"Najis banget tangan gue disentuh sama pembawa sial kayak lo"
"d-darah" gumam Naya.
"cuma darah segitu gak akan bisa gantiin nyawa semua orang yang udah di bunuh sama bokap lo"
***
"gak ada kata putus sebelum gue yang mutusin lo"
***
"apa kamu tau teriakan histeris dia saat diruangan sialan itu, suara menyengat itu seoala mematikan jantungku Sekar. Kamu tak tau betapa kejinya manusia manusia itu menyakiti Putriku"
***
"lo milik gue sekarang"
"aku bukan milik kamu"
"gak ada penolakan, karena lo udah dijadiin taruhan sama pacar brengsek lo itu"
***
"Z-za.. A-akhu ta-takut sen-sendiriannnhh.."
"A-akhuu gakk ku-kuathhh.... Hisk" tangis Naya, darahnya juga tak berhenti keluar dari mulutnya.
"kamu kuat sayang... Kamu gak akan sendiri"
"Ta-takuthhh zhaa.... Ta-tapi ak-huu juga ga-gak kuathh "
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️🖤🖤❤️❤️🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️🖤🖤🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️❤️🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️❤️❤️❤️🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️🖤🖤❤️❤️🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤❤️🖤🖤❤️
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🖤🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Pagi ini nampak seorang gadis SMA dengan tampilan sedikit berantakan menuju SMA BAKTI MERDEKA.
Baju seragam putih tampak kotor oleh tanah dan rambutnya yang sudah terlihat kusut.
Tak ada satu matapun menatap kasian pada gadis yang tertunduk menyembunyikan wajahnya di balik rambut yang berantakan itu.
"NAYAKA ANESKA" suara bariton menggelegar dikoridor kelas, membuat tubuh Naya mematung ditempat.
Semua atensi teralih pada Naya, mereka hanya tertawa sinis mengejek nasib gadis itu yang tak pernah indah.
"sudah saya bilang berapa kali, pakaian sekolah itu harus rapi. Tapi kenapa kamu selalu seperti gelandangan, Hah!" sarkas guru laki laki itu sambil jari telunjuknya terus menoyor kepala Naya.
"M-maaf pak"
"Cih... Saya bosan dengar kata maaf mu, saya tidak peduli. Sekarang ganti pakaian mu atau kamu tidak usah masuk kelas sama sekali"
"t-tapi Naya gak punya seragam ganti pak"
"kamu bisa beli dikoperasi sekolah"
"ta-tapi..."
"jangan banyak membantah, anak seorang pembunuh tak pantas membantah. Paham" guru itu mendorong tubuh Naya hingga tersungkur kelantai.
Naya menahan mati matian siku yang terluka karena tergesek lantai.
Tak segan pula guru itu menginjak tangan Naya saat meninggalkan gadis itu tanpa menolongnya.
Sampai gumpalan kertas melayang kearah kepala Naya, membuat gadis itu menatapnya.
"sorry...." seorang gadis cantik menghampiri Naya, mengulurkan tangannya untuk membantu Naya.
Namun gadis itu sedikit ragu dengan pertolongan gadis didepannya sekarang.
"Ayo berdiri" suara gadis itu amat lembut membuat Naya menerima uluran tangannya.
Setelah berdiri gadis itu tersenyum "sorry karena gue sengaja lemparin itu ke lo" bisik tepat ditelinga Naya.
Dengan seketika gadis itu mendorong Naya hingga terjatuh menurun tangga yang lumayan tinggi.
"Najis banget tangan gue disentuh sama pembawa sial kayak lo"
Naya meringis merasakan kepalanya yang terasa sakit, sampai cairan merah menetes kelantai.
"d-darah" gumam Naya.
"cuma darah segitu gak akan bisa gantiin nyawa semua orang yang udah di bunuh sama bokap lo" gadis itu menjambak rambut Naya didepan semua orang yang nampak acuh menonton kegaduhan mereka.
"chika le-lepas, ini sakit" berusaha melepas jambakan yang semakin keras dirambutnya.
"tempat lo bukan di sini bi*th, lo lebih pantas mati dari pada hidup kayak bokap lo. Sialan" kuku Chika menancap di pipi mulus milik Naya hingga berdarah.
"lo lebih pantas jadi tokoh utama yang gak akan pernah dapat kebahagian seinci pun" Chika menghempaskan kepala Naya hingga terjelebab kelantai.
Kebahagian mereka adalah melihat Naya semenderita mungkin hingga kematian pun tak pantas untuk ia miliki.
Dengan tega Chika dan para teman temannya meninggalkan Naya yang sudah terkapar dilantai koridor.
"s-sakit... Tuhan ini terlalu sakit" Naya hanya bisa menangis merasakan nyeri disekujur tubuhnya, dengan memaksakan diri Naya bangkit menuju UKS.
"syukurin, emang pantes banget dia di gituin"
"anak pembunuh gak tau malu"
"seharusnya dia juga ikut mati",
"bi*ht"
Begitulah bisik bisik orang disekitarnya, bukannya kasian mereka malah ingin melihat Naya lebih menderita.
...***...
Sesampainya di UKS Naya langsung mengobati luka lukanya, banyak lebam biru keunguan disekujur tubuhnya.
Luka di kening dan tangannya pun cukup parah, hingga darah darahnya pun masih terus mengalir.
"shhhh..." desis Naya saat obat merah menempel diluka lukanya.
Sampai suara pintu mengalihkan pandangan Naya.
BRAKKK
Tanpak seorang laki laki dengan wajah merah padam menghampiri Naya mendorong gadis itu hingga terlebab ke ranjang.
"lo bisa gak sih, gak usah ngerepotin gue" bentak laki laki itu pada Naya.
"A-aku cuma mau minta bantuan kamu buat obatin luka aku Dam" lirih Naya.
"cihh...lo masih punya tangan bi*th jadi gak usah nyusahi gue"
"kamu pacar aku Dam, gak salahnya aku minta bantuan sama pacar aku sendirikan"
Dama laki laki yang menjadi pasangan Naya satu tahun lamanya, namun sifatnya berubah dalam setengah tahun.
Dama laki laki kasar, yang bodohnya dicintai oleh Naya. Naya hanya perpikir bahwa Dama bisa berubah baik seperti awal mereka kenal dan pacaran.
"dengerin gue baik baik bi*th, gue paling benci sama lo dan gue paling gak suka di repotin cewe murahan kayak lo" Dama mencekik leher Naya hingga gadis itu kesusahan untuk bernafas.
"K-kalo kamu g-gak su-suka aku, k-kita putus" Mendengar kata putus membuat Dama semakin mencekik lehernya.
Plakk
"gak ada kata putus sebelum gue yang mutusin lo" dengan kasar Dama menampar Naya hingga kepala gadis itu membentur tembok.
"urusin luka lo sendiri, gue jijik sama lo" Dama meninggalkan Naya yang pingsan didalam UKS sendirian tanpa kasihan.
...***...
Naya menyusui ruang ruang kelas, tampak pula banyak siswa siswi yang berlari menuju luar sekolah karena bell pulang sudah berbunyi.
Buru buru Naya menuju parkiran menghampiri kekasihnya, wajah yang tampak bahagia ia pancarkan saat melihat kekasihnya dari kejauhan.
Namun langkah Naya tiba tiba berhenti, ia meremas tasnya dengan kuat.
"hay... Udah lama nunggunya" ucap seorang gadis bername tag Jelita Lyne, pada Dama yang sedari tadi duduk dimotor.
"enggak kok, yuk pulang" Dama memasangkan helm pada Jelita dengan mesra, tak lupa pula ia mengecup pipi Jelita.
Sampai pandangannya tertuju pada Naya yang mematung menatapnya kecewa, namun bukannya menyesal Dama malah tersenyum remeh pada Naya.
"mampir dulu ya Dam, aku laper" Jelita memeluk lengan Dama dengan mesra.
"iya baby, apapun buat kamu" balas Dama dengann lembut dan penuh kasih sayang.
Tanpa rasa bersalah kedua pasangan itu melalui Naya dengan santai, bahkan dengan lancangnya Jelita mengacungkan jari tengahnya Pada Naya.
Naya hanya bisa diam membisu dengan air mata yang mulai runtuh "jahatt banget kamu Dam, dengan santainya kamu bersikap manis sama cewe lain. Tapi kamu kasar banget saat bareng aku, salah aku apa Dam" lirih Naya dengan sendirinya.
"aku cape Dam, cape banget... Gak cuma batin aku yang kamu siska tapi fisik dan mental aku juga Dam"
"sekeji itu banget ya jadi anak seorang pembunuh, sampai dunia aja benci keberadaan aku" Naya kemudian berjalan keluar sekolah sambil menunggu angkot.
Ia pulang menggunakan kendaraan umum, namun saat memasuki angkot pandangannya teralih pada seorang pria yang menggunakan pakaian hitam dan topi serta masker menutupi wajah pria itu.
Sampai pandangan Naya jatuh pada tangan pria itu yang sedang menahan perutnya, tangan pria itu penuh darah.
"M-mas" panggil Naya sehingga pria itu memandang Naya.
" perut mas terluka, Naya bantuin ya" Naya membantu menutup luka pria itu, menggunakan jaketnya.
Pandangan laki laki itu tiba tiba memburam dan ambruk memeluk Naya. Namun satu hal kesiapan menghampiri Naya saat penumpang lainnya memasuki angkot itu.
"Pembunuhhhhh...."
"pembunuhan... " teriak seorang wanita parubaya saat melihat Naya.
"B-bukan bu, Naya bukan pembunuh" sangkal Naya, sedikit rasa takut menghantuinya saat melihat banyak orang mulai berkumpul.
"gak usah ngelak kamu, saya liat sendiri kamu nusuk perut pria itu. Buktinya tangan kamu banyak darah ditambah ada pisau di ujung kursi pria itu"
Naya menoleh kesamping tempat duduk pria tadi dan benar saja ada pisau yg sudah berlumuran darah disana.
"tapi demi tuhan bu Naya gak bunuh dia, Naya cuma tolongin mas mas ini. Pas Naya masuk mas ini udah terluka" jelas Naya, namun semua pandangan mereka menyiratkan ketidakpercayaaan.
"mana ada pembunuh yang mau ngaku" sarkas seorang pria paru baya yang juga ikut melihat kejadian itu.
"plishh, Naya gak boong. Percaya sama Naya...." pinta Naya dengan nada memohon, karena memang pada kenyataannya ia bukan seorang pembunuh.
Bagaimana mereka bisa menyimpulkan bahwa Naya seorang pembunuh, sedangkan Naya baru memasuki angkot tersebut.
"cepat telepon polisi, sebelum dia kabur dan tak mengakui kesalahannya" hadrik wanita paru baya menunjuk wajah Naya.
"plishh jangan telepon polisi, demi tuhan bukan Naya yang bunuh bu" Naya terus membela diri, namun telinga semua orang di sana seolah tuli dengan kebenaran itu.
...***...
Seorang pria paru baya bernama Anton kusuma dengan pakai berwarna kuning dan palang palang besi menghiasi tempatnya saat ini.
"ayah kangen sama kamu Nay" yaaa dia Ayah Naya yang selama ini digadang gadang sebagai pelaku pembunuhan berantai.
Ia mendapatkan hukuman mati karena melakukan perencanaan pembunuhan, namun ia juga meminta pada hakim agar mengundur hukuman itu.
Agar ia bisa lebih bisa menghabiskan waktunya dengan sang putri tercinta, agar ia juga bisa menjelaskan dengan baik tentang hukumannya.
"apa kamu malu punya ayah seperti aku nak" tangannya terus mengusap fotonya Naya, sejak masuk jeruji besi ia tak pernah melewatkan untuk melihat foto Naya atau hanya sekedar bercerita ringan.
Ia terus mengingat Naya, apakah gadis kecilnya itu baik baik saja, apakah sudah makan, apakah Naya menjaga kesehatannya dengan baik, jika ia pergi maka siapa lagi yang menjaga gadis itu.
"kalo ayah pergi, kamu gimana..." Anton menitikkan air matanya, ketakutannya bukan kematian tapi perpisahannya dengan anak gadisnya.
Sampailah bunyi hiruk pikuk dari luar mengalihkan pikiran Anton, suara itu amat ramai.
"pakkkk.... Demi tuhan pak, bukan saya yang membunuhnya pak...." tangis Naya pecah saat diseret oleh pihak kepolisian, membuat Anton langsung berdiri saat mengenal suara putrinya.
"jangan banyak alasan kamu, biarkan pihak kami menangani kasus ini" seorang polisi dengan badan kekar terus menggeret tangannya Naya agar memasuki ruang introgasi.
"gak...gak mau, saya gak lakuin apapun kenapa saya harus diintrogasi." Naya memberontak hingga membuat polisi itu kewalahan.
"DIAMMM.... kalo kamu gak bisa diam, jangan salahkan saya yang akan membuat kamu diam secara paksa" Ancam polisi itu dengan wajah ganasnya.
Naya tak peduli lagi dengan ancaman polisi yang ada didepannya saat ini, ia terus memberontak.
PLAKKK
PLAKKK
Dua tamparan melayang pada kedua pipi Naya, membuat gadis itu langsung tersungkur saking dahsyatnya tamparan itu.
Gadis itu gemetar karena sakitnya seakan memecah tengkoraknya, matanya memanas sampai menggigit bibirnya agar tangisnya tak pecah.
Anton yang melihat keadaan putrinya pun meremas kuat besi jeruji itu, sungguh ia tak terima melihat putrinya diperlakukan seperti itu.
Ayah mana yang sanggup melihat anaknya di tampar sampai tubuhnya gemetar, Anton saja tak pernah berani sedikit pun melayangkan tangannya.
"ikut atau saya akan lebih kasar sama kamu" polisi itu menarik Tangan Naya hingga berdiri, Naya terseok seok mengikuti langkah kaki polisi yang membawanya pergi menuju ruang introgasi.
Namun sebelum itu ia menatap kearah sel milik ayahnya, sang ayah hanya tersenyum sebagai bentuk menguatkan Naya.
Namun Naya menggeleng pertanda sudah tak kuasa menahan semua yang ia rasakan saat ini.
"Naya cape"
...***...
Diruangan introgasi nampak Naya hanya menundukkan kepalanya sambil memilih bajunya hingga kusut.
"bagaimana kronologinya, bisa kamu jelaskan" Tanya seorang wanita dengan pakaian Formal.
Naya hanya diam dengan pandangan kosong, percuma saja jika ia menceritakannya. Mana mungkin wanita didepannya itu akan percaya.
"kamu membunuhnya?"
Naya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"kamu mengenalinya"
Lagi dan lagi Naya hanya menggelengkan kepala.
"lalu bagaimana pisau itu ada TKP"
"Naya gak tau"
"jawab dengan jujur, apa motif pembunuhan yang kamu rencanakan" pandangan wanita itu tepat pada mata Naya.
"saya gak membunuh siapapun, disana saya hanya menolongnya. Kenapa kalian semua menghakimi saya dengan keji" Teriak Naya dengan keras.
Wanita itu mendekatkan wajahnya didepan wajah Naya "jika kamu tak ingin dihakimi maka bersuaralah yang lantang, jangan diam. Lawan...jika kamu diam maka keadilan itu akan menginjak kepalamu"
Naya tak mengedipkan matanya mendengar penuturan wanita itu.
"jika kamu menggantung keadilanmu pada orang lain, itu salah. Tapi pegang keadilan itu untuk dirimu, jika perlu teriak seperti tadi. Agar mereka yang tuli kebenaran bisa mendengar kejujuran"
"dunia ini terlalu kejam jika kamu hanya diam" kemudian wanita itu menjauh dan kembali duduk pada kursinya menatap Naya.
"M-maksud anda?"
"aku akan membantu mu, karena aku tau semua itu bukan salah mu"
"sungguh?"
"tapi kamu juga harus bisa membela dirimu"
...***...
Seorang laki laki bangun dari tidurnya, tampak sekali laki laki itu memikirkan sesuatu yang sampai saat ini ia cari.
"bagaimana? Apa kamu menemukannya" tanya laki laki itu dengan wine ditangannya.
"belum tuan" jawab sekretaris yang saat ini membungkukkan setengah badannya.
"temukan! Aku ingin segera"
"baik tuan" kemudian meninggalkan tuanya yang saat ini duduk memandang arah kaca transparan menampakan kota dan gedung gedung pencakar langit.
"aku menginginkan, maka harus aku miliki"
Ia menatap nakasnya yang terdapat gelang disana.
"akhhh aku harus cepat menemukannya, jantung ini terlalu berbahaya hanya karena menatap gelang itu"
Seorang pelayan memasuki ruangan dengan membawa tiga brosur.
"ini brosur sekolah yang tuan minta"
"hmm" laki laki itu mendekat kearah pelayan dan mengambil brosur itu.
"daftarkan! Aku ingin segera" memberikan satu brosur.
"baik tuan"
Pelayan itu pergi setelah memberi hormat pada laki laki itu, bagaimana tidak dihormati jika ia tuan muda.
Keluarga yang memiliki gelar ternama hingga mancanegara, tak payah pula memiliki bisnis bisnis yang tak pernah sedikit pun mengalami keanjlokan.
Namun siapa sangka hati laki laki dingin ini ternyata menyimpan obsesi gila, yang membuat orang lain merasa resah.
"jika tuhan tak mengijinkan, maka aku sendiri yang akan mencari"
Sampai sebuah pintu kamar laki laki itu terbuka.
"kami menemukannya tuan...."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!