NovelToon NovelToon

SIHIR MADUKU

BAB 1

"Bun, makan dulu ya. Clara suapin," ucap si bungsu dengan menyodorkan satu sendok penuh bubur ayam.

Ku buka mulut sedikit untuk memasukkan bubur itu pada mulutku. Hambar, rasanya benar-benar hambar. Ingin rasanya ku muntahkan lagi bubur ini, namun Clara pasti akan sangat sedih.

"Bun, makannya harus banyak ya. Clara pengen Bunda cepet sembuh. Rumah ini rasanya seperti kuburan saja, semenjak Bunda sakit rumah ini bertambah sepi. Aku, a-aku rindu suasa rumah yang dulu Bun," ucap Clara sambil terisak.

Ku ulurkan tanganku untuk menyentuh pipinya. Ya Allah, sakit rasanya melihat anakku menangis seperti itu. Andai saja aku tak sakit seperti ini, ingin ku rengkuh tubuhnya kedalam dekapan ku. Anak seusianya yang seharusnya dihabiskan untuk bermain bersama teman-temannya sepulanh sekolah, malah ia habiskan untuk mengurus diriku yang tak berguna ini.

"Clara sayang, maafkan Bunda ya. Bunda sebagai orang tua belum mampu membahagiakan mu. Kamu anak yang baik, cantik. Doakan Bunda ya, agar Bunda cepat sembuh," ucapku lirih.

"Clara sudah bahagia memiliki orang tua seperti Bunda. Bagi Clara, Bunda adalah segalanya. Clara hanya ingin Bunda cepat sembuh. Di dalam setiap sujud Clara selalu melangitkan doa untuk kesembuhan Bunda."

Dengan tenaga yang tak seberapa, ku peluk tubuh Clara dengan erat. Pada akhirnya, air mata yang tadi ku tahan akhirnya lolos juga keluar dari mataku. Aku dan Clara pun tergugu bersama.

Ya Allah, aku mohon. Jagalah kedua anakku, biarkan aku saja yang menanggung sakit atas semua ini. Jangan biarkan anak-anakku merasakan sakit yang aku rasakan ini. Ku mohon, berikanlah kesembuhan padaku Ya Allah, agar aku bisa terus membersamai anak-anakku. Do'aku dalam hati.

Ku lepas pelukan Clara ditubuhku, menghapus sisa-sisa air mata yang masih terlihat di pipinya yang mulai tirus. Ku beri kekuatan dan pengertian pada Clara, meski sebenarnya hatiku juga begitu rapuh.

Clara mulai kembali menyuapkan bubur ayam di dalam mamgkuk. Setelah sisa sedikit, ku minta Clara menyudahinya. Kemudian dia memberikan beberapa obat padaku, dan tak berselang lama aku pun tertidur dengan pulas efek dari meminum obat.

🌼🌼🌼

"Aku benci ayah!"

"Dasar anak kurang ajar! Begini kah didikan Bunda mu hah?"

"Jangan bawa-bawa Bunda Yah, disini kau lah yang salah. Aku malu memiliki Ayah seperti mu!"

Teriakkan dari luar membuat tidurku terganggu. Aku yakin, itu adalah suara Mas Aldo dan juga anak-anakku.

"Dasar anak-anak tak tahu diuntung kalian itu. Ku biayai kalian bukannya hormat padaku, malah kalian durhaka padaku," teriak Mas Aldo.

Karena mendengar suara teriakkan itu, aku takut malah terjadi sesuatu yang tak di inginkan terjadi kepada kedua anakku. Dengan tertatih, ku paksakan diriku beranjak dari kamar.

"Kau yang kurang! Kau yang durhaka! Kau yang telah mendzalimi kami Yah. Aku yakin, cepat atau lambat kau akan mendapatkan karma," teriak Alan anak pertamaku.

Saat membuka pintu, ku lihat Mas Aldo sudah mengangkat tangannya hendak menampar Alan.

"Mas, sudah cukup Mas," ucapku dengan berjalan menuju ke arah Radit meski dengan tertatih.

"Heh Ratih! Lihatlah kelakuan anak-anakmu ini. Mereka begitu kurang ajar padaku. Ajarkan pada anak-anakmu ini tentang tata krama! Dasar wanita penyakitan." teriak Mas Aldo padaku.

Deg!

Mendengar kata-kata Mas Aldo, hatiku kembali sakit. Meski kata-kata itu telah sering aku dengar keluar dari mulutnya, tetap saja rasanya sakit sekali.

"Cukup Yah! Jangan pernah hina Bunda lagi. Atau kau akan merasakan akibatnya! Tak peduli kau adalah ayahku, jika sudah berani menyakiti Bundaku, ku habisi kau," kini, Alan yang berteriak dihadapan Mas Aldo.

Sedangkan Clara, hanya bisa terus menangis di dekat Abangnya itu. Ku elus tangan Claraku, rasanya dingin sekali dan bergetar tangan Clara. Aku yakin, sekarang Clara dalam keadaan takut karena melihat pertengkaran Ayah dan juga Abangnya.

"Cih, sok jagoan! Sudahlah, aku pulang kesini ingin istirahat. Bukan ingin berdebat dengan manusia-manusia macam kalian!" ucap Mas Aldo sambil berlalu meninggalkan kami menunu kamar tamu.

Sedangkan Alan, ku lihat ia sudah ingin pergi menyusul Mas Aldo. Namun, segera ku tahan tangannya agar tak mengganggu Ayahnya tersebut.

"Sudah Bang sudah. Kendalikan dirimu, istigfar," ucapku pada Alan.

"Astagfirullah," terdengar Alan mengucap Istigfar dengan lirih.

"Bunda kenapa keluar kamar? Bunda harus banyak istiraha. Ayo, Alan antar ke kamar,"

"Tidak Bang, Bunda ingin bicara sama kalian. Bantu Bunda saja duduk di sofa," jawabku kepada Alan.

Alan Dan Clara pun memapah tubuhku menuju sofa ruang tamu. Clara Dan Alan duduk di sebelahku. Ku ciumi pipi kedua anakku itu.

"Abang, lain kali tidak boleh seperti itu ya pada Ayah. Bagaimana pun Ayah adalah orang tua Abang," ucapku lembut pada Alan.

"Tapi Bun, Alan gak suka kalau Ayah terus seperti itu pada Bunda. Sumpah Demi Allah, Alan gak rela Dan gak ridho Ayah selalu dzalim pada kita Bun,"

"Iya Bunda tau, tapi Bunda mohon. Jangan kotori hati Abang dengan perasaan dendam ini, kita harusnya mendoakan Yang terbaik buat Ayah,"

"Alan juga setiap hari selalu mendoakan ayah, bukannya berubah tapi makin hari kelakuan Ayah semakin menjadi saja Bun," ucap Alan lagi.

"Clara benci Ayah Bun," kini giliran Clara Yang bersuara.

"Hus, jelek. Gak boleh gitu, sudah jangan terlalu memupuk rasa benci di hati kalian. Kita pasrahkan saja semuanya pada Allah," ucapku menenangkan Clara.

"Andai saja, wanita iblis itu tak datang. Mungkin keluarga kita tidak akan porak poranda seperti ini Bun," ucap Alan lirih.

Mendengar ucapan Alan, seketika aku merasa seperti mati kutu. Tak dapat ku salahkan ucapan Alan ini, apa Yang diucapkan Alan memang benar adanya. Andai saja, dia tak datang. Mungkin rumah tangga Dan keluargaku tak akan hancur seperti ini.

Andai saja wanita ular itu tak masuk dalam istana kami, mungkin keluarga ku masih menjadi keluarga yang rukun dan harmonis. Mungkin, jika wanita itu tak menjadi orang ketiga, saat ini pasti anak-anakku masih merasakan kasih sayang dan Cinta yang tulus dari sang Ayah.

Tes

Tes

Air mata mengalir mengiringi sakit yang aku rasakan saat ini. Aku kalah, aku lemah, aku tak berdaya untuk mempertahankan apa yang aku miliki. Aku harus merelakan kebahagian ku diambil alih oleh orang lain. Aku harus mengorbankan perasaan anak-anakku. Ya Allah, betapa lemah dan bodohnha hamba tak bisa mempertahankan dan memberi kebahagian pada anak-anakku. Jika saja, dulu aki sedikit lebih tegas, mungkin semuanya tak akan seperti ini.

Allah, Allah...

Betapa sakit hati ini, betapa nikmat sekali unjian yang kau berikan kepada wanita lemah ini. Ingin rasanya aku menyerah saja akan takdir mu ini ya Allah, pergi dengan membawa rasa sakit ini.

Tapi, bagaimana dengan anak-anakku? Jika aku pergi, tak ada lagi yang akan menyayangi mereka, melindungi mereka dan merawat mereka.

Ya Allah, ku mohon kuatkanlah diriku dalam menjalani takdir mu ini. Aku yakin, akan ada hikmah dari semua ini, akan ada pelangi setelah badai datang. Ya Allah, aku hanya meminta kesembuhan untuk diri ini. Agar aku bisa merebut hak anak-anakku yang telah diambil oleh wanita iblis itu.

Bersambung...

BAB 2

Setelah menasehati kedua anakku, Clara dan Alan memapahku menuju kamar. Alan dengan pelan membaringkan tubuhku diatas tempat tidur.

"Bun, istirahat lagi ya" ucap Alan sambil menyelimuti kaki ku.

"Iya nanti Bunda istirahat lagi, tanggung sebentar lagi masuk waktu dzuhur" jawabku sambil tersenyum ke arah Alan.

Sedangkan Clara ikut naik ke tempat tidurku, memiringkan tubuhnya hingga kini ia memdekap tubuhku. Alan, tangannya masih Setia memijat-mijat kaki ku.

"Anak-anak Bunda, harus jadi anak yang sholeh dan juga sholehah ya. Jangan tanam rasa benci kalian kepada Ayah dalam hati. Kita ikhlaskan semuanya pada Allah. Bunda minta maaf, jika kalian harus merasakan sakit seperti ini" ucapku lirih.

"Bunda tak perlu minta maaf, disini Ayahlah yang salah. Alan janji Bun, usai lulus kuliah, Alan akan langsung bekerja. Kebetulan, dosen Alan mempunyai teman yang sedang mencari tenaga kerja untuk di perusahaannya" ucap Alan.

"Masha Allah, alhamdulillah kalau begitu Bang. Jika sudah berpenghasilan, sisihkan sedikit untuk shodaqoh ya"

"Pasti itu Bun. Kalau Alan sudah ada uang, Alan akan bawa Bunda berobat kemana saja, asalkan Bunda bisa sehat seperti sedia kala"

"Terima kasih Bang, Insha Allah Bunda akan segera sembuh" jawabku.

Ya, memang sakit ku ini sulit sekali di sembuhkan. Jika kalian berfikir aku sakit dalam waktu dekat, jawabannya salah. Aku menderita sakit sudah hampir 10 tahun lamanya, kalian tau? Jika aku sembuh dari sakit ini, tak berselang lama aku akan kembali jatuh sakit dengan kondisi yang parah.

Bukan aku tak pernah mengobatinya, aku sudah berbobat kemana-mana. Bukan hanya pengobatan medis, tetapi juga pengobatan non medis sudah aku lakukan. Namun qodarullah, sakit ini tak pernah sembuh.

Mungkin, jika orang lain melihat, aku hanya sakit biasa. Namun, beberapa orang yang pernah mengobatiku bilang jika sakit yang aku derita adalah akibat dari sihir yang sengaja dikirimkan kepadaku.

🌼🌼🌼

Namaku Laila Nur Safitri, sekarang umurku sudah menginjak diangka 43 tahun. Aku memiliki dua orang anak yang bernama Alan Wicaksono dan juga Clara Safina Wicaksono. Alan yang sekarang sedang berkuliah dan sudah memasuki semester akhir, sedangkan Clara, baru saja kelas 3 SMP. Memang, umur Alan dan Clara terpaut cukup jauh.

Aku menikah dengan Mas Aldo sudah cukup lama. Mas Aldo merupakan seorang manager di salah satu perusahaan bonafid di kota ini. Usiaku dan Mas Aldo hanya terpaut 3 tahun saja. Orang-orang sering menganggapku beruntung bersuamikan Mas Aldo.

Selain mapan, Mas Aldo juga terkenal baik, taat beragama dan juga family man. Selain itu, aku juga merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena bisa dipersunting oleh Mas Aldo. Apalah aku ini, aku hanya wanita yang berasal dari kampung dan keluarga ku pun hanya seorang petani.

Setelah menikah, aku sungguh di jadikan Ratu oleh Mas Aldo. Limpahan kasih sayang dan juga materi ia berikan kepadaku. Bukan hanya Mas Aldo saja yang sayang dan baik padaku, tetapi Ibu mertua dan juga kakak iparku pun begitu baik dan juga menyayangi ku. Sedangkan Papa mertua, memang sudah lama tiada.

Hidupku benar-benar sempurna dan bahagia. Aku tak pernah kekurangan apapun. Dan itu, sangat aku syukuri sekali. Apalagi, setelah kedua orang tuaku tiada, limpahan kasih sayang dari suami dan juga keluarganya semakin besar padaku. Karena aku hanyalah anak satu-satunya dan tak memiliki sanak family lagi.

Namun, kebahagiaanku itu harus porak poranda setelah iblis berwujud wanita itu datang ke dalam kehidupanku dan Mas Aldo. Ia datang tanpa permisi dan menghancurkan mahligai rumah tangga yang sudah susah payah ku jaga dan ku bangun.

Dan, dari sanalah juga awal penyakit yang menggerogoti tubuhku di mulai. Bukan hanya menghancurkan rumah tanggaku saja, tapi wanita itu juga sudah menghancurkan mental anak-anakku dan juga tubuhku.

Masih segar di ingatanku, walaupun kejadian itu sudah hampir 10 tahun, tapi bayang-bayang kejadian kelam yang harus aku lalui sampai sekarang begitu menancap kuat didalam fikiranku.

Mungkin sekarang, bahasa yang tepat untuk menggambarkan hidupku adalah takdirku berada dalam tangan wanita iblis itu. Mungkin, kematian ku pun kini sudah berada di tangannya.

"Bun, sudah adzan. Kita shalat dulu yuk" ucapan Alan membuyarkan lamunanku.

"Eh, i-iya Bang" jawabku terbata.

"Udah, Bunda jangan banyak melamun. Dek, tolong anterin Bunda ke kamar mandi buat ambil wudhu" titah Alan pada Clara.

"Iya Bang, sekalian Adek juga mau wudhu"

Dengan hati-hati, Clara membantuku turun dari tempat tidur dan dipapah menuju kamar mandi. Ku ambil wudhu dengan khusuk dan tak lupa sambil membaca do'a. Usai wudhu, kini giliran Clara menggambil wudhu.

Selesai berwudhu, aku dan Clara berjalan menuju mushola di dekat ruang keluarga. Ku lihat, Alan sudah duduk diatas sajadahnya sambil memegang tasbih. Alhamdulillah, anak-anakku untuk soal ibadah tak perlu diragukan lagi.

"Sudah siap? Kita mulai ya sholatnya" ucap Alan.

Aku dan Clara pun mengangguk. Karena kondisi tubuhku masih lemah, jadi aku melaksanakan sholat dengan posisi duduk. Usai shalat, kedua anakku kemudian mencium tanganku takzim.

Alan kemudian melanjutkan dengan berdzikir, sedangkan Clara membaca al-qur'an. Aku, tentu saja mengalahkan tanganku, mencurahkan semua sakit hati ini dalam untaian do'a.

Aku tak meminta kesembuhan lagi untukku, aku hanya meminta pada Allah, semoga kebahagiaan selalu menyertai anak-anakku. Aku tak ingin, mereka menyimpan dendam kepada Ayahnya. Biarlah, nanti hukum tabur tuai yang akan bekerja. Aku yakin, Allah tak akan tidur. Allah maha tau apa yang terbaik untukku dan juga anak-anak.

Allah...

Sakit sekali hatiku jika mengingat semua ini. Bayangan kelam itu sekarang bak film yang sedang di putar di hadapanku.

Bersambung...

BAB 3

📍Flashback On

Malam ini, kembali Mas Aldo pulang larut malam. Alasannya masih sama yaitu karena lembur dan kerjaan sedang banyak-banyaknya. Biasanya Mas Aldo akan pulang pukul 10 malam. Namun, sekarang jam sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Hati istri mana yang tak khawatir bila sang suami tak kunjung pulang. Beberapa kali mencoba untuk menelfon dan mengirimkan pesan lewat aplikasi hijau, namun tak satu pun ada balasan dari Mas Aldo.

Malah sekarang, ketika aku mencoba menghubungi lagi nomer Mas Aldo malah tidak aktif. Aku mencoba mensugesti diriku dengan fikiran postif. Mungkin saja kerjaan Mas Aldo masih belum selesai dan juga baterai HP nya lowbat sehingga susah untuk di hubungi.

Ku simpan kembali gawai di atas meja ruang tamu. Kedua anakku sudah tertidur lelap. Si sulung yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP, dan si bungsu yang baru berusia 5 tahun itu pun kelelahan menunggu Ayahnya pulang.

Biasanya, Mas Aldo akan menyisihkan waktu untuk kedua buah hatinya. Sesibuk apapun dan secapek apapun, ia akan sempatkan bercengkrama dengan kedua anaknya. Namun, dua bulan terakhir ini Mas Aldo benar-benar tak ada waktu sama sekali untuk mereka berdua.

Karena tak kunjung ada balasan dari Mas Aldo, ku putuskan untuk tidur saja di ruang tamu. Takutnya nanti Mas Aldo pulang dan aku ketiduran, setidaknya jika aku tidur disini, Mas Aldo mengetuk pintu pun akan terdengar olehku.

Baru saja akan menutup mata, tiba-tiba sebuah ketukan di pintu mengejutkanku. Akhirnya mataku kembali segar karena mendengar ketukan itu, meski awalnya takut untuk membuka pintu, tapi ku beranikan untuk melihat lewat jendela siapa yang mengetuk pintu. Takutnya bukan Mas Aldo, malah orang yang berniat jahat.

Ku buka sedikit tirai, hatiku seketika bernafas lega saat tahu siapa yang mengetuk pintu. Mereka adalah satpam komplek dan juga dua tetanggaku. Tapi, untuk apa mereka bertamu malam-malam begini? Seketika aku teringat pada Mas Aldo, dia belum pulang juga sampai sekarang. Apa jangan-jangan sudah terjadi hal yang buruk pada Mas Aldo?

Segera ku sambar hijab instan diatas sofa dan bergegas membukakan pintu. Karena ketukan di pintu tak berhenti dari tadi.

"Assalamualaikum Bu Laila" ucap mereka serempak dengan nafas sedikit memburu.

"Waalaikumsalam Bapak-Bapak. Maaf ini ada apa ya? Kenapa bertamu ke rumah saya malam-malam?" tanyaku kepada Bapak-Bapak tersebut.

"Maaf sebelumnya jika kami mengganggu Bu Laila. Ta-tapi i-itu Bu, a-anu" jawab Pak satpam terbata.

"Iya, kenapa pak? Itu apa?" tanyaku lagi semakin penasaran.

"Gini saja La, kami bingung mau jelasinnya. Lebih baik Ila ikut kami saja ke kantor RW. Nanti Laila akan tau" ucap salah satu tetanggaku yang ku tahu rumahnya tepat di sampingku. Ia bernama Pak Ilyas.

"Emangnya ada apa ya Pak Ilyas di kantor RW? Lagian kalau saya kesana, anak-anak saya siapa yang jagain. Suami saya belum pulang loh Pak"

"Aduh La, Bapak juga bingung jelasinnya. Pokoknya lebih baik Ila ikut saja. Nanti disana Ila akan tau apa yang terjadi. Anak-anak Ila biar nanti istri Bapak yang jagain. Tadi, Bapak sudah suruh istri Bapak buat datang kesini" jawab Pak Ilyas lagi .

"Nah itu, istri Bapak sudah kesini Bu"sambung Pak Ilyas sambil menunjuk ke arah gerbang rumahku.

Benar saja Bu Mala tergopoh menghampiri kami.

"Assalamualaikum" ucap Bu Mala.

"Waalaikumsalam" ucap kami serempak.

"La, sudah kamu ikut saja sama Bapak dan yang lainnya. Biar Ibu yang jagain anak-anak mu" ucap Bu Mala padaku.

"Tapi Bu, Ila gak ngerti. Sebenarnya ini ada apa? Ibu jelasin dulu sama Ila"

"Ya allah La, sudah sekarang ikuti saja kata Ibu. Kamu ikut sama Bapak sama yang lainnya juga. Nanti kamu juga akan tau sendiri. Tapi, Ibu harap kamu bisa mengontrol emosi kamu. Wes jangan banyak tanya lagi, ikut sama Bapak sekarang. Biar anak-anakmu Ibu yang jaga" ucap Bu Mala lagi.

Akhirnya, dengan rasa penasaran yang belum terjawab, aku mengikuti ketiga Bapak-Bapak itu ke kantor RW. Walaupun Mas Aldo seorang manager, tapi rumah kami tidak terletak di komplek perumahan. Ini karena kesepakatan kami bersama. Kami lebih nyaman tinggal di daerah ramai penduduk, alasannya yaitu kami bisa banyak bersosialisasi dengan tetangga.

🌼🌼🌼

Beberapa langkah lagi kami sampai di Kantor Rw, tapi ku lihat disana sudah banyak orang berkerumun. Entah apa yang mereka lihat di dalam sana, padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 pagi.

Melihat kedatanganku dengan Bapak-Bapak, warga yang tadinya berkerumun di depan pintu kantor Rw, segera menepi memberi ku jalan untuk masuk ke dalam kantor.

Dan entah kenapa, semakin dekat menuju pintu hatiku semakin tak karuan saja. Seolah akan ada hal yang buruk menimpaku.

"Itu, Bu Laila sudah datang" ucap seseorang sambil menunjuk kearahku.

Ku lihat, di depan sana sudah ada Pak Rt, Pak Rw dan juga Ustad Subhan. Di hadapan mereka tengah tertunduk dua orang, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Yang laki-laki hanya memakai celana boxer saja, sedangkan yang perempuan badannya hanya berselimutkan saja.

Aku berjalan mendekati mereka, ketika jarakku sudah dekat dengan dua orang tersebut, jantungku seakan berhenti berdetak. Saat aku melihat ke arah si lelaki, dapat ku lihat dengan jelas tanda lahir di tengkuk si lelaki itu. Dan aku dapat memastikan, jika laki-laki itu adalah Mas Aldo, suamiku.

Dengan langkah gontai, aku semakin berjalan mendekati Pak Rt dan yang lainnya. Ingin memastikan, jika lelaki itu Mas Aldo apa bukan, dalam hati aku terus berharap jika laki-laki itu bukanlah Mas Aldo, suamiku. Bisa saja itu orang lain yang memiliki tanda lahir yang sama dengan Mas Aldo.

Buk!

Aku terkulai lemas ketika melihat dengan jelas bahwa laki-laki itu benar Mas Aldo. Dia masih tertunduk, ku lihat ada beberapa memar di wajahnya. Dia masih belum berani mengangkat wajahnya. Sedangkan wanita yang berada di sampingnya itu adalah Sukma. Tetangga yang rumahnya tak jauh dari rumahku.

Allah...

Apa yang sebenarnya terjadi?

Saking lemasnya, aku seolah tak memiliki tulang. Untuk kembali berdiri saja rasanya aku tak sanggup. Melihat aku terkulai lemas, istri Pak Rt kemudian berlari ke arahku.

"Ya Allah Ila, kamu tak apa-apa?" ucap Bu Rt sambil memegangi bahuku.

Mendengar ucapan Bu Rt, seketika Mas Aldo mendongkrak kan wajahnya. Terlihat, iya pucat pasi melihat diriku berada disini.

"La-laila" ucap Mas Aldo lirih.

"Bantu Ila berdiri Bu, duduk kan di kursi. Lalu beri ia minum dulu" ucap Pak Rt.

Dengan sigap, Bu Rt menuntun tubuhku untuk berdiri. Kemudian, ia memberikan satu air mineral padaku, dengan segera ku minum air tersebut. Berharap otak ku bisa kembali mencerna apa yang sedang terjadi.

"Bagaimana? Sudah enak kan La?" tanya Pak Rt padaku.

"Pa-Pak Rt, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku pada Pak Rt.

Ku lirik kembali ke arah Mas Aldo dan juga Sukma. Mereka masih saja menunduk. Belum berani mendongkrak kan wajah mereka.

"Kamu yang sabar ya La. Maaf, malam ini kami memergoki suami mu dan juga Sukma tengah berbuat zina di dalam rumah Sukma" jawab Pak Rt.

Duaaarrrr!

Rasanya seperti ada yang menyambar dalam hatiku ketika mendengar penuturan Pak Rt.

"Sebenarnya, kami sudah menaruh curiga sekitar dua bulan terakhir ini. Warga sering memergoki Aldo keluar dari rumah Sukma malam hari. Awalnya kami tak merasa curiga karena setiap mereka ditanya jawabannya adalah urusan pekerjaan. Ya kami percaya saja karena yang kami tahu Sukma dan Aldo satu tempat kerja. Namun, makin kesini kedatangan Aldo di rumah Sukma malah membuat warga curiga. Apalagi, pernah beberapa kali warga yang sedang ronda mendengar suara ******* dari rumah Sukma. Dan malam ini, kami semua sepakat untuk membuktikan kecurigaan kami bahwa Aldo dan Sukma tengah berzina. Dan, seperti yang kamu lihat, kami menggerebek mereka saat tengah berbuat zina di dalam kamar Sukma" tutur Pak Rt lagi.

Hancur...

Hancur sudah hatiku berkeping-keping mendengar penuturan dari Pak Rt lagi. Sungguh, kamu tega sekali padaku Mas. Apa kurang ku selama ini menjadi istrimu, apa kurang bakti ku ini padamu? Sakit, sakit sekali rasanya. Saking sakitnya, aku tak mampu mengeluarkan air mataku. Yang ada, kini tatapanku kosong mengarak kepada Mas Aldo dan juga Sukma.

"Pak Rt, saya mau pulang" akhirnya, ucapan itu yang keluar dari mulutku.

"Tapi La, bagaimana dengan Aldo sekarang?" tanya Pak Rt padaku.

"Tak tahu Pak Rt, terserah Pak Rt saja. Lagian kasian anak-anak saya. Mereka pasti menunggu saya" hanya itulah yang mampu keluar dari mulutku .

"Dek, Mas mohon Dek. Dengarkan dulu penjelasan Mas" kini, Mas Aldo mencoba berjalan ke arahku. Tangan itu sudah terjulur untuk memegang tanganku. Dengan cepat segera ku sembunyikan tangan ini di balik punggung.

"Ibu antar pulang ya La"

"Tak usah Bu. Ila bisa pulang sendiri" jawabku.

Dengan langkah gontai, aku berjalan keluar dari kantor Rw. Tetangga yang melihat ke arahku menunjukkan rasa iba, tak ku pedulika teriakan Mas Aldo yang memanggil namaku. Kaki ku terus ku langkahkan pergi menjauh dari kantor Rw .

Setelah keluar dari sana, pecah sudah air mata yang tertahan dari tadi. Sesak sekali rasanya hati ini mendapati kenyataan yang ada. Suami yang ku kira baik dan setia, ternyata kelakuannya tak ubahnya seorang yang durjana.

Terisak sepanjang jalan, berharap rasa sakit ini berkurang sedikit saja. Rasanya aku ingin pergi jauh saja, aku ingin sekali menyusul kedua orang tuaku. Segera aku beristigfar kala mengingat aku ingin mengakhiri hidup.

Astagfirullah...

Ku hembuskan nafas berkali-kali. Jika aku mengakhiri hidupku, bagaimana dengan kedua anakku nanti. Sudah Ayahnya berselingkuh, masa mereka juga harus merasakan kehilangan Ibunya.

Astaghfirullah, astagfirullah...

Kembali kulantunkan istigfar berkali-kali. Air mata ini tak dapat berhenti, apalagi jika mengingat kejadian barusan. Ya Allah, sesakit ini kah rasanya di khianati oleh orang yang aku sayangi? Allah, aku mohon ambil saja sedikit rasa sakit yang menggerogoti hati ini.

Mas Aldo, sungguh tega sekali dirimu mengkhianati diriku. Kau telah berhasil memporak porandakan mahligai rumah tangga kita.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!