Kisah ini milik seorang gadis yang telah direnggut masa bahagianya, ia menjadi sosok yang jauh berbeda dengan dirinya yang dulu.
"Kamu jadi anak cewe kok males-malesan!" Omelan yang selalu dilontarkan kepadanya setiap hari. Ia sudah muak mendengarnya. Keisha hanya menutup telinga tak mendengarnya.
Bukan ia ingin malas, namun kepalanya tengah berperang dengan diri sendiri memikirkan kekhawatiran akan masa depan.
Angelina Keisha Ardana, anak perempuan pelindung orang yang mulia seperti malaikat. Ia biasa dipanggil Keisha oleh semua orang.
...**********...
"Kak Fira mau kemana?" tanya Keisha yang melihat kakak perempuannya berpakaian rapi hendak pergi.
"Ke luar," jawab Dafira Ardelia Ardana atau kakak perempuan Keisha dengan singkat. Mimik mukanya datar tanpa menatap adiknya.
"Kemana? sama siapa?" Keisha kembali bertanya, tetapi kali ini tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Fira.
Fira berjalan keluar rumah dan Keisha masih memantaunya dari ruang tamu. Dilihatnya seorang perempuan seumuran dengannya, ia mengenalnya.
Dia adalah Celine, sepupunya. Fira yang notabene adalah kakak Keisha, namun dirinya lebih dekat dengan sepupunya, Celine.
Keisha menahan sesak di dadanya, kala melihat pemandangan menyakitkan itu. Bahkan dirinya tidak pernah di ajak bepergian oleh Fira.
...***********...
"Cuci tuh baju lo, cuci juga tuh piring yang numpuk!" perintah Arseno ketus. Kakak kedua Keisha ini memang sangat dingin.
Ia hampir tidak pernah berbincang dengan kakak keduanya itu. Karena Arseno jarang berada di rumah, ketika di rumah pun Arseno hanya memarahi Keisha.
"Iya," patuh Keisha.
"Jangan iya-iya doang, kerjain!" sentak Arseno membuat Keisha terperanjat. Ia menatap kakaknya dengan tatapan lelah.
"Bisa ngga, jangan bentak Kei? Kei kan udah bilang iya," melas Keisha kepada kakaknya. Sesak dihatinya kian menumpuk ketika sentakan dan bentakan terlontar padanya.
Arseno acuh, ia tidak peduli dengan adiknya yang kini memelas. Ia mengambil kunci motornya. Keisha pun bertanya saat menyadari kakaknya hendak pergi, "Kak Arsen mau kemana?"
"Ngga usah kepo," jawabnya langsung melenggang pergi meninggalkan Keisha yang menatapnya dengan raut sedih.
Gadis berumur 15 tahun itu menguatkan hatinya, kenapa kakaknya sangat dingin pada dirinya? Ia salah apa? pertanyaan yang membuat hatinya semakin sakit.
...***********...
"Kak Kenan," panggil Keisha kepada kakaknya yang sedang berbaring sembari bermain game. Keisha kini menatapnya di depan pintu kamar Kenan.
"Hm?" Kenan masih fokus dengan gamenya, tanpa memperdulikan Keisha. Keisha pun mendekatinya.
Ia ikut berbaring di samping Kenan dan memeluknya. "Keisha mau cerita."
"Jangan peluk bisa ngga?! Lo kan udah gede!" sentak Kenan yang membuat Keisha reflek melepaskan tangannya.
"Sana jangan ganggu! Gue masih main game!" usir Kenan ketus.
Keisha bangkit dan meninggalkan Kenan tanpa sepatah kata. Ia berusaha menyembunyikan matanya yang kini berair. Apakah tidak ada yang menerimanya di rumah ini?
...**************...
"Kakak mu pada kemana?" tanya Radhitiya, ayah Keisha. Ia berpapasan dengan anaknya di dapur.
Ia pun menggelengkan kepalanya tidak tau, "Ngga tau Pa, Kak Fira sama Kak Arsen ngga bilang mau kemana."
"Ya kamu tanya dong! kamu kan dari tadi di rumah. Atau kamu cuma males-malesan dikamar?!" bentakan Papa Keisha membuat matanya berkaca-kaca.
"Keisha udah tanya tapi mereka ngga jawab Pa," jelas Keisha berusaha sabar dan menahan air matanya. Ia memalingkan wajahnya.
"Udahlah! Papa tau kamu cuma males-malesan di kamar," penilaian Radhitiya kepada dirinya membuat ia tersadar. Bahwa dirinya sudah tidak lagi punya posisi di rumah ini.
Keisha pun memutuskan pergi ke kamarnya. Radhitiya juga turut melenggang pergi dengan perasaan jengkel.
...**********...
Keisha menatap foto keluarga yang terpajang di nakas samping tempat tidurnya.
Terlihat jelas difoto itu semuanya masih tertawa lebar tanpa ada tekanan. Semuanya berbeda sekarang. Ia tidak bisa lagi melihat senyum-senyum tulus itu.
#Flashback On
"Kei nanti mau sekolah di SMA favorit itu," tunjuk Keisha yang saat itu masih bersekolah di jenjang SMP.
SMA yang ditunjuknya adalah sekolah impian dirinya sejak kecil. SMA favorit di kotanya, dan siapapun tentu saja ingin bisa masuk ke sekolah itu.
"Tentu dong. Kamu harus bisa masuk ke sekolah itu," u**jar Radhitiya dengan senyum merekah, melihat antusias putrinya.
"Ayo kita dukung Keisha biar masuk ke SMA Garuda!" Papa Keisha mengepalkan tangannya ke atas, memberikan dukungan penuh kepada Keisha. Gadis kecil itu kini tersenyum lebar sangat tulus.
Kenan, Arseno, dan Fira pun turut menyemangati Keisha. "Iya Sha. Kamu harus bisa masuk ke sekolah itu. Kita pasti dukung adek kita yang satu ini."
Kenan mencubit pipi Keisha. Sang empu pun menggembungkan pipinya kesal. "Sakit kak Ken!"
Semuanya tertawa melihat reaksi gadis lucu itu, menurut mereka Keisha sangat imut dengan ekspresi seperti itu.
#Flashback Off
Kilas balik itu sangat menyesakkan dada.
"Papa, Kak Kenan, Kak Arsen, Kak Fira. Sekarang Kei udah sekolah di SMA favorit itu, tapi sekarang kalian kemana?" lirih Keisha sedih. Butiran air menumpuk di pelupuk matanya.
Ia sakit jika mengingat bagaimana sekarang ia diperlakukan. Dulu dirinya sangat dimanja layaknya seorang putri.
Namun sekarang, bahkan tidak ada seorang pun yang peduli padanya. "Ma, Keisha rindu rumah kita."
Tangisnya yang sedari tadi ia tahan itu kini pecah. Air matanya mengalir dengan kesepian di malam hari ini. Menangis dalam diam memang sangat menyakitkan.
“Pa, Keisha berangkat sekolah dulu,” ujar gadis berseragam lengkap dengan rambut tergerainya. Ia mengulurkan tangan bermaksud untuk menyalami tangan ayahnya.
“Ya,” jawab singkat Radhitiya menyambut tangan anaknya meskipun tanpa menoleh dan tetap fokus pada majalah. Keisha menghela nafas berat.
Tidak apa-apa, ini masih pagi. Keisha menyemangati dirinya, ia sudah terbiasa dengan sikap dari keluarganya sekarang.
Keisha pun bergegas menuju teras rumah, dimana di sana sudah ada motor matic yang biasa ia gunakan ke sekolah. Ia langsung menyalakan motor dan menuju sekolahnya.
Jika kalian bertanya dimana kakak Keisha yang lain, maka jawabannya adalah Fira sudah berangkat dari pagi buta. Sementara Arseno, hanya pulang pada sore hari. Dan Kenan masih tidur.
...**********...
Di salah satu bangku kelas x, seseorang tengah memfokuskan pandangannya pada buku yang dipegangnya, sembari sesekali menoleh jam tangan yang ia pakai.
Ia menghembuskan nafasnya, merungut kesal. “Huft Keisha mana sih? Kebiasaan tuh anak pasti mepet berangkatnya.”
Baru saja ia menggerutu seperti itu, tiba-tiba orang yang dimaksudnya memasuki kelas. Ia langsung menatap nyalang Keisha. “Kebiasaan banget lo berangkat jam segini, bentar lagi bel bunyi bege.”
Keisha memutar bola matanya malas, ia pun menghampiri temannya itu dan langsung duduk disampingnya. “Males bangun pagi gue, ada pr ngga?"
“Ngga tau gue ngga pernah ngerjain pr,” balas Laura acuh. Ia menutup novel yang tadi dibacanya dan memasukkannya ke dalam tas.
Benar, mereka berdua memang sangat jarang mengerjakan tugas, hanya jika ada hidayah saja mereka akan mengerjakan.
Sudah satu setengah semester mereka belajar di SMA Garuda. Dan seperti itulah kebiasaan mereka, bahkan saat pelajaran pun jarang menulis.
“Yaudah lah, semoga ngga ada tugas apa pun,” harapnya yang mungkin sedikit mustahil, karena sekarang ini suasana kelas sedang gaduh dan banyak yang membicarakan tugas.
‘Tet! Tet! Tet!’
Bel masuk berbunyi, terlambat sudah mereka yang baru mengerjakan tugas. Pastinya mereka akan berbuat curang dan sepakat untuk berpura-pura tidak ada tugas.
“Selamat pagi anak-anak,” sapa guru yang baru masuk ke kelas. Mata pelajaran pertama di hari Selasa, Matematika.
...*********...
...~Skip Istirahat~...
Di kantin dua orang bersahabat itu sedang beristirahat sembari menyantap makanan untuk mengisi energi yang terkuras karena baru saja berhadapan dengan rumus-rumus.
“Setengah tahun lebih gue sekolah disini, belum paham gue sama metode pembelajarannya!” omel Laura yang kepalanya terasa hampir meledak.
“Jalanin aja lah,” ucap Keisha enteng. Ia meminum es teh yang ia pesan setelah menghabiskan makanannya.
“Jalanin pala lo, ngga ada semangat yang ada!” kesal Laura menghembuskan nafas kasar.
Keisha menaikkan kedua alisnya menatap heran sahabatnya yang sedari pagi marah-marah. “Lo kenapa deh? emosi mulu perasaan.”
“Ngga,” jawab Laura singkat. Terbesit sebuah ide dalam kepalanya. “Pulang sekolah ke rumah gue yuk Kei!”
“Lah tiba-tiba banget?” tanya Keisha heran.
Sahabatnya menganggukkan kepala. “Iya, atau ke rumah lo aja?”
Gadis dengan rambut tergerai itu langsung menggelengkan kepalanya. “Ngga-ngga, pulang sekolah gue ngga bisa, udah ada janji.”
“Yaelah janji sama siapa si? pacar?” tanya Laura dengan nada yang sedikit kecewa.
“Bukan lah, gue ngga punya pacar ya.” Sanggahnya cepat.
“Terus siapa?”
“Ada, seseorang.” Memang benar, semalam ia baru mengabari seseorang yang dekat dengannya. Ia mengajaknya bertemu hari ini sepulang sekolah.
“Hmm.” Laura hanya berdehem. Jujur saja ia merasa masih ada dinding antara dirinya dan Keisha, gadis itu sangat tertutup sekali.
Laura tidak tau apa-apa mengenai Keisha, bahkan dia pun belum pernah berkunjung kerumahnya. Setiap kali ia ingin ke rumahnya Keisha selalu menolak.
Ia pun tidak tau siapa yang akan ditemui Keisha pulang nanti. Ia tidak tau siapa orang-orang penting bagi Keisha. Hal terburuknya, mungkin ia hanya sekedar mengenal Keisha dari nama.
Laura menghembuskan nafas kecewa. Keisha menyadari perubahan air muka sahabatnya, namun ia tak mengucapkan sepatah kata pun.
Barulah beberapa menit saat dirasa jam istirahat hampir habis, ia mengajak sahabatnya ke kelas. “Ke kelas yuk Ra, bentar lagi masuk.”
Laura mencoba mengusir apa yang mengganggu pikirannya, ia pun mengangguk, “Ayo.”
...**********...
#Flashback On
Keisha mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, ia memencet nomor seseorang dan berusaha menyambungkan telepon ke seberang.
📱“Hai Cha?”
‘Cha’ panggilan khusus dari seseorang yang ada di seberang sana. Sebenarnya ‘Icha’ adalah nama panggilan Keisha sewaktu kecil, namun sekarang rasanya hanya orang itu yang memanggilnya ‘Icha’.
“Apa kabar, El?” tanya Keisha padanya melalui sambungan telepon.
📱“Baik, ada masalah apa?” Seakan peka dengan keadaan Keisha.
“Ngga ada, Cuma mau ngajak lo main besok, udah lama ngga keluar, suntuk ngga ada temen.”
📱Terdengar sedikit tawa dari sana. “Haha, yaudah besok. Pulang sekolah?”
“Iya, jangan ngaret.”
📱“Enak aja, yang sering ngaret itu lo ya.”
“Yaudah, gue mau bilang itu doang, bye.”
📱“Bye Cha, sampai ketemu besok.”
“iya.”
‘Tut’
Keisha mematikan telepon tersebut. Rasanya ia ingin keluar dari penjara ini. Entahlah, mungkin bukan keluarganya yang jahat, melainkan Keisha.
Bahkan dirinya menganggap rumahnya adalah penjara.
#Flashback Off
Hanya orang tersebut yang masih bisa Keisha percaya. Ia belum bisa terbuka ke orang lain. Rasanya ia tidak ingin membicarakan tentang dirinya sendiri.
“Lo ngga marah kan Ra?” tanya Keisha, entah kenapa ia sedikit merasa bersalah kepada temannya itu.
Laura mengerutkan alisnya. “Marah kenapa deh? Ngga apa-apa kali, kan bisa lain hari kita mainnya.”
“Iyadeh."
Mereka kembali terdiam saat memasuki ruangan kelas.
“Lo ngga pulang?” tanya Keisha kepada temannya yang masih betah duduk di bangkunya, padahal bel pulang sudah berbunyi sedari tadi.
“Belum, nunggu jemputan, lo katanya ada janji?” Laura menatap Keisha bertanya.
Keisha mengangguk, “Iya, ini gue mau ke depan. Ngga apa-apa gue tinggal?”
“Ngga apa-apa kok, santai. Sana lo pergi siapa tau udah ditungguin.”
“Ngusir lo?” Keisha menatap sinis, namun itu hanya sebuah candaan. Ia tau maksud baik temannya.
“Iya! Gue ngusir, sana lo jauh-jauh ngga usah balik!” karena kesal dengan temannya, Laura pun memilih untuk mendalami peran saja. Ia berlagak seperti orang yang tengah mengusir.
“Haha, iya-iya bawel banget lo. Bye, awas ada nenek lampir!” Keisha pun tertawa dan meninggalkan temannya yang menatap nyalang dirinya.
“Dasar bocah,” gumam Laura menatap punggung temannya yang menghilang dari balik pintu.
Sepeninggalan orang yang sudah dianggapnya teman terdekat, ia termenung. “Kapan lo bisa terbuka ke gue Kei ...?”
Laura segera menggelengkan kepalanya cepat. Tidak-tidak, dia bukan sosok yang dramatis. Ia menepuk pipinya sedikit keras menyadarkan dari lamunan.
...**********...
Keisha memasuki cafe yang terletak di depan gedung sekolahnya yang hanya berbatasan jalan raya. Ia sudah memarkirkan motornya di parkiran.
Matanya menelusuri sudut-sudut ruangan itu, nampak punggung seseorang yang dikenalnya. Ia pun berjalan menghampiri, menepuk pundak orang tersebut.
“El,” sapanya tersenyum manis. Ia pun duduk di kursi depan gadis yang disapa ‘El’ itu.
Adine Elvina Allison. Gadis itu kerap disapa El, Elvina adalah sahabat Icha semenjak ia duduk di bangku SMP, meskipun sekarang mereka berbeda sekolah namun hubungan mereka masih terjalin dengan sangat baik.
“Icha! Apa kabar lo? Tumben banget lo ngajak main, biasanya kan omong doang,” sapa sahabatnya itu dengan omongan yang sedikit nyelekit.
“Baru juga gue duduk El, udah dikatain aja gue.” Keisha memutar bola matanya jengah. “Gimana sekolah lo?”
Elvina mengangkat bahu acuh, “Biasa aja, ada si beberapa temen, Cuma ya lo tau sendirilah, gue juga kan udah sering cerita.”
“Bilang aja ngga ada temen yang sebaik gue and seperfect gue,” sahut Keisha bersolek dengan nada bicara sombong. Ia hanya bermaksud bercanda.
Elvina menatap sinis sahabatnya itu, “Idih najis, bisa-bisanya gue punya sahabat kayak lo.”
Keisha hanya menanggapinya dengan tawa renyah. Senang rasanya saat berbicara dengan orang terdekat, sudah lama ia tidak sesantai ini.
“Oh ya, lo masih sering ngerasain cemas?” tanya Elvina yang mengetahui gangguan yang dialami temannya.
Keisha terdiam sejenak, “Ngga. Gue udah ngga pernah ngerasain cemas lagi.”
El menatap sang empu kemudian mengangguk paham, “Bagus deh.”
“Lo sendiri, gimana sama keluarga lo?” ...
Beberapa jam berlalu. Hari pun sudah gelap. Banyak sekali cerita yang baru sempat mereka sampaikan. Hingga tatapan dari sekitar mulai membuat mereka risih.
“Pulang yuk Kei, kita belum ganti baju. Malas sama tatapan orang lain,” risih Elvina yang merasakan tatapan kurang suka dari orang-orang disekitar.
Keisha yang turut menyadarinya pun mengangguk setuju, “Lo pulangnya gimana?”
“Gampang gue mah, nanti minta jemput,” jawab Elvina.
“Ngga mau bareng gue? Atau ke rumah gue biar nunggunya di rumah gue aja,” tawarnya kepada sang sahabat. Ia merasa tidak enak meninggalkan sahabatnya sendirian disini.
“Lebay deh lo, ngga apa-apa kali lagian belum selarut itu,” jelas Elvina. Ia tau niat baik temannya, namun arah rumah mereka berbeda ia tidak ingin merepotkan.
“Yaudah, gue pulang duluan ya,” pamitnya kepada Elvina. Sang empu pun mengangguk.
Keisha melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan. Ia pun melangkahkan kakinya keluar dari cafe tersebut. Keisha langsung menuju parkiran.
Ia pun menyalakan motornya sesaat setelah membayar parkir. Jalanan malam yang tampak ramai, lampu-lampu jalan dan gedung pun terlihat sangat indah.
Keisha melajukan kendaraannya dengan santai. Namun ditengah perjalanan motornya terasa tidak seimbang, ia hampir jatuh dibuatnya. “Eh! Eh! Motornya kenapa?!”
‘Cittt!’
Ia pun mengerem motornya dan memberhentikannya di pinggir jalan. Sungguh sial dirinya, ia mengecek apa yang salah dengan motornya. “Ih kok bocor si bannya? Terus gue pulangnya gimana dong.”
Jarak dari sini ke rumahnya masih cukup jauh, mungkin ia bisa mendorong motornya sampai rumah. Tapi mungkin ia akan pingsan setelahnya.
Keisha mengambil ponselnya dari dalam tas dan mencoba menyalakannya, “Yah ayo dong handphone, jangan mati sekarang. S**t!”
Umpatnya saat handphone miliknya mati karena low baterai. Keisha menepuk jidatnya, dia benar-benar panik sekarang. “Padahal tadi ngga kenapa-kenapa."
“Eh cantik, ada yang bisa gue bantu?” tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang mendatangi dirinya, menawarkan bantuan tetapi dengan tatapan yang membuatnya risih.
“Maaf, saya bisa sendiri,” jawabnya acuh, ia sebenarnya membutuhkan bantuan. Namun sepertinya laki-laki di hadapannya ini bukanlah orang baik-baik.
“Idih sok jual mahal banget si, sini gue bantu, tapi ngga gratis,” tawarnya dengan tatapan nakal.
Keisha semakin risih dibuatnya, ia tidak tau harus berbuat apa, dirinya benar-benar panik sekarang. “Maaf, saya udah bilang saya bisa sendiri!”
“Udah sini, kita ke bengkel,” ajaknya sembari menarik pergelangan tangan Keisha.
Keisha pun reflek memberontak, ia tidak menyangka ada orang yang lancang seperti itu, “Lepasin!!! Lancang banget lo narik-narik tangan gue!”
“Udah deh ngga usah sok jual mahal!” orang tersebut ingin menarik Keisha pergi dari sana.
Dengan sekuat tenaga ia melepaskan tangan laki-laki jahat tersebut, “Eh gila kali lo! Kalo mau yang murah sana lo nyewa! Lagian kalo lo mau bantuin, harusnya lo bantu dorong motornya bukan malah lo narik-narik tangan gue b*go!!!”
Saking kesalnya ia dengan orang itu, ia pun tidak bisa mengontrol nada bicaranya, maaf saja jika ia membentak dan berlaku tidak sopan, namun orang itu terlebih dahulu berlaku tidak sopan kepadanya.
‘Broom! Broom!’
Motor berwarna hitam tiba-tiba berhenti didepan mereka. Orang yang mengendarainya langsung turun dan mencekal tangan laki-laki kasar itu.
“Eh lo siapa?!” tantang laki-laki yang menarik tangan Keisha tadi.
Kini Keisha sudah terbebas, ia pun berlindung di balik punggung orang yang baru datang sembari menunduk.
“Yang jelas gue bukan cowo kayak lo!” sentak laki-laki yang masih mengenakan helm tersebut. “Kalo ngga mau tangan lo patah, lebih baik lo pergi sekarang!”
Mendengar suara yang berat dan terkesan sangat marah tersebut, laki-laki yang tadinya menantang seketika nyalinya langsung menciut. Ia berdecak dan langsung pergi dari sana.
“Lo baik-baik aja?” tanyanya berbalik badan dan menghadap Keisha sepenuh, ia pun melepaskan helmnya. Keisha nampak menundukkan kepalanya.
“Iya, makasih,” jawabnya dengan nada lemah. Ia sangat shock sekarang, kejadian ini sangat cepat otaknya masih mencerna.
Keisha mengatur nafasnya, perasaan panik, marah, kesal, takut bercampur padu dalam benaknya. Ia menarik nafas panjang.
“Mau ke bengkel?” tawarnya kepada Keisha. Meskipun orang tersebut menawarkan bantuan, nada dan tatapan orang tersebut sangat datar.
“Apa masih ada bengkel yang buka?” Keisha ragu jika ada bengkel yang buka, karena ini sudah malam.
“Ada,” jawabnya singkat, dengan nada yang terkesan cuek dan acuh tanpa ingin menjelaskan lebih detail.
Keisha tersenyum miris, ia jadi bingung. Orang tersebut seperti ingin tak ingin membantunya. “Eum, dimana?”
Laki-laki tersebut tak menjawabnya, ia mengambil benda persegi panjang berlayar dingin dari saku jaketnya, menelepon seseorang disana.
📱“Halo bos, kenapa? Tumben banget malam-malam nelpon.”
“Kesini.”
📱“Ya dimana bos? Gue kan ngga tau lo dimana sekarang.”
“Depan taman. Sekarang.”
‘Tut’
Ia mematikan sepihak sambungan teleponnya. Laki-laki itu membuka room chat seseorang yang dikenalnya, ia membuka kamera dan memotret motor milik Keisha dengan caption ‘Ambil’.
Setelah menekan tombol ‘send’ ia pun memasukkan kembali ponselnya kedalam saku jaket.
Ia menatap Keisha. “Gue anter pulang.”
“Eh makasih sebelumnya, tapi gue mau nunggu motornya jadi aja,” tolaknya dengan halus. Ya meskipun begitu, Keisha pun tidak tau motornya kapan jadi, bahkan sekarang pun belum di ambil oleh pihak bengkel.
“Besok baru jadi,” jelas laki-laki itu singkat. Ia memakai helmnya kembali dan menaiki motornya.
Seketika hatinya terasa tertimpa batu. S**t! Terus bagaimana sekarang?!
“Naik!” perintah dari laki-laki tersebut. Keisha ingin menolak namun bagaimana lagi? Tidak ada pilihan lain.
Ia pun menuruti perintah seseorang yang menolongnya itu, meskipun orang tersebut tidak hangat namun dia sudah baik dengan Keisha, mungkin dia harus membalasnya.
‘Broom! Broom!’
Motor tersebut melaju dengan cepat, membuat Keisha memejamkan matanya takut. Tanpa sadar tangannya memegang erat ujung jaket laki-laki yang memboncengnya
...*************...
Klarifikasi, walaupun info update tidak ada kejelasan. Tapi author berusaha agar setiap hari bisa update minimal 1 chapter. Walaupun di jam yang tidak menentu. Waktu normal update author itu jam 00.00 atau jam 04.00 pagi... jadi kalau belum update jam segitu berarti ada kendala🖤
Sebelumnya terimakasih atas dukungan kalian semuaaa. Love you all🖤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!