"Renata!!!, apa yang kau lakukan." teriakan seseorang yang menarik perhatian.
"Ini sama sekali tidak bagus, lihatlah." ucapnya.
"Tapi pak saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyusun skripsi tersebut." ucap Renata lirih.
Ini dia, Renata putri seorang pegawai kantor berumur 21 tahun yang selalu diperlakukan kasar oleh atasan dan teman kantornya. Karena sifat ceroboh dan pemalu nya ia sulit mendapat seorang teman. Pekerjaan lah yang membuat Renata bertahan sampai saat ini. Ia memiliki seorang kekasih bernama Bian arsenio, sikapnya yang baik membuat Renata tertarik dengannya.
"Bapak tidak mau tau kau harus menysun ulang skripsi ini." ucap bos Renata sambil melempar lembaran - lembaran kertas ke wajah Renata.
Renata memunguti kertas sambil memasang wajah sedih karena, usaha nya tidak pernah dihargai.
"Upsss ... aduh ada yang dimarahi pak bos ya wkwkwkwkwk." sahut Bella mengejek Renata.
"lain kali skripsi nya dikerjain yang bener ya mbak." bisik bella ke Renata.
Ini bella kirania, teman kantor Renata, lebih tepatnya musuh Renata. Dialah yang membuat Renata selalu terjerumus dalam masalah, bagaimana tidak, tahun lalu saat sedang meeting di kantor ia mengganti flashdisk Renata yang berisi foto yang tidak pantas untuk dilihat, mempermalukan Renata di depan orang banyak karenanya, Renata diskors dua minggu dan gaji nya dipotong 1/4. Tak ada yang membela Renata saat itu.
"Diamlah Bella, kau harus membantu ku menyusun nya bukankah kita sekelompok?" jawab Renata dengan tegas.
"Hah ... apa yang kau bilang, sekelompok? kau kerjakan saja sendiri, aku tak peduli." ucap Bella lalu meninggalkan ruangan.
"Bella, Bella, Bella aku sudah muak dengan nama itu kuharap kau segera dipecat!" renata bergumam dengan amarah yang selalu ia tahan.
Renata mengambil kertas - kertas baru dan bersiap menyusun skripsi lagi. Ia mengabaikan jam makan siang demi menyelesaikan skripsi tersebut. Seseorang memasuki ruangan, Renata kenal dengan suara itu.
tok.. tok... tok
"Permisi apakah aku boleh masuk?" ucap Bian dengan suara berat.
"Masuklah Bian." sahut Renata yang mengenali suara Bian.
ceklek...
"Ahhh kenapa kau tau kalau itu aku ... ." ucap Bian dengan ekspresi cemberut.
"Hahaha." tawa Renata lirih.
"Kau kan kekasihku, aku pasti bisa mengenali mu." sambung Renata dengan senyuman diwajahnya.
"Taraa ... aku menbawakan makan siang untuk mu, oh iya kau sedang apa? " tanya Bian menengok komputer Renata.
"Aaaa trimakasiihh, ini aku sedang menyusun skripsi lagi." jawab Renata sambil mengetik di komputernya
"Bukannya kemarin kamu sudah mengerjakannya pasti ini disuruh oleh orang tua berjanggut itu ... akan ku beri pelajaran dia" sahut Bian kesal sambil menggulung lengan bajunya
"Sudah,sudah. Nanti kau malah dimarahin oleh pak bos." ucap Renata sambil tertawa
"kau mengembalikan suasana hatiku bian" batin Renata sambil menahan Bian, yang tersulut emosi.
"Ohh iya janji kita nanti sore — "
"Aa — ahh itu ... se – sepertinya aku tidak bisa aku maaf ya." ucap Bian langsung memotong ucapan Renata.
"Iya tak apa, tapi kenapa kamu sampai terkejut seperti itu? " tanya Renata kebingungan
"Ti – tidak apa, aku permisi dulu ada pekerjaan yang harus kulakukan." sahut Bian langsung meninggalkan ruangan.
"Dia aneh tapi, sudahlah" ucap Renata lirih
"Aku lupa! nanti sore aku dan Renata pergi ke cafe" batin Bian panik.
"Bian … apa yang sedang kau lakukan di depan ruangan Renata?" tanya bella
"Wajahmu juga terlihat seperti orang panik, apa yang terjadi? " tanya bella lagi
"shutt ... kecilkan suaramu, kemari ikut aku." jawab Bian lirih.
Bian membawa Bella ke belakang kantor dan menjelaskan apa yang terjadi tadi diruangan Renata.
"Wah - wah jadi seperti itu, sudahlah bi lupakan Renata itu." ucap Bella sambil memeluk Bian.
"Apa kau gila ... bagaimana kalau ada yang melihat kita!" tegas Bian yang melepas pelukan bella.
"Tak apa ... bukan kah aku milikmu." bella yang terus menggoda Bian.
"Ngomomg - ngomong, nanti jadi pergi kan." ucap bella.
"Iya." jawab Bian singkat, karena tak suka melihat tingkah bella.
"Kok responnya singkat, kamu marah?" tanya bella memasang wajah manis.
"Sudahlah aku mau masuk dulu." tegas Bian kesal dan meninggalkan bella.
"Renata putri ... maaf ya bian itu milikku dan akan terus menjadi miliku." ucap bella lirih.
Sore hari dikantor WORD brightlight, kantor Renata. Para pegawai mulai meninggalkan kantor dan hanya beberapa pegawai yang tersisa salah satunya Renata.
"Aaarrggghhh ... kenapa skripsi ini belum siap juga, aku sudah tiga kali mengirim nya ke pak bos tapi masih saja ada yang salah." ucap Renata kesal.
Renata bangkit dari tempat duduknya dan melihat keluar jendela, matahari yang mulai tenggelam dan perlahan cahaya hangat menghilang, Mata nya terarahkan kepada seseorang yang dia kira bian karena, ruangannya berada di lantai 2.
"Hah? dia mirip Bian, dan ... membonceng seorang wanita ... tidak itu tidak mungkin Bian, akan kutanyakan setelah menyelesaikan semua ini." ucap Renata lirih dan menuju ke kursi bekerjanya.
Malam mulai larut, Renata yang masih sibuk mengerjakan pekerjaan nya akhirnya selesai juga ia bergegas untuk pulang ke rumah.
Jam Renata menunjukkan pukul 21.30 jalanan mulai sepi, aktivitas didepan kantor Renata seperti terhenti, kedinginan angin malam yang menyelimuti tubuh Renata.
"Brrr ... malam ini sepertinya lebih dingin dari biasanya." ucap Renata yang kedinginan dan mengambil ponselnya.
'tut ... tut ... nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan menco– ' bunyi ponsel Renata yang berusaha menelepon Bian.
"Aaahh ... kenapa Bian tidak mengangkat telfon ku, apa ia sedang sibuk?" ucap Renata cemberut
"Hufff ... dingin sekali sebaiknya aku bergegas pulang." ucap Renata sambil meniup tangan nya.
"Baiklah, aku akan menunggu taksi saja." Renata berlari mencari halte terdekat.
30 menit kemudian.....
"Bagaimana ini hari mulai larut." ucap Renata gelisah dan melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 22.00
"Sudah setengah jam aku menunggu tapi tidak ada taksi yang lewat, Bian pun tidak menjawab pesan ku." ucap Renata yang semakin gelisah.
Cahaya muncul dari ujung jalan, lalu menepi di tempat Renata berdiri. Itu Bian yang datang untuk menjemput Renata
"Maaf ... aku tak membalas pesan mu tadi aku sedang sibuk dan bergegas untuk menjemputmu." ucap Bian
"Sebelumnya dia tak pernah mengabaikan telfonku, mengapa tiba - tiba berubah?" batin Renata yang melamun melihat ke arah Bian
"Hey ... hey kau sedang melamunkan apa? cepat naiklah hari sudah larut." tegas Bian sambil melambai ke depan wajah Renata.
"Ii–iya." jawab Renata gugup
Mereka berdua menuju ke rumah Renata, Bian melaju dengan kecepatan tinggi dan menyusuri jalan. Sesampai nya dirumah Renata, Bian pamit namun Renata menghentikannya.
"Bian ... apakah kau pulang bekerja dengan seseorang?" tanya Renata
"Gawat apakah Renata melihat ku diparkiran sambil membonceng bella" batin Bian dengan ekspresi panik
"Bian aku bertanya kepada mu" tegas Renata
"Ti–tidak aku pulang sendirian" jawab Bian terbata - bata
"Hah? kau yakin? " Renata yang mencurigai Bian
"Tentu saja, atas dasar apa aku berbohong" jawab Bian panik.
"Sudah ya ... aku pamit dulu hari mulai larut, sampai jumpa besok." Bian yang bergegas menaiki motornya dan menarik gas
"Iyaa." sahut Renata yang melambai kebingungan
"Bodoh ... bodoh ... bodoh ... bagaimana kalau Renata menyadarinya aaargghhh." batin Bian dengan melaju kecepatan tinggi.
ceklek....
Suara pintu rumah terbuka, suara keluarga Renata yang menghilang bersama kehangatan nya, ruangan yang terlihat sunyi dan berantakan karena Renata tidak sempat membersihkannya.
"Sial ... sial ... biasanya rumah ku tak sekotor ini, tak seberantakan ini" Renata yang memasuki rumah sambil berdecak kesal
"Dunia tak pernah adil bukan?" tanya Renata pada dirinya sendiri.
"kehangatan, senyuman, canda tawa, kapan aku bisa merasakan semua itu!!!" teriak Renata
"Tuhan ... bukankah terlalu cepat kau mengambil semua itu dariku, kumohon kembalikan, kembalikan!!!"
Renata duduk di sudut pintu melihat betapa berantakan rumahnya, air mata terus membasahi pipinya, ia selalu berharap agar bisa hidup bahagia seperti orang lain.
"Sudahlah ... tidak ada gunanya aku terus menangis."
Renata bangkit dari duduknya dan mengelap air mata di pipinya, melihat foto keluarga yang mulai bedebu karena jarang dibersihkan
"Ibu ... ayah ... kenapa kalian meninggalkan Renata? apa salah Renata sama kalian, sekarang Renata hidup sebatang kara." air mata kembali membasahi pipi Renata tangannya mengusap foto mendiang orang tuanya.
"Renata masih butuh kalian, Renata cape ngehadapin semua ini sendirian, Renata butuh orang lain yang ngebatu Renata buat bangkit, tapi tak ada yang mau, apakah ayah dan ibu tau rasanya?"
BERSAMBUNG.......
10 tahun yang lalu................
ceklek … suara pintu rumah terbuka suara tawa seorang gadis kecil menggema diseluruh ruangan.
"Ibu … lihatlah hari ini ada ulangan dan Renata mendapat nilai bagus." teriak Renata sambil memasang senyum lebar diwajahnya.
Ibu Renata yang bergegas menuju ruang tamu untuk segera menemui putrinya.
"Wahh bagus sekali, apakah kau mengerjakan nya sendiri Nak?" jwb ibu Renata bangga.
"Iya ibu, tapi tadi ada temen yang mau menyontek." ucap Renata sambil memasang wajah manyun.
"Tapi tidak Renata berikan, lalu teman Renata marah dan berteriak ke Renata, tapi dia malah di marah in bu guru hihihi." sambung Renata dengan tertawa kecil.
"Wah anak ibu memang pemberani sekali ya, nanti nilai nya tunjukin ke ayah mu ya" sahut ibu Renata sambil ikut tertawa kecil.
"Nah sekarang Renata ganti baju, ibu masak sayur kangkung kesukaan Renata loh" sambung ibu Renata.
"Wahh asikk … Renata ganti baju dulu ya."
Renata berlari menuju kamar nya sambil tertawa bahagia dan mengganti bajunya.
"Ibu ayo makan."
"Renata cuci tangan dulu, setelah itu baru makan" Nasehat ibu Renata.
"Baikk bos." Renata berjalan menuju kamar mandi dan mulai membersihkan tangan nya.
Sore hari tiba, suara pintu rumah terbuka itu ayah Renata, Beliau bekerja sebagai karyawan di sebuah toko.
"Ayah pulang … " suara dari pintu rumah.
"Ayahhhh." sahut Renata yang tak sabar memberitahu ayah nya karena ia mendapat nilai bagus, bergegas menemui ayahnya.
"Ayah … ayah tadi Renata dapet nilai seratus diulangan." ucap Renata yang mulai menceritakan segalanya.
"Wah mana coba ayah lihat, tapi ayah mandi dulu ya soalnya bau hihihi." ucap ayah Renata dengan senyum lebar di wajahnya.
"Iya ayah Renata tunggu." ucap Renata berlari lalu menuju ke kamar untuk mengambil nilainya.
Beberapa menit kemudian....
"Ayah ini liat deh." ucap Renata sambil menunjukan selembar kertas berisi nilai
"Hebat … anak ayah memang hebat nanti, malam mau belajar lagi sama ayah?" tanya ayah Renata bangga melihat putri nya bahagia
"Oke boss." jwb Renata
Renata adalah anak tunggal dikeluarganya. ayahnya bernama Irawan dan ibunya bernama fahima dewi. Mereka hidup sederhana dengan gaji yang didapatkan oleh ayahnya yang bekerja disebuah toko milik tetangganya. Saat ini Renata duduk di bangku kls 6 sd, disekolah ia terkenal periang dan rajin. Renata tinggal di sebuah desa yang tak jauh dari kota.
"Renata jadi belajar bersama ayah?" ucapan ayah Renata yang terabaikan karena Renata sibuk menonton kartun kesukaannya.
"Renata ... " panggil ayah Renata dengan sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Eh ayah maaf tadi Renata keasikan liat kartun." ucap Renata.
"Jadi belajar nya Nak?" tanya ayah Renata sambil tersenyum.
"Bentar ayah tunggu kartun nya iklan dulu" jwb Renata sambil menunjuk ke arah tv.
"Bentar aja ya … ." ucap ayah Renata duduk dibelakang putrinya.
"Nah itu itu kartun nya udah abis ayo belajar." ucap ayah Renata menunjuk ke arah tv.
"Yahhh ... padahal masih mau nonton" Renata mengeluh
"Eitss ... ga boleh mengeluh ayo tepatin janjinya sama ayah." ucap ibu Renata
"Iya ibu." Renata bangkit di tempat ia duduk dan menuju kamar untuk mengambil buku - bukunya.
Hari mulai larut, sesi belajar bersama ayah Renata pun sudah selesai, bahkan Renata duduk sambil mengantuk dan tertidur. Tanpa membangunkannya ayah Renata menggendong Renata menuju kamarnya.
"Selamat malam ... Nak." Kecupan selamat malam mendarat dikening Renata.
Hari baru tiba, hari dimana Renata menjalani ujian sekolah. Karena kerja keras dan usahanya Renata bisa meraih nilai tertinggi disekolahnya suatu kebanggaan yang Renata berikan kepada kedua orang tuanya.
Renata mendaftar di sebuah Smp favorit, namun sayang karena ia tak diterima di sekolah tersebut, dan jarak sekolah dari rumah Renata pun terbilang jauh. Lalu ia memilih bersekolah di sekitar tempat tinggalnya.
3 tahun ia lewati dengan usaha dan atas support dari orang tuanya ia lagi - lagi menerima penghargaan sebagai salah satu murid terbaik di sekolahnya. Saat hari wisudanya, bagi Renata orang tua nya adalah segalanya.
"Terimakasih kepada guru - guru yang telah mendidik saya sampai di titik ini, ini adalah sebuah kebanggaan bagi saya dan keluarga saya, terimakasih kepada teman - teman yang sudah mensupport saya, dan saya mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tuaku yang mau membimbing saya sampai bisa berdiri di panggung ini." pidato singkat Renata
"Beri tepuk tangan yang meriah kepada Renata putri." sahut salah satu guru
Tepukan tangan yang menggema disetiap sudut ruangan wisuda air mata orang tua Renata pecah, betapa bangganya orang tua Renata melihat anaknya bisa berdiri dipanggung bersama yang lainya. Renata menuruni panggung dan memeluk kedua orang tuanya air mata bahagia membasahi pipi Renata.
Seminggu setelah hari wisuda Renata berakhir, ia hendak mendaftar di sebuah Sma favorit. Namun, ia mengurungkan niatnya karena masalah ekonomi keluarganya. Ia tertolong karena mendapat beasiswa untuk bersekolah di salah satu Sma favorit. Walau jarak nya sedikit jauh dari rumahnya ia tetap berangkat menggunakan sepeda kesayangannya. Disekolah tersebut ia tidak mendapat banyak teman, namun itu bukan masalah bagi Renata ia terus berusaha namun sayangnya ia gagal untuk mendapat ranking 1 dari seangkatan nya.
Saat ia duduk dibangku kls 11 orang tuanya meninggal karena kecelakaan, saat itu ia merasakan ada sesuatu yang menghilang dari hidupnya, ya kehangatan orang tua, sehari sebelum orang tuanya meninggal mereka berpesan, "kalau seandainya ayah dan ibu mu sudah tiada maka kau harus melanjutkan sekolahmu dan kejarlah cita - cita mu itu ayah dan ibu pasti bangga sekali jika melihat kau bisa mendapat apa yang kau ingin kan." Ia teringat pesan dari mendiang ayah dan ibunya, membulatkan tekad untuk masuk ke universitas yang ia inginkan.
Namun, saat hari kelulusan Renata sedih karena tak ada seorang pun yang datang untuk mengambil kan ijazah nya, nenek dan kakeknya meninggal saat Renata duduk dibangku kls 5 sd, paman dan bibinya tidak mau berurusan dengan Renata dan hanya memberikan uang bulanan.
Saat hendak penerimaan ijazahnya seorang guru bertanya, "Nak ... kemana ayah dan ibu mu? apakah mereka tidak datang untuk mengambilkan ijazahmu?"
"Orang tua saya sudah meninggal 2 tahun yang lalu bu, paman saya menolak mengambil kan saya ijazah" jwb Renata dengan wajah murung.
"Maaf kan ibu Nak ... ibu sama sekali tidak tahu, tapi kamu hebat loh." puji guru Renata
"Terimakasih bu." jwb Renata yang mengambil ijazahnya dan bersiap meniruni panggung
Acara selesai ... kesedihan menyelimuti Renata saat itu. Karena melihat temannya yang tertawa bahagia bersama orang tuanya, walau Renata mendapat penghargaan murid terbaik pun itu tak membuat Renata senang. Renata bersiap pulang kerumah dan saat diparkiran ia bertemu teman kelasnya Revalina, sahabat satu - satu nya Renata, yang menerima Renata apa adanya. Ia terlahir dari keluarga kaya dan dialah yang membantu Renata dalam masalah ekonomi nya
"Heii Ren ... udah mau pulang? ayo ke rumah makan, biar aku yang traktir." ajak reva
"Maksih rev ... tapi aku mau langsung pulang aja, soalnya cape." jwb Renata sambil memasang senyum kecil
"ohh ya udah hati - hati di jalan." sahut reva lalu melambaikan tangan ke arah Renata
Jam Renata menunjukkan pukul 14.15, ia hendak mengunjungi makam kedua orang tuanya, sesampainya disana ia menceritakan segalanya yang telah ia lewati beberapa waktu ini, saat menceritakan nya air mata Renata menetes dan Renata mengelap nya karena tak mau terlihat sedih.
Hari sudah mulai sore, Renata berjalan meninggalkan makam orang tuanya dengan baju lusuhnya itu ia mengendarai sepeda menyusuri jalan desa melihat anak - anak kecil tertawa bersama orang tuanya, karena itu Renata teringat saat dimana ia bisa tertawa terbahak - bahak bersama orang tua nya.
Ceklek ... Suara pintu rumah terbuka ia berjalan menuju foto mendiang ayah dan ibunya dan kembali menangis.
"Ibu ayah bukankah Renata hebat, Renata bisa ngambil peringkat ke 3 loh di hari kelulusan tadi. Sesuai pesan ayah Renata bakal ngelanjutin kuliah di kota uang yang selama ini Renata tabung juga udah lebih dari cukup, Renata pasti bisa mengejar cita - cita Renata yaitu menjadi seorang dokter."
beberapa tahun berlalu.................
Diumur Renata yang ke 20 tahun, ia melamar pekerjaan di sebuah kantor besar hidup Renata mulai berubah sedikit demi sedikit walau keinginan nya untuk menjadi seorang dokter harus terurungkan karena masalah ekonominya.
Disaat itulah ia bertemu dengan Bian arsenio seorang pegawai unggulan. Mereka menjalin hubungan istimewa selama 5 bulan sampai pada akhirnya Bella datang dan mulai merusak kehidupan Renata. Sebelumnya, Renata juga menjadi pegawai terbaik namun saat pergantian boss baru ia jadi sering dimarahi.
----------------
Bersambung...........
"Hai Nak ... . " ucap seseorang.
"Siapa?" Renata kebingungan melihat sebuah cahaya menghampiri nya.
"Eh ... masa lupa." seru seseorang.
Perlahan cahaya itu meredup, wajah orang tua Renata terlihat jelas dihadapan Renata. air mata mulai berhamburan jatuh dari kelopak mata Renata.
"Ibu ... ayah ... Renata merindukan kalian. Apa ibu dan ayah tau bagaimana kehidupan Renata setelah kalian berdua tiada?" Renata memeluk keduanya sambil menangis.
"Iya … ayah ibu tau kok gimana perjuangan Renata, Renata hebat banget ya bisa lewatin semua itu." ucap ibu Renata sambil mengusap air mata putrinya.
Pertemuan yang singkat namun meninggalkan kata - kata yang melekat. Sebelum meninggalkan putrinya ayah Renata berpesan, "Jangan terlalu berharap lebih kepada seseorang, yang kamu anggap dekat sedekat desember ke januari karena pada akhirnya akan sejauh januari ke desember." ucap ayah Renata.
"Baik ayah." Renata yang masih mengeluarkan air mata nya.
"Kalau begitu ayah ibu pamit dulu ya ... kamu hebat, kamu kuat akan ada waktu dimana kau bahagia seperti orang lain." ucap ayah Renata meninggalkan Renata.
"Tapi ... Renata gak mau sendiri lagi."
"Ayah ibu jangan tinggalin Renata sendirian!!!"
"ayahh ibu!!!!!" teriak Renata yang sadar kalau semua itu hanya mimpi, alarm terus berbunyi jam menunjukan pukul 6.30.
"Gawat ... aku bisa terlambat." Renata yang ke bergegas bangun dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi.
Renata berdandan apa adanya ia tak sempat untuk bersarapan karena jam sudah menunjukan pukul 7.00.
"Kalau begini aku bisa tertinggal bus." ucap Renata terburu buru mengunci pintu rumah dan langsung berlari menuju halte.
"Huhh ... huh ... syukurlah masih sempat." ucap Renata yang terengah - engah karena berlari dari rumah.
Renata menaiki bus, di dalam bus ia tak bisa berhenti berpikir apa maksud dari mimpinya itu. Tak lama kemudian ia sampai di kantor tepat waktu dan bergegas menaiki lift, saat menutup pintu lift matanya tertuju pada seorang Bian yang menggandeng seorang wanita.
"Tunggu apa aku salah lihat, itu Bian bukan, ahh tidak aku pasti salah lihat sudahlah ... ." suara hati Renata yang penuh tanda tanya.
Sesampainya diruangannya Renata kembali memikirkan maksud dari mimpi yang dialaminya pagi tadi, suara ketokan pintu membuat Renata sadar dari lamunan nya.
tok ... tok ... tok ...
"Permisi, apakah saya boleh masuk?"
"Masuklah." jawab Renata
"Baik bu terimakasih." ucap karyawan yang masuk keruangan Renata.
"Ada apa?" tanya Renata.
"Kau membawa banyak berkas, untuk apa?" tanya Renata sekali lagi.
"Anu... saya di suruh oleh pak boss untuk mengirimkan berkas ini untuk disusun oleh anda." ucap karyawan itu.
"sial apakah aku tidak bisa pulang lebih cepat." batin Renata kesal.
"dan ini harus diselesaikan dalam waktu dekat." sambung karyawan itu.
"baik terimakasih kau boleh pergi." ucap Renata.
"baik saya permisi." jawab karyawan itu meninggalkan ruangan Renata.
"Haduh ... dasar pak Hendra, kenapa selalu memberi aku pekerjaan sebanyak ini." ucap Renata menggerutu.
Pak Hendra Buana, atasan Renata bukan boss tapi bisa saja di sebut bos bagi Renata. sifatnya angkuh, sombong dan selalu merepotkan Renata, karenanya Renata harus sering lembur dikantor.
"Ada apa Ren?" tanya Bian memasuki ruangan Renata.
"Biasa … pak Hendra... " jawab Renata sambil menata berkas - berkas tersebut
"Ohh ... ."
"Ehh kamu udah sarapan belum? ini aku bawakan sarapan ya walau sederhana."
Renata tersenyum dan menghentikan menata berkas. Tatapan nya tertuju pada Bian, melihat Bian dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Hei ... kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Bian kebingungan
"Tak apa, terimakasih makanannya." jawab Renata
"Bian ... apa kau bisa membantuku untuk menyelesaikan berkas - berkas ini?" tanya Renata sambil memasang wajah bahagia
"Emm ... anu ... aku– "
"Jadi mau kan, ayolah hanya setengahnya saja lagi pula kau sedang tak ada pekerjaan kan." pinta Renata nemotong ucapan Bian.
"Ba–baiklah ... ." ucap Bian pasrah.
"Oke akan ku berikan berkas mana saja yang harus kau susun." ucap Renata menata berkas yang hendak diberikan ke Bian.
"Apa - apaan Renata itu." ucap Bella dari luar ruangan yang menguping pembicaraan mereka berdua.
"Nah ini berkas yang harus kau susun, kumohon selesaikan hari ini agar aku bisa mendapat hari libur." ucap Renata
"Baiklah akan ku usahakan demi kau." seru Bian meninggalkan ruangan membawa berkas yang sangat banyak ditangannya.
"Baik ... sekarang mari kita bekerja, sebelum itu makan dulu." ucap Renata senang karena bebannya berkurang setengah.
"Bian... ." panggil Bella
"Ya ada apa?" tanya Bian kesulitan membawa berkas ditanganya.
"Kenapa kau membantu nya, apa jangan - jangan kau masih memiliki rasa terhadapnya." ucap Bella kesal
"Bukan begitu … ta–tapi." ucap Bian yang terbata - bata.
"Sudahlah aku tak butuh alasan darimu, pokoknya aku tidak suka kamu dekat - dekat Renata." ucap Bella memasang wajah cemberut.
"Iya, nanti pulang bekerja aku bakal ajak kamu ke cafe ya, jangan sedih gitu." bujuk Bian
"Baiklah." jawab Bella mengganti ekspresi wajahnya dalam sekejap.
Pembicaraan mereka berdua terus berlanjut sampai di ruangan Bian, jam makan siang tiba, Renata keluar ruangan untuk membeli makan siang. lagi - lagi ia memikirkan kejadian pagi tadi dan tak sengaja menabrak seseorang.
"Aduh ... maaf saya tidak sengaja" ucap Renata yang jatuh duduk.
"Ahh ... tak apa." ucap Vin
Vin, teman Sma Renata, berparas tampan, pemain voli, pintar. Dialah yang membantu Renata dalam bidang olahraga, sampai orang - orang mengira kalau mereka berdua adalah sepasang kekasih. Karena kedekatan mereka, Renata sempat dilabrak teman seangkatannya karena tak menyetujui kedekatan mereka namun Vin bertindak cepat dan berhasil menolong Renata kala itu.
"Loh Vin? itu kamu?" tanya Renata sedikit pangling dengan wajah Vin
"Wah Renata ... sudah lama tak bertemu, apa kabar mu?" jawab Vin mengulurkan tangan nya untuk membantu Renata berdiri.
"Baik, kudengar jabatan mu direktur ya? wah hebat sekali." tanya Renata.
"I–itu bukan apa - apa." jawab Vin tersipu
"Oh iya ren … aku butuh seorang sekretaris, apa kau bisa mengisinya?" sambung Vin
Vin menawarkan jabatan sekretaris karena ia di perintahkan direktur utama untuk menyampaikan kepada Renata.
"Loh ... loh a–apa tu–tunggu ini serius!?" ucap Renata terkejut sampai tak lancar dalam berbicara.
"kenapa kau meminta ku untuk menjadi sekretaris?" tanya Renata
"Kudengar kau terus di tekan oleh pak hendra." jawab Vin sambil mengejek Renata.
"bagaimana kau bisa tahu." tanya Renata kebingungan dan malu.
"ada ... jadi apa kau menerima jabatan mu yang baru?" tanya Vin.
"Ahh... akan kubuatkan surat pergantian jabatan secepatnya, itu jika kau mau." Ajak Vin.
"Ba–baiklah, aku menerimanya" ucap Renata senang
"Sekarang kau seruangan denganku, akan ku minta seseorang untuk membantu memindahkan barang - barang mu." ucap Vin.
"Aku permisi dulu ya." sambung Vin yang terburu - buru
"Baiklah, terimakasih." ucap Renata pada Vin walau sosoknya sudah tak terlihat lagi.
"Lalu bagaimana soal pekerjaan ku menyusun skripsinya?" Bisik Renata.
"Ahh sudahlah, lebih baik aku mengisi perutku dulu." Renata bergegas membeli makanan.
"Ohh jadi Renata naik jabatan, tak akan ku biarkan, apapun caranya aku harus membuatnya meninggalkan tempat ini." bisik Bella dengan raut wajah kesal di sudut ruangan, yang sedari tadi menguping.
Sekembalinya Renata dari membeli makanan, ia menuju ke ruangan nya dan terkejut karena ruangan nya berubah.
"Tunggu, Bella apa yang kau lakukan di ruangan ku." ucap Renata terkejut.
"Hmphh ... kau pikir aku mau menggantikan mu di ruangan ini, dengar ya sekarang ini ruanganku, jadi kau pergilah ke ruangan pak direktur." ucap Bella kesal melihat Renata yang naik jabatan.
"Bagaimana kau mengetahuinya?" tanya Renata.
"A–aku diberitahu oleh seorang karyawan tadi" jawab Bella.
Renata bergegas menuju keruangan direktur, ia sempat tersesat karena tak mengetahui di lantai berapa ruangan direktur, akhirnya Renata berhasil sampai di ruangan direktur karena diantarkan oleh seorang karyawan.
tok ... tok ... tok ... suara ketokan pintu
"Masuklah Ren." sahut Vin
"Maaf Pak … maaff saya terlambat karena mencari ruangan direktur, saya sempat tersesat karena luas sekali tempat ini." ucap Renata gugup karena terlambat 5 menit
"Hahaha … tak apa, biasanya kau hanya mengunjungi lantai 1 dan 2 kan." ucap Vin sambil tertawa kecil.
"Jadi apa pekerjaan saya Pak?" tanya Renata senang.
"Duduklah … ." ucap Vin
"Jadi pekerjaan kamu .... ."
----------------
Bersambung................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!