NovelToon NovelToon

I Am Home

Teman baru

"Jadi apakah cinta sudah menemukan jalannya sendiri untuk pulang?" tanya sang istri pada suaminya.

"Yes, I AM HOME" Dimas mengecup kening istrinya, wanita yang menjadi sebuah keajaiban, Anugerah dan tempatnya untuk pulang.

Cinta memang tak akan pernah salah memilih jalannya sendiri untuk pulang, dan Dimas telah membuktikan hal itu, dia menikah dengan seorang wanita yang sama sekali tidak pernah ada dalam bayanganya, bahkan namanya saja tidak Dimas ingat saat pertama kali mereka bertemu kembali setelah bertahun tahun lamanya.

...****************...

SEMUA DI MULAI DARI SINI

Teriakan seorang wanita di sertai gedoran pada pintu yang cukup memekakan telinga mengakhiri mimpi indah Dimas pagi itu.

"Dimas udah bangun ma" teriak Dimas untuk mengakhiri penderitaan pagi itu karena ulah sang mama yang tidak mau Dimas terlambat masuk sekolah di hari pertama.

Dimas, seorang yang biasa saja bahkan selalu di pandang sebelah mata karena kondisi fisiknya, Dimas yang memiliki kulit kecoklatan cenderung hitam, tubuh yang jauh dari kata ideal membuat dirinya menjadi sasaran empuk bullying saat duduk di bangku SMP.

Tapi di lain sisi banyak juga teman wanitanya yang memanfaatkan Dimas, karena Dimas terkenal sebagai orang yang berpunya dalam segi materi di tambah otak encer yang di milikinya, membuat banyak wanita yang mendekati Dimas hanya untuk keuntungan semata.

Tidak ingin terulang kembali menjadi sasaran bullying, Dimas memutuskan untuk melanjutkan jenjang SMA ke sekolah yang tidak ada satu pun teman SMP nya dulu.

"Kamu pakai mobil abang aja dek" pinta mama Dimas ketika mereka tengah duduk di meja makan untuk menikmati sarapan pagi.

"Gak ma, Dimas mau pakai angkutan umum aja" jawab Dimas sembari menikmati sandwich kesukaannya.

"Tapi nanti kamu telat" kekhawatiran yang bukan tanpa alasan, karena letak sekolah Dimas yang memang cukup jauh dari rumah, jika menggunakan kendaraan pribadi saja bisa memakan waktu satu jam lebih, apalagi memakai angkutan umum mungkin bisa dua kali lipat waktu tempuhnya.

"Udah ah ma Dimas berangkat" Dimas mengambil tangan sang mama kemudian mencium punggung tangannya "Takut gak kebagian bangku" sambungnya.

Kemudian dia bergegas menuju halte yang tidak jauh dari rumahnya.

Rutinitas Dimas hampir setiap hari hanya di jalani berdua bersama mamanya, Papa Dimas bekerja di luar kota dan hanya pulang satu atau dua minggu sekali, sedangkan kakak Dimas saat ini tinggal dan bekerja di luar pulau bersama isterinya, perbedaan usia Dimas dan sang kakak yang terpaut 10 tahun membuat dia tidak begitu dekat dengan kakaknya.

"Si*l" umpat Dimas saat tiba di depan sekolah namun mendapati gerbang sudah tertutup, dia melirik ke arah jam tangan yang menempel di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 07.20 WIB, Dimas terlambat 20 menit.

"Apes banget" terlihat sedikit raut khawatir di wajahnya, Dimas memang tidak mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa) karena saat itu dia tengah sakit, sehingga hari pertama masuk sekolah membuat dia tidak mengenal satu orang pun.

"Telat bro" Dimas menoleh ke belakang, terlihat dua orang sedang berdiri dengan jarak kurang dari 2 meter, satu orang dengan wajah tengil dan senyum yang cukup menjengkelkan yang tadi menyapanya, sedangkan satu orang lainnya berwajah datar tanpa ekspresi apapun tengah menatapnya tajam.

"Iya" lirih Dimas

"Lemes amat, santai aja kali" ledek orang yang sama dengan yang menyapa Dimas tadi.

"Dari pada kaya orang gak guna mending ikut kita kesana aja" ucap orang berwajah tengil sembari menunjuk ke arah warung yang berada tak jauh dari sekolah.

"Terserah si kalau lo mau jadi tontonan orang satu sekolah baris di depan pas upacara ya sudah di situ aja" ucapnya lagi sambil melangkah meninggalkan Dimas yang masih berdiri mematung.

"Rokok" tawarnya ke Dimas ketika mereka sudah duduk di sudut warung tersebut.

"Gue gak ngrokok"

"Cupu" cibirnya sembari terbahak melihat wajah Dimas yang langsung di tekuk.

"Lo kelas XII?" tanyanya sembari menghembuskan asap rokok.

"Njir, emang muka gue keliatan tua banget apa" jawab Dimas sembari berdecak kesal.

"Hahaha"

"Kalau lo gak pake seragam gue kira guru malah" Lanjutnya setelah tawanya mereda.

"Gue kelas X" kedua orang itu langsung bertatapan mendengar penuturan Dimas.

"Kok gue baru liat?"

"Kemaren gue gak ikut MOS, sakit"

Jawaban dari Dimas langsung berbuah cibiran oleh orang berwajah tengil itu, sedangkan orang berwajah datar hanya diam saja, mereka pun melanjutkan berkenalan diri masing masing, Noval dan Ardi, dua nama yang akan menjadi sahabat Dimas kedepannya, Noval memiliki wajah yang cukup tampan, hanya saja pembawaanya dingin dan terkesan acuh, sedangkan Ardi seorang yang memiliki ketampanan di atas rata rata yang membuat dirinya menjadi playboy, apalagi dia mudah bergaul dan selalu menebar senyum manis.

Dimas yang awalnya khawatir merasa sedikit tenang setelah mengetahui ternyata mereka bertiga satu kelas, apalagi ucapan Noval yang bilang nanti mereka duduk di satu baris yang sama membuat Dimas semakin tenang.

"Gue yang atur" Jawab Noval singkat ketika di tanya masalah tempat duduk oleh Dimas.

Setelah melewati sedikit drama dengan guru BK di depan gerbang, akhirnya mereka bertiga di persilahkan masuk, mulut manis nan beracun Ardi berhasil meloby guru BK agar mereka tidak mendapatkan hukuman, dengan alibi hari pertama sekolah dan belum tahu angkutan umum, apalagi jarak rumah mereka yang memang cukup jauh dari sekolah, akhirnya keterlambatan mereka di maklumi oleh guru BK.

Noval dan Ardi memasuki kelas bersama Dimas yang mengekor di belakangnya, masih dengan tampang tengil Ardi dan wajah datar Noval, hampir semua siswa baru pasti mengenal mereka, karena waktu MOS mereka selalu membuat masalah bahkan sampai baku hantam dengan senior yang menjadi kakak pembibing.

"Lo bertiga pindah depan sana" tunjuk Noval saat tiba di bangku barisan belakang.

Tanpa protes atau membantah ketiga orang yang tadi di tunjuk langsung mengambil tas dan pindah ke bangku depan, mereka enggan membuat masalah dengan dua biang onar itu.

"Lo duduk sini aja sama si Dimas" ucap Noval saat satu orang lagi hendak berdiri untuk pindah ke bangku depan mengikuti tiga orang tadi.

Noval dan Ardi duduk di bangku paling belakang, sedangkan Dimas dan satu teman barunya yang bernama Amar duduk satu baris tepat di depannya, Ardi memberi alasan yang nyeleneh saat mengatur posisi duduk, badan Dimas yang besar memiliki keuntungan saat dia tidur supaya tidak terlihat oleh guru.

Mereka berbincang sejenak saling mengakrabkan diri, Noval type orang yang tidak banyak bicara memilih lebih banyak diam menjadi pendengar perbincangan ketiga orang di sekelilingnya, Ardi yang pandai berkata lebih banyak mendominasi obrolan pagi itu, sebelum akhirnya obrolan mereka terpaksa berakhir ketika wali kelas masuk ke dalam.

Masalah di hari pertama

Hari pertama sekolah di isi dengan pengarahan dari wali kelas dan pembentukan struktur organisasi kelas, Ardi dengan entengnya mengajukan nama Dimas sebagai ketua kelas, hal itu langsung di tolak mentah mentah oleh yang bersangkutan, tapi bukan Ardi namanya jika dia tak memiliki akal bulus untuk memukuskan rencananya.

Tak ada rotan akar pun jadi, istilah yang sangat pas untuk menggambarkan kelicikan Ardi, Dimas yang terus menerus menolak membuat Ardi melirik ke orang yang duduk di sebelah Dimas.

"Jangan gue bro" ucap Amar dengan nada lirih dan mimik wajah memohon ketika Ardi melihat ke arahnya.

"Minimal kalau salah satu dari kalian berdua jadi ketua kelas, kita berempat pasti naik kelas tahun depan" Alibi Ardi yang langsung di bantah dengan keras oleh Dimas dan Amar.

"Filosofi dari mana itu" ucap keduanya kompak.

Amar mengangkat tangannya dengan berat hati, bukan karena ancaman dari Ardi tapi karena termakan oleh janji manis Ardi yang katanya akan menjadi tim suksesnya dan selalu mendukung dia dari balik layar.

Amar maju ke depan bersama satu orang lainnya yang juga mencalonkan diri sebagai ketua kelas, dua orang calon ketua kelas sudah berdiri di depan kelas, terlihat satu orang dengan wajah yang berambisi menebarkan senyum manis sembari mengutarakan visi misinya, sedangkan satu orang lainnya yaitu Amar berdiri dengan wajah pucat seakan tidak ada gairah hidup.

Wali kelas menyuruh mereka untuk mengenalkan diri dan mengutarakan visi misi dahulu sebelum di lakukan pemilihan ketua kelas karena ada dua orang yang mencalonkan diri.

Seakan semesta berpihak pada Ardi, ketika Amar tengah memaparkan visi misinya wali kelas minta izin untuk ke ruang guru sebentar, sebab absensi mereka ternyata tertinggal, Ardi yang melihat peluang langsung meminta Noval ke depan kelas untuk memberikan intimindasi agar memuluskan jalan Amar menjadi ketua kelas.

"Kalau ada yang gak pilih Amar jadi ketua kelas gue tandain muka lo dan gue pastikan gak bakal betah lo di kelas ini" Ancaman yang Noval berikan kepada seluruh murid di kelas itu langsung membuat nyali mereka ciut seketika.

"Yang pilih Amar angkat tangan" wali kelas bengong seketika mendapati semua murid mengangkat tangan mereka.

"Malah bengong" celetuk Ardi dengan suara keras untuk menyadarkan wali kelas yang tengah termenung.

Senyum merekah di bibir Ardi, Noval dan Dimas ketika Amar di dapuk sebagai ketua kelas sedangkan saingan Amar yang bernama Tio mengisi posisi sebagai wakil ketua kelas.

"Kantin bro" ajak Ardi setelah wali kelas pergi, ajakan itu langsung di amini oleh ketiga sahabat barunya.

Mata beberapa murid perempuan menatap ke arah empat orang yang tengah berjalan di tengah lapangan menuju kantin, tentu saja pandangan mereka tertuju pada Ardi yang sudah terkenal tampan dan memilki senyum ramah, Ardi yang berjiwa playboy akut langsung tebar pesona kesana sini.

"Kering gigi lo ntar" tegur Dimas yang sudah mual melihat senyum Ardi.

"Ngiri aja lo" jawab Ardi tanpa menghilangkan senyuman di bibirnya.

Mereka berempat masuk ke dalam kantin yang terlihat cukup ramai.

"Bunda" ucap Ardi dengan percaya dirinya memanggil pemilik kantin, sedangkan orang yang di panggil hanya senyum senyum menanggapi kekonyolan Ardi.

"Kenalin saya Ardi bunda, ini tiga pengawal Ardi" lanjut Ardi dengan tampang tengilnya sembari mencium tangan ibu kantin.

Setelah memesan minuman masing masing mereka menempati salah satu sudut kantin yang kemudian akan menjadi spot favorit mereka untuk menghabiskan waktu istirahatnya sembari memulihan tenaga nantinya.

"Bening bening ternyata cewe di sini" celetuk Dimas sembari mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kantin.

"Gak ada tampang playboy lo, gak usah kecakepan" cibir Ardi yang langsung di sambut gelak tawa oleh kedua temannya dan wajah muram dari Dimas.

"Rumah lo dimana?" tanya Noval sembari menyeruput minuman melalui sedotan.

"Daerah timur gue" jawab Dimas

"Muka gila lo! ngapain nyasar nyampe sini? jauh banget" ucap Amar sembari menoyor kepala Dimas.

"Itung itung refreshing" jawab Dimas cengegesan.

Noval yang tadi bertanya hanya membalas dengan anggukan kecil.

Obrolan kemudian berlanjut dengan memberi tahu rumah masing masing, Amar ternyata rumahnya yang paling dekat dengan sekolah, hanya butuh waktu kurang dari 5 menit dengan berjalan kaki dari sekolah, sedangkan Ardi dan Noval rumahnya tidak begitu jauh dari sekolah, sekitar 30 menit menggunakan angkutan umum.

"Mar dipanggil pak Tama (nama wali kelas) di suruh ke ruang guru" Amar yang tengah duduk santai langsung menatap tajam ke arah Ardi setelah mendengar ucapan dari teman sekelasnya yang menjabat sebagai sekretaris.

"Gara gara lo Di, bikin kerjaan gw nambah" sungut Amar sembari berdiri.

Ardi tidak memperdulikan Amar yang tengah kesal, dia malah menggoda teman kelasnya yang cukup cantik itu "Sekretaris cantik namanya siapa? belum kenalan kita" Ardi langsung menyodorkan tangannya sembari menebar racun melalui senyum manisnya.

"Gue Eva" jawab Eva menyambut uluran tangan Ardi.

Srup... Akh... Ardi menghirup bau dari tangannya setelah selesai berjabat tangan dengan Eva.

"Gw Ardi yang paling tampan di sini" Ardi kemudian memperkenalkan satu temannya, dia kangsung menepis tangan Dimas ketika dia inging mengajak bersalaman Eva.

Puk.....

"Gak usah salaman" Eva tertawa lirih melihat hal itu.

"Ayo Va, jangan kelamaan dekat dekat sama Ardi bisa bahaya" ajak Amar sembari berjalan menjauhi kantin.

"Dadah Eva cantik" goda Ardi ketika Eva berpamitan untuk mengikuti Amar ke ruang guru.

Mereka bertiga kemudian melanjutkan obrolan sembari sesekali Ardi menggoda beberapa siswi yang masuk ataupun keluar dari kantin.

"Anji*g" Ardi seketika mengumpat saat minuman yang ada di atas meja tumpah mengenai bajunya, segerombolan siswa yang tengah bercanda sembari memasuki kantin tanpa sengaja menyenggol meja.

"Buta mata lo" hardik Noval dengan suara tinggi saat orang yang menyenggol meja tadi hanya memasang wajah datar tanpa berniat minta maaf.

"Biasa aja bos" ucapnya tidak terima atas perkataan Noval.

"Malah nyolot Bangs*t" Noval yang memang mudah tersulut emosi langsung melempar gelas ke arah orang yang tadi bicara dan tepat mengenai kepalanya, untung saja hanya gelas plastik.

"Udah udah, hari pertama sekolah masa ribut" Dimas berusaha melerai.

"Emang kalo hari pertama kenapa? takut lo!"

Tanpa aba aba Noval langsung menerjang orang yang baru saja berbicara.

Suasana seketika kacau saat teman orang tersebut berusaha mengeroyok Noval, Ardi yang melihat hal itu langsung menerjang maju.

Dimas yang sebelumnya selalu menjadi sasaran bully tidak berani melakukan apapun, dia hanya diam saja ketika melihat Ardi dan Noval berkelahi dengan empat orang murid lainnya.

Perkelahian seketika terhenti ketika seorang penjaga keamanan datang dan melerai mereka, Noval dan Ardi serta keempat orang yang tadi berkelahi dengannya langsung di gelandang menuju ruang BK, sedangkan Dimas hanya bengong ketika melihat kedua sahabat barunya pergi, dia kemudian memutuskan untuk kembali ke kelas dengan perasaan campur aduk.

Kita Sahabat

Bell berbunyi nyaring menandakan waktu pulang bagi semua murid, hari pertama sekolah hanya di isi dengan pengarahan oleh wali kelas saja, para murid di bubarkan lebih awal.

Para murid kelas X1 yang di huni oleh Dimas berbondong bondong keluar meninggalkan kelas, senyum ceria terlihat dari wajah mereka karena pulang lebih cepat, kecuali satu orang yaitu Dimas, dia masih setia duduk di atas bangkunya sembari menundukkan kepalanya, entah perasaan apa yang tengah dia rasakan saat itu.

"Lo belum balik" Dimas mengangkat kepalanya ketika mendengar suara orang yang dia kenali.

"Belum men" jawab Dimas kemudian kembali menunduk.

"Lo samperin dulu dua biang onar di dekat ruang BK sekalian bawain tas mereka, nanti gue susul mau ke perpustakaan dulu antar daftar siswa" jelas Amar sembari mengambil tas kemudian pergi keluar kelas, di tangan kanannya terlihat map berwarna merah yang Dimas yakini berisi daftar nama siswa kelas mereka.

Dimas berjalan gontai menuju ke ruang BK sesuai instruksi Amar, kepalanya terus tertunduk sepanjang jalan, dalam pikirannya terbayang hal hal buruk terkait bagaimana respon Ardi dan Noval, dia takut akan menjadi korban bullying kembali seperti saat SMP dulu.

"Sorry men" ucap Dimas dengan suara lirih saat dia berdiri di depan Ardi dan Noval yang tengah duduk di kursi panjang depan ruang BK.

"Ini tas lo berdua" Dimas menyerahkan dua buah tas pada mereka, Noval langsung menyambar tas miliknya tanpa berkata apapun.

"Thanks men" Ardi menjawab sembari cengegesan seperti biasa.

"Ngapain lo masih di sini" ketus Noval.

Noval adalah seorang yang memiliki sifat setiakawan tinggi, dia tidak suka memiliki teman yang hanya diam ketika yang lain memiliki masalah, seperti halnya Dimas yang tadi hanya diam ketika Noval dan Ardi berkelahi, Noval akan membela temannya entah itu salah atau benar, prinsipnya dia akan membela temannya terlepas itu salah atau benar.

"Nunggu Amar bentar lagi kesini" jawab Dimas masih dengan suara lirih.

"Ngomong yang kenceng jing!" maki Noval "Cowo letoy amat" lanjutnya sembari manatap tajam Dimas.

Deg.......

Perasaan Dimas langsung di hinggapi rasa takut, bayang bayang bullying saat dia SMP langsung melintas di benaknya.

"Udah diem lo" Ardi mendorong tubuh Noval "Duduk sini men" Ardi menggeser duduknya guna memberi ruang bagi Dimas, Dimas mengisi tempat kosong di sebelah Ardi dengan wajah yang sudah mulai memucat.

Dari jauh Amar berjalan sembari memberi senyum mengejek untuk tiga orang sahabat barunya, setelah tiba tepat di depan tiga sahabatnya itu, dia tatap satu persatu wajah ketiga orang itu dengan pandangan meremehkan.

"Cemen amat, lawan empat orang aja tepar" ledek Amar yang di balas tatapan tajam oleh Ardi dan Noval.

"Lebih cemen tuh teman lo" Noval melirik ke arah Dimas "Diam doang sambil bengong kaya banci".

Cuih.... Noval langsung meludah tepat di depan posisi Dimas duduk, wajah Dimas semakin memucat.

"Hahaha" bukannya bersimpati pada Dimas justru Amar terbahak melihat wajah pucatnya apalagi ekspresi kesal di wajah Noval membuatnya semakin tertawa keras.

"Udah gak usah ribut, ke rumah gue aja, nongki kita di tempat gue".

Tanpa menunggu lama kemudian Amar mengajak ketiga sahabat barunya untuk menuju ke rumah dia, rumah Amar yang paling dekat dengan sekolah membuat ketiganya setuju.

Amar mengajak ketiganya masuk ke dalam kamarnya "Kalau mau minum ambil sendiri di situ" ucap Amar sembari menunjuk kulkas kecil yang ada di sudut kamarnya.

Ardi langsung membuka kulkas yang di tunjuk oleh Amar "Anjirr air mineral doang men?" ucap Ardi dengan nada kecewa karena sudah berekspektasi tinggi ketika melihat kulkas mini di kamar Amar.

"Hehehe" Amar terkekeh melihat Ardi yang kesal, dia kemudian keluar dari kamarnya, tak lama Amar kembali masuk sembari membawa sebuah nampam dengan empat gelas minuman dingin berwarna merah dan sebuah kotak P3K di atasnya.

"Gue lebih suka rasa jeruk men" protes Ardi sembari mengambil satu gelas dan langsung meneguknya.

"B*acot, itu aja lo tenggak" sungut Amar yang di balas senyuman bodoh oleh Ardi.

Amar mengeluarkan alkohol luka dan obat merah serta kapas dari dalam kotak P3K "Bantuin teman lo" Amar menyerahkan kapas yang telah di basahi dengan alkohol kepada Dimas sembari menunjuk Noval.

"Gue bisa sendiri" Noval langsung menyambar kapas dari tangan Amar.

Keheningan tercipta ketika Noval tengah mengobati luka di wajahnya, Amar membantu mengobati wajah Ardi. Hanya terdengar suara rintihan lirih dari mulut Ardi ketika kapas yang telah di olesi alkohol luka menyentuh beberapa titik luka yang terdapat di wajahnya.

"Cemen" cibir Noval sembari memberi tatapan mengejek pada Ardi yang tengah merintih.

"Bodo" ketus Ardi.

"Sorry" Dimas berbicara tanpa mengangkat kepalanya, ketiga orang lainnya langsung menghentikan aktifitasnya masing masing lalu menatap Dimas dengan bingung.

"Sorry gue gak bantuin lo berdua tadi" isakan lirih keluar dari mulut Dimas, beberapa kali dia berusaha menghapus buliran bening yang keluar dari sudut matanya, ketakutan dan rasa gundah dalam hatinya tidak bisa dia tahan lagi.

"Cengeng" cibir Noval yang di balas lemparan botol obat merah oleh Amar "Sakit beg*" maki Noval ketika botol kecil itu tepat mengenai luka yang ada di wajahnya.

"Santai aja men" Ardi menepuk pundak Dimas yang terlihat naik turun karena berusaha menahan sesak di dadanya.

"Gue emang cemen" Dimas menghirup napas sebanyak mungkin untuk menenangkan dirinya "Gue gak berani bantuin kalian berdua tadi, gue takut! karena dulu waktu SMP...." Dimas tergugu, Ardi menepuk pundak Dimas beberapa kali.

Setelah sedikit tenang kemudian Dimas menceritakan kisah pahitnya saat SMP, dimana dia di bully oleh hampir seluruh teman sekelasnya tanpa ada yang membela atau sekedar bersimpati pada dia, dia terlalu takut untuk melawan, tapi saat ini dia lebih takut jika ketiga teman barunya akan menjauhi dirinya.

"Maafin gue, tapi gue mohon jangan jauhin gue" lirih Dimas dengan tatapan memohon.

Ardi dan Amar membisu mendengar kisah pahit Dimas, Noval langsung menatap Dimas penuh rasa penyesalan teringat perbiatannya tadi.

"Lo santai aja men, kita gak bakal kaya gitu" Noval akhirnya angkat bicara, dia merasa iba setelah mendengar kisah pahit masa lalu dari Dimas.

"Mulai sekarang luka lo juga luka kita, kalau ada yang mukul lo berarti mukul kita, kalau ada yang bully lo berarti bully kita" Amar berbicara sembari memegang bahu Dimas.

"Sok bijak lo kampret" cibir Ardi yang di sambut gelak tawa mereka semua.

Dimas dapat kembali tersenyum, baru kali ini dia merasa benar benar punya teman yang menerima dia apa adanya, di dalam hatinya dia bersumpah sampai kapanpun akan membantu ketiga sahabat barunya ketika ada kesusahan.

"Makasih lo semua udah mau jadi temen gue" Dimas merasa haru dengan ketiga sahabatnya, dia ingin memeluk Ardi yang duduk tepat di sampingnya.

"Najis" Ardi segera menepis tangan Dimas yang akan memeluk dirinya.

"Mulai besok dan seterus gue janji bakal maju paling depan kalau ada masalah kaya gini lagi" ucap Dimas dengan yakin.

"Ta*k" balas Amar yang kembali memancing gelak tawa.

Mereka kemudian berbincang sembari bercanda tanpa mengulik luka lama Dimas, Noval terus memberikan doktrin pada Dimas tentang apa itu harga diri, tentang bagaimana seorang laki laki bersikap, dia ingin Dimas memiliki mental setidaknya untuk menghadapi masalahnya sendiri, Noval bahkan sudah memiliki rencana untuk mengajari ilmu bela diri pada Dimas.

"Makasih bro" ucap Dimas tulus setelah menerima banyak wejangan dari ketiga sahabatnya.

"Santai aja, besok dan seterusnya masalah apapun kita hadapi bersama, kita sahabat mulai hari ini dan selamanya". tegas Ardi dengan tangan terkepal.

Ikrar setia sebagai sahabat yang akan saling membatu satu sama lain, dan selalu ada ketika mereka tengah menghadapi masalah apapun terucap hari itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!