NovelToon NovelToon

Love For Emelly

Bab 1

Pukul 22.45, Nisa keluar dari ruang karaoke setelah menemani pengunjung. Dia masuk ke ruang make up untuk menyempurnakan kembali riasannya. Nisa sedikit gugup karna harus menemani pemilik karaoke ini beberapa menit lagi.

"Astaga Nisa, kamu ini kenapa." Ucapnya pada diri sendiri. Nisa memegangi dadanya yang bergemuruh tidak karuan. Nisa takut dia akan melakukan kesalahan. Dan jika itu terjadi, bisa bisa dia akan ditendang keluar dari tempatnya mengais rejeki.

"Tenang Nisa,,,," Wanita berparas cantik itu mengatur nafasnya, sambil menatap dirinya didepan cermin. Saat dirasa detak jantungnya cukup tenang, Nisa mulai menyempurnakan riasan wajahnya. Tak lupa, dia menyemprotksn banyak parfum di tubuhnya. Semua itu dial lakukan agar tidak mengecewakan pemilik tempat karaoke ini.

"Tampan.?" Gumam Nisa sambil tersenyum, dia ingat pujian Mella yang diarahkan untuk bos besar itu.

"Tidak ada yang lebih tampan dari mas Devan,," Lanjutnya lagi.

Wajah ceria Nisa berubah muram, teringat pada Devan yang pergi tanpa kabar dan tak pernah kembali. Meninggalkan dirinya dan cinta yang masih melekat di hati hingga kini sudah 2 tahun lamanya.

"Nis, lu lagi ngapain.? Cepetan keluar, bos udah dateng.!" Kata Antoni. Manager tempat karaoke itu. Kepalanya menyembul di balik pintu ruang make up, mengintip Nisa yang masih duduk didepan cermin. Gadis itu baru saja membenarkan riasan wajahnya.

"Iya bang, ini udah selesai,," Nisa menghampiri Antoni. Dia mencekal tangan Antoni yang hampir pergi.

"Ada apa Nis,,,?"

"Eum,, itu bang,,," Nisa terlihat ragu untuk mengutarakan isi hatinya saat ini.

"Itu apa ?"

"Nisa takut Bang,," Nisa menundukkan kepalanya, kedua tangannya menyatu saling bertautan. Menunjukan kegugupan dan rasa takut yang menyelimuti dirinya.

"Kamu tenang aja, si bos nggak bakal nyentuh wanita - wanita disini."  Kata Antoni, ucapannya berhasil membuat Nisa bernafas lega. Antoni tentu saja tau apa yang di takutkan oleh Nisa. Pasalnya semua pegawai di tepat ini sudah tau, hanya Nisa satu - satunya wanita yang tidak menerima BO. Nisa juga sering mengadu pada Antoni jika ada pelanggan yang bersikap kurang ajar padanya. Dan Antoni akan menjelaskan baik - baik pada pelanggan itu untuk tidak lagi menganggu Nisa.

Antoni memberikan beberapa botol minuman termahal di tempat karaoke itu.

"Sudah sana masuk, si bos udah didalam." Katanya.

Nisa mengangguk. Menerima minuman itu dari tangan Antoni. Dengan langkah gemetar, Nisa berjalan menuju ruang VIP yang memang dikhususkan untuk bos besarnya jika dia datang berkunjung.

'Andreas Candratama,,'

Gumam Nisa dalam hati, menyebut nama lengkap bos besarnya yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Permisi tuan,,," Ucap Nisa gemetar.

Dia baru saja membuka sedikit pintunya, namun kepulan asap rokok yang membumbung sudah menyambut dan mengganggu pernafasannya.

Meski sudah dua bulan bekerja disana, Nisa belum juga menyesuaikan diri dengan asap rokok yang sudah biasa mengepul ditempat itu. Tak jarang, banyak pelanggan yang tahan tidak merokok asalkan bisa ditemani oleh Nisa. Ya, pesona Nisa membuat para pelanggan di tempat karaoke itu berebut untuk minta ditemani oleh Nisa.

"Masuk.!" Seru Andreas.

Suara berat dan tegas itu mampu membuat jantung Nisa berdegup kencang. Entah kenapa perasaannya semakin takut saja. Dari suaranya saja sudah membuat Nisa bergidik ngeri, Nisa tidak bisa membayangkan seseram apa penampilan dan sikap bosnya itu.

Pintu terbuka semakin lebar, dalam ruangan berukuran luas dan terang, Nisa bisa melihat dengan jelas sosok laki - laki bertubuh besar tengah duduk menyilangkan kaki. Satu tangannya berada di atas paha, sedang tangan satunya memegang rokok dan menghisapnya.

Kesan cool disematkan Nisa pada laki - laki yang baru pertama kali dia temui.

Wajah tampan nan rupawan itu, tak luput dari perhatian Nisa. Ternyata apa yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Bahkan Andreas jauh lebih tampan dari bayangannya.

Ketampanan Andreas bak dewa, sekilas membuat Nisa kagum melihatnya.

"Apa begitu caramu melayani tamu.!"

Tanpa menatap Nisa, Andreas memberikan teguran yang menohok pada gadis yang masih mematung ditempat.

"Ma,,maaf tuan." Nisa segera meletakan 3 botol vodka di meja, lalu menuangkannya pada gelas kecil. Tangannya jelas terlihat gemetar, sesekali matanya melirik pada Andreas yang masih dalam posisinya. Dia bahkan tidak melirik Nisa sedikitpun, padahal gadis itu tengah membungkuk didepannya.

"Matikan lampu.! Putarkan lagu kesukaanmu." Ucapnya datar.

"Hah.?" Nisa dibuat melongo oleh permintaan bosnya. Namun tatapan tajam dari Andreas membuat Nisa segera melaksanakan perintahnya. Dia mematikan lampu utama, hingga membuat ruangan itu menjadi redup.

Mengambil remote, menyalakan layar besar didepannya, Nisa memutar lagu yang banyak diputar oleh para pelanggan di tempat karaoke itu. Karna sejujurnya, Nisa tidak terlalu menyukai lagu.

Dilihatnya Andreas masih saja tak bergeming, asik menghisap sebatang rokok yang diapit oleh jemarinya yang panjang. Nisa mendudukkan dirinya disebelah Andreas, namun gadis itu terlihat jelas menjaga jarak pada laki - laki yang terkesan dingin itu.

Belum habis rokok di tangannya, Andreas mematikan rokok itu dengan menekannya di asbak. Mengambil gelas berisi vodka, Andreas meneguknya tanpa jeda. Minuman memabukkan itu habis dalam satu kali tenggak.

Dengan sigap, Nisa kembali menuangkan vodka kedalam gelas. Andreas mengambilnya, kembali menenggaknya hingga tandas.

Hingga habis dua botol, Andreas masih saja meminta Nisa untuk menuangkan minuman itu.

Ingin rasanya Nisa melarang, namun dia tidak seberani itu pada bosnya sendiri. Terlebih Andreas adalah sosok menakutkan dimatanya.

Pyaaarrrrr,,,,!!!

Gelas itu hancur berkeping - keping setelah Andreas melemparnya ke tembok. Nisa bahkan tersentak karna kaget. Badannya pun gemetar menahan takut. Gadis itu takut Andreas akan melukainya.

"Ireneeeeee,,,,,!!!" Teriaknya.

Nisa menahan gemuruh didadanya karna semakin takut pada Andreas.

Andreas mengusap kasar wajahnya, lalu menjambak rambutnya sendiri. Wajah tampan itu begitu menyedihkan.

"Kenapa kamu harus hamil dengan laki - laki brengsek itu.! Apa kamu tidak tau bagaimana menderitanya diriku saat kamu menikah dengannya.!" Andreas meracau, meluapkan kekesalan dalam hatinya.

Kini Nisa paham, kenapa bosnya bisa menghabiskan 2 botol vodka dengan cepat.

Mendengar ocehan Andreas, Nisa sudah bisa menebak jika laki - laki tampan itu sedang patah hati.

Dia mengambil botol vodka ke 3, kemudian menenggaknya.

"Tuan sudah,,, Anda terlalu banyak minum,,," Nisa terpaksa mengambil botol itu dari tangan Andreas. Karna Andreas berusaha untuk menghabiskan minuman itu dalam satu kali tenggak. Gadis itu juga mengkhawatirkan kondisi Andreas yang semakin kacau.

"Berikan padaku.!" Andreas merampas kembali botol vodka dari tangan Nisa. Dia menenggak habis minuman beralkohol itu.

Pyaaarrrr,,,,!

Andreas membanting botol itu ke lantai, tepat di pojok ruangan. Pecahan botol berhamburan kemana - mana.

"Irene,,," Andreas mendekat pada Nisa, tangannya berusaha meraih tubuh Nisa.

"Tidak tuan,, saya bukan Irene,," Nisa memberingsut mundur, terus menjauh dari Andreas yang mulai kehilangan kesadaran akibat terlalu banyak minum.

Dengan tubuh yang sempoyongan, Andreas berdiri. Berjalan tertatih ke arah Nisa yang meringkuk dipojok sofa.

"Aku mencintaimu Irene,,," Andreas terus meracau, menyebut nama wanita yang sedang menari - nari di hati dan pikirannya.

"Tuan aku mohon menjauhlah dariku.!" Nisa mengibaskan tangannya berulang kali untuk mengusir Andreas yang sudah berdiri di depannya. Namun Andreas yang sudah dikuasai oleh alkohol, tidak menghiraukan Nisa yang terus memohon padanya.

Bab 2. Kecelakaan tak terduga

Emelly sedari tadi tidak berhenti mengoceh, dirinya sangat kesal dengan sang adik, terkadang ia merasa aneh sendiri, kenapa ia memiliki adik yang sangat cuek dan  menjengkelkan.

Belum lagi dia harus menghadapi satu mahluk yang lebih ekstrim. Komplit sudah penderitaannya. Emelly merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk istirahat sebentar, ia memejamkan matanya menghilangkan rasa penatnya.

Emelly Carolyn seorang wanita berumur 22 tahun yang semua orang pikir dirinya memiliki kehidupan yang sempurna padahal nyatanya tidak, orang tua Emelly sudah berpisah saat ia berumur 10 tahun, saat itu ia merasa sangat sedih ketika harus memilih untuk tinggal bersama siapa.

Dan pada akhirnya ia dan Theo memilih untuk tinggal bersama sang ayah yang sudah memiliki calon pengganti ibu mereka, wanita itu bernama Wilona Scarlett, seorang janda yang sudah memiliki seorang putera.

Hari demi hari, Emelly dan Theo mulai bisa menerima kehadiran Wilona namun tidak dengan Arion Melwies saudara tiri mereka. Lelaki itu sangat tertutup lebih tepatnya bersikap dingin dan acuh. Dia bahkan dengan terang-terangan memberi tatapan tajam pada keluarga barunya.

Sedangkan keluarga ibunya, Emelly tidak terlalu akrab, dia hanya bersikap apa adanya. Emelly juga sudah ikhlas dengan takdir yang sudah memecah keluarganya.

Emelly juga bersyukur memiliki ibu seperti Bunda Wilona, wanita itu sangat baik dan hangat, bahkan dia tidak pernah pilih kasih antara anak kandungnya dan anak tirinya.

***

Drtt!

Drtt!

Suara deringan ponsel itu membuat Emelly mengerjapkan matanya, tangan kanannya meraba seprai mencari ponsel.

"Hm, siapa ya?" tanya Emelly yang masih setengah sadar itu.

["Hari ini ada pemotretan! Apa kau lupa?!"]

Emelly menjauhkan ponsel dari telinganya, dirinya berdecak mendengar teriakkan manajernya.

"Iya, iya. Aku akan segera datang." Setelah mengucapkan itu, Emelly mematikan ponselnya sepihak dan beranjak pergi ke kamar mandi.

Emelly keluar dari kamarnya, dia memakai topi dan juga kacamata hitam untuk menambah kecantikannya. Oh, ayolah Emelly juga mengakui bahwa dirinya memang sangat cantik.

Emelly berjalan dengan sepatu putihnya, dia harus berjalan cepat, tidak ada waktu untuk bersikap anggun. Dengan secepat kilat, Emelly masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu dirinya dari tadi.

"Lama! Apa jadinya kalau orang tahu, aktris yang sangat fenomenal ini adalah orang yang malas dan pelupa?" sindir sang manajer yang bernama Violet.

"Oh ayolah! Jangan membuang waktu! Tolong ya Violet! Waktu itu adalah emas yang harus dihargai!" ujar Emelly dengan wajah santainya, dia memainkan ponsel menghiraukan ocehan Violet.

"Padahal  dia yang telat dan nggak  kenal waktu. Lah sekarang dia malah bersikap sebaliknya! Sabar, Violet! Kau harus sabar," gerutu Violet yang mencoba menenangkan dirinya sendiri.  Mobil yang dikendarai Emelly pun melaju meninggalkan rumah Emelly yang berisi hanya para pembantu saja, kedua orangtuanya memang sedang berada diluar negeri, sedangkan Rion sedang kerja kelompok berbeda dengan Theo yang menongkrong bersama teman-temannya di taman kota.

***

Setelah beberapa jam, akhirnya Emelly istirahat dia duduk di kursi sambil memperhatikan model lain yang sedang pemotretan, Emelly meminum sebuah botol air untuk menghilangkan rasa hausnya, Emelly menyimpan lagi botol itu dan memainkan ponselnya.

Namun telinganya tak sengaja mendengar obrolan beberapa staf yang tak jauh darinya.

"Hei! Apa kau tahu CEO muda dari keluarga Zach itu?" tanya perempuan berambut pendek.

"Ya, tahu."

"Ya ampun dia ganteng banget! Tetapi sepertinya dia sudah memiliki pacar," sahut yang lain.

"Apa! Siapa?!"

Staf perempuan itu tersenyum masam. "Kau tidak tahu gosip yang beredar itu, kalau CEO muda itu dekat dengan sekretarisnya? Mereka bahkan serasi, seperti novel-novel yang selalu kubaca! CEO yang jatuh cinta dengan sekretarisnya!"

"Ya, mereka sangat serasi."

Emelly memakai earphone, dia sangat malas mendengar perkataan para staf itu, namun kali ini sepertinya, kali ini Emelly tertarik dengan pembicaraan mereka. Emelly tersenyum lebar, bukan senyuman manis yang biasa ia tunjukkan, melainkan senyuman miris karena kecewa?

Ya! Lagi-lagi Emelly kecewa dengan orang yang sama.

Morgan Zach, Emelly sangat mengenal lelaki itu, bahkan dirinya juga tahu apa yang lelaki itu sukai dan apa yang tidak ia sukai. Lelaki itu sangat menarik perhatiannya, sampai-sampai Emelly tidak bisa membedakan apa itu kasihan dan perhatian.

Emelly semakin tertarik dengan lelaki itu karena dia sudah menjad CEO muda yang sangat terkenal di dalam negeri maupun luar, dia masih muda tetapi sudah memiliki perusahaan yang sangat sukses, Emelly akui itu, ia sosok pekerja keras dan sangat tampan, sosok yang hampir mendekati sempurna.

Emelly menaikkan bahunya acuh, dia melepaskan earphone nya. Tiba-tiba matanya berbinar melihat sebuah nama yang menelponnya, tanpa banyak basa-basi Emelly langsung mengangkatnya.

["Hai Em! Apa kabar!"]

"Baik! Aku baik-baik saja! Kau juga baik-baik saja kan?" tanya Emelly pada sahabatnya itu.

["Iya, Aku baik. Tetapi aku sangat rindu padamu!"]

"Aku tahu. Aku ini sosok yang selalu dirindukan!"

Setelah lama berbincang-bincang dengan sahabatnya, Emelly memutuskan untuk pulang, hari juga sudah sore, ia harus sudah pulang sebelum malam.

Sebenarnya dua Minggu ini, Emelly sengaja mengosongkan jadwalnya, dia merasa memiliki tanggung jawab mengurus Theo dan Rion, ya walaupun mereka sudah dewasa tetapi harus diawasi, terlebih ibunya dan Ayah berada di luar negeri, jadi Emelly harus bisa menjadi kakak yang baik.

Emelly masuk ke dalam mobil, ia menatap jalanan yang ramai. Tiba-tiba ia merasa rindu dengan para sahabatnya yang sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Seseorang yang tadi menelponnya bernama Seyra Gevio seorang dokter yang bekerja di luar kota, Emelly sangat merindukan Seyra, sosok yang pemarah dan tomboy.

Emelly terkekeh mengingat profesi Seyra, bagaimana seseorang yang pemarah dan galak menjadi seorang dokter? Apa para pasiennya tidak kabur karena dirawat dokter seperti Seyra?

Kening Emelly mengkerut, kenapa tiba-tiba berhenti. "Ada masalah?" tanyanya pada sang manager yang duduk di samping sang supir.

"Itu, ada beberapa orang yang menghalangi jalan. Mereka sepertinya seorang fans," jawab Violet dengan geram.

Emelly membuka kaca mobilnya, dia melihat beberapa pria berdiri di tengah jalan sambil memegang kertas karton yang bertuliskan Poto dan namanya.

Emelly terharu, tapi dia juga kesal kenapa mereka bisa senekat ini? Kenapa juga mereka bisa tahu ini mobilnya?

Emelly ingin keluar dari mobil, namun Violet menahannya. "Mau kemana? Kalau keluar nanti bisa bahaya, Em!"

"Tapi kalau cuman diam, mereka nggak akan pergi. Lihat! Para pengendara mulai protes!" jawab Emelly yang khawatir dan gelisah.

"Tapi, nggak usah keluar Em. Biar beberapa bodyguard saja yang keluar."

Emelly mengangguk pasrah, kedua bodyguardnya yang berada di mobil belakang pun keluar untuk membubarkan para remaja itu.

"Bubar! Bubar!" perintah sang bodyguard.

"Kami cuman mau lihat Emelly aja! Nggak lebih!" jawab salah satu dari mereka.

"Tidak usah! Cepat bubar-bubar!"

Para remaja itu keras kepala, hingga kejadian tak terduga pun terjadi.

Tin!

Tin!

"AWAS!"

Brak!

Bab 3. Menjadi trending

Emelly terus saja mondar-mandir, dia gelisah takut kalau cowok itu kenapa-kenapa, sumpah demi apapun Emelly sangat terpukul kalau saja dirinya keluar dari mobil pasti kejadian ini tak pernah terjadi. Emelly duduk di bangku, dia mengusap wajahnya kasar, ini adalah kali keduanya ia merasa terpukul setelah kejadian perceraian orangtuanya.

Kedua bodyguardnya hanya berdiam diri, melihat sang majikan yang sedang panik.

Tadi saat salah satu dari mereka ingin bubar, tiba-tiba ada motor yang melaju kencang yang menyebabkan satu orang terluka hingga tak sadarkan diri. Namun sang penabrak malah kabur dengan motornya, dia lari dari tanggung jawab.

Emelly yang masih shock pun langsung mengikuti ambulans yang membawa korban tabrak lari itu.

"Bagaimana, dengan anak saya?!"

Perkataan itu membuat Emelly mendongak, dia melihat seorang wanita paruh baya yang menangis histeris.

Emelly berdiri ingin menghampirinya, wanita itu justru lebih dulu mendekatinya dengan keadaan yang sangat kacau. "Kamu kan? Karena kamu anak saya celaka! Iya kan!"

Emelly tidak bisa menahan tangisnya, kepalanya mengangguk pelan karena memang dirinyalah penyebab utama kecelakaan ini terjadi.

Plak!

Emelly menoleh ke samping, tangannya memegangi pipinya yang terasa panas, kedua bodyguardnya tentu saja kaget, mereka langsung berdiri di depan Emelly, berusaha melindungi sang majikan.

"Awas! Saya akan menghabisi wanita jahat itu!"

Emelly tidak bisa berkata-kata apa-apa, ia takut dan gelisah, Emelly menundukkan kepalanya merasa bersalah pada wanita paruh baya itu. Emelly pun kembali duduk dengan tangisan yang belum reda.

"Kak Melly!" teriak seorang cowok yang sangat kencang, bahkan karena teriakannya wanita itu berhenti menangis.

Dua orang cowok mendekati Emelly yang masih duduk di kursi dengan keadaan acak-acakan bahkan jika ada yang melihatnya pasti tidak percaya bahwa Emelly seorang aktris, saking berantakannya.

Theo, cowok itu duduk di samping kakaknya dan memeluknya erat, dia bisa merasakan tubuh kakaknya yang dingin dan gemetar. Theo mengusap punggung kakaknya berusaha menenangkannya, dia sangat tahu betul jika kakaknya ini sedang ketakutan.

"Tenang Kak. Theo ada di sini." Hanya itu yang bisa cowok itu ucapkan. Jika dia berkata 'semua akan baik-baik saja' Theo sendiri bukan Tuhan yang maha tahu, sedangkan kalau dia berkata 'kakak yang sabar ya' kakaknya pasti akan semakin meninggikan tangisannya, jadi serba salah kan.

Rion, cowok itu diam mematung. Tangannya memegangi ujung kaos, dirinya jadi merasa bersalah. Ingin sekali memeluk erat sang kakak namun Rion sadar bahwa dirinya tidak sepenting itu, Rion juga sadar dia bukan siapa-siapa. Rion menghela nafas panjang, dia duduk di samping Theo yang sedang memeluk Emelly.

The berdecak sebal. Dia memandang sinis saudara tirinya itu. "Nggak guna."

Rion diam tak menjawab, dia memasang wajah datar.

Wanita paruh baya itu berjongkok, dia sesenggukan takut kalau putranya kenapa-kenapa. Dua bodyguard itu juga diam memperhatikan wanita yang masih menangis.

"Emelly!" panggil seseorang, dia khawatir mendengar tangisan yang begitu kencang, dirinya juga semakin khawatir melihat Emelly yang berada di pelukan adiknya.

Violet, ya dia Violet. Wanita itu jadi merasa bersalah karena meninggalkan Emelly, tadi dia izin sebentar untuk membayar administrasi.

Mata Rion membulat sempurna, melihat seseorang yang berbaju hitam, dia sedang memegang kamera. Sepertinya sang wartawan. Tanpa mengucapkan apapun, Rion berlari mengejar orang itu yang sudah sadar jika Rion berlari ke arah nya.

Yang lain pun sama terkejutnya melihat Rion berlari mengejar sosok yang mencurigakan itu, Violet pun menyuruh kedua bodyguardnya untuk membantu Rion.

"Bagus, ada gunanya," gumam Theo.

Seorang dokter pun keluar dari ruangan, Emelly dan wanita paruh baya itu langsung berjalan ke arah dokter dengan wajah panik.

"Gimana dengan keadaannya Dok?" tanya Emelly.

"Gimana dengan keadaan anak saya?"

"Pasien sudah siuman, tidak ada luka yang cukup serius tapi harus istirahat total agar pasien cepat sembuh."

Semua yang berada di sana menghela nafas lega.

"Saya bisa melihat anak saya?"

"Silahkan, tetapi cukup dua orang saja."

Emelly dan sang ibu pasien pun masuk ke dalam, Emelly meminta maaf pada pasien, dia sangat menyesal.

Sang pasien tersenyum, dia merasa senang melihat sang idolanya ada di hadapannya untuk menjenguknya.

"Tidak apa-apa Kak, ini bukan salah Kakak hehe. Ini salah Aldo yang sudah kelewatan," ujarnya dengan cengengesan, ingin sekali memeluk sang idola namun masih sakit jika menggerakkan badan.

Emelly tersenyum, dia tak berhentinya mengucap syukur pada yang maha kuasa.

***

["Apa?! Kamu membuat masalah?!"]

Emelly menjauhkan ponselnya dari telinganya, suara Ayahnya ini sangat membahana yang membuat telinganya sakit. Theo hanya menahan tawa melihat sang Kakak terkena amukan.

["Sekarang kamu beli mobil baru saja, siapa tahu para fans kamu yang nakal itu tidak akan kenal dengan mobil kamu.]

Theo melototkan matanya, dia benar-benar merasa tak adil. "Jangan gitu dong Yah."

["Halo Melly? Halo? Halo?"]

Tut!

Panggilan dimatikan secara sepihak, Theo mengerucutkan bibirnya kesal, pasti Ayahnya itu sengaja mematikan sambungan.

Tiba-tiba keadaan sekitar menjadi menyeramkan, Theo yang mulai menyadari tatapan tajam dari Emelly pun berusaha menghindari kontak mata.

"Kenapa tadi tidak nurut! Kamu itu laki-laki jangan kelayapan nggak jelas!"

Theo menyeringit bingung. "Itu ditujukan untuk perempuan Kak."

"Nggak usah nyahut! Awas aja kalau terulang lagi! Kakak aduin kamu sama Ayah, Ibu!"

"Iya! Iya! Theo janji tidak akan melakukan itu lagi," ujarnya kesal, padahal tadi hari Minggu, kenapa juga harus diatur kapan pulangnya, batinnya kesal.

"Tidak usah membatin!" sewot Emelly dengan wajah garangnya.

"Iya Kak, iya."

Suara decitan pintu membuat dua manusia berbeda jenis itu menoleh ke arah pintu, di sana terlihat Rion yang baru saja pulang.

"Ayo, Kak! Marahin aja!" kompor Theo, dia sangat senang jika Rion dimarahi oleh Emelly.

Emelly melipatkan kedua tangannya, dia memandang datar ke arah Rion.

"Dari mana saja?!"

Rion berhenti melangkah saat ingin menaiki lift, ya tentu saja di rumah Emelly tersedia lift. Orang kaya mah bebas.

"Sibuk," jawabnya singkat dan jelas, bahkan Theo pun ingin sekali menoyor kepala saudara tirinya itu. Sangat menjengkelkan pikirnya.

"Jawab yang bener!" sentak Emelly yang kesal, apalagi Rion tidak berbalik badan ketika ia berbicara, bagaimana dirinya tak emosi coba?

Rion tak menjawab, dia pergi begitu saja meninggalkan Emelly yang sudah melongo.

"Tadi langsung hajar aja, Kak! Jadi pergi kan dia sekarang," celetuk Theo yang ingin melihat Rion dimarahi.

Emelly memutar matanya malas, dia mengambil sebuah bantal dan melemparnya pada Theo. "Sana, ke kamar! Belajar!"

Theo berdecak sebal, lalu pergi ke kamarnya.

Ponselnya berdering, dengan malas Emelly mengangkatnya.

["Gawat Em!"]

"To the point aja," ucap Emelly yang sudah malas meladeni Violet.

["Pokoknya ini buruk! Lihat aja trending topik di tweet!"]

Dengan malas, Emelly mematikan sambungannya, tangannya menari-nari membuka aplikasi bewarna biru itu.

Deg!

"Emelly Carolyn aktris sombong?!" teriak Emelly yang shock membaca apa yang trending saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!