"Brengsek!!!" teriak Alex ketika membaca pesan teks yang ia terima dari rival bisnisnya.
"Ada apa, Bos?" tanya Vian, khawatir.
"Bajingan, Steven kembali membuat ulah. Dia merebut apa yang kita incar!" jawab Alex marah.
"Yang kita incar? maksud, Bos?"
"Showroom itu, Bodoh!" jawab Aley emosi.
Vian melongo, karena saat ini mereka berdua sedang merencanakan untuk membeli showroom itu. Tetapi dalam sekejap mata, musuh bebuyutannya itu malah sudah menggagahinya. Pria itu selalu terkenal suka membuat ulah dengannya.
Bukan hanya prihal bisnis, pria itu juga suka menguntit kehidupan pribadinya. Seperti merusak hubungan asmara dan juga hubungan sesama partner kerja.
Alex menggertak giginya kasar. Sebab malam ini, sang rival mengundangnya ke acara pembukaan showroom tersebut. Alex yakin, ini adalah salah satu cara pria itu untuk melecehkannya.
"Awas saja, akan ku hancurkan dia! Dasar bajingan brengsek" teriak Alex marah.
Vian hanya diam, karena dia tahu bosnya dan pria itu memang sedang bersaing dalam hal apapun. Termasuk bersaing mendapatkan hati seorang gadis.
Benar yang dipikirkan Vian bahwa Alex emosi bukan hanya alasan Showroom. Tetapi masalah lain. Masalah hati. Masalah perasaan. Masalah cinta.
"Sabar, Bos. Showroom itu letaknya kurang strategis. Sering banjir. Aku pribadi sih lebih suka Bos tidak buang-buang uang untuk membeli showroom itu. Aku lebih setuju kalo Bos membeli komplek perumahan yang sedang kita nego!" jawab Vian jujur dan bermaksud menghibur.
Sayangnya hiburan yang dilontarkan oleh sang asisten sangat tidak berpengaruh sedikitpun untuk hati Alex. Alex terlanjur panas dan ingin meremas wajah rival brengseknya itu.
Bagaimana tidak? Yang ia hadapi bukan hanya perihal uang tapi juga harga diri, perasaan dan cinta.
Lima tahun sudah Alex memendam rasa pada seorang gadis. Namun gadis itu lebih memilih cinta rivalnya.
Kekecewaan membuat Alex semakin bersemangat menyaingi pria itu, termasuk hal bisnis. Namun sayang, Alex sering gagal melawan rivalnya tersebut.
Perihal perasaan, Alex begitu mencintai Kanaya. Sayangnya, Kanaya lebih memilih cinta teman sekaligus pesaing bisnisnya. Lagi-lagi Alex kalah memperjuangkan cintanya.
Tak ingin disebut pecundang, Alex pun tetap memutuskan untuk datang ke acara peresmian itu. Meskipun tanpa Vian.
Vian meminta izin untuk pulang ke Surabaya. Ibunya memintanya pulang.
***
Malam pun tiba, dengan penuh percaya diri, Alex pun memakai stelan jas termahal yang ia miliki. Sebab ia tak ingin kelihatan murahan di hadapan rival sekaligus wanita yang pernah menolak cintanya itu.
Di pesta peresmian itu...
"Hay, Brother.... Bagaimana kabarmu?" sapa Steven ketika melihat Alex duduk sendirian di pestanya.
"Baik, pesta yang bagus!" jawab Alex malas.
"Terima kasih, Bro. Silakan pilih saja, mana wanita yang hendak kamu tiduri malam ini. Tenang, semua yang ada di sini gratis!" ucap Steven meledek. Sengaja membuat Alex panas.
"Wahhh, tapi sorry, Bro. Aku lagi nggak minat!" jawab Alex sembari meneguk Vodka yang ada di tangannya.
"Bagus kalo kamu nggak tertarik. Ngomong-ngomong, selamat menikmati pestanya. Oiya, aku ada kejutan untukmu!" bisik Steven, seperti meledek padanya.
"Kau pikir aku peduli!" Alex kembali meneguk minuman laknat itu.
"Benarkah? Yakin nggak peduli?" tanya Steven, masih dengan gaya yang sama. Menatap Alex dengan tatapan meledek. Sepertinya ia memang punya senjata untuk membuat rivalnya ini naik darah.
Sejenak mereka terdiam. Lalu Steven memanggil seseorang.
"Honey, kemarilah!" pinta Steven pada seorang gadis, yaitu Kanaya, yang tak lain adalah kekasihnya. Gadis yang disukai dan sedang diperjuangkan oleh Alex. Tapi bisa ia dapatkan dengan sangat mudah.
"Ada apa, Sayang?" tanya Kanaya sembari menyambut uluran tangan Steven. Kemudian mereka saling menautkan bibir. Membuat Alex muak dan meneguk kasar vodka yang ada ditangannya.
"Sial!" umpat Alex dalam hati.
"Sayang, aku punya sesuatu buat kamu!" ucap Steven sembari mengeluarkan sebuah kalung dari dalam sakunya.
"Apa ini, Honey?" tanya Kanaya dengan senyuman yang memukau.
"Ini adalah lambang cintaku untuk kamu, Honey. Aku ingin melamarmu. Maukah kamu menjadi ratu dalam hidupku?" tanya Steven dengan nada lembut. Lembut dan sangat memabukkan.
Spontan Kanaya pun tersenyum girang. Karena inilah yang ia inginkan. Karena inilah yang ia harapkan. Kanaya sudah lama menanti saat ini. Dilamar oleh seseorang yang sangat ia agungkan.
"Ya Tuhan, Honey! Apakah ini serius?" tanya Kanaya, manja.
"Iya, Sayang. Ini serius. Maukah kamu jadi istriku?" tanya Steven lagi.
"Tentu saja, Sayang. Aku sudah lama menantikan ini!" jawab Kanaya, girang.
"Thank you so much, Honey. Thank you so much!" ucap Steven sembari memakaikan kalung itu pada Kanaya. Kemudian mereka pun berciuman mesra. Berciuman panas dan menggairahkan. Tepat di depan Alex. Sehingga membuat tubuh pria ini panas dingin karena cemburu.
Alex menatap marah pada dua insan yang berani memamerkan kemesraan ini padanya. Ingin rasanya ia meremas wajah kedua sejoli ini. Sungguh, andai ini bukan pesta para petinggi-petinggi besar, mungkin Alex akan menghajar Steven. Menghajar pria itu, hingga mati kalau perlu.
Tak ingin terus dipermalukan oleh Steven dan Kanaya, Alex pun memutuskan meninggalkan pesta brengsek itu. Pesta yang sukses membuatnya patah hati. Pesta brengsek yang sukses membuatnya malu setengah mati.
Di dalam mobil menuju pulang...
Bayangan senyum kebahagiaan dua sejoli brengsek itu nyatanya sangat menganggu pikiran Alex.
Hati pria gagah ini serasa geram. Andai dia bawa senjata tadi, sudah pasti Alex akan menembak mereka berdua. Paling tidak, hatinya bisa merasa lega jika tak melihat mereka lagi.
Rasa marah berlebihan itu menimbulkan rasa muak yang teramat sangat. Tak ingin terhanyut dalam kesedihan berbalut amarah itu, Alex pun memutuskan untuk melanjutkan pesta ke club yang biasa ia kunjungi bersama teman-teman.
***
Di lain pihak...
Seorang gadis bernama Emma Maura, 22 tahun, sedang dirundung duka. Vonis dokter atas penyakit kakeknya adalah penyebab gadis ini bersedih.
Sang kakek begitu berarti baginya. Bagaimana tidak? Priantua itulah yang selama ini berjuang untuknya, membesarkannya seorang diri sejak ibunya meninggal dunia sepuluh tahun yang lalu.
Sang kakek divonis menderita tumor paru-paru dan harus segera mengambil tindakan.
Untuk mengantarkan Sang kakek ke meja operasi, Emma membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, terpaksa gadis cantik ini menerima tawaran sebagai sopir taksi online oleh salah satu sahabatnya.
Setelan siang tadi ia sukses registrasi, sekarang Emma pun resmi menjadi salah satu tim taksi online di mana ia bernaung.
Berbekal mobil yang ia pinjam dari salah satu temannya, Emma segera memulai pekerjaan barunya.
Sesuai pesan Sang sahabat, Emma harus senantiasa berdoa, fokus pada jalanan agar penumpang yang hendak ia antarkan bisa selamat sampai tujuan.
Bersambung...
Selepas berpesta, Alex ingin kembali ke apartemen. Namun, keadaannya saat ini tak memungkinkan dirinya untuk membawa mobil sendiri. Sehingga satpam di sana membantunya memesan taksi online, sesuai alamat yang dikatakan oleh pria pemabuk itu.
"Owh ... owh... owh... Slow, Pak. Tenangkan diri anda, saya akan mencarikan taksi untuk anda. Di mana rumah anda?" tanya satpam tersebut pada Alex yang mulai meracau tak karuan. Namun masih menjawab perkataan satpam tersebut.
"Oke baiklah. Tunggu di sini sebentar, oke!" ucap Satpam tersebut. Sembari memerankan taksi online untuk Alex.
Sepuluh menit menunggu, taksi tersebut pun datang.
"Taksi! Di sini!" teriak satpam itu.
Merasa dipanggil, sopir taksi itu pun segera mengarahkan kendaraannya tepat di depan club itu.
Sedetik kemudian, sopir taksi tersebut membuka kaca jendela mobil.
"Lah, kok cewek sopirnya," gumam satpam, terkejut. (Lah, bapak nggak lihat tadi profilnya. Aneh bapak ini, pakek nanya)
"Mana Pak orangnya, silakan!" ucap sopir taksi tersebut sembari membukakan pintu penumpang bagian belakang.
"Itu, Mbak. Maaf dia mabok," ucap Satpam sembari memunjuk Bram yang tergeletak di depan pos satpam.
(Astaga! Apakah ini tidak apa-apa) batin gadis ini.
"Ah, aku kan punya ilmu bela diri. Apa yang ku takutkan?" gumamnya lagi.
Ini adalah penumpang pertamanya, gadis ini tak mau menolak rezekinya ini. Jika ini adalah awal dari rezeki berkutnya, ngapain harus ia tolak.
Melihat calon penumpangnya tak sadarkan diri, sopir taksi ini pun langsung membantu satpam tersebut dan memapah penumpangnya masuk ke dalam mobil.
"Ini alamat beliau, Pak. Bener kan ya?" tanya sopir taksi itu, takut salah.
"Bener, Neng, tadi beliau ngomongnya gitu," jawab satpam tersebut, ragu.
"Oke, deh. Saya jalan Pak. Permisi!" ucap sopir taksi tersebut.
"Siap, Neng, hati-hati. Nanti ongkosnya minta saja sama orang rumah ya," jawab Pak Satpam.
Sopir taksi lugu dan ini adalah pengalaman pertamanya, tanpa curiga ia pun mengiyakan permintaan satpam tersebut.
Emma nama sopir taksi tersebut. Gadis baik hati. Gadis yang sedang berjuang untuk kesembuhan orang yang ia cintai. Gadis yang memiliki semangat yang tinggi untuk mewujudkan impiannya. Itu sebabnya ia tak menolak ketika penumpang yang ia bawa dalam keadaan tak sadarkan diri. Baginya, siapapun penumpang itu. Yang penting dia bisa memberinya uang. Dan itu halal. No debat.
Satu jam berkendara, Emma semakin di buat bingung. Sebab ia tak menemukan alamat yang diberikan oleh satpam itu. Justru mereka malah tersesat di sebuah pantai yang tak berpenghuni.
"Astaga! Apa ini? Kenapa penunjuk arahnya malah ngarahin ke sini?" gumam Emma sembari celingukan heran.
Tak ingin terjadi sesuatu pada mereka berdua, Emma pun berinisiatif membangunkan penumpang aneh ini.
Emma tak bermaksud apa-apa,hanya ingin bertanya di mana alamat rumah pria pemabok itu.
"Pak, Bapak... Hellooo... Bisa kita bicara?" tanya Emma. Sok iyes.
"Astaga, dia kebo sekali. Haaaiiiisssh... Kemana aku harus mengantarnpria pemabuk ini. Deehhh, apes bener dah. Apa ku tinggal aja dia di sini?" ucap Emma marah.
Dilihatnya lagi pria yang tertidur nyaman di bangku belakang. Rasa iba pun menyeruak dari dalam sanubarinya. Rasa tak tega itu tiba-tiba hadir begitu saja. Ahhh, entahlah, Emma hanya merasa tak manusiawi jika meninggalkan pria ini dia jalan.
Bukankah sesama manusia, tak ada salahnya saling membantu dan melindungi.
Emma terpaksa membawa penumpangnya ini balik kanan.
Dalam perjalanan, tiba-tiba saja Emma punya pikiran untuk menyewakan sebuah penginapan untuk pria pemabok ini. Sayangnya Emma tak memiliki uang untuk itu.
"Apes bener aku ni. Udah miskin, sok-sok an mau nolong orang. Tapi kalo nggak ditolong juga kasihan. Lihatlah, sepertinya mobil ini sangat nyaman baginya. Seperti kasur saja. Dasar pria pemabuk bodoh. Bersyukurlah engkau, aku yang membawamu. Coba sopir lain, sudah dilempar kamu di pantai tadi. Maaf kalo aku menyebutmu bodoh. Sepertinya kau banyak uang, tapi tak bisa menggunakan uangmu dengan baik. Malah dipakai mabok! Dasar pria bodoh nggak jelas," umpat Emma lagi. Kali ini ia lebih kesal. Mengingat pria bodoh ini hanya memakai uangnya untuk hal laknat. Sedangkan dirinya malah harus berjuang untuk mendapatkan uang itu sendiri.
Tak ingin bahan bakar mobilnya habis sia-sia, Emma pun memutuskan memarkirkan mobilnya di depan sebuah ruko. Sembari menunggu pria ini bangun dari mimpinya dan Emma berjanji akan memarahi pria ini jika dia bangun nanti.
"Merepotkan sekali!" gerutu Emma kesal.
Lelah menunggu, Emma pun memutuskan bermain ponsel. Mencoba mencari lowongan pekerjaan sesuai passionnya. Sayangnya, kantuk pun menyerang. Hingga Emma memutuskan untuk ikut melepaskan penat.
***
Keesokan Harinya...
Alex terkejut ketika membuka mata.
Bagaimana tidak?
Ia mendapati dirinya tertidur di sebuah mobil. Tanpa ia tahu siapa pemilik mobil tersebut.
Alex mengedip-ngedipkan mata sembari mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Sungguh ia tak mengerti, mengapa bisa berada di mobil milik seseorang yang tidak ia kenal.
"Mungkinkah aku diculik?" tanya Alex sembari memeriksa dompet dan ponselnya.
"Masih ada! Utuh... Lalu apa ini?" gumam Alex lagi.
Sedetik kemudian, seorang gadis masuk ke dalam mobil sembari membawa sebotol air mineral.
"Sudah bangun, Pak?" tanya gadis itu.
Alex tercengang. Sebab gadis itu sangat mirip dengan seseorang. Seseorang yang membuatnya patah hati semalam. Namun, Alex yakin jika gadis ini bukan Kanaya. Kulit gadis ini lebih gelap. Hanya bentuk wajah dan tatapannya saja yang mirip.
"Kenapa melongo begitu, Pak? Anda sudah bangun?" tanya gadis itu lagi. Kali ini dengan nada tak suka.
"Siapa kamu? Kenapa membawaku ke sini? Kamu penculik ya?" tuduh Alex marah.
"Penculik? Anda menuduh saya penculik? Anda gila ya? Saya sudah jagain Anda semalam terus seenaknya saja Anda bilang saya penculik. Anda memang kurang ajar ya, turun dari mobil saya. Turun!" usir Emma kasar.
Alex tak menjawab, ia pun langsung turun dari mobil itu bersamaan dengan Emma yang marah.
"Ehhhh, tunggu!" teriak Emma.
"Apa lagi? Katanya kamu bukan penculik!" jawab Alex.
"Bayar dulu ongkos taksinya, enak saja," pinta Emma kesal.
"Taksi? Oh jadi mobil jelek ini taksi. Berapa hah berapa ongkosnya? Dasar gadis barbar!" umpat Alex kesal.
"Gadis barbar konon. Eh, asal Anda tahu ya, gara-gara Anda saya nggak bisa narik lagi. Saya mau nurunin Anda dijalan saya kasihan. Tapi melihat kelakuan arogan Anda begini, saya menyesal nggak melempar Anda ke jalan. Pokoknya saya nggak mau tahu, Anda harus bayar saya perjam. Karena saya udah jagain Anda semalaman dan seaman ini!" jawab Emma tak mau kalah.
"Berapa kamu mau ku bayar! Dasar gadis pengungkit!" ucap Alex.
"Dihhhh, ngatain gadis pengungkit pula. Tadi barbar sekarang pengungkit. Dasar!" Emma menatap marah ke arah Alex..
"Jangan banyak ngomong ya, aku pusing. Cepat mau ku bayar berapa kamu?" tantang Alex kesal.
"Saya bawa Anda dari jam dua belas malam, sekarang jam enam lebih lima belas menit. Jadi Anda harus bayar saya satu juta dua ratus ribu rupiah. Perjam saya hitung dua ratus ribu saja. Mana, siniin uangnya," ucap Emma sembari menodongkan tangannya.
Merasa terhina, Alex pun mengeluarkan dompetnya. Sayangnya, dompetnya tak ada ruang cash sama sekali.
"Ha, kenapa bengong. Tak ada uang ya, ha? Gayanya saja seperti pria kaya. Sok-sok an mabok mabok an. Nyatanya lebih miskin dari saya. Dah lah, dasar pria miskin belagu!" ucap Emma seraya melangkah meninggalkan Alex.
Sedangkan Alex hanya melongo, tak menyangka bahwa akan ada seorang gadis yang berani menghinanya. Pria tampan, gagah, rupawan dan kaya raya ini.
Bersambung...
"Hay kamu, sini!" teriak Alex sembari menggedor mobil Emma.
Emma yang merasa ditantang, tentu saja langsung menghentikan mobil dan kembali turun untuk meladeni pria arogan ini.
"Ada apa lagi? Saya nggak ada waktu berdebat dengan pria sok kaya seperti anda!" tanya Emma kesal.
"Heh, denger ya gadis jelek. Aku bukan sok kaya. Tapi aku memang kaya. Berapa nomer rekening mu, sini aku tranfer. Nggak level bagiku ngutang. Sial! ngatain aku miskin pula!" serang Alex tak mau kalah, masih dengan tingkah arogan khasnya.
Dengan penuh percaya diri, Alex pun mengeluarkan ponselnya. Namun sayang daya ponsel tersebut habis. Sehingga dia tak bisa mentransfer uang yang disombongkannya.
"Nah nah, mau alasan apa lagi sekarang. Kalo miskin ya miskin saja. Dasar, uang nggak punya saja sombong. Sekarang gayanya selangit, mau coba-coba transfer. Punya rekening beneran nggak tu. Dasar! pria sombong tapi nggak ada bukti. Huuuu.. buang-buang waktuku saja!" umpat Emma kesal.
"Aku tidak miskin, Bodoh. Kau tak lihat ponselku. Ponsel ini limited edition tau!"
"Mau limited edition kek, mau paling keren sejagad raya kek, nggak ada daya saja sombong, buat apa? Buang ke got juga nggak ada yang mau ngambil!" balas Emma tak mau kalah.
"Ihhhh, gemas aku. Ingin ku remas saja wajah jelekmu ini." Alex terlihat geram.
"Dih, emosi!! Seharusnya yang emosi tu saya. Saya yang dirugikan di sini. Bukan anda! Dasar pria miskin, songong!"
"Cabut kata-kata kau ya. Aku tak miskin. Aku kaya. Bahkan aku bisa beli kau dengan mobil ini sekali. Kau yang miskin. Lihat mobilmu jelek begini, seperti setrikaan!" hina Alex sembari menendang ban mobil Emma.
"Eehhh, berani ya tendang-tendang. Jangan sampai ku balas nanti! Ku tenda dedek anda, tau rasa" balas Emma kesal.
"Balas saja kalo berani. Tendang kalo berani. Dasar gadis pemarah! Mobil jelek saja belagu!" Alex memasang wajah menghina.
"Heellllooo... Lupa ya semalam numpang tidur di mobil siapa? Lupa ya semalam mobil ini yang bikin anda ngorok. Lupa ya semalam mobil ini yang nyametin anda dari para penjahat jalanan. Dasar pria bongsor nggak tahu terima kasih!"
"Heh, jangan menghina fisikku ya. Aku pria, wajar kalo aku tinggi besar. Dari pada kau, udah jelek, dekil, item, jenong, kurus lagi. Nggak ada cantik-cantiknya sama sekali. Udah gitu barbar pula! Lihat ni topi jelekmu, sangat cocok dengan tubuh dekilmu ini! Beli di mana? Di abang-abang ya?" Alex semakin bersemangat membuat Emma marah.
"Di manapun aku beli, bukan urusanmu. Dasar pria sok kaya tapi nggak punya apa-apa. Dah lah... Awas minggir!" ucap Emma seraya masuk ke dalam mobilnya.
"Eee.. Mau ke mana kau? Antar aku pulang dulu!" pinta Alex sembari mengejar mobil Emma.
"Ogah! Jalan kaki sana," umpat Emma kesal.
"Hay... Tunggu. Hay, gadis gila. Jangan tinggalin aku sendiri. Aiishhh, Brengsek! Harusnya tadi aku nggak hina dia! Mana tak tau daerah mana pula ini. Astaga Alex, kau bodoh sekali!" ucap Alex sembari memukul kepalanya sendiri.
Namun ia tetap tak menyerah, Alex tetap mengejar mobil Emma. Siapa tahu Emma berhenti dan sudi mengantarkannya pulang.
Sayang Emma tak peduli. Gadis itu terus membawa mobilnya melaju menjauhi pria arogan itu. Rasa kesal yang bersarang di otak seraya ingin meledak jika terus-terusan mendekati pria menjengkelkan itu.
"Dasar pria miskin, stupid tiada tara! Bodoh hakiki. Sombong nggak tau aturan. Udah ditolongin bukannya terima kasih malah marah-marah. Awas saja kalo sampai ketemu lagi, bakal ku becek-becek wajah arogannya itu sampai dia mengakui kalo dia tu salah. Gaya pakek mau bayar segala. Nyatanya nggak punya uang. Dasar!" ancam Emma kesal dan bersumpah tak akan memaafkan pria arogan super menyebalkan itu.
***
Nasib baik berpihak pada Alex. Setelah hampir setengah jam dia berjalan kaki akhirnya ia pun mendapatkan taksi dan bisa sampai rumah dengan selamat.
Untuk melepaskan segala penat yang ada, Alex pun langsung membersihkan tubuhnya di bawah guyuran shower. Mencoba melupakan apa yang terjadi padanya pagi ini.
Namun, ketika ia menatap dinding yang ada di depan matanya, tiba-tiba saja bayangan perdebatan dengan gadis yang sangat mirip dengan Kanaya itu ternyata sangat menyenangkan.
Gadis itu memang bar-bar, tapi sangat manis. Justru lebih manis dari Kanaya.
Part paling lucu menurut Alex yaitu ketika gadis itu mengumpatinya miskin. Mengatainya pria bongsor dan sok kaya. Sungguh kata-kata kasar tetapi sangat manis didengar.
"Haaiish, ada apa denganku. Kenapa sekarang malah terbayang gadis bodoh itu. Haa... Sudah Alex kamu jangan gila. Dia hanya mirip dengan Kanaya. Hanya mirip oke. Dia gadis bodoh, barbar yang tidak pantas kau kagumi. Paham!" ucap Alex pada dirinya sendiri. Selepas menepis kegalauannya itu, Alex pun memutuskan untuk melanjutkan aksi mandinya.
***
Di lain pihak, Emma masih menyimpan dendam terhadap pria yang ditolongnya. menurutnya, Pria itu sangat tidak bermoral. Sampai sanggup mematahkan semangatnya untuk bekerja sopir taksi lagi.
"Jadi gimana? Mau mundur ini?" tanya Laila, sahabat Emma yang meminjaminya mobil.
"Nggak punya pilihan lagi, Bestie. Aku muak jadi orang baik. Seharusnya ku lempar saja pria stupid tiasa tara itu ke selokan depan ruku. Lalu ku tinggalkan saja dia. Biar hanyut kebawa arus!" ucap Emma menyesal. Sedangkan Laila hanya tertawa.
"Emang di selokan ada airnya?" tanya Laila, sok lugu.
Emma menatap sahabatnya dengan tatapan ngeblank. Malas menjawab pertanyaan bodoh itu.
"Sudah, sebaiknya kamu jangan ikut-ikutan stupid kek dia. Biar kebodohan hakiki dia saja yang borong. Oke! Cukup dia saja yang bikin aku gila. Kamu jangan!" ucap Emma seraya menutup kepalanya dengan bantal.
Rasanya tak cukup baginya jika hanya berucap sumpah serapah pada pria itu.
Tetapi dia memang membutuhkan uang. Setidaknya jika pria itu membayar jasanya, setidaknya dia tak rugi di bensin. Iya kan?
"Dasar pria stupid, awas saja kalo ketemu. Kudoakan kau kesedak kalo makan. Ingat aku terus. Ingat hutangmu padaku terus. Dasaarr pria jelek!!!! Aku membencimu!" teriak Emma, kesal.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!