Cempaka adalah gadis berusia 20 tahun yang sekarang kuliah di universitas xx, salah satu Universitas ternama.
Dia mengambil jurusan Administrasi Negara guna membantu orang yang dia hormati.
Orang itu, tidak lain adalah majikannya.
Sudah hampir lima tahun Cempaka tinggal di rumah megah ini.
Sebelumnya, Ia tinggal di panti asuhan di usia 10 sampai 15 tahun, setelah bibinya merasa tak sanggup merawatnya.
Ia merasa sangat beruntung bertemu dengan majikannya sekarang.
Ia tak sengaja bertemu dengan Ibu (Nyonya Besar Rahadi) yang kebetulan saat itu sedang kesusahan karena baju yang di pakainya tiba-tiba sobek di area dekat pesta berlangsung.
Karena Cempaka memiliki keahlian menjahit, dengan sigap ia membantu Nyonya Besar tersebut. Dan Nyonya besar tidak menyangka, dengan usia segitu, dia sudah sigap dengan keadaan genting.
Mulailah saat itu, dia di bawa ke rumah megah itu, niatan awal mereka ingin mengangkatnya menjadi putri karena mereka tak mempunyai putri. Mereka hanya mempunyai dua putra.
Tapi Cempaka menolaknya, karena dia tidak ingin diangkat menjadi putri di usianya yang dia anggap sudah mandiri.
Meski ada alasan lain di balik penolakannya.
Awalnya, Ia hanya bekerja membersihkan sekitar rumah untuk menambah biaya sekolahnya. Dia hanya menerima tawaran menjadi tukang bersih-bersih dalam rumah.
Karena saat itu Nyonya Besar memberikannya uang dengan jumlah yang besar sebagai rasa terima kasih.
Keluarga Rahadi, adalah keluarga konglomerat yang mana usahanya di mulai dari bawah. Dalam kurun waktu 45 tahun usahanya bisa berkembang seperti saat ini.
Sehingga mereka tidak sombong ataupun memandang rendah orang lain.
Mereka terkenal sangat dermawan dan baik hati.
Tuan Besar Wisnu Rahadi atau yang biasa d panggil Bapak oleh Cempaka, akan memasuki dunia politik.
Sebenarnya rencana ini sudah lama, karena itu Cempaka kuliah mengambil jurusan itu, supaya bisa bermanfaat untuk Bapak dan membantu Bapak.
Meskipun tidak di angkat menjadi anak, tapi Cempaka di perlakukan seperti putri sendiri di rumah megah itu.
Karena itu, dia sangat berterima kasih pada Ibu dan Bapak, karena sudah melihat potensinya.
Meski dibilang beruntung, Cempaka juga sudah pernah mengalami pahitnya hidup.
Di usia 5 tahun, ketika Ibu dan Ayahnya keluar kota untuk mengantar barang, mereka mengalami kecelakaan.
Pengasuh yang saat itu bertugas menjaganya, izin beberapa hari karena anaknya sakit.
Sehingga tak ada yang sadar, gadis itu kelaparan, ketakutan dan hampir mati lemas dalam rumahnya selama hampir 4 hari.
1 tahun dia perlu di rawat karena trauma tak dapat bicara, usia 6 tahun dia mulai di rawat bibinya. Dia di rawat hanya sampai usia 10 tahun,
Setelah itu, ia juga masih harus bekerja keras untuk bertahan hidup di panti.
Dia adalah gadis yang cerdas, sehingga ia tak kesulitan menyesuaikan diri.
Dia pelajari yang bisa dia pelajari. Pendidikan dan keahlian.
Karena sikap dewasa, keuletannya, keahlian dan kemandiriannya dia sudah mulai bekerja di usia 12 tahun.
.........
.........
"Cem, Nyonya Besar akan menghadiri pesta 3 jam lagi, katanya di suruh bantu siap-siap," kata Bi Wati yang merupakan kepala pelayan.
"eh..iya Bi, hampir lupa, padahal saya sudah siapkan itu dari pagi. hehe," dia berlari menuju ruang ganti Ibu.
"Bu, ini Cempaka," sambil mengetuk pintu.
"masuk Cem, Ibu baru selesei mandi," sahutnya dari belakang pintu.
Kemudian Cempaka menyiapkan semuanya, tinggal di kenakan dan Ibu akan siap, tinggal menata rambut dan riasan Ibu.
Bapak akan bersiap 1 jam sebelum berangkat dan semua itu Cempaka yang akan mengurusnya.
Bisa dibilang Cempaka adalah asisten multi tasking di rumah ini.
Dia mengurus keperluan di dalam rumah, sementara asisten pribadi bapak, Pak Didi akan mengurus hal di luar rumah dan hal yang berhubungan dengan pekerjaan Tuan Besar.
Dan dia dengan senang hati melakukannya. Selain gaji yang besar, sejak ia bekerja di sini
Tuan Wisnu dan istrinya selalu menyumbang sangat besar untuk panti tempat yang pernah dia tinggali, karena disana masih banyak anak-anak yang masih butuh bantuan.
Meski begitu, separuh gajinya pun masih ia kirimkan ke panti untuk adik-adiknya di sana.
Setelah Ibu dan bapak berangkat, Cempaka kembali ke tugas kampusnya. Dia duduk di meja makan, supaya bisa sambil mengobrol dengan pelayan lainnya.
Meskipun hanya berstatus pelayan atau asisten atau apapun sebutannya, pelayan lain tahu bahwa Cempaka itu di anggap seperti putri sendiri oleh Tuan dan Nyonya Besar.
Mana ada, pelayan yang shoping dan ketawa ketiwi dengan Nyonya Besarnya layaknya putri dan ibu.
Tidak kalah dengan Tuan Besar, kadang mereka mengobrol, berdebat masalah politik, perusahaan dan apapun yang Tuan tantang.
Kadang Tuan Besar pulang dari luar kota pasti membawakan hadiah untuk istrinya dan Cempaka.
Jika pelayan rumah ini tak tahu, maka mereka akan mengira Cempaka itu putri kandung mereka.
"oh ya Bi, Tuan Muda bukannya bakalan pulang minggu depan?"
"iya Non, "jawab Bi Ida.
Selain Bi Wati, pelayan lain akan memanggil Cempaka dengan sebutan Non, padahal dia selalu mengoreksi mereka, tapi dia lelah. Jadi dia biarkan saja.
"eemmmm....terus musti ngapain?" tanya Cempaka.
"tuan muda udah pergi kurang lebih 9 tahun, tapi kita gak tau, apa makanan kesukaan tuan muda masih sama apa gak?" jawab bi Wati.
"ya udah , tanyain aja sama Ibu besok," jawab Cempaka.
"Udah, Bibi semua masuk aja tidur duluan, biar Ibu sama Bapak saya yang tungguin, kebetulan tugas ini perlu di seleseikan secepatnya," kata gadis itu sambil lanjut mengetik di laptopnya.
"ya sudah, kalian istrahat saja, biar Nyonya dan Tuan, saya dan Cem yang akan tunggu." jawab Bi Wati menyuruh pelayan yang lain untuk tidur.
"ssstt..bi, aku gak pernah nanyain ke Ibu, kenapa sampai tuan muda gak balik ke rumah selama hampir 9 tahun?" tanya Cem pelan.
"Tuan Muda, pernah mukulin orang sampe hampir eeeeemmm....pkoknya parah lah. Jadi Tuan Muda di kirim keluar negeri untuk intropoksi, intros, ealah..pkoknya perbaiki diri gitu lah," jawab Bi wati, dia memberi tahu Cempaka, karena dia tahu kalau Cempaka adalah gadis yang bisa dipercaya.
"Emang ada alasan apa, dia mukulin orang?" tanya Cempaka lagi.
"Katanya sih, percintaan gitu, dan lain-lainlah. Bibi juga waktu itu gak terlalu ngerti karena Tuan Besar, marah besar, jadi bibi gak berani lah deketin ruang kerja. Udah malah tuan muda juga darahnya lagi panas-panasnya. Darah anak muda gitu," jawab bi Wati.
"hehehehehe" Cempaka cekikikan mendengar kalimat bi Wati.
Mereka mengobrol agak lama, sekitar hampir tengah malam, akhirnya Tuan dan Nyonya Besar kembali.
"Ibu, bagaimana pestanya??" Cempaka lari memeluk Ibu dan menemaninya ke kamar ganti.
"ahhh. biasalah, gosipan orang-orang. Bahkan Reza pun nggak luput jadi bahan gosip. Mending asikan gosipan kamu," jawab Ibu malas.
"hihihihi, gosip di pasar lebih hot, karena gosipnya tentang orang-orang yang gak kita kenal" cekikikan, sambil membantu ibu melepaskan gaunnya.
Bapak masuk ke ruang ganti.
"Bapak gi mana?" tanyanya kepada Tuan Besarnya.
"gimananya gi mana? semua omongannya sama semua," jawabnya.
"eeehhhh? Tapi maklumlah pak,
kan bapak bakalan masuk dunia politik orang ngelirik sana sini, cari pendukung bisnis"
"Tapi entah kenapa, bapak mikir lagi buat masuk dunia politik. Katanya ombaknya besar," Kata bapak ragu.
"Asal bapak luruskan niat, meskipun tidak semudah meluruskan gigi pake behel. Ada Ibu, Cem, sama Tuan-Tuan Muda yang bakalan bantuin bapak," jawab Cem.
Setelah selesei, membantu Ibu dan Bapak mengganti pakaian.
"ahh.tadi Ibu beliin martabak telor kesukaanmu, terus bapak suruh Pak Ridwan antar ke dapur," Bapak memberi tahu Cem yang baru ingat membeli sesuatu.
Kemudian gadis itu keluar berlari menuju dapur.
"Paaakkk Ridwaaan, seriusan habis?" dia melihat kotak martabak kosong dan pak Ridwan menjilati jarinya.
"enakk banget Cem, bapak gak tahan diri," jawabnya.
"udah Bang, jangan jahilin Cem, dia udah seneng-seneng, lihat tuh dia jadi pengen nangis," Bi Wati mengambil piring yang masih penuh dengan martabak.
"Iihhh. Pak Ridwan mah gitu, suka ngejahilin orang, entar kualat sama yang lebih muda". Sambil melahap martabak yang ada di atas meja.
Pak Ridwan adalah supir dan suami Bi Wati, mereka sudah ada di rumah ini kurang lebih 30 tahun.
Semenjak kedatangan gadis muda itu, rumah megah itu kembali penuh tawa.
*bersambung......
Tuan Muda Reza. Demi menyambut kembalinya Tuan Muda, semua orang sibuk mondar mandir.
Makanan kesukaannya, warna seprai kesukaannya. Semuanya tentang kesukaan tuan Reza
Bahkan Ibu pun ikut sibuk.
Anak laki-laki yang hanya bisa dia hubungi lewat telpon selama 9 tahun terakhir, akhirnya akan kembali pulang.
Dan dia akan bisa memeluk putranya secara langsung.
Anak laki-laki yang bahkan tidak pulang dan hanya menghadiri acara pernikahan kakaknya 3 tahun yang lalu.
Hanya sekedar melihat dari jauh, lalu pergi lagi.
Saat itu, Ibu sangat sedih karena tidak sempat melihat putra bungsunya itu.
"Bu, Cem hari ini gak bisa di rumah karena harus ke rumah sakit nemenin Genta, dia operasi dan Bu Nita musti jagain panti." Izin Cempaka pada Nyonya Besar.
"Iya Cem, semoga Genta cepat sembuh yah!" sahutnya.
Nyonya Besar tahu siapa Genta. Hampir seluruh anak di panti asuhan di hafal semua.
Sambil menemani Genta, Cem kembali pada tugas kuliahnya. Dia tidak mungkin fokus kalau di rumah, karena merasa tidak enak kalau tidak kerja sementara yang lain sibuk menyambut kepulangan Tuan Mudanya.
"Aku harus seleseikan tugas ini cepat-cepat, biar bisa bantuin di rumah" ujar Cem.
Dia sangat ingin cepat kembali ke rumah, tapi di sisi lain, adiknya Genta, masih belum bisa di tinggal karena Bu Nita masih sibuk di Panti.
Karena Bu Nita merupakan salah satu pengurus penting panti.
Siangnya, Bu Nita mengirim Putri untuk menjaga Genta.
Putri masih SMA, pulang sekolah baru bisa ke rumah sakit menjaga Genta.
"Maaf, mbak tinggal yah? Kamu yakin bakalan baik-baik aja kan?" tanya Cem, pada gadis di depannya.
"Iya Mbak, aku sudah biasa kan jagain Genta di Rumah Sakit," jawab gadis itu.
"Kalo ada apa-apa hubungin Mbak, gak ada apa-apapun juga hubungin mbak. Kasi tahu bagaimana perkembangan Genta."
Kemudian gadis itu pergi, setelah merasa tenang meninggalakan Genta dan Putri.
Tiba-tiba teleponnya nya berdering setelah dia naik taksi akan balik ke rumah.
"Halo, Jel? ada apa?" jawabnya.
"kamu gak ke kampus?15 menit lagi bakalan mulai," kata teman Cem yang bernama Angel.
"Emang ada apaan di kampus? bukannya katanya Pak Agus bakalan ada seminar?" tanyanya heran.
"ya ampun, pikiranmu ke mana sih? Emang gak masuk kuliah seperti biasanya, tapi seminar ini ganti jam kuliahnya." sahut Angel.
"Apaaaa?kok aku gak tau?kok bisa. Oh My God, ya udah, aku ke situ. Di Aula Pratama kan?
Pak, ke kampus XX aja pak, kalo bisa cepetan dikit yah?" Dia kalang kabut dan meminta supir taksi berbalik arah.
Padahal, dia sangat penasaran dengan Tuan muda yang jadi misteri di rumah itu.
Foto yang ada di meja tuan besarnya hanya ada foto masa anak-anak.
Meskipun familiar dengan wajahnya, dia masih tidak bisa menemukan seseorang yang dia kenal dengan nama Reza.
Kemudian dia memberitahukan pada Nyonya Besar kalau ia tak bisa pulang karena harus ke kampus dulu dan mungkin pulang agak telat dari biasanya.
Sementara itu, di rumah.
Nyonya besar yang mondar mandir menunggu putranya kembali, sangat gugup. Dia berharap Cem ada di sini membantu ia mengurangi rasa gugupnya.
Ia takut, anaknya merasa terbuang selama 9 tahun ini.
Bagaimana kalau anaknya membencinya? Itu yang ada di benak wanita yang khawatir saat ini.
Tak lama berselang, sebuah mobil datang. Dan turunlah putra bungsunya, dengan wajahnya yang tampan, tapi lebih terlihat kalem dan dewasa.
Tanpa sadar wanita itu menangis, rasa rindu yang tidak tertahankan. Putranya turun, kemudian melihat ibunya yang menangis, Iapun langsung memeluk Ibunya.
"Mama" kata anak itu lirih.
"Rezaaaaa, mama kangen sama Reza. Mama gak nyangka kalo Reza bakalan pergi selama ini," sambil sesegukan dia memeluk putranya.
Rencana awal mereka hanya akan mengirim Reza sampai dia lulus SMA, tapi entah kenapa Reza yang memutuskan untuk hidup di luar negeri sendiri dan lebih lama.
"Kamu sudah sampe?" kata Tuan Besar dari dalam yang ikut menyambut putranya itu.
"Iya pah," kemudian mereka berpelukan.
"jadi?" tanya Papanya.
"jadi apa?" tanyanya heran.
"Jadi, apa kamu sudah baik baik saja? apa kamu sudah bisa melatih kesabaranmu?" tanya tuan besar.
"kalo masalah itu, kita lihat aja, karena selama hidup di sana gak ada yang jadi propokator kemarahan Reza," jawab Reza bercanda.
"Udah, ayo kita ke meja makan, bi Wati udah masak makanan kesukaan kamu.
Padahal mama mau ngenalin kamu sama Cempaka. Tapi dia lagi sibuk di kampus," kata Mamanya agak kecewa.
"wahh...wah... apa aku gak cukup buat hari ini?" tanyanya bercanda.
"bukan gitu, kalo kamu kenal Cempaka, pasti kamu bakalan suka. Dia itu anaknya asyik. Selama lima tahun belakangan ini ada dia yang selalu nemenin Mama sama Papah," jawab Nyonya itu senang menceritakan tentang Cempaka pada putranya.
Mereka berbincang banyak, dari apa saja yang di lakukan di luar negeri, sampe perbincangan tentang Cempaka dari Mamanya yang tidak habis-habis.
Akhirnya, tiba waktunya Reza akan istirahat. "Ma, Pah, Reza ke kamar dulu. Rasanya badan Reza pegal, mungkin kangen dengan kasur Reza.
Jangan bangunin Reza, biar ntar bangun sendiri aja"
Dan laki-laki itupun kembali ke kamarnya, mandi, kemudian istirahat dalam kamarnya.
Mendekati senja, akhirnya gadis yang selalu jadi bahan perbincangan Nyonya Besar kembali.
Dia langsung berjalan menuju dapur, haus dan lapar dia langsung membuka kulkas dan meminum air dingin.
"aaahhh segarnya, kenapa seminarnya baru selesei jam segini? udah itu jajan cuma satu kotak aja" mengoceh sambil mengambil buah apel dari kulkas.
"Non, udah balik?" tanya Bi Siti yang bertugas mengurus dapur.
"iya Bi, Tuan Muda, Ibu sama Bapak di mana?" tanyanya heran melihat rumah sepi.
"Tuan muda di kamar lagi istirahat, minta jangan di ganggu. Kalau Tuan sama Nyonya ke acara peresmian salah satu Cabang di luar kota, besok pagi baru balik," jawab Bi Siti.
"Kok aku gak di kasi tau jadwal Ibu dan Bapak, biar nyiapin gaun Ibu sama jas Bapak?" tanyanya heran.
"aaah, itu tadi di urus sama mbak Silvi, karena Ibu tau katanya Non bakalan pulang telat. Non, mau bibi masakin apa?" jawab Bi siti lagi.
"eemmm, gak usah lah bi, ntar aku masak sendiri aja, selesei mandi ntar aku yang masak," ucapnya sambil berjalan ke kamarnya.
Setelah merasa segar, gadis itu kembali ke dapur dan memasak makan malamnya.
Sambil bersenandung kecil, dia asyik menyiapkan keperluan masaknya, sehingga tak sadar ada seseorang di belakangnya.
"emm, tuan muda belum bangun yah? apa gak makan malam? aku masakin apa gak yah? atau musti tunggu Bi Wati aja yang masakin dia?" Dia mengoceh sendiri sambil melihat bahan masakan yang ada di kulkas.
Laki-laki itu hanya melihat gadis itu sambil tersenyum.
"sekalian aja masakin, biar gak bikin repot" kata laki-laki itu bicara tiba-tiba.
"aaaaaaaahhhh....." dia berteriak dan berbalik nelihat tuan muda yang sejak tadi berdiri di balik meja dapur. Semua sayur di tangannya jatuh ke lantai.
Semua pelayan yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing, masuk bergegas ke dapur. Karena teriakan Cempaka lumayan keras.
"Non, ada apa? kenapa?" tanya bi Siti khawatir.
"gak, cuma kaget, tiba-tiba ada orang bicara di belakang Cem," dia menunjuk ke arah Reza.
"Tuan Muda sudah bangun? mau makan malam sekarang Tuan? biar saya masakin?" tanya bi Wati.
"Gak usah bi, katanya Cempaka mau masak, jadi aku suruh dia sekalian aja masak buat aku. Gak apa-apa kan Cempaka?" tanyanya pada cempaka.
Reza langsung tau kalau gadis itu adalah Cempaka yang sejak kedatangannnya di bicarakan oleh Mamanya.
"iya, gak apa-apa. Biar Cem yang masak sekalian." Dia berkata masih memegang dadanya yang kaget.
Akhirnya semua pelayan itu kembali pada pekerjaannya masing-masing.
"Reaksimu heboh bangett sih, hahahahhahahahaha," Reza yang sejak tadi menahan tawa akhirnya tertawa mengingat reaksi Cempaka.
Cempaka hanya bisa diam dan merasa kesal.
"sabar Cem, ntar juga tuh orang kualat sendiri"
"Seperti kata Mama, mungkin aku gak bakalan bosan di rumah karena gadis ini" pikir lelaki muda itu.
*bersambung...
Menjahili seseorang itu sangat seru, apalagi kalau reaksi orang yang di jahili begitu heboh.
Itulah kenapa, kalau ada orang yang punya reaksi heboh setelah di jahili sekali, maka yang menjahilinya akan ketagihan.
"Masakanmu enak juga," tutur Reza.
"Eh iya, makasih Tuan Muda, silahkan di nikmati," jawab Cem sambil membawa piring dan gelasnya ke arah taman belakang.
"Kamu mau ke mana?" tanya Reza
"Mau makan Tuan, di taman belakang." jawabnya polos sambil menunjuk ke arah taman dengan bibirnya, karena tangannya penuh.
"Bukannya biasanya kamu makan di meja sini bareng Mama dan Papa?" tanya Reza
"iya sih, kalo itu sama bapak sama ibu. Gak tau deh sama situ." batin Cem.
"Emm, apa gak apa-apa?" tanya gadis itu ragu. Dia hanya tidak ingin Tuan Muda itu menganggapnya tidak sopan.
"Iya, gak apa-apa, duduk aja sini," tutur Tuan Muda itu menunjuk kursi di meja makan.
"*B*aik juga tuan muda ini, mungkin tadi dia gak sengaja kagetin aku"
Rasa kesal yang sempat ada untuk Tuan Muda hilang dari hati gadis itu.
Setelah selsei makan, Cem memutuskan untuk mengerjakan tugas kuliahnya di taman belakang.
Seperti biasa, dia meletakkan cemilan dan minuman di atas meja, laptop di atas meja kecil di atas pahanya. Sambil asyik mendengarkan musik.
Tuan muda yang melihat gadis itu dengan serius mengerjakan tugasnya, tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Dia memajukan wajahnya dengan tahan nafas ke dekat wajah gadis itu dari belakangnya, melihat ke arah laptopnya dan bertanya tiba-tiba.
"kamu lagi ngerjain apa serius sekali?" gadis yang sedang asyik itu tidak merasakan kehadiran seseorang itu, sontak teriak dan hampir terjatuh dari kursinya.
"aaaahhhhh...ibuuuuu......" dia teriak dan berdiri dari kursinya, meja kecil dan laptop masih sempat dia selamatkan tetapi cemilan dan minumannya sudah jatuh dan berserakan ketika dia refleks berdiri dan menyenggol meja didepannya.
"kenapa sih kamu?" tanya Reza pura-pura bodoh.
Reza senang sekali melihat wajah kaget dan lucunya Cempaka.
"Kenapa tuan selalu gak bersuara kalo datang?" tanya gadis itu agak kesal tapi tak mau lancang.
"Belum satu hari dia disini, aku keburu mati jantungan gara-gara nih orang" Cem ngedumel dalam hati.
"Aahhhh, sorry. Mungkin karena kamu serius banget jadi kamu gak dengar aku datang" jawabnya santai tanpa rasa bersalah.
"Iya, tapi maksud saya, seenggaknya sebelum ngomong tiba-tiba di samping saya, panggil kek nama saya dulu atau apa gtu," jawab Cem masih kesal.
Cempaka kemudian meletakkan laptopnya dan membereskan makanan yang jatuh berserakan.
"iihh..bukannya bisa fokus kerjain tugas"
"Ya udah, aku balik istirahat dulu," Reza meninggalkan taman belakang.
"Sudah salah, pura-pura ****. Setidaknya bantuin beresin ini kek" ucap Cem pelan.
"Ralat,dia sengaja kagetin aku tadi. Tuan ini hobinya bunuh orang, jantungku rasanya mau copot gara-gara tadi" masih memegangi dadanya yang berdetak cepat.
Setelah membereskan kekacauan tadi, Cempaka kembali ke kamarnya.
"Udahan ah, besok juga libur. Biar besok malam aja aku lanjutin kamu yah. Aku mau istirahat seharian besok." Menutup laptopnya dan mencari buku novel kesukaannya.
Sementara Reza sibuk mencari sesuatu di kamarnya. Dia mencari mainan untuk menjahili Cempaka besok. Dia tertawa sendiri ketika membayangkan wajah kagetnya Cempaka dan wajah dongkolnya.
Berkali-kali dia berfikir kalau wajah Cempaka sangat familiar, tapi dia tidak bisa mengingatnya. Sembilan tahun di luar negeri, gak mungkin dia pernah melihat Cempaka apalagi kalau cuma sekedar lewat.
Keesokan harinya.
Seperti biasa, Cempaka sibuk membersihkan kamarnya, membantu pelayan yang masih sibuk. Menyiapkan pakaian Ibu dan Bapak untuk di gunakan pulang dari luar kota nanti.
Setelah mendapat jadwal Ibu dan bapak dari Pak Didi, Cem langsung menyiapkan semua keperluan Ibu dan Bapak.
Dari pakaian santai di rumah, sampai pakaian yang akan dipakai di acara sore.
Setelah semuanya selesei, waktunya bersantai buat Cem, apalagi hari libur kuliahnya.
Cem duduk, di ayunan di taman belakang sambil membaca bukunya.
Tentu saja Reza yang melihat kesempatan ini, tidak akan melewatkannya. Mainan laba-laba yang sudah dia siapkan sejak tadi malam akan beraksi.
Tengah serius membaca, tiba-tiba laba-laba itu jatuh dari atas dan mendarat di bukunya.
Cem pun berdiri lompat-lompat, kemudian berlari ketakutan dan berteriak.
"aaahhhh ibuuu...bapakkk...." dia
berlari masuk rumah, begitu dia mendengar suara tawa dari arah taman langkahnya berhenti.
"hahahahahahahhaha..hahahahhahahaha" Reza tertawa terbahak-bahak sampe tak bernafas, wajahnya merah, air mata keluar dari matanya.
"aaaaarrrgggghhhhh....Ini tuan muda benar-benar cari mati atau gak, mau matiin orang.
Umurnya berapa sih? masih aja kekanakan begitu"
Meskipun kesal Cempaka tersenyum tipis.
Cem berjalan ke arah tuan Reza, dengan senyuman palsunya. "Tuan, ada perlu apa kok ada di Taman?" Dia pura-pura tidak menganggap kalo itu ulah tuan mudanya.
"ohhh, cuma mau cari angin segar," jawabnya sok keren sambil menghirup udara dan membentangkan tangannya.
"Tuan balik ke sini ada misi mau bunuh saya?" tanya Cem kesal.
"buahahahahhaha, misi?" Reza tertawa lagi.
"heeeehhh" Cem menghela nafasnya.
"Sudahlah, aku terlalu tua dan lelah untuk berdebat sama anak-anak di tubuh dewasa. " dia bergumam pada diri sendiri tapi di dengar oleh Reza.
Reza hanya tersenyum melihat gadis itu.
"eh, Cempaka, serius. Kayaknya aku pernah ngelihat kamu deh? kamu pernah keluar negeri? atau kita pernah ketemu sebelumnya? berapa umur kamu?" tanyanya penasaran, karena tidak bisa menghapus rasa familiar dari wajah Cempaka.
"Tuan baik-baik aja? gak anu kan?" sambil memutar jari telunjuknya dekat kepala yang artinya gila.
"Sial kamu, orang cuma nanya gitu aja," jawab Reza ketus masih dengan nada bercanda.
"heh..emang kayak orang gila, datang-datang langsung ngerjain orang. Dasar sinting"
"mana pernah saya keluar negeri. hemmm. saya juga kayaknya pernah deh ketemu Tuan Muda. Mungkin karena wajah Tuan pasaran" jawabnya bercanda, meski ia juga merasa familiar dengan wajah Reza.
"Non, Nyonya sama Tuan udah nyampe. Ehhh Tuan Muda juga di sini?" kata Bi Sri mengabarkan Cempaka kepulangan Tuan Besarnya membuyarkan ingatan yang coba dia gali.
Cempaka pun berlari ke depan, menyambut kedua orang yang dia hormati dan sayangi itu.
"Ibu, Bapakkk," teriaknya sambil memeluk Nyonya Besar dan Tuan Besar.
Reza yang melihat interaksi ini, sedikit kaget.
"Gi mana acaranya, lancar?" tanya gadis itu pada Nyonya nya.
"Biasa, acara resmi. Ibu suka cepat capek dan bosan, coba Cem ikut pasti seru. Seenggaknya, Ibu ada teman ngobrol.
Kamu udah bangun?" Nyonya yang melihat putranya yang masih kebingungan.
"ooooh. iya, udah bangun dari tadi" jawabnya masih bingung dan tidak terbiasa.
Ibunya kemudian berjalan menuju kamar ganti dan diikuti oleh Cempaka dengan ocehan kecilnya kepada Nyonya Besar.
Ayahnya yang melihat reaksi putranya kemudian menjelaskan kepada putranya, kalau itu hal biasa sejak kedatangan Cempaka di rumah ini.
"Emangnya, mama gak pernah bahas mau ngadopsi anak?" tanya ayahnya.
"Emm..pernah sih, tapi katanya anak itu gak mau, jadi anak itu Cempaka? kenapa dia gak mau?" tanyanya heran.
Ayahnya hanya mengkat bahu dan pergi ke ruang ganti juga.
"Ada oleh-oleh di bawa sama Pak Ridwan. mending kamu pergi cek sana." Kata Tuan pada Cempaka.
"Entar aja, bantuin ibu dulu," jawabnya santai.
"ya udah, yang penting Bapak udah kasi tau aja. Takutnya di habiskan Pak Ridwan" sahut Tuan Besar itu.
Terang saja, dia mulai cepat-cepat membantu Ibunya berganti. Ibunya hanya tertawa melihat tingkah gadis berusia 20 tahun tersebut.
Sore hari, Reza sudah pergi lari sore sekitar rumah. Karena halaman rumah yang sangat besar sehingga tak perlu keluar rumah untuk lari sore.
"Cem, antarin ini ke kamar tuan muda yah?Taro aja di atas tempat tidurnya, ntar Tuan sendiri yang masukin ke lemarinya," pinta Bi Wati. Dia meletakkan beberapa pakaian Tuan Reza di tangan Cempaka.
"eeeehh. Rajin juga ternyata, masukin pakaian ke lemari sendiri"
Tiba di kamar Reza. Cem langsung meletakkan pakaian tadi di atas tempat tidur Reza. Ia melihat sekeliling kamar, tapi matanya tertuju pada satu benda yang sangat familiar.
Sebuah gelang, buatan tangan kakak sepupunya Dini untuk kekasihnya Eca.
"Eca? berarti ini gelang kak Eca yang dikasi kak Dini donk. Kok bisa di Tuan Reza?" di lihatnya gelang itu dengan seksama dan kebingungan.
"Eca? apa mungkin itu panggilan Kak Dini buat Tuan Reza??"
Cempaka kemudian keluar dari kamar, berusaha mencari Reza untuk menanyakan tentang gelang tersebut.
Dia kemudian melihat Reza jalan masuk rumah.
"Kak Eca?" panggilnya
"emm, kenapa?" tanpa sadar dia menyahut panggilan nama yang sudah lama dia tak dengar.
Kemudian dia berbalik melihat Cempaka, karena dia heran kenapa dia bisa memanggilnya dengan nama itu.
Nama yang sudah lama ingin ia lupakan.
*bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!