terlarang yang bisa dikonsumsi, juga museum khusus dewasa yang membingungkan pikiran.

Distrik Lampu Merah di Amsterdam dibanjiri dengan cahaya neon dan pikiran kotor yang hampir tak ada habisnya.

Randy Gaspar, dalam kegundahan hati yang amat sangat, pikirannya yang kacau balau bagaikan diserang dengan berbagai informasi bertubi-tubi, menelusuri jalanan itu dengan tatapan kosong. Ia memang sengaja ke tempat ini untuk mencari pelampiasan. Pertengkarannya dengan Papanya membuatnya kesal. Juga tunangannya, Victoria, ketahuan berselingkuh dengan pria lain.

Sebenarnya sejak lama Randy tahu mengenai tingkah tunangannya itu, Namun Victoria berasal dari keluarga berpengaruh dalam dunia politik, yang mana akan digunakan sebagai modal bagi Papa Randy untuk dapat duduk di kursi legislatif. Perjodohan mereka dirancang sedemikian rupa, dan Randy perlahan mulai menerima Victoria di hatinya.

Sayang sekali Victoria selama ini hanya berpura-pura mencintai Randy. Pria selingkuhannya bahkan bukan dari keluarga berada, hanya seorang staff di minimarket. Ya memang wajahnya lumayan, tap bagaimana bisa Victoria memilihnya?!

Randy masih bungkam saat hasil penyelidikan sampai padanya. Ia hanya bisa diam. Karena ia melihat Papanya tinggal sedikit lagi menjabat sebagai wakil rakyat. Keluarga Victoria lah yang mengusahakan hal itu bisa terjadi. Kalau sampai mereka mengetahui kenyataan di balik itu, habis sudah semuanya.

Tapi setiap melihat Victoria, yang ada di hati Randy hanyalah rasa benci dan mual. Jadi ia sampaikan ke Papanya kalau ia ingin membatalkan pertunangan.

Tak ayal hal itu membuat Papanya marah besar, lalu mereka bertengkar.

Dan di sinilah kemudian, di Red Light District, Randy berada.

Wanita-wanita dengan pakaian vulgar, menari di etalase sambil melambaikan tangan padanya. Randy yang tinggi menjulang, 193 cm, dan berperawakan tampan, memang adalah mangsa menggiurkan bagi setiap wanita di sana, tidak terkecuali kaum gay yang melayangkan ciuman jarak jauh padanya. Randy tetap berekspresi dingin.

Lalu ia berhenti di salah satu toko, di papan namanya tertulis dalam Bahasa Inggris yang artinya ‘tersedia kesayangan dalam berbagai negara’, kesayangan yang dimaksud di sini mungkin artinya wanita.

Dan Randy pun masuk.

Beberapa wanita menyambutnya. Mereka dalam balutan pakaian yang sebenarnya tidak seksi. Kemeja dan rok mini biasa. Di kawasan Red Light District Pekerja Komersial semacam ini memang dilegalkan, dan bahkan mereka membayar pajak dari penghasilan mereka. Pengunjung bahkan dilarang untuk menangkap gambar etalase untuk menghormati hak mereka. Jadi penanganan terhadap tamu juga profesional. Bagian penyambut tamu, pakaiannya lebih sopan dan berbeda dengan para pekerjanya.

“Spreekt u Engels?” tanya Randy, yang artinya ‘apakah anda berbicara Bahasa Inggris?’.

“Of couse, Sir,” sahut salah satunya dengan ceria sambil menyerahkan sebuah tablet. Beberapa wanita itu kemungkinan dari Asia, terlihat dari wajah dan aksennya yang khas, beberapa lainnya dari kawasan Eropa Timur.

Sambil melihat-lihat foto, Randy berbicara dalam bahasa Inggris, “Striped?”

“Section three,” si wanita Asia menekan sebuah menu di tablet.

Tertera foto seorang gadis, cantik, bahkan menurut Randy wajahnya hampir seperti artis di Indonesia, dengan rambut di cat coklat dan bibir tebal merekah. Tertulis Namanya Indy.

“Ah, New Comer, but pretty good, Sir,” kata si wanita asia sambil mengacungkan jempolnya.

“Hm,”

“But, only Striped, No touching,”

“Heh? No Touching?”

Si Wanita Asia mengangguk, “But we provide a lot vibrators and intimate tools,” si Wanita Asia berbicara dengan bahasa Inggris dengan kosakata yang minimal. Sepengertian Randy, bahwa si wanita dengan nama Indy ini, entah itu nama aslinya atau bukan, adalah seorang penari tiang, katanya pendatang baru di club itu dan kemampuannya lumayan bagus, tapi hanya menyediakan pertunjukan tari tiang pribadi dan tidak untuk dipegang atau disentuh.

Kalau si tamu merasa bergairah, di club ini juga menyediakan alat-alat penunjang intimasi yang bisa digunakan oleh si tamu.

Menarik juga, pikir Randy.

Dan dia pun menekan tombol ‘booking’.

*

*

“Wow,” gumam Randy setelah 15 menit melihat Indy menari. Kemampuan wanita di depannya ini seakan profesional. Ia hampir setengah telanjang, namun jauh dari vulgar yang dibayangkan Randy di saat pertama. Lebih ke sebuah senam gymnastik dengan teknik tingkat tinggi.

Randy lalu menambah lagi sesi sewanya menjadi satu jam. Itu berarti ia akan kehilangan beberapa puluh Euro.

Ia begitu penasaran dengan si Indy ini.

“Hey, Indy. Can you stopped?” desis Randy. Si Wanita itu mengangkat alisnya dan menatap Randy.

“Is that not good enough?” tanya Indy.

“Where’d you come from?” Randy tidak menjawab pertanyaan Indy.

“Classified, Sir,” Indy bilang kalau negara asalnya adalah sebuah rahasia.

“Indonesia? Saya juga dari sana,” sebenarnya Randy hanya asal bicara. Dia menyebut nama negara itu karena nama Indy. Kalau disebut India, rasanya wajah wanita ini terlalu Melayu.

Indy pun menipiskan bibirnya dan berhenti menari, lalu berjalan dengan anggun dan duduk di depan Randy sambil menyilangkan kaki jenjangnya. “Apa ada yang salah?” tanyanya. Suaranya bening dan lembut.

“Tidak ada, kamu menari dengan sangat... indah,”

“Hm,” gumam Indy, “Masa?”

“Saya serius,”

“Kenapa minta berhenti?”

“Mau ngobrol aja,”

“No Touch, ya,” Indy menunjuk papan di atas pintu yang ditulis dengan lampu Neon. Don’t Touch the Dancer, Not allowed to take a picture.

Randy mengangkat kedua tangannya, “Oke,”

“Kamu membayar saya lumayan mahal untuk sekedar mengobrol. Bagaimana kalau sambil menonton saya menari?” Kata Indy.

“Hm, boleh juga,”

Indy terkekeh sambil berjalan ke arah podium lalu memanjat tiang besi dengan anggun, dan mulai berputar.

“Kenapa kamu di sini, Indy?”

“Saya butuh uang untuk pulang ke Indonesia,”

“Kamu bisa minta bantuan kedutaan,”

“Masalahnya bukan hanya itu, saya butuh membawa uang saat kembali ke sana,”

“Kenapa?”

“Saya mau menjemput adik saya, dia tinggal bersama Om dan Tante saya, dan terakhir saya dapat kabar kalau dia dipukuli di sana,” Indy meliukkan tubuhnya mengikuti alunan lagu.

“Jadi uang yang kamu bawa untuk menebusnya?”

“Betul,” gumam Indy sambil melakukan back spin.

“Kenapa kamu bisa di Belanda?”

“Saya jadi Sugar Baby di sini,”

“Hm,”

“Dan, karena saya dapat kabar mengenai adik saya, saya memaksa pulang. Pacar saya tidak setuju. Kami bertengkar dan saya bangkrut. Lalu mencari sedikit uang di club ini. Saya baru dua hari di sini, dan kamu pelanggan pertama saya,”

“Saya harus dikasih ucapan selamat dong,”

“Selamat ya Boss,” balas Indy sambil menyeringai.

“Kalau semua tahu cara kamu menari sedemikian hebatnya, rasanya uang yang kamu cari akan mudah terkumpul,”

“Yaaa, segala hal yang ada di club tidak bisa diviralkan atau dishare begitu saja. Semua diatur manajemen,” kata Indy sambil melakukan fan kick dengan sangat luwes. “Kalau kamu bagaimana? Apa yang menyebabkan kamu di sini? Pekerjaan?”

Dan Randy menceritakan mengenai Victoria, juga mengenai Papanya.

Sambil menari Indy mendengarkan Randy bercerita tanpa sekali pun ia memotong kalimat Randy.

“...Dan sekarang di sinilah saya berada,” Randy menatap Indy dengan nanar saat bercerita.

“Sudah lebih lega?” tanya Indy.

“Sudah jauh lebih baik,” kata Rndy. Terkadang berbicara dengan orang asing memang melegakan dibandingkan berbicara dengan orang yang dikenal karena takutnya gosip menyebar dengan cepat.

“Itulah gunanya saya, pelampiasan,” kata Indy.

Randy terkekeh mengakui.

“Saya mau tahu pendapat kamu,” kata Randy.

“Untuk apa?” tanya Indy. Dia kembali melakukan piroutte.

“Kamu dan Victoria sama-sama wanita. Saya hanya mau tahu kenapa dia memilih pria dengan status sosial lebih rendah padahal sudah ada saya,”

Terdengar Indy tertawa pelan, “Cinta itu buta, Boss,” katanya

“Sebuta itu?”

“Hu’um, “ Indy menghentikan tariannya dan berdiri di samping tiang. “Kekayaan sudah dinikmati tunanganmu sejak kecil, tapi kasih sayang baru di dapatkannya setelah dewasa. Kaum wanita gampang terpikat dengan sebuah perhatian, walaupun itu hanya sekedar membukakan tutup botol air mineral tanpa diminta,”

Randy tertegun mendengarkannya. Hal yang sesederhana itu dapat mengalihkan Victoria dari apa pun? Sungguh sulit dipercaya, Pikir pria itu.

“Bagaimana kalau Victoria dibohongi?” tanya Randy.

“Saya pikir dia wanita yang cukup pintar. Karena itu dia merahasiakan semuanya. Dia mungkin juga tidak memberikan semuanya ke si cowok. Agar kalau hubungan itu berakhir, setidaknya nama baiknya akan terjaga,”

“Saya membicarakan semua temuan itu ke papa saya,” kata Randy.

“Wajar, karena kamu kan merasa dikhianati,”

“Jadi, saran kamu?”

“Diam saja, lihat saja kemana skenario Tuhan berjalan,”

“Heh?”

Indy berjalan dan duduk di depan Randy, kini dia sudah tanpa pakaian sama sekali. Wanita itu mencondongkan tubuhnya.

Dalam cahaya temaram, Randy bisa melihat jelas sosok cantik di depannya.

Libidonya mulai meningkat.

“Hey,” gumam Indy, “Sambil melupakan semuanya, bagaimana kalau kamu berlibur? Berlibur yang benar-benar liburan tanpa ada bisnis yang terlibat. Seperti naik gunung sampai ke puncak dan mengagumi kebesaran Illahi?”

“Eh?”

“Itu yang sering kulakukan kalau sedang kesal,” kata Indy. “Bukannya datang ke club semacam ini,” ia tampaknya menyindir Randy.

Randy mencibir merasa tersindir.

“Bagaimana kalau kita-”

“Waktunya sudah habis,” potong Indy.

“Hah?!” seru Randy kaget. Padahal ia mulai bergairah.

“Sudah satu jam,” kekeh Indy sambil beranjak.

“Setidaknya salam perpisahan,” gumam Randy agak kesal. Kenapa waktu berjalan begitu cepat?!

“Oke, “ Dan Indy mengecup bibir Randy. Sekilas, namun terasa cukup dalam.

Wanita ini begitu pintar memfungsikan anggota tubuhnya.

“Semoga masalahmu cepat selesai, Boss,” sahutnya sambil berjalan ke arah pintu keluar.

Hal terakhir yang diingat Randy adalah seringai jahil si Indy.

Papa Meninggal

Raudlatul Jannah Memorial Park, Kabupaten Karawang

Dalam keheningan mereka menatap gundukan tanah rapi yang kini bertabur bunga-bunga warna-warni. Para pelayat menatap tanpa ekspresi saat salah satu Ustad kenalan keluarga besar membacakan lantunan ayat yang syahdu. Beberapa orang menangis, yang lain tampak berbisik-bisik mengobrol. Suatu pemandangan yang sebenarnya wajar di setiap kondisi pemakaman.

Namun, dari tadi Randy Gaspar bolak-balik melirik ke salah satu pelayat yang tampak duduk di kursi utama, tepat di barisan depan. Wanita, rambutnya di cat coklat, wajahnya tanpa riasan namun jelas terlihat kalau sangatlah cantik. Di sebelah wanita itu ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 10-12 tahunan, yang jelas tampak sudah cukup mengerti kalau saat ini situasinya serius karena raut wajahnya alih-alih sedih, dia tampak tegang. Seakan anak itu sedang membayangkan bagaimana hidupku setelah ditinggal.

Masalahnya, Randy tidak mengenal mereka berdua.

Yang lain ia kenal, keluarga besar Almarhum Papanya yang jasadnya saat ini terkubur di bawah tanah, beberapa kenalan yang sebagian besar kawan pensiunan Papanya, para tetangga, para teman-teman di club Papa.

Tapi siapa wanita itu?

Dan kenapa dia duduk di barisan ‘Keluarga’?

Juga dalam hati randy berpikir, memangnya aku pergi selama itu ya?

Karena seingatnya, ia pergi dari hidup Papanya hanya selama 5 tahun, bisa kurang dari itu, ia genapkan saja 5 tahun. Dengan kata lain, sebenarnya tidak terlalu lama. Setelah perdebatannya dengan Sang papa mengenai masalah Victoria, Randy nekat mau pergi dari rumah dan Pak Raymond mengancam akan menghapus Randy dari keluarganya apabila Randy sampai nekat pergi.

Itu terakhir kali mereka bertemu.

Masa 5 tahun berikutnya, memang ada banyak kejadian di hidup Randy. Ia akhirnya tinggal di Los Angeles sambil mengelola bisnis keluarganya. Randy depresi dan mulai menghabiskan waktunya dengan bekerja untuk melupakan semua masalahnya, juga berlibur kemana pun yang ia inginkan, mencari lokasi-lokasi wisata spektakuler di dunia.

Dan ternyata semua itu berhasil.

Ia tidak peduli lagi akan Victoria, juga papanya, juga masalah hidupnya yang lain.

Dan saat kembali berlibur ia jadi bisa fokus bekerja karena otaknya sudah fresh.

Entah bagaimana Papanya mengalihkan semua sahamnya menjadi atas nama Randy, dan pria itu bahkan malas mengucapkan terima kasih karena menganggap semua itu adalah akal bulus Papanya untuk mendapatkan simpatinya. Dalam waktu 5 tahun perusahaannya mendapatkan investor besar dan mulai merambah maju,keuntungannya bahkan sampai mengalahkan perusahaan induk.

Lalu, pengacara Papanya mengabarinya. Kalau Pak Raymond meninggal karena serangan jantung.

Dan di sinilah sekarang Randy berada.

Jadi setelah para tamu pergi, yang herannya selain ke Randy, mereka juga berpamitan ke wanita itu dan anaknya, jadilah mereka sekarang berdiri bersebelahan. Dari sudut matanya Randy mengamati kalau wanita ini masih sangat muda. Dan air mata yang mengalir di pipi wanita itu tampak nyata dan tidak dibuat-buat.

Bahkan setelah semua orang pergi dan hanya ada mereka bertiga di sana, si anak laki-laki duduk tenang di kursi plastik sambil menyeruput minuman kotak, dan si wanita berlutut sambil sesekali membenahi bunga-bunga yang jatuh di sisi makan, Randy hanya berdiri diam dan memperhatikannya.

“Pak Randy,” Randy menoleh mendengar panggilan itu, dan tampak Pak Jamal, Pengacara Papanya, sudah berdiri dengan menenteng map di tangannya. “Ayo, saya antar kalian pulang,” Kata Pak Jamal.

“Saya pulang sendiri-”

“Saya akan membicarakan mengenai peninggalan Pak Raymond setelah ini. Jadi mohon berkumpul di kantor saya,” potong Pak Jamal tegas.

“Tidak bisa besok saja?”

“Para keluarga besar sangat marah terhadap keputusan yang diambil almarhum, jadi saya gerak cepat agar kalian, orang-orang terdekat Almarhum, yang paling pertama dimintai persetujuan sebagai penerima,”

“Maksudnya ‘Kalian’ itu termasuk...” Randy menunjuk Wanita itu dan si anak laki-laki. Mereka berdua mengangkat wajahnya dan menatap Randy. Terutama wanita itu, wajahnya yang lelah dengan mata sayunya yang letih, seakan sedang berharap untuk berita baik.

“Ya termasuk Bu Ruby dan Romeo,”

Ah, jadi itu nama mereka berdua. Ruby dan Romeo. Randy bahkan baru mengetahuinya sekarang.

“Mereka siapa?”

Pak Jamal mengangkat alisnya, “Pak Randy di masa 5 tahun ini ternyata benar-benar lost contact sama sekali ya dengan Pak Raymond?!”

“Yaaa, Pak Jamal tahu sendiri,”

“Saya tidak berpikir kalau Pak Randy sampai tidak tahu kabar beliau selama ini,”

“Memang tidak tahu, kan saya katanya sudah dicoret dari KK,”

“Usia Pak Randy cukup tua untuk mengetahui kalau hal itu hanya gertakan,”

“Siapa pun tahu Papa saya tidak pernah menggertak, kalau dia bilang iya, ya iya. Kalau dia bilang saya dicoret dari KK, ya itulah yang akan dia lakukan,”

“Kalian berdua kekanak-kanakan. Lalu bagaimana? Perseteruan kalian ada hasilnya?” tampak Pak Jamal dengan sinis menatap Randy.

“Itu bukan urusan Pak Jamal,” gerutu Randy.

“Itu jadi urusan saya, karena saya harus memastikan warisan Pak Raymond tidak diterima oleh siapa pun selain ahli waris yang ditunjuk,”

“Saya tidak butuh harta Papa. Saya bahkan lebih kaya darinya,” sahut Randy mulai emosi, “Dan lagi, siapa mereka berdua? Rasanya saya tidak punya sepupu atau keponakan yang tampangnya kebule-bulean seperti mereka,”

Pak Jamal menghela napas, “Kita bicara di rumah saja ya, karena hal ini berkaitan dengan... hidup mereka berdua juga,” dengan pandangan miris, pengacara itu menatap Ruby dan anaknya, Romeo.

“Heli sudah siap, kita mengejar waktu,” kata Pak Jamal sambil mengangguk kecil ke Ruby dan Romeo, memberi kode agar mereka berdua mengikutinya.

Randy menghela napas berat, lalu menatap Ruby dan Romeo saat mereka melewatinya. Dan pria itu pun menatap gundukan tanah Papanya.

Dalam hatinya ia mengeluh,

Papa, apa lagi yang kau lakukan kali ini?! begitu batinnya berbicara.

Jadi dengan langkah gontai dan malas, ia juga mengikuti Pak Jamal ke arah heli pad sambil menelpon kedua ajudannya yang menunggunya di mobil.

“Alan, kamu dan Wahyu kembali saja ke Jakarta. Saya mau pulang dengan Pak Jamal,” kata Randy lesu.

“Pak Randy, Pak Komisaris baru saja menghubungi, dia ingin Rapat Pemegang Saham diadakan besok pagi. Masih banyak saham Pak Raymond di grup, jadi saya harap nanti malam Pak Randy dapat hadir di kantor karena saya dan Wahyu mau membahas administrasinya dengan Notaris,” kata Alan dari seberang telepon.

“Astaga, Pak Jamal belum bilang mengenai pembagiannya, Pak Komisaris udah main libas saja! Bilang ke dia besok malam saja meetingnya, saya sedang suasana berduka! Walau pun saya tidak sesedih itu,” cepat-cepat Randy menambahkan.

“Katanya, kalau Pak Randy tidak hadir, mereka akan menentukan porsi manajemen tanpa Pak Randy,”

“Mereka tampaknya mau kudeta,” Randy mengusap rambutnya sambil mengerutkan keningnya. Ia akui memang dari dulu banyak yang tidak suka dengan Papanya.

“Pak Randy sudah lama tahu tabiat mereka,”

“Oke oke, nanti malam setelah urusan warisan selesai saya ke kantor, kita menginap saja di sana,” gerutu Randy sambil mengerang malas.

Wasiat Papa

Entah karena kacamata hitam yang Randy pakai ataukah kerudung yang dikenakan Ruby menghalangi wajahnya terlihat sepenuhnya, saat berada di ruangan Pak Jamal mereka berdua, Randy dan Ruby, baru sepenuhnya memahami siapa yang mereka hadapi saat ini.

Saat Ruby membuka kerudungnya dan mengikat rambutnya menjadi ponytail rapi ke belakang, Randy serta merta membuka kacamata hitamnya dan mengangkat alisnya saat lebih seksama memperhatikan Ruby.

Tak ayal, otaknya langsung mencari ingatan yang telah usai,

Ingatan 5 tahun yang lalu

Saat di Red Light District

Indy

Semua langsung menari-nari di benaknya.

Tunggu! Tidak mungkin ketemu semudah ini.

Walaupun dia membatin seperti itu, namun Ruby yang ada di hadapannya ini wajahnya sama persis dengan yang di club. Belum berubah, masih sensual dan indah. Bahkan warna rambutnya masih sama.

Yang kulihat waktu itu lebih ke ras Melayu, yang sekarang ini lebih kebarat-baratan. Pikir Randy lagi berusaha menolak instingnya.

Tapi semakin diperhatikan, semakin terbang ingatannya ke saat ia dicium oleh si penari tiang.

Blasteran... Melayu dan Kaukasia. “Astaga,” keluh Randy sambil mengusap matanya yang tiba-tiba pegal.

Tidak salah lagi, ini wanita yang selama ini kucari-cari! Randy berpikir seperti itu sambil tangannya dengan sigap menangkap lengan wanita di depannya ini.

Ruby pun menoleh dan ia menatap Randy sambil mengernyit.

Sesaat ia tidak ingat siapa Randy.

“Apa?” tanya Ruby agak sewot sambil menepis tangan Randy.

“Indy?” panggil Randy.

Ruby menoleh lagi, kali ini dengan mimik muka kaget. “Bagaimana kamu...” ia tidak melanjutkan kalimatnya. Sambil memicingkan mata ia menatap Randy, berusaha mencari tahu bagaimana Pria itu bisa mengetahui nama samaran yang ia pakai di club malam, 5 tahun yang lalu.

Pak Jamal berdehem sambil membolak-balik map, dan Romeo sedang sibuk melihat-lihat koleksi buku mengenai Perundang-undangan, Politik dan HAM milik Pak Jamal di rak.

“Kita langsung saja karena waktunya mepet,” kata Pak Jamal sambil duduk di depan Randy dan Ruby. “Juga karena personelnya sudah lengkap,”

Randy melepaskan cengkeramannya ke Ruby. Lirikan Ruby padanya mengisyaratkan kode kalau jangan katakan apa pun sebelum keluar dari tempat ini.

“Pak Randy perkenalkan, Ini Bu Ruby, istri Papa Anda, Pak Ray-”

“Istri?!?” seru Randy kaget sampai-sampai ia berdiri.

Pak Jamal dan Ruby menatapnya tegang, “Errrr, iya, dia Istri Pak Raymond selama 3 tahun terakhir,”

“Bagaimana bisa?!” seru Randy lagi.

“Ya bisa saja,” jawab Pak Jamal.

“Tapi dia kan-”

“Saya istri yang SAH ya, mengenai motif saya rela diperistri saya pikir bukan urusan kamu yang tega meninggalkan Papa kamu sendirian saat ia sedang berjuang di tengah penyakitnya. Bahkan saat operasi jantung kamu tidak ada di sampingnya,” gerutu Ruby.

“Operasi? Papa tidak pernah bilang kalau ia punya riwayat jantung!”

“Memangnya kalau orang tua harus bilang? Anak yang tidak perhatian semacam kamu mana mengerti?” gerutu Ruby lagi.

“Apa hak kamu mengata-ngatai saya?!”

“Itu ucapan Papa kamu, saya hanya mengutipnya dan saya tambahkan sedikit kata agar lebih dramatis,” Ruby mengibaskan ponytail panjangnya ke belakang.

“Bicara yang lebih spesifik nanti saja berdua, sekarang ada masalah yang lebih penting!” sahut Pak Jamal menengahi. “Jadi, tolong tenang dulu,”

Dalam hatinya Pak Jamal membatin kalau dua orang ini ternyata tidak bisa akur, jadi mungkin masalahnya akan lebih pelik dari yang dibayangkan.

“Lalu itu siapa?!” tanya Randy sambil menunjuk Romeo.

“Adikku,” kata Ruby.

“Hooh...” Randy bagaikan lega dan mengusap dadanya, karena anak itu bukan anak Papanya. “Ruby itu nama asli?” tanya Randy lagi.

Ruby hanya menghela napas kesal.

“Pak Randy, fokus... saya bacakan amanah almarhum,”

Randy lalu kembali duduk dan diam, tapi di sela-sela pembacaan wasiat, ia melirik-lirik Ruby.

Astaga, jadi kesimpulannya saat itu aku sebenarnya dicium ibu tiriku! Batin Randy berkecamuk.

Ia pun mencibir karena merasa tak enak hati.

“Jadi begitu ya Pak Randy, Bu Ruby. Saya simpulkan dan ulangi, Aset dan saham perusahaan semua menjadi milik Pak Randy, sementara Aset tetap berupa rumah tinggal dan property lain menjadi milik Bu Ruby dan Romeo. Sementara ada peninggalan almarhum berupa benda pusaka, artefak kuno, emas batangan, yang spesifikasinya saya sebutkan tadi, dikelola berdua,”

“Hm,” gumam Randy dan Ruby tidak bersemangat.

Membuat Pak Jamal jengah. Karena umumnya, ahli waris bersemangat kalau berkaitan dengan hal warisan, apalagi warisan dari konglomerat semacam Pak Raymond Gaspar. Walaupun memang diselingi dengan tangisan ala-ala sinetron.

“Jadi-”

“Pak, kalau saya menerima itu semua, semua Aset Tetap tadi, saya harus bayar pajak ganti namanya dong?” tanya Bu Ruby.

“Iya-”

“Saya nggak punya uang untuk bayar, jadi sama saja saya tidak dapat apa pun kan?”

“Ya Ibu bisa menjual salah satunya-”

“Kalau begitu sama saja saya nggak punya rumah dong Pak?”

“Itu rumah kelahiranku, jangan dijual,” sahut Randy cepat.

“Kamu nggak tinggal di sana sejak lima tahun yang lalu,” potong Ruby.

“Tetap saja, ibuku melahirkan aku juga di sana, jangan seenaknya dong!” kata Randy.

“Walaupun itu sekarang hak aku, aku juga nggak sampai hati menjualnya. Papa kamu membangun rumah itu dari nol,” kata Ruby.

“Ah, iya... kalau tak salah, rumah itu dibangun di atas tanah milik DP3KK, jadi kalau balik nama, statusnya berubah jadi HGB, bukan SHM lagi,” kata Pak Jamal.

“Ini sih namanya mengusir saya secara halus! Kenapa juga saya yang harus mengurus rumah itu?!”

“Masih ada emas batangan,” kata Pak Jamal.

“Emas batangan peninggalan Majapahit! Memangnya artefak semacam itu bisa saya jual cepat kalau bukan ke museum, hah?! Memangnya ada toko emas yang mau?! Bahkan mungkin ANTAM saja akan menuduh saya pencuri!” seru Ruby emosi.

“Widih! Cerdas juga kamu!”

“Tetap saja kamu yang kebagian enaknya!” seru Ruby sambil melotot ke Randy.

Randy hanya menyeringai sambil merapatkan jasnya. Ia tampak puas.

Dan lalu Pak Jamal pun menggaruk-garuk kepalanya.

“Oke, berikutnya dua wasiat terakhir,” kata Pak Jamal sambil membuka map yang lain.

“Apa lagiiiii?” seru Randy dan Ruby berbarengan.

Pak Jamal hanya terkekeh. Ia bagaikan menonton acara lawak dengan tokoh sentral yang kompak. “Jadi... saya bacakan ya,”

Untuk Anakku yang sembrono, satu-satunya, Randy Gaspar Bin Raymond Gaspar,

Wasiatmu adalah Ruby dan Romeo. Jaga mereka seperti kamu menjaga nyawamu sendiri.

Untuk Istriku yang cantik, Ruby dan adiknya Romeo. Aku tahu kalian akan kesulitan saat hidup tanpa aku. Jadi aku harap kalian dan Randy bisa hidup dengan rukun sampai akhir hayat.

“Cih,” decak Randy dan Ruby.

“Belum, itu baru satu. Ini wasiat terakhir,” kata Pak Jamal.

Untuk Randy dan Ruby. Kalau kalian sampai jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah, peninggalan Papa akan disumbangkan ke Negara.

“Yang Bener Ajaaaaa!!” seru Randy dan Ruby lagi-lagi berbarengan.

“Ya bener kok itu tulisannya, nih liat,” Pak Jamal mengernyit sambil menunjukan isi mapnya.

“Bukan itu maksudnya Pak Jamal!” sahut Randy.

“Kami tidak akan jatuh cinta!” seru Ruby.

“Aku nggak mau loh hidup sama kamu,” dengus Randy mengingatkan.

“Aku nggak punya penghasilan! Aku dan Romeo kan wasiat terakhir Papa kamu!” Ruby mengingatkan.

“Erghhh! Papa dari dulu sampai sekarang nyusahin terus!”

“Dia sudah meninggal dan dia baik sama aku dan Romeo, jadi jaga ucapan kamu!”

“Kamu bukannya menikah dengan Papa cuma demi harta? Kamu kan pernah jadi Sugar Baby seseorang di Bel-”

Ruby langsung menendang betis Randy.

“Anj- sakit!!” gerutu Randy sambil menunduk dan mengelus-elus betisnya.

Pak Jamal pun menghela napas lega dan menutup mapnya. “Sudah ya itu saja. Kalau ada masalah, silahkan telepon asisten saya saja. Saya sibuk, hehe,”

“Memangnya Papa saya membayar anda rendah ya? Dari dulu jutek terus,” gerutu Randy.

“Itu dia masalahnya, Pak Raymond bayar saya tinggi sekali. Tapi kan Pak Randy tidak, lagian saya bukan pengacara Pak Randy,” Pak Jamal berdiri dan membetulkan ikat pinggangnya. “Saudara dan kerabat lain tidak dapat warisan ya, jadi kalian berdua siap-siap mendapat kejulidan. Terutama Bu Ruby. Tapi kan ya Pak Raymond bilang ke Pak Randy kalau jaga-”

“Iyaaa, kami keluar,” sahut Randy sambil menggandeng lengan Ruby dan Romeo keluar dari ruangan Pak Jamal sebelum pria itu bicara panjang lebar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!